Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH PSIKOLINGUSTIK

PEMEROLEHAN BAHASA KEDUA

Disusun oleh :

Hanna Sianturi (2213311038)

Refin Yusnita Oktavia Sianturi (2213311052)

Safnah Sagala (2211111014)

Talenta Sebayang (2213311018)

Yandika Lamtorang Gurusinga (2213111064)

Kelas : Psikolingustik

Dosen pengampu : Frinawaty Lestarina Barus, S.Pd., M.Pd.

PRODI S 1 PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEI 2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan kasih
karunia-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Pemerolehan
Bahasa Kedua” mata kuliah Psikolingustik yang diampu oleh Ibu Frinawaty Lestarina Barus,
S.Pd., M.Pd. Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang
telah mendukung kami untuk menyelesaikan tugas makalah ini serta kepada Frinawaty Lestarina
Barus, S.Pd., M.Pd.selaku dosen pengampu mata kuliah ini.

Harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan
wawasan kita semua, khususnya bagi para pembaca. Kami menyadari masih terdapat kekurangan
dalam makalah ini, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun dari pembaca sangat
dibutuhkan untuk menyempurnakan makalah ini. Akhir kata kami ucapakan terima kasih.

Medan, 7 Mei 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i

DAFTAR ISI ............................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ......................................................................................................... 1
C. Tujuan ............................................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................ 2

A. Pengertian Bahasa Kedua ............................................................................................. 2


B. Proses penguasaan Bahasa Kedua ............................................................................... 2
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Bahasa Kedua ............................ 3
D. Strategi Kemampuan Bahasa Kedua ........................................................................... 10

BAB III PENUTUP .................................................................................................................... 14

A. Kesimpulan ..................................................................................................................... 14
B. Saran ............................................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pemerolehan bahasa dikategorikan menjadi dua yaitu pemerolehan bahasa pertama yang
lebih sering dikenal dengan bahasa ibu dan pemerolehan bahasa kedua. Dalam pemerolehan
bahasa pertam diperoleh anak pertama kali dengan cara meniru bahasa pertama kali di
keluarganya, pada proses ini sang anak tanpa sadar bahwa dia mempelajari bahasanya. Setelah
menguasai bahasa pertama seseorang dalam proses selanjutnya pasti memerlukan komunikasi
yang lebih luas, kedunia luar dan guna mengembangkan kehidupannya. Oleh karena itu
seseorang akan berusaha untuk berlajar bahasa kedua. Bahasa kedua di peroleh dipelajari
dengan sadar , sedangkan pemerolehan bahasa pertama diperoleh sang anak tanpa sadar dari
kesehariannya bersama keluarganya. Pemerolehan keduan lebih kepada proses pemahaman
bahasa belajar secara sadar.
Dalam pemerolehan bahasa kedua terdapat faktor dan strategi dalam pemerolehan dan
penguasaannya. Kita dapat mengetahui bagaimana pemerolehan bahasa kedua dipelajari oleh
seseorang dengan mengkaji lebih mendalam, bagamana proses pemerolehan bahasa kedua
tersebut, dengan demikian kita dapat mengerti lebih mendalam mengenai pemerolehan bahasa
kedua sehingga memberikan penjelasan yang dibutuhkan mengenai pemerolehan bahasa kedua.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari bahasa kedua ?
2. Bagaimana proses pemerolehan kemampuan bahasa kedua ?
3. Apa sajakah yang menjadi faktor dalam penguasaan kemampuan bahasa kedua ?
4. Bagaimana strategi dalam pemerolehan kemampuan bahasa kedua ?

C. Tujuan
1. Untuk mendeskripsikan pengertian dari bahasa kedua.
2. Mendeskripsikan proses pemerolehan kemampuan bahasa kedua.
3. Mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi dalam penguasaan kemampuan
bahasa kedua.
4. Mendeskripsikan strategi dalam peerolehan kemampuan bahasa kedua.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Bahasa Kedua


1. Menurut Chaer dan Agustina
Pemerolehan bahasa kedua adalah rentang bertahap yang dimulai dari menguasai bahasa
pertama (B1) ditambaha sedikit mengetahui bahasa kedua (B2), lalu penguasaan B2 meningkat
secara bertahap, sampai akhirnya penguasaan B2 sama baiknya dengan B1.
2. Kholid A. Harras
Bahasa kedua adalah bahasa yang diperoleh anak setelah mereka memperoleh bahasa
pertama.
3. Henry Guntur Tarigan
Pemerolehan bahasa kedua diartikan dengan mengajar dan belajar bahasa asing dan atau
bahasa kedua lainnya.
4. Menurut Dardjowidjojo
Pemerolehan bahasa kedua diperoleh melalui proses orang dewasa yang belajar di kelas
adalah pembelajaran secara formal di perbandingkan dengan bahasa permata secara alamiah.
5. Wikipedia
Pemerolehan bahasa kedua adalah proses seseorang belajar bahasa kedua disamping bahasa
ibu, mereka mengacu pada aspek sadar dan bawah sadar dari masing-masing proses. Bahasa
kedua atau B2 biasanya mengacu pada semua bahasa yang dipelajari setelah bahasa ibu mereka,
yang juga disebut bahasa pertama, B1.

B. Proses Penguasaan Bahasa Kedua


Sebagaimana proses kemampuan B1, kemampuan B2 pun untuk mendapatkan
kompetensi semantik, kompetensi sintaksis, dan kompetensi fonologi. Hal itu disebabkan oleh
kenyataan bahwa ketiga kompetensi tersebut merupakan subtansi dari kompetensi linguistik.
Untuk dapat berbahasa (B1 atau B2) dengan baik, seseorang harus menguasai tiga kompetensi
tersebut. Jadi, dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan subtansi antara proses yang terjadi
pada kemampuan B 1 dan B2.
Proses penguasaan B2 mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

2
1. Proses belajar bahasa secara sengaja.
2. Berlangsung setalah terdidik berada di sekolah.
3. Lingkungan sekolah sangat menentukan.
4. Motivasi si terdidik tidak sekuat saat memppelajari bahasa pertama.
5. Waktunya terbatas.
6. Si terdidik tidak mempunyai banyak waktu untuk mempraktekkan bahasa yang dipelajari.
7. Bahasa pertama mempengaruhi proses belajar bahasa kedua.
8. Umur kritis mempelajari bahasa kedua kadang-kadang telah lewat, sehingga proses
belajar bahasa kedua berlangsung lama.
9. Dan disediakan alat bantu belajar.

Tarigan (1988:125-126) mengacu pada La Foge (1983) mengatakan bahwa terdapat tiga
ciri proses pembelajaran bahasa kedua; 1) pembelajaran bahasa adalah manusia, karenannya
pembelajaran bahasa terjadi dalam interaksi social antar individu (guru, siswa) yang di dalamnya
berlaku hokum-hukum social, 2) pembelajaran berlangsung dalam interaksi yang dinamis, berarti
bahwa pembelajar tumbuh dan berkembang menuju ke “kedewasaan ber-B211, sehingga dalam
proses ini pengajar diharapkan memberikan segala pengalamannya untuk membantu pembelajar,
3) pembelajaran berlangsung dalam suasana reponsif. Artinya, proses pembelajaran merupakan
kesempatan besar bagi pembelajar untuk melakukan respo. Pancingan dapat diberikan oleh
pengajar atau sesame pembelajar.

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Bahasa Kedua


1. Faktor Motivasi
Dalam pembelajaran bahasa kedua menyatakan bahwa orang yang didalam didrinya ada
keinginan, dorongan, atau tujuan yang ingin dicapai dalam belajar bahasa kedua cenderung
akan lebih berhasil disbanding dengan orang yang belajar tanpa dilandasi oleh suatu
dorongan, tujuan dan motivasi itu. Lambert dan Gardner (1972), Brown (1980), dan Ellias
(1986), juga mendukung pernyataan bahwa belajar bahasa akan lebih behasil bila dalam diri
pembelajar ada motivasi tertentu.
Beberapa pakar pembelajaran bahasa kedua telah mengemukakan apa yang dimaksud
dengan motivasi. Coffer (1964) misalnya menyataka bahwa motivasi adalah dorongan,

3
hasrat, kemauan, alasan, atau tujuan yang mengerakkan orang untuk melakukan sesuatu.
Pakar lain, Brown (1981) menyatakan bahwa motivasi adalah dorongan dari dalam, dorongan
sesaat, emosi atau keinginan yang mengerakkan seseorang untuk berbuat sesuatu.
Sedangakan Lambert (1972) menyatakan bahawa motivasi adalah alasan untuk mencapai
tujuan secara keseluruhan. Jadi motivasi dalam pembelajaran bahasa berupa dorongan yang
datang dari dalam diri pembelajar yang menyebabkan pembelajaran memiliki keinginan yang
kuat untuk mempelajari suatu bahasa kedua.
Dalam kaitannya dalam pemebalajaran bahasa kedua, yaitu: 1) fungsi integrative dan 2)
fungsi instrumental. Motivasi berfungsi integrative kalau motivasi itu mendorong seseorang
untuk mempelajari suatu bahasa karena adanya keinginan untuk berkomunikasi dengan
masyarakat penutur bahasa itu atau menjadi anggota masyarakat bahasa penutur. Sedangkan
motivasi berfungsi instrumental adalah kalau motivasi itu mendorong seseorang untuk
memiliki kemauan untuk mempelajari bahas kedua itu karena tujuan yang bermanfaat atau
karena dorongan ingin memperoleh suatu pekerjaan atau mobilitas sosial atas masyarakat
tersebut (Dadner dan Lambert, 1972:3).

2. Faktor Usia
Ada anggapan umum dalam pembelajaran bahasa kedua bahwa anak-anak lebih baik dan
lebih berhasil dalam pembelajaran bahasa kedua dibanding dengan orang dewasa (Bambang
Djunaidi, 1990). Anak-anak tampaknya lebih mudah dalam memperoleh bahasa baru,
sedangkan orang dewasa tampaknya mendapat kesulitan dalam memperoleh tingakat
kemahiran bahasa kedua. Anggapan ini telah mengarahkan adanya hipotesis mengenai usia
kritis atau periode kritis (Lenneberg, 1967; Oyama, 1976) untuk belajar bahasa kedua.
Namun, hasil penelitan mengenai faktor usia dalam pembelajaran bahasa kedua
menunjukkan hal berikut.
1) Dalam hal urutan pemerolehan tampaknya faktor usia tidak terllalu berperan sebab urutan
pemerolehan oleh anak-anak dan orang dewasa sama saja (Fathman, 1975; Duly, Burt,
dan Kreshen, 1982).
2) Dalam hal kecepatan dan keberhasilan belajara bahasa kedua, dapat disimpulkan: a)
anak-anak lebih berhasil daripada orang dewasa dalam pemerolehan system fonologi atau
pelafalan; bahkan banyak diantara mereka yang mencapai pelafalan seperti penutur asli;

4
b) orang dewasa tampaknya maju lebih cepat daripada kanak-kanak dalam bidang
morfologi dan sintaksis, paling tidak pada pemulaan masa belajar; c) kanak-kanak lebih
berhasil daripada orang dewasa, tetapi tidak selalu lebih cepat („Oyama, 1976; Dulay,
Burt, dan Krashen, 1982; Asher dan Gracia, 1969).
Dari hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa faktor umur yang tidak dipisahkan dari
faktor lain adalah faktor yang berpengaruh dalam pembelajaran bahasa kedua. Perbedaan
umur mempengaruhi kecepatan dan keberhasilan belajar bahasa kedua pada aspek fonologi,
morfologi dan sintaksis tetapi tidak berpengaruh dalam pemerolehan urutannya.

3. Faktor Penyajian Formal


Pembelajaran atau penyajian bahasa secara formal tentu memiliki pengaruh terhadap
kecepatan dan kebehasilan dalam meperoleh bahasa kedua karena disebabkan beberapa
faktor dan variable yang disediakan dengan sengaja. Demikian juga keadaan lingkungan
pembelajaran bahasa kedua secara formal, di dalam kelas, sangat berbeda dengan lingkungan
pembelajaran bahasa kedua secara narutalistik atau alamiah. Steiberg (1979: 166)
menyebutkan karekteristik lingkunagn pembelajaran bahasa di kelas sebagai berikut:
a) Lingkungan pembelajaran bahasa di kelas sangat diwarnai oleh faktor psikolog social
kelas yang mellliputi penyesuaian, disiplin, dan prosedur yang digunakan.
b) Dilingkungan kelas dilakukan praseleksi terhadap data linguistic, yang dilakukan guru
berdasarkan kurikulum yang digunakan.
c) Dilingkungan kelas disajikan kaidah-kaidah gramatikal secara eksplisit untuk
menungkatkan kualitas berbahasa siswa yang tidak dijumpai di lingkungan alamiah.
d) Di lingkungan kelas sering disajikan data dan situasi bhasa yang artifisial (buatan), tidak
seperti dalam lingkungan alamiah.
e) Di lingkungan kelas disediakan alat-alat pengajara seperti buku teks, buku penunjang,
papan tulis, tugas-tugas yang harus diselesaikan, dan sebagainya.
Dengan kelima karakter lingkungan seperti di atas dapat disimpulakan bahwa lingkungan
kelas merupakan lingkunagan yang memfokuskan pada kesadaran dalam memperolehh
kaidah-kaiadah dan bentuk bahasa yag dipelajari (Dulay, 982:17). Namun, pembelajaran
bahasa edua secara formal kurang berpotensi untuk menghasilakan penutur-penutur yang
mampu berkomunikasi secara alamiah seperti penutur aslinya.

5
Dengan kondisi lingkungan kelas yang khas dalam pembelajaran bahasa kedua, maka
tentunya ada pengaruh terhadap keberhasilan pembelajaran bahasa kedua.
a. Pengaruh Terhadap Kompetensi
Penguasaan kompetensi ini sangat dipengaruhi oleh peran yang dimainkan pembelajar
dalam lingkungan formal pembelajar itu. Dalam hal ini Dukly dkk. (1982: 20) membedakan
peran pembelajar menjadi tiga macam, yaitu kounikasi satu arah (one-way communication),
komunikasi dua arah (restricted two-way communication), dan komunikasi dua arah penuh
(full two-way communication). Maka, pembelajar cenderung menggunakan komunikasi satu
arah tidak memberi kesempatan kepada pembelajar untuk merespon yang disampaikan guru
dalam bahasa yang dipelajari. Pembelajaran yang menggunakan komunikasi dua arah yang
terbatas memberi kesempatan kepada pembelajar untuk merespons tetapi bukan dalam
bahasa yang dipelajari. Sedangkan model pembelajaran dua arah penuh memberi kesempatan
yang sebanyak-banyaknya kepada pembelajar untuk menggunakan bahasa yang dipelajari
dalam proses pembelajaran.
b. Pegaruh Terhadap Kualitas Performansi
Performansi merupakan realisasi kompetensi kebahasaan yang dimiliki seseorang (Ellis,
1986: 5-6). Pembelajaran bahasa formal di dalam kelas dapat menjamin kualitas input yang
diteria pemelajar (Ellis, 1986:231). Lalu, apabila input yang diterima berkualitas tinggi, maka
menurut satu hipotetis, keluaran (performansi) yang dihasilkan juga mempunyai kualitas
yang tinggi, meskipun diakuanya adanya variasi individual.
c. Pengaruh Terhadap Urutan Pemerolehan
Urutan pemerolehan yang dimaksud disini, adalah pemerolehan morfem gramatikal.
Menurut beberapa pakar, seperti Ellis (1984), Makino (1979), Felix (1981), bahwa urutan
pemerolehan morfem gramatikal pembelajaran yang mendapat pebelajaran secara formal
tidak berbeda dengan mereka yang belajar secara alamia (naturalistik). Namun, hasil
penelitian mengenai pengaruh pembelajaran bahasa secara formal terhadap urutan
pemerolehan ini menunjukkan kesimpulan yang berbeda. Hasil penelitian Perkins dan
Freeman (1975) menunjukkan bahwa dalam berbicara secara spontan pengaruh pembelajaran
itu tidak tampak dalam urutan pemerolehan; tetapi dalam situasi tertentu pengaruh itu tampak
(Ellias, 1986:218). Hasil penelitian Lightbown (1980) menunjukkan bahwa penagaruh
pembelajaran formal terhadap urutan pemerolehan itu adalah kecil sekali.

6
d. Pengaruh Terhadap Kecepatan Pemerolehan
Kecepatan pemerolehan adalah kecepatan menangkap masukan dan menjadikan masukan
itu sebagai pebendaharaan kebahasaannya. Kecepatan pemerolehan ini sebenarnya bersifat
relatif, dan banyak tergantung pada faktor yang lain seperti intelegensi, sikap, bakat,
motivasi, dan faktor internal lainnya (Ellias, 1986: 99-126).
Pengaruh pembelajaran bahasa kedua secara formal di kelas tampak pada kecepatan
dalam menguasai kaidah-kaidah dan bentuk- bentuk kebahasaan. Meskipun penguasaan
seperangkat kaidah kebahasaan tidak mempengaruhi proses performansinya, tetapi
penguasaan ini dapat berfungsi sebagai penyaring kebahasaan yang diproduksinya itu.

4. Faktor Bahasa Pertama


Para pakar pembelajaran bahasa kedua pada umumnya percaya bahwa bahasa pertama
mempunyai pengaruh terhadap proses penguasaan bahasa kedua pembelajar (Ellis, 1986: 19).
Sedangkan bahasa pertama ini telah lama dianggap menjadi penggagu di dalam proses
pembelajaran bahasa kedua. Hal ini karena biasanya terjadi seorang pembelajar secara tidak
sadar atau tidak melakukan transfer unsur-unsur bahasa pertamanya ketika menggunakan
bahasa kedua (Dulay, dkk., 1982:96). Akibatnya terjadilah yang disebut interfensi, ahli kode,
campur kode, atau juga kekhilafan (error). Dapatkah gangguan bahasa pertama dalam proses
pembelajaran bahasa kedua dihilangkan, atau paling tidak dikurangi seminimal mungkin?
Berdasarkan beberapa teori atau hipotesis tertentu barangkali hal ini dapat dijelaskan.
a. Menurut teori stimulus-respon yang dikemukakan oleh kaum beavorisme, bahasa adalah
hasil stimulus-respon. Maka apabila seseorang ingin memperbanyak pengujaran ujaran,
dia harus memperbanyak penerimaan stimulus. Oleh karana itu, pengaruh lingkungan
sebagai sumber datanganya stimulus menjadi sangat dominan dan sangat penting dalam
membantu proses pembelajaran bahasa kedua. Selain itu, kaum beahvorisme juga
berpendapat bahwa proses pemelorehan bahasa adalah proses pembiasaan. Itulah
sebabnya, semakin orang pembelajar terbiasa merespon stimulus yang dating padanya,
semakin memperbesar kemungkinan aktivitas pemerolehan bahasanya (Abdul hamid,
1987: 14-15).
Jadi, pengaruh bahasa pertama dalam bentuk transfer ketika berbahasa kedua akan besar
sekali apabila si pembelajar tidak terus-menerus diberikan stimulus bahasa pertama.

7
Secara teoritis ini memang tidak bisa dihilangkan karena bahasa pertama sudah
merupakan intake atau sudah dinuranikan dalam diri si pembelajar. Namun, dengan
pembiasaan-pembiasaan dan penerimaan stimulus terus-menerus dalam bahasa kedua,
hal itu bisa dikurangi.
b. Teori kontranstif menyatakan bahwa keberhasilan belajar bahasa kedua sedikit
banyaknya ditentukan oleh keadaan linguistik bahasa yang telah dikuasai oleh pembelajar
sebelumnya (Klein, 1986:5). Berbahasa kedua alah proses transferiasi. Maka, struktur
bahasa yang sudah dikuasai banyak mempunyai kesamaan dengan bahasa yang dipelajari,
akan terjadilah semacam permudahan dalam proses transferisasinya. Sebaliknya, jika
struktur keduanya memiliki perbedaan, maka akan terjadilah kesulitan bagi pembelajar
untuk menguasi bahasa keduanya itu.

5. Faktor Lingkungan
Dulay (1985:14) menerangkan bahwa kualitas lingkungan bahasa sangat penting bagi
seseorang pembelajar untuk dapat berhasil dalam mempelajari bahasa baru (bahasa kedua).
Yang dimaksud dengan lingkungan bahasa adalah segala hal yang didengar dan dilihat oleh
pembelajara sehubungan bahasa kedua yang sedang dipelajari (Tjohjono, 1990). Yang
termasuk dalam lingkungan bahasa adalah situasi di restoran atau di toko, percakapan dengan
kawan-kawan, ketika menonton televise, saat membaca koran, dalam proses belajar-mengajar
di dalam kelas, dan sebagainya. Kualitas lingkungan bahasa ini merupakan suatu yang
penting bagi pembelajar untuk memperoleh keberhasilan dalam mempelajari bahasa kedua
(Dulay, 1982: 13).
Dalam hal ini, Krashen, 1981: 40) membagi lingkunagn bahasa atas (a) lingkunagn
formal seperti di kelas dalam proses belajar-mengajar, dan bersifat artifisial; dan (b)
lingkungan informal atau natural/alamiah.
a. Pengaruh Lingkungan Formal
Lingkungan formal adalah salah satu lingkunagn dalam belajar yang mengfokuskan pada
penguasaan kaidah-kaidah bahasa yang sedang dipelajari secara sadar (Dulay, 1985:19; Ellis,
1986:297). Sehubungan dengan ini, Krashen (1983:36) menyatakan bahawa lingkungan
formal bahasa ini meiliki cirri atas: a) bersifat artificial, b) merupakan bagian dari
keseluruhan pengajaran bahasa di sekolah atau di kelas, dan c) di dalamnya pembelajar

8
diarahkan untuk melakuakan kativitas bahasa yang menampilkan kaidah-kaidah bahasa yang
telah dipelajarinya, dan diberikannya balikan oleh guru dalam bentuk koreksi terhadaop
kesalahan yang dilakukan oleh pembelajar.
Masalah kita sekarang adalah lingkungan formal itu berpangaruh dalam bidang apa? Ellis
(1986: 217) mengatakan lingkungan formal dapat dilihat pengaruhnya pada dua aspek dalam
proses pembelajaran bahasa kedua, yaitu 1) pada urutan pemerolehan bahasa kedua, dan 2)
kecepatan atau keberhasilan dalam menguasai bahasa kedua.
b. Pengaruh Lingkungan Informal
Lingkungan informal bersifat alami atau natural, tidak dibuat-buat. Yang termasuk
lingkungan informal antara lain bahasa yang digunakan kawan-kawan sebaya, bahasa
pengasuh atau orang tua, bahasa yang digunakan anggota kelompok etnis pembelajar, yang
digunakan media massa, bahasa para guru, baik di kelas maupun di luar kelas. Secara umum
dapat dikatakan lingkungan ini sangat berpengaruh terhadap hasil belajar bahasa kedua para
pembelajar.
Dalam pembicaraan mengenai pembelajaran bahasa kedua di atas belum disinggung
adanya perbedaan antara yang berlangsung dalam lingkungan formal dan yang berlangsung
dalam lingkungan informal. Dalam lingkungan formal kemampuan yang diharapkan adalah
penguasaan ragam bahasa formal atau bahasa baku untuk digunakan dalam situasi dan
keperluan formal. Sedangkan dalam lingkungan informal yang diharapkan adalah
kemampuan atau penguasaan akan ragam bahasa informal untuk digunakan dalam situasi
atau keperluan informal. Jikalau dalam kenyataannya kemampuan bahasa informal lebih
dikuasai dari kemampuan berbahasa ragam formal, itu adalah karena kesempatan untuk
berbahasa ragam informal jauh lebih luas daripada kesempatan untuk berbahasa formal.

Menurut Baradja (1994:3-12) terdapat enam faktor yang perlu diperhatikan secara cermat,
yaitu (1) tujuan,(2) pembelajar, (3) pengajar, (4) bahan, (5) metode, dan (6) faktor lingkungan.
Meski demikin, faktor tujuan, pembelajar, dan pengajar merupakan tiga faktor utama dari ketiga
faktor ini kemampuan B2 mengkonsentrasikan diri pada hal-hal yang menyangkut pembelajar
dan proses pembelajar.

9
D. Strategi Kemampuan Bahasa Kedua
1. Pengertian Strategi Bahasa Kedua
Istilah strategi diambil dari bahasa inggris, strategy. Dalam bidang non militer, konsep
strategi digunakan untuk hal-hal yang bebar dari makna permusuhan. Kata itu mengandung
makna rencana, tahapan, atau kesadaran untuk bertindak sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan. Dalam bidang pendidikan strategi diberi makna baru dan ditransformasikan
kedalam strategi belajar. Dalam hal ini, strategi belajar didefinisikan sebagai langkah-
langkah yang dilakukan oleh pembelajar untuk menambah kemampuan, penyimpanan,
pemroduksian kembali, dan penggunaan informasi.
Berkaitan dengan definisi tersebut dimunculkan definisi baru strategi belajar bahasa,
yaitu tindakan khusus yang dilakukan oleh pembelajar untuk mempermudah, mempercepat,
lebih menikmati, lebih mudah memahami secara langsung, lebih efektif, dan lebih mudah
ditransfer ke dalam situasi yang baru (Oxfroad, 1992:8).
Dalam pengertian baru ini, strategi belajar bahasa memiliki kandungan makna sebagai
berikut.
1) Strategi belajar bahasa memiliki kontribusi langsung pada tujuan utama
kemampuan/pembelajaran bahasa, yaitu kopetensi komunikatif.
2) Strategi belajar bahasa menghendaki pembelajar mudah memahami sendiri secara
langsung B2.
3) Strategi belajar bahasa mengembangkan pedoman bagi pengajar.
4) Strategi belajar bahasa berorientasi pada pemecahan masalah terhadap tugas bahasa
sasaran (B2).
5) Strategi belajar bahasa merupakan aktifitas khusus yang dilakukan oleh pembelajar B2,
bukan dilakuan oleh pengajar atau calon pengajar.
6) Strategi belajar bahasa melibatkan banyak aspek pembelajar, bukan hanya kognisi.
7) Strategi belajar bahasa mendorong pembelajaran bahasa, baik langsung maupun tidak
langsung.
8) Strategi belajar bahasa tidak selalu mudah untuk diobservasi. Ada beberapa strategi
belajar yang hanya dapat diamati memlalui video tape atau simulasi tertutup.
9) Strategi belajar bahasa merupakan proses yang dilakukan dengan sadar dan terencana.
10) Strategi belajar bahasa merupakan aktivitas yang dapat dipelajari dan dilatihkan.

10
11) Strategi belajar bahasa mengandung sub-subaktivitas yang fleksibel.
12) Strategi belajar bahasa dipengarui oleh beragam factor internal dan eksternal dari
pembelajar.

2. Macam-Macam Strategi Kemampuan Bahasa Kedua


Oxford(1992) membagi kemampuan B2 ke dalam dua keompok besar, yaitu strategi
langsung dan strategi tak langsung.
a. Strategi langsung adalah strategi yang melibatkan secara langsung sasaran bahasa
terhadap pembelajar. Semua strategi langsung memerlukan proses mental, tetapi proses
dan tujuannya berbeda-beda. Strategi langsung ini dugunakan oleh pembelajar untuk
mengatasi masalah kebahasaannya melalui sentuhan langsung dengan materi kebahasaan
yang ada. Strategi ini terdiri atas tiga: (a) strategi memori, (b) strategi kognitif, dan (c)
strategi kompensasi.
Strategi memori ini dapat dimanfaatkan oleh siswa untuk mengingat informasi yang
potensial untuk diproduksi. Strategi memori merefleksikan hal-hal yang sederhana:
mengatur hal-hal yang sedrhana, membuat asosiasi, dan melakukan penelaahan. Dan
strategi ini sangat relevan untuk pembelajaran kosakata. Dalam mempelajarai kosakata,
strategi memori memiliki kelebihan (1) memungkinkan pemebalajar menyimpan
informasi verbal dan kemudian mencarinya kembali saat dibutuhkan untuk
berkomunikasi dan (2) pada tingkat penelaahan membantu keterangan dari tingkat fakta
sampai pada tingkat keterampilan yang dalam hal ini berupa pengetahuan procedural dan
otomatis.
Beberapa teknik dapat membantu pengembangan strategi ini, seperti teknik visual, teknik
oral, dan kinestetik atau indra peraba. Secara teoritis, strategi ini memiliki sumbangan
yang kuat untuk pembelajaran B2. Namun dari hasil penelitian didapatkan informasi
bahwa jarang pembelajar yang melaporkan bahwa dirinya menggunakan strategi memori
ini.
Strategi kedua pada strategi secara langsung adalah strategi kognitif. Strategi ini memiliki
banyak variasi dalam aplikasinya: mengulang materi, menganalisis ungkapan, dan
meringkas. Fungsi utama strategi ini adalah manipulasi atau trasformasi bahasa sasaran

11
oleh pembelajar. Dan peranan yang paling penting dalam strategi ini adalah untuk
pelatihan, penerimaan, dan pengiriman pesan, serta penganalisaan dan penalaran.
Strategi kompensasi merupakan strategi dalam paying strategi secara langsung yang
ketiga. Strategi ini dimaksudkan untuk mengatasi kekurangan atau ketidakmampuan
pembelajar dalam struktur B2 atau khususnya dalam kosakata. Strategi ini dapat
dikembangkan baik ketika pembelajar sedang aktif berbahasa secara reseptif maupun
secara produktif. Untuk pembelajar yang sedang berbahasa secara reseptif, aktivitas yang
termasuk strategi ini adalah penekanan secara masuk akal. Menerka sebenarnya
merupakan suatu cara khusus memperoleh keterangan yang baru atau
mengiterprestasikan data dengan menggunakana konteks berdasarkan pengalaman
kehidupan pribadi. Menerka secara masuk akal ini dapat dilakuakn dengan petunjuk
linguistik (kosakata struktur) dan melalui petunjuk nonlinguistik (koteks, konteks, situasi,
pengetahuan tentang dunia).
Sebaliknya, untuk pembelajar yang sedang berbahasa secara produktif, aktivitas yang
termasuk pada strategi ini adalah penguasaan batasan dalam berbicara atau menulis.
Aktivitas yang dapat ditempuh untuk pengembangannya adalah (a) pengalihan ke bahasa
ibu, (b) penggunaan mimic atau gerak badan (gestur), (c) penghindaran komunikasi
secara spesifik dan menyeluruh, (d) penyesuaian pesan menjadi lebih sederhana, (e)
penciptaan kata-kata baru untuk mewadahi ide yang dikomunikasikan, dan (f)
penggunaan kata yang berlimpah dan sinonim.
b. Strategi secara tidak langsung adalah strategi untuk pengaturan belajar bahasa secara
umum. Jika strategi secara langsung memiliki hubungan langsung dengan pemecahan
problema kebahasaan, strategi tak langsung tidak. Ibarat peran direktur permainan,
strategi tak langsung memerankan berbagai fungsi sebagai tuan rumah: menfokuskan,
mengorganisasi, menimbang, mengecek, mengoreksi, menumbuhkan percaya diri dan
menghibur para pelaku, demikian pula menyakinkan agar para aktor (strategi langsung)
dapat bekerja sama dengan para aktor lain dalam dalam permainan (penyelesaian tugas
B2). Yang tergolong strategi tak langsung ini adalah (a) strategi metakognitif, untuk
mengkoordinasi proses belajar, (b) strategi afektif, untuk mengatur aspek emosi, (c)
strategi social, untuk belajar dengan orang lain.

12
3. Penerapan Strategi Tak Langsung Dalam Empat Keterampilan Berbahasa
Telah dikemukakan, strategi taklangsung memberi dukungan terhadap strategi langsung
dalam membantu pembelajar memecahkan tugas-tugas kebahasaannya. Dukungan itu dalam
bentuk pemfokusan, perencanaan, pencarian peluang, ngendalian kecemasan, peningkatan
kerja sama dan rasa simpati, dan sebagainya. Strategi ini dikelompokkan menjadi tiga
substrategi: a) Metakognitif, b) Afektif, dan c) sosial.
Aktivitas dalam substrategi metakognitif antara lain berbentuk memusatkan aktivitas
belajar, menyusun rencana belajar, dan mengevaluasi aktivitas belajar masing-masing.
Substrategi ini bermanfaat bagi semua keterampilan berbahasa. Sebagai contoh penerapan
substrategi ini adalah penggunaan teknik penelaahan dan penghubungan dengan materi
sebelumnya. Pembelajar bahasa Jawa sebagai B2 mula-mula mempreview (membaca-baca
terlebih dahulu untuk menyiapkan diri) kosakata dalam bahasa Jawa yang dipakai untuk
mengungkapkan rasa kesal, misalnya aduh, jangkrik, gombal amoh, maling gering, jarke
wae, karepmu, dan sebagainya, karena pembelajar mengetahui bahwa mereka akan diminta
untuk mengecek ungkapan-ungkapan tersebut dalam aspek yang lebih besar, yaitu
penggunaannya dalam kalimat. Saat mem-preview disamping membaca-baca, pembelajar
mendemonstrasikan tiaptiap ungkapan ke dalam kalimat, menambahkan ungkapan bahasa
Jawa lain yang telah mereka kenal, akhirnya mereka membandingkan ungkapan-ungkapan
kekesalan dalam bahasa Jawa tersebut dengan ungkapan dalam B1 mereka.substrategi
retakognitif ini yang bermanfaat untuk pembelajaran berbahasa lisan (menyimak dan
berbicara) adalah menunda produksi ucapan untuk memfokuskan penyimakan. substrategi
afektif membantu pembelajar mengurangi rasa bosan dan menimbulkan rasa nyaman dalam
belajar bahasa. Substrategi ini dikembangkan dengan tiga teknik, yaitu:
a) Mengurangi kecemasan.
b) Memotivasi diri sendiri.
c) Mengontrol temperatur emosi diri.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pemerolehan bahasa lazimnya dibedakan dengan pembelajaran bahasa yang mana dalam
pembelajaran bahasa berhubungan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang
anak mempelajari bahasa kedua setelah memperoleh bahasa pertamanya. Dengan demikian,
pemerolehan bahasa ini berhubungan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran
bahasa berhubungan dengan bahasa kedua. Pembelajaran bahasa kedua adalah sebuah
fenomena yang muncul dalam suatu masyarakat multilingual yang mana hal ini mengacu pada
bahasa nasional atau bahasa kedua. Terdapat dua tipe pembelajaran bahasa kedua, yaitu
pemerolehan bahasa kedua yang terpimpin dan pemerolehan bahasa kedua secara alamiah.
Faktor-faktor yang memengaruhi akuisis bahasa kedua, yaitu faktor psikologis dan faktor
sosial. Selain itu, terdapat faktor-faktor lain yang memengaruhi pembelajaran bahasa kedua, di
antaranya, faktor motivasi, lingkungan, usia, kualitas ajaran, bahasa pertama, dan intelegensi.

B. Saran
Semoga melalui makalah ini kita sebagai calon tenaga pendidik mengetahui mengenai bahasa
kedua. Serta melalui makalah ini bisa menambah wawasan kita.

14
DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik: Kajian Teoritik. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Djardjowidjojo, Soejono. 2010. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Kholid A.Harras. 2009. Dasar-Dasar Psikolinguistik. Jakarta: UPI Press.

15

Anda mungkin juga menyukai