MODUL 2
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
UNIVERSITAS TERRBUKA
POKJAR S-1 PGSD RANTAUPRAPAT
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena hanya dengan limpahan
rahmat, taufik dan hidayah-Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Dalam penulisan
Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman mata kuliah Pendidikan
Bahasa Indonesia di SD yang sangat diperlukan dalam materi perkuliahan demi mendapatkan
pemahaman yang maksimal dalam melakukan kegiatannya dan sekaligus melakukan apa yang
menjadi tugas mahasiswa. Penulis menyadari bahwa kami tidak dapat menyusun makalah ini
Dalam pembuatan makalah ini penulis menyadari masih banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu penulis dengan senang hati menerima saran maupun kritik yang
Akhir kata kami sebagai penulis mengucapkan banyak-banyak terimakasih dan memohon
maaf apabila ada kekurangaan dalam pembuatan makalah ini, semoga makalah yang telah kami
Rantauprapat,
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemerolehan bahasa anak adalah proses anak mulai mengenal komunikasi dengan
lingkungannya secara verbal. Dalam perkembangannya pemerolehan bahasa anak sangat
dipengaruhi oleh lingkungan, baik lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat Penting
bagi seorang guru untuk mempelajari pemerolehan perkembangan bahasa anak dengan alasan
sebagai berikut:
B. Tujuan
Atas dasar latar belakang diatas tujuan dari penyusunan makalah ini adalah agar kita
sebagai guru dapat memahami pemerolehan dan perkembangan bahasa anak sebagai dasar
pembelajaran bahasa di sekolah dasar kelas rendah. Secara khusus kita sebagai guru diharapkan
dapat:
Agar kita sebagai pendidik berhasil mempelajari bahan mandiri yang kami susun, maka
bacalah materi yang terdapat dalam makalah ini dan simak dengan baik presentasi yang akan
kami sampaikan.
BAB II
PEMBAHASAN
Bahasa pertama (B1) adalah bahasa yang pertama kali dipelajari dan dikuasai oleh
seorang anak. Bahasa pertama itu bisa hanya satu bahasa atau dua bahasa yang dikuasai
anak secara bersamaan. Sementara itu, bahasa kedua adalah bahasa yang dikuasai anak
setelah menguasai bahasa pertama. Dalam menguasai dua bahasa atau lebih, anak dapat
melakukannya secara serempak atau berurut. Pemerolehan serempak dua bahasa
(simultaneous bilingual acquisition) terjadi pada anak yang dibesarkan dalam masyarakat
bilingual (dua bahasa) atau multilingual (lebih dari dua bahasa). Anak mengenal,
mempelajari, dan menggunakan kedua bahasa tersebut sama baiknya secara bersamaan.
Pemerolehan berurut dua bahasa (successive bilingual acquisition) terjadi apabila
penguasaan anak atas dua bahasa atau lebih terjadi dalam rentang waktu yang berjauhan.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama anak biasanya terjadi karena beberapa hal
berikut:
a. Pandangan Nativistis
Menurut pandangan nativistis, setiap anak yang lahir telah dilengkapi dengan
kemampuan bawaan atau alami untuk dapat berbahasa. Bukan lingkungan yang
membuat anak mampu berbahasa. Juga bukan karena meniru orang lain karena
banyak juga ungkapan kreatif yang dimunculkan anak ketika berbahasa, yang belum
pernah dicontohkan sebelumnya. Jadi, kalau bukan karena kemampuan bawaan,
mustahil anak dapat mempelajari dan menguasai suatu bahasa yang komponen dan
aturannya begitu rumit hanya dalam waktu yang begitu singkat. Hanya dalam waktu
sekitar empat tahun anak telah dapat berbahasa dengan rapi dan komunikatif. Selama
belajar bahasa, sedikit demi sedikit potensi berbahasa yang secara genetis telah
terprogram menjadi terbuka dan berkembang.
Cara kerja LAD yaitu Ujaran atau tuturan lisan dalam lingkungan anak
memberikan masukan kepada anak. Selanjutnya, data tersebut diolah oleh LAD
dengan memakai potensi gramatika bahasa anak sehingga tersusunlah pola-pola
kaidah bahasa dan kaidah berbahasa pada diri anak, kemudian tercermin dalam
tindak berbahasa (ujaran) yang dihasilkan anak yang sesuai dengan pola ujar orang
dewasa.
b. Pandangan Behavioristis
c. Pandangan Kognitif
a. Faktor Biologis
1) Bahasa semang (motherless), yaitu cara bahasa yang dilakukan orang dewasa
terhadap bayi atau balita melalui penyederhanaan kata atau kalimat, dengan
penggunaan tempo yang lebih lambat dan nada yang lebih lembut. Cara bahasa
ini memiliki peran penting untuk dapat menangkap perhatian dan memelihara
komunikasi dengan anak.
2) Parafrase, yaitu pengungkapan kembali ujaran yang diucapkan anak dengan
cara yang berbeda, untuk membantu anak belajar bahasa.
3) Menegaskan kembali (echoing), yaitu mengulang apa yang disampaikan anak,
terutama apabila tuturannya tidak lengkap, tidak jelas atau tidak sesuai dengan
maksud.
4) Memperluas (expanding), yaitu mengungkapkan kembali apa yang
disampaikan anak dalam bentuk kebahasaan yang lebih kompleks.
5) Menamai (labeling), yaitu melakukan identifikasi suatu benda dengan nama
yang sesuai.
6) Penguatan (reinforcement), yaitu menanggapi dan memberikan respons positif
atas perilaku berbahasa anak.
7) Pemodelan (modelizing), yaitu pemberian contoh atau model berbahasa yang
ditunjukkan orang dewasa kepada anak.
c. Faktor Intelegensi
d. Faktor Motivasi
Dalam belajar bahasa, anak tidak melakukannya demi bahasa itu sendiri. Anak
belajar bahasa karena adanya kebutuhan dasar yang bersifat praktis, seperti lapar,
haus, sakit, serta perhatian dan kasih sayang. Inilah yang disebut dengan motivasi
intrinsik, yang berasal dari diri anak itu sendiri.
Pemberian motivasi dari lingkungan sosial sangat berarti bagi anak untuk
membuatnya kian bergairah belajar bahasa. Anak yang dibesarkan dengan motivasi
belajar bahasa yang tinggi akan kian memicu proses belajar bahasa anak. Pemicuan
motivasi itu, di antaranya dengan cara merespons dengan bijak pertanyaan dan
komentar anak, memperbaiki tindak berbahasa anak secara halus dan tidak langsung,
dan tidak segera menyalahkan bila anak melakukan suatu kesalahan.
Sejumlah strategi dalam belajar suatu bahasa, di antaranya adalah sebagai berikut:
a. Mengingat
Mengingat memainkan peranan yang cukup penting dalam belajar bahasa atau
belajar apa pun. Setiap pengalaman indrawi yang dilalui anak, dicatat dalam
benaknya. Ketika dia menyentuh, menyerap, mencium, mendengar, dan melihat
sesuatu, memori anak merekamnya.
Pada tahap awal belajar bahasa, anak mulai membangun pengetahuan tentang
bunyi dan kombinasi bunyi-bunyi tertentu yang merujuk pada sesuatu yang dia
dengar atau alami. Ingatan itu akan semakin kuat apabila penyebutan akan benda
atau peristiwa itu terjadi berulang-ulang. Dengan cara ini anak akan mengingat
bunyi, kombinasi bunyi atau kata, tentang sesuatu sekaligus mengingat pula cara
mengungkapkannya. Hanya saja, ketika diungkapkan bunyinya tidak selalu tepat.
Mungkin lafalnya tidak pas, strukturnya terbalik atau hanya suku kata awal atau
akhir yang terucapkan. Hal ini terjadi karena pertumbuhan otak dan kelengkapan
fisik berbahasa anak masih sedang berkembang. Oleh karena itu, dalam berbahasa
anak-anak biasanya dibantu oleh ekspresi muka, gerak tangan, gerak tubuh, dan
konteks.
b. Meniru
c. Mengalami Langsung
d. Bermain
e. Penyederhanaan
a. Tahap Pralinguistik
Pada tahap ini, bunyi-bunyi bahasa yang dihasilkan akan semakin mendekati
bunyi vokal atau konsonan tertentu. Tetapi, umumnya bunyi-bunyi tersebut belumlah
mengacu pada kata atau kalimat dengan makna tertentu. Oleh karena itu,
perkembangan bahasa anak pada fase ini disebut tahap pralinguistik.
Fase ini berlangsung sejak anak lahir sampai berumur sekitar 12 bulan.
1) Pada umur 0 - 2 bulan, anak hanya mengeluarkan bunyi-bunyi refleksif untuk
menyatakan rasa lapar, haus, sakit atau ketidaknyamanan, serta bunyi-bunyi
vegetatif yang berkaitan dengan aktivitas tubuh, seperti batuk, bersin, sendawa,
telanan (ketika makan), dan tegukan (ketika menyusu atau minum).
3) Pada umur 4 – 7 bulan, anak mulai mengeluarkan bunyi yang agak utuh dengan
rentang waktu yang lebih lama. Bunyi mirip vokal dan konsonannya lebih
bervariasi. Konsonan nasal /m/ dan /n/ sudah mulai muncul. d. Pada umur 6 – 12
bulan, anak mulai berceloteh. Celotehannya berupa reduplikasi atau pengulangan
konsonan dan vokal yang sama, seperti /ba-ba-ba/, /ma-ma-ma/, dan /da-da-da/.
Vokal yang muncul adalah vokal dasar /a/ dengan konsonan hambat labial /p, b/,
nasal /m, n, n/, dan alveolar /t, d/. Selanjutnya, celotehan reduplikasi tersebut
berubah lebih bervariasi. Vokalnya sudah mulai menuju vokal /u/ dan /i/.
Konsonan frikatif pun, seperti /s/ sudah mulai muncul.
Fase ini berlangsung ketika anak berusia 12 – 18 bulan. Pada tahap ini, anak
menggunakan satu kata yang bermakna mewakili keseluruhan ide yang
disampaikannya. Tegasnya, satu kata yang diucapkan anak mewakili satu frasa,
kalimat atau wacana. Karena itu, fase ini disebut juga tahap holofrasis. Kata-kata
yang diucapkan anak adalah kata-kata yang telah dikenal dan dikuasainya. Kata-kata
itu biasanya sering muncul dalam tuturan keseharian di lingkungan anak. Kata-kata
itu umumnya berkaitan dengan kegiatan rutin anak, pemanggilan orang-orang
sekitar, dan benda atau objek yang dekat dengan anak.
c. Tahap Dua-Kata
Fase ini berlangsung sewaktu anak berusia sekitar 18 – 24 bulan. Pada tahap ini
kosakata dan gramatika anak berkembang dengan cepat, seiring dengan kematangan
otak dan alat ucapnya. Dalam bertutur anak-anak mulai menggunakan dua kata: papa
ikut, mamah main, mau bobo, dan sebagainya. Hanya kata-kata pokok yang
diucapkan anak, seperti kata benda, kata kerja (dasar), dan/atau kata sifat. Tak ada
kata tugas seperti kata depan atau kata penghubung.
d. Tahap Telegrafis
Antara usia 2 – 3 tahun anak telah menghasilkan ujaran dalam bentuk kalimat-
kalimat pendek. Ciri yang paling mencolok pada fase ini bukanlah pada jumlah kata
yang dihasilkan anak, tetapi pada variasi bentuk kata yang sudah mulai muncul.
Namun demikian, pada fase ini, anak belum menggunakan kata tugas dalam bertutur.
Oleh karena itu, perkembangan bahasa anak pada fase ini disebut dengan tahap
telegrafis. Seiring dengan bertambahnya usia dan perkembangan otak dan perangkat
biologis lainnya maka kemampuan anak pun (kaidah bahasa dan kaidah berbahasa)
akan semakin meningkat hingga mendekati tuturan orang dewasa.
Suatu bahasa disebut bahasa kedua apabila bahasa tersebut dikuasai anak
melalui belajar secara formal. Dalam memperoleh B2 banyak cara yang dilakukan.
Secara umum, tipe perolehan B2 dapat dibedakan menjadi pemerolehan B2 secara
terpimpin, secara alamiah, serta terpimpin dan alamiah (Lihat Subyakto-Nababan,
1992). Pemerolehan B2 secara terpimpin dilakukan melalui aktivitas pembelajaran,
baik di sekolah maupun kursus atau les. Umumnya, ragam bahasa yang dipelajari
bersifat formal atau baku. Sementara itu, pemerolehan B2 secara alamiah dilakukan
secara spontan. Dengan demikian seorang anak bisa memiliki beberapa bahasa
pertama dan juga beberapa bahasa kedua.
Kunci keberhasilan belajar B2 adalah kemauan belajar, keberanian
mempraktikkan dalam situasi riel, dan keintensifan dalam berkomunikasi dengan B2.
Memang penting belajar kosakata dan kaidah bahasa dengan menggunakan berbagai
sumber. Tetapi, tak kalah pentingnya adalah faktor individu pembelajar B2, dalam hal
ini keberanian menggunakan bahasa tersebut dalam interaksi dengan penutur asli atau
pengguna B2. Tidak malu, tidak takut salah, dan tidak perlu khawatir ditertawakan
kalau unjuk berbahasanya kurang pas. Semakin berani dalam berbahasa dan semakin
intensif dalam berinteraksi, biasanya semakin cepat B2 tersebut dikuasai.
a. Model Akulturasi
b. Teori Akomodasi
c. Teori Wacana
Menurut teori wacana interaksi sosial sangat penting karena dapat memberikan
data terbaik bagi pembelajar untuk dapat diolah oleh otak. Melalui data tersebut
disusunlah suatu model masukan yang pantas dan terkait.
d. Model Monitor
1) Hipotesis pemerolehan-pembelajaran
2) Hipotesis urutan alamiah
3) Hipotesis monitor
4) Hipotesis masukan
5) Hipotesis saringan afektif
f. Hipotesis Universal
g. Teori Neurofungsional
KESIMPULAN
A. KESIMPULAN
Psikologi linguistik adalah ilmu yang mempelajari mengenai penggunaan bahasa dan cara
pemerolehan bahasa pada manusia. Terdapat tiga bidang kajian utama psikologi linguistik yaitu
psikolinguistik umum, psikolingustik perkembangan dan psikolinguistik terapan. Psikolinguistik
merupakan urat nadi pengajaran bahasa. Psikolingusitik dan pengajaran bahasa tidak dapat
dipisahkan, karena focus atau tumpuan psikolinguistik adalah pemerolehan bahasa, disamping
pembelajaran bahasa dan pengajaran bahasa. Focus kajian psikolingustik yaitu pemerolehan,
pengajaran dan pembelajaran bahasa. Ketiga aspek tersebut berkaitan satu sama
lain. Pemerolehan bahasa adalah proses yang berlaku di dalam otak seseorang anak ketika
memperoleh bahasanya. Proses pemerolehan terjadi ketika anak sedang memperoleh bahasa
terdiri dari dua aspek: pertama aspek performance yang terdiri dari aspek-aspek pemahaman dan
pelahiran. Kedua aspek kompetensi (kemampuan linguistik). Kemampuan bahasa anak terdiri
dari tiga bagian yaitu: kemampuan fonologi, semanti dan kalimat. Ketiga bagian ini diperoleh
anaki secara serettak atau bersamaan.
Pemerolehan bahasa adalah proses-proses yang berlaku di dalam otak seorang anak
ketika memperoleh bahasa ibunya .Pemerolehan bahasa anak dimulai dari lingkungannya
terutama lingkungan keluarga, ini disebut pemerolehan bahasa pertama yang terjadi dalam
kehidupan awal anak. Anak-anak dalam proses pemerolehan bahasa pada umumnya
menggunakan 4 strategi, yaitu imitasi, produktivitas, umpan balik dan prinsip oprasi. Sedangkan
pemerolehan bahasa kedua dimaknai saat seseorang memperoleh bahasa lain setelah terlebih
dahulu ia menguasai sampai batas tertentu bahasa ibu (bahasa pertama).
DAFTAR PUSTAKA
Resmini N dkk. 2006 Pembinaan dan Pengembangan Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
Bandung: UPI Pres.