Oleh
Kelompok 1
1. Hardina Eka Putri (21129220)
2. Radni Defri Sagita (21129282)
3. Salsabila Idha Putri Sasa (21129305)
4. Sri Fauzia Zainal (21129122)
5. Vivi Oktovia (21129500)
Dosen Pengampu :
Ari Suriani, S. Pd, M. Pd
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pembelajaran Bahasa Indonesia SD. Makalah ini berisi mengenai pengertian, proses, tipe,
faktor, dan perkembangan bahasa anak.
Kami mengucapkan terima kasih kepada ibu Ari Suriani, S. Pd, M. Pd selaku dosen mata
kuliah Pembelajaran Bahasa Indonesia SD yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan. Kami juga mengucapkan terima kasih atas segala
bantuan dari pihak yang telah bekerja sama dengan memberikan sumbangan baik berupa materi
maupun pikirannya.
Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
saran dan kritik dari semua pihak yang bersifat membangun sangat dibutuhkan guna
kelengkapan dan kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi
para pembaca.
Kelompok 1
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
3.2 Saran.............................................................................................................................. 12
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Siswa sekolah dasar pada umumnya berlatar belakang dwibahasa bahkan multi bahasa,
sehingga dengan mempelajari materi pemerolehan dan perkembangan bahasa anak, guru dapat
benar-benar memahami konteks sosial budaya lingkungan anak didiknya dan menghargai
keragaman budaya tersebut.
1.3 Tujuan
1. Agar mahasiswa mengetahui pengertian pemerolehan bahasa.
2. Agar mahasiswa mengetahui proses pemerolehan bahasa.
3. Agar mahasiswa mengetahui tipe pemerolehan bahasa.
4. Agar mahasiswa mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pemerolehan bahasa
kedua.
5. Agar mahasiswa mengetahui pemerolehan bahasa anak usia 2-5 tahun.
1
6. Agar mahasiswa mengetahui perkembangan bahasa anak.
7. Agar mahasiswa mengetahui pemerolehan bahasa kedua.
2
BAB III
PEMBAHASAN
Setiap manusia memiliki potensi yang sama untuk menguasai bahasa. Proses dan sifat
penguasaan bahasa setiap orang berlangsung dinamis dan melalui tahapan berjenjang. Terkait
dengan itu, dikenal 2 istilah, yakni pemerolehan bahasa (language acquisition) dan
pembelajaran bahasa (language learning). Kridalaksana (2001: 159) mendefinisikan
pemerolehan bahasa (language acquisition) sebagai proses pemahaman dan penghasilan
bahasa pada manusia melalui beberapa tahap, mulai dari meraban sampai kefasihan penuh;
sedangkan pembelajaran bahasa (language learning) diartikan sebagai proses dikuasainya
bahasa sendiri atau bahasa lain oleh seorang manusia. Sementara itu, Krashen (dalam Johnson
& Johnson, 1999: 4) menyifati pemerolehan sebagai proses alami yang berlangsung tanpa
adanya perhatian secara sadar terhadap bentuk-bentuk linguistik; kondisi minimal pemerolehan
ialah partisipasi dalam situasi komunikasi yang alami.
Para ahli bersepakat bahwa aspek yang terpenting dalam pemerolehan bahasa adalah
fungsi bahasa. Salah satu fungsi bahasa adalah alat berkomunikasi. Karena itu, seseorang yang
sering menggunakan bahasa untuk berkomunikasi akan memiliki tingkat kompetensi dan
performansinya yang semakin tinggi. Dengan kata lain, faktor interaksi akan lebih menentukan
keberhasilan seseorang dalam penguasaan bahasa.
3
Banyak pakar bahasa meyakini bahwa kedua faktor ini, yakni potensi dalam diri dan
lingkungan memberikan pengaruh yang kuat dalam pemerolehan bahasa. Penguasaan dan
pemerolehan bahasa terjadi karena adanya hubungan sosial yang kuat dengan para penutur asli
lingkungan bahasa tersebut (Khotijah, 2013: 1-2). Lingkungan memiliki peran vital dalam
penguasaan suatu bahasa. Perolehan bahasa biasanya tidak didapat secara formal atau dengan
sistem pengajaran, serta tidak didapat dengan mempelajari sintaksis atau tata bahasa tersebut.
Hal ini berdasarkan hasil kenyataan bahwa semua manusia belajar bahasa, semua bahasa
manusia bisa dipelajari. Pada sisi permukaan bahasa manusia memang berbeda, tetapi secara
hakikat, hampir semua bahasa manusia memiliki kesamaan (Massoud Rahimpour: 59).
Oleh karena itu, pemerolehan bahasa memfokuskan pada proses berbahasa anak yang
hidup dilingkungan tertentu sehingga anak tersebut mendapatkan bahasa pertamanya atau
bahasa ibunya. Secara subtansi, pemerolehan bahasa tidak sama dengan pembelajaran bahasa,
karena pada pembelajaran bahasa biasanya dilakukan secara formal seraya mempelajari
berbagai hal tentang bahasa tersebut. Sedangkan pada pemerolehan bahasa hasil akhir yang
dicapai adalah bagaimana seseorang bisa berbahasa dengan bahasa tersebut tanpa terikat sistem
bahasa yang rumit. Pemerolehan bahasa biasanya berhubungan dengan bahasa pertama (B1)
sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua (B2).
Ada beberapa tahap yang dilalui oleh anak selama memperoleh bahasa pertama, yaitu :
1) Tahap Pengocehan (Babbling)
Tahap ini, bunyi-bunyi bahasa yang dihasilkan anak belumlah bermakna. Bunyi-bunyi
itu memang telah menyerupai vokal atau konsonan tertentu. Tetapi, secara keseluruhan bunyi
tersebut tidak mengacu pada kata dan makna tertentu. Fase ini berlangsung sejak anak lahir
sampai berumur 12 bulan.
4
a. Pada umur 0-2 bulan, anak hanya mengeluarkan bunyi-bunyi refleksif untuk
menyatakan rasa lapar, sakit, atau ketidaknyamanan. Sekalipun bunyi-bunyi itu tidak
bermakna secara bahasa, tetapi bunyi-bunyi itu merupakan bahan untuk tuturan
selanjutnya.
b. Pada umur 2-5 bulan, anak mulai mengeluarkan bunyi-bunyi vokal yang bercampur
dengan bunyi-bunyi mirip konsonan. Bunyi ini biasanya muncul sebagai respon
terhadap senyum atau ucapan ibunya atau orang lain.
c. Pada umur 4-7 bulan, anak mulai mengeluarkan bunyi agak utuh dengan durasi yang
lebih lama. Bunyi mirip konsonan atau mirip vokalnya lebih bervariasi.
d. Pada umur 6-12 bulan, anak mulai berceloteh. Celotehannya merupakan pengulangan
konsonan dan vokal yang sama seperti/ba ba ba/, ma ma ma/, da da da/
5
mencapai beratus-ratus kata dan cara pengucapan katakata semakin mirip dengan bahasa orang
dewasa.
Kedua, yang bersifat formal berlangsung di dalam kelas dengan guru, materi dan alat-
alat yang sudah dipersiapkan, pembelajaan bahasa dalam tipe ini dilakukan dengan sengaja
atau sadar, pembelajaran bahasa bersifat formal seharusnya lebih baik daripada pembelajaran
yang dilakukan secara naturalistik, tapi pada kenyataanya tidak, terdapat berbagai penyebab
atau faktor yang mempengaruhinya dalam proses pembelajaran bahasa. Nurhadi (dalam Chaer
2002:144) meskipun studi tentang metodologi belajar bahasa kedua (atau bahasa asing) telah
sedemikian lama dengan biaya yang cukup besar, tetapi belum banyak mengubah cara orang
belajar bahasa.
6
Dari pendapat di atas, dapat diketahui bahwa potensi pemerolehan bahasa pada usia balita
sangat tinggi. Jika dihubungkan dengan pemerolehan bahasa kedua, potensi pemerolehan
bahasa kedua lebih cepat apabila dilakukan pada usia kanak-kanak. Pemerolehan bahasa kedua
pada anak-anak dapat lebih mudah, karena otak anak masih lentur, belum mampu memikirkan
banyak hal yang akan mempengaruhi pemerolehan bahasa kedua.
Seorang anak kecil akan dapat menguasai bahasa bila semakin sering dia mendapat
stimulus dari luar yang membuat dia tertarik untuk mencoba berkomunikasi dengan dengan
memberikan respon melalui gayanya sendiri. Lingkungan akan menyediakan berbagai materi
terhadap anak dalam pemerolehan bahasanya di mana ia berada. Hal ini yang sama juga
dikemukakan oleh Subyakto (1992) bahwa anak lahir sudah memiliki prosedur-prosedurserta
kaidah bahasa yang memungkinkan seseorang anak mengolah data linguistiknya di
lingkungannya. Daulay (1985) dalam Purba (2013: 3-4) mengemukakan bahwa kualitas
lingkungan bahasa teramat penting bagi seorang pembelajar bahasa untuk bisa berhasil dalam
belajar bahasa baru.
7
maka dengan muda bahasa kedua akan lebih cepat diperoleh. Fitri (2015: 2) mengatakan bahwa
jika salah satu pembicara masyarakat mencoba untuk menggunakan bahasa lain selain bahasa
mereka sendiri, maka bahasa yang mereka gunakan akan merubah bentuk seperti pada bahasa
kedua. Jadi, fitur dari B1 yang digunakan oleh pembicara seperti cara, gaya, dan struktur bahasa
pertama secara tidak langsung mengikuti bahasa kedua
4. Motivasi
Salah satu faktor yang mempengaruhi pemerolehan bahasa kedua adalah motivasi.
Dengan adanya motivasi yang kuat, maka pembelajar bahasa kedua akan berusaha memperoleh
bahasa kedua. Motivasi mengacu pada keseluruhan proses yang dilakukan dalam upaya
mengusai bahasa kedua dengan tujuan tertentu. Misalnya, seseorang berusaha menguasai
bahasa kedua dengan tujuan untuk mendapat kepuasan diri, untuk mendapatkan pujian,
penghargaan dan pengakuan dari orang lain, untuk meningkatkan perekonomian, agar mampu
bersaing dalam dunia politik, mampu beradaptasi dalam lingkungan kerja yang baru, mampu
bersaing sesuai dengan tuntutan zaman.
Dalam teori pemerolehan bahasa kedua (second language acquisition), motivasi biasanya
dipahami sebagai serangkaian faktor, termasuk aspirasi untuk mencapai tujuan tertentu melalui
belajar bahasa, kesediaan untuk melakukan dan mempertahankan usaha dalam rangka
mencapai tujuan, serta sikap terhadap perolehan bahasa dan masyarakat yang menggunakannya
(Gardner, 1985a, 2001b; Klein, 1986; Dörnyei & Csizér, 2005) dalam Ying, dkk (2013: 3).
5. Faktor Intelegensi
Umumnya anak yang bisa berbahasa dengan baik adalah anak yang memilki intelgensia
normal, meskipun anak yang punya nalar tinggi yang biasanya diukur dengan nilai eksakta
yang baik memiliki kemampuan bahasa lebih baik (Ruty J. Kapoh, 2010). Umumnya anak yang
memiliki kecerdasan bahasa yang tinggi akan memiliki tingkat pemerolehan bahasa dengan
cepat, lebih banyak dan lebih bervariasi daripada anak yang memiliki kecerdasan rendah.
8
Banyak kata yang diujarkan oleh anak tetapi ada beberapa konsonan yang hilang, ditambahkan,
dan berubah bunyi. Akan tetapi hal tersebut tidak mempengaruhi makna kata. Adapun beberapa
konsonan yang perubahan bunyinya sama saat diujarkan oleh anak yang berusia 2 dan 3 tahun
yaitu seperti konsonan [r] berubah bunyinya menjadi [l], konsonan [e] menjadi konsonan [i],
konsonan [g] menjadi [d]. Contoh penggunaan bahasa oleh anak usia 2-5 tahun seperti saat
mengucapkan kata [lari] menjadi [lali], [merah] menjadi [melah], [ambil] menjadi [ambiy].
Perkembangan bahasa anak dapat diperoleh melalui kegiatan formal dan informal. Salah
satu kegiatan formal tersebut dapat diperoleh ketika seorang anak memasuki dunia pendidikan.
Sedangkan kegiatan informal diperoleh melalui sosialisasi dengan lingkungan sekitar dan
sejauh mana dorongan keluarga terhadap perkembangan suatu bahasa.
Menurut Vygosky dalam Martinis Yamin dan Jamilah Sabri Sanan, bahwa ada 3 (tiga)
tahap perkembangan bahasa anak yang menentukan tingkat perkembangan berfikir, yaitu
tahap eksternal, egosentris, dan internal yaitu sebagai berikut:
Pertama, tahap eksternal yaitu : tahap berfikir dengan sumber berfikir anak berasal
dari luar dirinya. Sumber eksternal tersebut terutama berasal dari orang dewasa yang
memberi pengarahan kepada anak dengan cara tertentu. Misalnya orang dewasa bertanya
kepada seorang anak, “ apa yang sedang kamu lakukan?” kemudian anak tersebut meniru
pertanyaan, “apa?” Orang dewasa memberikan jawabannya, “Melompat”.
Kedua, tahap egosentris yaitu suatu tahap ketika pembicaraan orang dewasa tidak
lagi menjadi persyaratan. Dengan suara khas, anak berbicara seperti jalan pikirannya,
misalnya “saya melompat”, “ini kaki”, “ini tangan”, “ini mata”.
Ketiga, tahap internal yaitusutau tahap ketika anak dapat menghayati proses berfikir,
misalnya, seorang anak sedang menggambar kucing. Pada tahap ini, anak memproses
9
fikirannya denga fikirannya sendiri, “apa yang harus saya gambar? Saya tahu saya sedang
menggambar kaki sedang berjalan”.
Cara pemerolehan bahasa kedua dapat dibagi dua cara, yaitu pemerolehan bahasa kedua
secara terpimpin dan pemerolehan bahasa kedua secara alamiah. Pertama, pemerolehan bahasa
kedua yang diajarkan kepada pelajar dengan menyajikan materi yang sudah dipahami. Materi
bergantung pada kriteria yang ditentukan oleh guru. Strategi-strategi yang dipakai oleh seorang
guru sesuai dengan apa yang dianggap paling cocok bagi siswanya. Kedua, pemerolehan
bahasa kedua secara alamiah adalah pemerolehan bahasakedua/asing yang terjadi dalam
komunikasi sehari-hari, bebas dari pengajaran atau pimpinan, guru.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pemerolehan bahasa adalah proses manusia dalam memperoleh kemampuan untuk
pemahaman dalam pengelolaan kata untuk tujuan komunikasi. Pemerolehan bahasa biasanya
dibedakan dari pembelajaran bahasa (language learning). Pembelajaran bahasa berkaitan
dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang anak mempelajari bahasa kedua, setelah
dia memperoleh bahasa pertamanya.
Ada beberapa tahap yang dilalui oleh anak selama memperoleh bahasa pertama, yaitu
tahap pengocehan (Babbling), tahap satu kata (Holofrastis), tahap dua kata-satu frase, dan
tahap menyerupai telegram (Telegraphic Speech)
Ellis dalam Chaer (2002:242) menyebutkan adanya dua tipe pembelajaran bahasa yaitu
tipe naturalistik dan tipe formal dalam kelas. Pemerolehan bahasa dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain faktor usia, lingkungan dan kebiasaan, pengaruh bahasa pertama terhadap
bahasa kedua, motivasi, faktor intelegensi, dll.
Pemerolehan bahasa anak pada usia 2-3 tahun yang ditinjau dari aspek fonologi
menunjukkan bahwa kemampuan anak dalam berbahasa memang sangat beragam.
Perkembangan bahasa anak adalah suatu kemajuan yang sebarang hingga mencapai
kesempurnaan. Perkembangan bahasa anak dapat diperoleh melalui kegiatan formal dan
informal. Menurut Vygosky dalam Martinis Yamin dan Jamilah Sabri Sanan, bahwa ada 3
(tiga) tahap perkembangan bahasa anak yang menentukan tingkat perkembangan berfikir,
yaitu tahap eksternal, egosentris, dan internal. Menurut Susanto tahap-tahap perkembangan
bahasa, yaitu tahap I (pra linguistik), tahap II (linguistik), tahap III (pengembangan tata
bahasa), dan tahap IV (tata bahasa).
Bahasa kedua merupakan bahasa yang diperoleh atau dipelajari setelah anak menguasai
bahasa pertama (B1) atau bahasa ibu. Cara pemerolehan bahasa kedua dapat dibagi dua cara,
yaitu pemerolehan bahasa kedua secara terpimpin dan pemerolehan bahasa kedua secara
alamiah.
11
3.2 Saran
Sebagai calon pendidik, kita perlu memahami perkembangan bahasa anak karena
pendidik memiliki tanggung jawab untuk membantu siswa dalam pemerolehan bahasa bagi
pelaksanaan pembelajaran bahasa anak, khususnya saat belajar membaca dan menulis
permulaan.
12
DAFTAR PUSTAKA
Batubara, H. (2021). Proses Pemerolehan Bahasa Pertama Pada Anak. Kode : Jurnal Bahasa,
10(4), 164–173. https://doi.org/10.24114/kjb.v10i4.30772
Fanani, A. N., Suryadi, M., & Tiani, R. (2020). Pemerolehan Bahasa Pada Anak Usia 2-5
Tahun Dalam Kehidupan Sehari-Hari ( Studi Kasus Anak-Anak Di Dusun Panjatan Desa
Kedungkelor Warureja Tegal-Kajian Psikolinguistik). FIB Univ. Diponegoro, 1–12.
Haryanti, E., Lestari, A. D., & Sobari, T. (2018). Pemerolehan Bahasa Anak Usia 2-3 Tahun
Ditinjau Dari Aspek Fonologi|. Parole (Jurnal Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia),
(1) 4, 591–602.
Wahyu Purwasih. (2018). e-ISSN: 2550-0058 p-ISSN: 2615-1642. Jurnal Warna, 2(2
Desember), 15–28.
13