Anda di halaman 1dari 14

HAKIKAT DAN PEMEROLEHAN BAHASA

DOSEN PENGAMPU:
Yanti Arasi Sidabutar S.Pd,M.Pd

KELOMPOK 1 (GRUP PGA6)

 FRANSISKO SIALLAGAN (2201010253)


 WINDI SIJABAT (2201010256)
 GITA AYU LESTARI (2201010257)
 DOMINIKA SAMOSIR (2201010258)

PRODI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN PEMATANG SIANTAR

2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatnya akhirnya kami dapat
menyelesaikan makalah tentang “Hakikat dan Pemerolehan Bahasa” makalah ini disusun guna
memenuhi salah satu tugas mata kuliah “Pembelajaran Bahasa Indonesia dan Sastra kelas awal”.

Sebagaimana telah disebutkan diatas, bahwa didalam makalah ini kami berusaha mengupas
penjelasan tentang “Hakikat dan Pemerolehan Bahasa”. Makalah yang kami susun ini merupakan
jauh dari kesempurnaan, akan tetapi kami tetap berusaha semaksimal mungkin dalam pembuatan
makalah ini.

Akhir kata kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bukan hanya bagi kami pribadi namun
juga bagi pembaca untuk menambah wawasan nya. Kritik dan saran yang membangun tetap
kami terima demi kesempurnaan makalah ini sekian dan terimakasih.

Pematang Siantar, 3 April 2023

Penulis

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... i

DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii

PEMBAHASAN................................................................................................................. 1

A) PENGERTIAN HAKIKAT DAN PEMEROLEHAN BAHASA.................................. 1

B) TAHAP TAHAP PEMEROLEHAN BAHASA............................................................ 2

C) TEORI TEORI PEMEROLEHAN BAHASA............................................................... 4

D) FASE DAN TAHAP PEMEROLEHAN BAHASA...................................................... 7

E) PERANAN LINGKUNGAN FORMAL DAN INFORMAL DALAM PEMEROLEHAN


BAHASA KEDUA.............................................................................................................. 9

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 11

ii
PEMBAHASAN
A.Pengertian Hakikat Dan Pemerolehan Bahasa
Bahasa merupakan alat komunikasi yang diperoleh manusia sejak lahir. Penguasaan
sebuah bahasa oleh seorang anak dimulai dengan perolehan bahasa pertama yang sering kali
disebut bahasa ibu. Pemerolehan bahasa merupakan sebuah proses yang sangat panjang sejak
anak belum mengenal sebuah bahasa sampai fasih berbahasa. Pemerolehan bahasa atau akuisisi
bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak anak-anak ketika dia memperoleh bahasa
pertamanya atau bahasa ibunya. Tahap pemerolehan bahasa pertama dibagi menjadi empat tahap,
yaitu tahap pemerolehan kompetensi dan performansi, tahap pemerolehan semantik, tahap
pemerolehan sintaksis dan tahap pemerolehan fonologi.

Pemerolehan Bahasa Menurut Dardjowidjojo istilah pemerolehan dipakai untuk padanan


istilah inggris acquisition, yang merupakan suatu proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh
anak secara natural pada waktu dia belajar bahasa ibunya. Sementara Chaer memberikan
pengertian bahwa pemerolehan bahasa atau acquisition adalah proses yang berlangsung di dalam
otak seorang anak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan
bahasa biasanya dibedakan dari pembelajaran bahasa (language learning). Pembelajaran bahasa
berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang anak mempelajari bahasa kedua,
setelah dia memperoleh bahasa pertamanya.

Dengan kata lain pemerolehan bahasa adalah proses bagaimana seseorang dapat
berbahasa atau proses anak-anak pada umumnya memperoleh bahasa pertama. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa pemerolehan bahasa adalah proses yang berlangsung terhadap anak-anak
yang belajar menguasai bahasa pertama atau bahasa ibu sedangkan pembelajaran bahasa
berkenaan dengan pemerolehan bahasa kedua, dimana bahasa diajarkan secara formal kepada
anak.

Bahasa pertama adalah bahasa yang pertama kali diperoleh seseorang.Bahasa kedua
diperoleh setelah memperoleh bahasa pertama. Dalam pemerolehan bahasa, baik bahasa pertama
maupun bahasa kedua banyak teori yang mendasari bagaimana proses pemrosesan itu terjadi.
Teori yang paling umum dan mendasar adalah teori behaviorisme dan teori kognitivisme.

1
B.tahap-tahap pemerolehan bahasa

Tahap pemerolehan bahasa pertama berkaitan dengan perkembangan bahasa anak. Hal ini
dikarenakan bahasa pertama diperoleh seseorang pada saat ia berusia anak-anak. Ardiana dan
syamsul Sodiq membagi tahap pemerolehan bahasa pertama menjadi empat tahap, yaitu tahap
pemerolehan kompetensi dan performansi, tahap pemerolehan semantik, tahap pemerolehan
sintaksis dan tahap pemerolehan fonologi.

1.Tahap Pemerolehan Kompetensi dan Performansi

Dalam memperoleh bahasa pertama anak mengambil dua hal abstrak dalam teori
linguistik yaitu kompetensi dan performansi. Kompetensi adalah pengetahuan tentang gramatika
bahasa ibu yang dikuasai anak secara tidak sadar. Gramatika itu terdiri atas tiga komponen, yaitu
semantik, sintaksis, dan fonologi dan diperoleh secara bertahap. Pada tataran kompetensi ini
terjadi proses analisis untuk merumuskan pemecahan-pemecahan masalah semantik, sintaksis,
dan fonologi. Sebagai pusat pengetahuan dan pengembangan kebahasaan dalam otak anak,
kompetensi memerlukan bantuan performansi untuk mengatasi masalah kebahasaan anak.
Performansi adalah kemampuan seorang anak untuk memahami atau mendekodekan dalam
proses reseptif dan kemampuan untuk menuturkan atau mengkodekan dalam proses produktif.
Sehingga dapat kita gambarkan bahwa kompetensi merupakan ’bahannya’ dan performansi
merupakan ‘alat’ yang menjembatani antara ‘bahan’ dengan perwujudan fonologi bahasa.

2. Tahap Pemerolehan Semantik

Pemerolehan sintaksis bergantung pada pemerolehan semantik. Yang pertama diperoleh


oleh anak bukanlah struktur sintaksis melainkan makna (semantik). Sebelum mampu
mengucapkan kata sama sekali, anak-anak rajinmengumpulkan informasi tentang lingkungannya.
Anak menyusun fitur-fitur semantic (sederhana) terhadap kata yang dikenalnya. Yang dipahami
dan dikumpulkan oleh anak itu akan menjadi pengetahuan tentang dunianya. Pemahaman makna
merupakan dasar pengujaran tuturan. Salah satu bentuk awal yang dikuasai anak adalah nomina,

2
terutama yang akrab atau dekat dengan tempat tinggalnya, misalnya anggota keluarga, family
dekat, binatang peliharaan, buah dan sebagainya. Kemudian diikuti dengan penguasaan verba
secara bertingkat, dari verba yang umum menuju verba yang lebih khusus atau rumit. Verba yang
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, seperti jatuh, pecah, habis, mandi, minum, dan pergi
dikuasai lebih dahulu daripada verba jual dan beli. Dua kata terakhir memiliki tingkat kerumitan
semantik yang lebih tinggi, misalnya adanya konsep benda yang pindah tangan dan konsep
pembayaran.

3. Tahap Pemerolehan Sintaksis

Konstruksi sintaksis pertama anak normal dapat diamati pada usia 18 bulan. Meskipun
demikian, beberapa anak sudah mulai tampak pada usia setahun dan anak-anak yang lain di atas
dua tahun. Pemerolehan sintaksis merupakan kemampuan anak untuk mengungkapkan sesuatu
dalam bentuk konstruksi atau susunan kalimat. Konstruksi itu dimulai dari rangkaian dua kata.
Konstruksi dua kata tersebut merupakan susunan yang dibentuk oleh anak untuk
mengungkapkan sesuatu. Anak mampu untuk memproduksi bahasa sasaran untuk mewakili apa
yang ia maksud. Pemakaian dan pergantian kata-kata tertentu pada posisi yang sama
menunjukkan bahwa anak telah menguasai kelas-kelas kata dan mampu secara kreatif
memvariasikan fungsinya. Contohnya adalah ‘ayah datang’. Kata tersebut dapat divariasikan
anak menjadi ‘ayah pergi’ atau ‘ibu datang’.

4. Tahap Pemerolehan Fonologi

Secara fonologis, anak yang baru lahir memiliki perbedaan organ bahasa yang amat
mencolok dibanding orang dewasa. Berat otaknya hanya 30% dari ukuran orang dewasa. Rongga
mulut yang masih sempit itu hampir dipenuhi oleh lidah. Bertambahnya umur akan melebarkan
rongga mulut. Pertumbuhan ini memberikan ruang gerak yang lebih besar bagi anak untuk
menghasilkan bunyi-bunyi bahasa. Pemerolehan fonologi atau bunyi-bunyi bahasa diawali
dengan pemerolehan bunyi-bunyi dasar.

3
C.teori-teori pemerolehan bahasa

1) Teori Behaviorisme

Teori behaviorisme menyoroti aspek perilaku kebahasaan yang dapat diamati langsung
dan hubungan antara rangsangan (stimulus) dan reaksi (response). Perilaku bahasa yang efektif
adalah membuat reaksi yang tepat terhadap rangsangan. Reaksi ini akan menjadi suatu kebiasaan
jika reaksi tersebut dibenarkan. Pada saat ini anak belajar bahasa pertamanya. Sebagai contoh,
seorang anak mengucapkan bilangkali untuk barangkali. Sudah pasti si anak akan dikritik oleh
ibunya atau siapa saja yang mendengar kata tersebut. Apabila suatu ketika si anak mengucapkan
barangkali dengan tepat, dia tidak akan mendapatkan kritikan karena pengucapannya sudah
benar. Situasi seperti inilah yang dinamakan membuat reaksi yang tepat terhadap rangsangan dan
merupakan hal yang pokok bagi pemerolehan bahasa pertama pada anak

Pemerolehan bahasa menurut teori behavioris.

Teori belajar behavioris ini bersifat empiris, didasarkan pada data yang dapat diamati.
Kaum behavioaris menganggap bahwa:
 Proses belajar pada manusia sama dengan proses belajar pada binatang.

 Manusia tidak mempunyai potensi bawaan untuk belajar bahasa.

 Pikiran anak merupakan tabula rasa yang akan diisi dengan asosiasi S-R.

 Semua prilaku merupakan respon terhadap stimulus dan perilaku terbentuk dalam
rangkaian asosiatif.

2)Teori Nativisme

Bahasa hanya dapat dikuasai oleh manusia, binatang tidak mungkin dapat menguasai
bahasa manusia.Pertama, perilaku berbahasa adalah sesuatu yang diturunkan (genetik), setiap
bahasa memiliki pola perkembangan yang sama (merupakan sesuatu yang universal), dan
lingkungan memiliki peran kecil di dalam proses pematangan bahasa. Kedua, bahasa dapat

4
dikuasai dalam waktu yang relatif singkat. Ketiga, lingkungan bahasa anak tidak dapat
menyediakan data yang cukup bagi penguasaan tata bahasa yang rumit dari orang dewasa.
Menurut teori ini, bahasa adalah sesuatu yang kompleks dan rumit sehingga mustahil dapat
dikuasai dalam waktu yang singkat melalui “peniruan”. Nativisme juga percaya bahwa setiap
manusia yang lahir sudah dibekali dengan suatu alat untuk memperoleh bahasa (language
acquisition device, disingkat LAD). Mengenai bahasa apa yang akan diperoleh anak bergantung
pada bahasa yang digunakan oleh masyarakat sekitar. Sebagai contoh, seorang anak yang
dibesarkan di lingkungan Amerika sudah pasti bahasa Inggris menjadi bahasa pertamanya.

Semua anak yang normal dapat belajar bahasa apa saja yang digunakan oleh masyarakat
sekitar. Apabila diasingkan sejak lahir, anak ini tidak memperoleh bahasa. Dengan kata lain,
LAD tidak mendapat “makanan” sebagaimana biasanya sehingga alat ini tidak bisa mendapat
bahasa pertama sebagaimana lazimnya seperti anak yang dipelihara oleh serigala (Baradja,
1990:33). Tanpa LAD, tidak mungkin seorang anak dapat menguasai bahasa dalam waktu
singkat dan bisa menguasai sistem bahasa yang rumit. LAD juga memungkinkan seorang anak
dapat membedakan bunyi bahasa dan bukan bunyi bahasa.

3)Teori Kognitivisme

Aliran kognitivisme berawal dari pernyataan Jean Piaget (1926) yang berbunyi “Logical
thinking underlies both linguistic and nonlinguistic developments.” Pernyataan ini memancing
para ahli psikologi kognitif menerangkan pertumbuhan kemampuan berbahasa karena menilai
penjelasan Chomsky tentang hal itu belum memuaskan. Teori Kognitivisme menjelaskan bahwa
bahasa bukanlah suatu ciri alamiah yang terpisah, melainkan salah satu di antara beberapa
kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif. Bahasa distrukturi oleh nalar.
Perkembangan bahasa harus berlandaskan pada perubahan yang lebih mendasar dan lebih umum
di dalam kognisi. Jadi, urutan-urutan perkembangan kognitif menentukan urutan perkembangan
bahasa (Chaer, 2003:223). Hal ini tentu saja berbeda dengan pendapat Chomsky yang
menyatakan bahwa mekanisme umum dari perkembangan kognitif tidak dapat menjelaskan

5
struktur bahasa yang kompleks, abstrak, dan khas. Begitu juga dengan lingkungan berbahasa.
Bahasa harus diperoleh secara alamiah.

Menurut teori kognitivisme, yang paling utama harus dicapai adalah perkembangan
kognitif, barulah pengetahuan dapat keluar dalam bentuk keterampilan berbahasa. Dari lahir
sampai 18 bulan, bahasa dianggap belum ada. Anak hanya memahami dunia melalui indranya.
Anak hanya mengenal benda yang dilihat secara langsung. Pada akhir usia satu tahun, anak
sudah dapat mengerti bahwa benda memiliki sifat permanen sehingga anak mulai menggunakan
simbol untuk mempresentasikan benda yang tidak hadir dihadapannya. Simbol ini kemudian
berkembang menjadi kata-kata awal yang diucapkan anak.

4) Teori Interaksionisme

Teori interaksionisme beranggapan bahwa pemerolehan bahasa merupakan hasil interaksi


antara kemampuan mental pembelajaran dan lingkungan bahasa. Pemerolehan bahasa itu
berhubungan dengan adanya interaksi antara masukan “input” dan kemampuan internal yang
dimiliki pembelajar. Setiap anak sudah memiliki LAD sejak lahir. Namun, tanpa ada masukan
yang sesuai tidak mungkin anak dapat menguasai bahasa tertentu secara otomatis. Dalam
pemerolehan bahasa pertama anak sangat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Benar
jika ada teori yang mengatakan bahwa kemampuan berbahasa si anak telah ada sejak lahir (telah
ada LAD). Hal ini telah dibuktikan oleh berbagai penemuan seperti yang telah dilakukan oleh
Howard Gardner. Dia mengatakan bahwa sejak lahir anak telah dibekali berbagai kecerdasan.
Salah satu kecerdasan yang dimaksud adalah kecerdasan berbahasa (Campbel, dkk., 2006: 2-3).
Akan tetapi, yang tidak dapat dilupakan adalah lingkungan juga faktor yang memengaruhi
kemampuan berbahasa si anak.

6
D. Fase dan Tahap pemerolehan bahasa

Menurut pendapat ahli Ross dan Roe (zuchdi dan budiashi,1997) membagi pase atau
tahap perkembangan bahasa anak seperti berikut:

1) 0-2 tahun (fase fonologis):anak bermain dalam bunyi bunyi bahsa mulai mengoceh sampai
menyebutkan dalam kata katab sederhana.

2) 2-7 tahun (fase sintaksis):anak menunjukkan kesadaran dramatis,berbicara menggunakan


kalimat.

3) 7-11 tahun (fase simantik):anak dapat membedakan kata sebagai simbol dan konsep yang
terkandung dalam kata .

Berbeda dengan Ross dan Roe, Tarigan (1988) mengelompokkan tahap perkembangan
bahasa anak menjadi empat yaitu:

1) Tahap pralinguistik (0 – 12 bulan)

Pada usia 0 – 12 tahun bunyi-bunyi bahasa dihasilkan anak belum bermakna. Bunyi-
bunyi itu berupa vokal atau konsonan tertentu, tetapi tidak mengacu pada kata atau makna
tertentu. Bahkan pada awalnya, bayi hanya mampu mengeluarkan suara, yaitu tangisan.

2) Tahap Satu-Kata (12 – 18 bulan)

Pada masa ini, anak sudah mulai belajar menggunakan satu kata yang memiliki arti yang
mewakili keseluruhan idenya. Satu-kata mewakili satu atau bahkan lebih frase atau kalimat.
Kata-kata pertama yang lazim diucapkan berhubungan dengan objek-objek nyata atau
perbuatan. Kata-kata yang sering diucapkan orang tua sewaktu mengajak bayinya berbicara
berpotensi lebih besar menjadi kata pertama yang diucapkan si bayi. Selain itu, kata tersebut
mudah bagi si anak. Kata-kata yang mengandung konsonan bilabial (b,p,m) merupakan kata-kata
yang mudah diucapkan anak-anak. Misalnya kata mama, mimik, papa, dsb. Selain itu, kata-kata
tersebut mengandung fonem “a” yang secara artikulasijuga mudah diucapkan (tinggal membuka
mulut saja).

7
3) Tahap dua kata (18 – 24 bulan)

Pada tahap ini sebagian besar anak sudah mulai mencapai tahap kombinasi dua kata.
Kata-kata yang diucapkan ketika masih tahap satu-kata dikombinasikan dalam ucapan-ucapan
pendek tanpa kata penunjuk, kata depan, atau bentuk-bentuk lain yang seharus-nya digunakan.
Anak mulai dapat mengucapkan “Ma, maem”, maksudnya “Mama, saya mau makan”. Pada
tahap dua-kata ini anak mulai mengenal berbagai makna kata, tetapi belum dapat menggunakan
bentuk bahasa yang menunjukkan jumlah, jenis kelamin, dan waktu terjadinya peristiwa. Selain
itu, anak belum dapat menggunakan pronomina saya, aku, kamu, dia, mereka, dan sebagainya.

4) Tahap banyak kata (3 – 5 tahun)

Pada saat mencapai usia 3 tahun, perbendaharaan kata anak menjadi semakin kaya.
Mereka sudah mulai mampu membuat kalimat pertanyaan, pernyataan negatif, kalimat majemuk,
dan berbagai bentuk kalimat. Tompkins dan Hoskisson dalam Tarigan dkk. (1998) menyatakan
bahwa pada usia 3 – 4 tahun, tuturan anak mulai lebih panjang dan tata bahasanya lebih teratur.
Dia tidak lagi menggunakan hanya dua kata, tetapi tiga atau lebih.

Selanjutnya, pada umur 5 – 6 tahun, bahasa anak telah menyerupai bahasa orang
dewasa. Sebagian besar aturan gramatika telah dikuasainya dan pola bahasa serta panjang
tuturannya semakin bervariasi. Anak telah mampu menggunakan bahasa dalam berbagai cara
untuk berbagai keperluan, termasuk bercanda atau menghibur.

Selanjutnya, Darjowidjojo (2003: 244) membagi jenis-jenis pemerolehan bahasa dalam


empat tataran, yakni fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Di samping itu, ada bahasan
pula mengenai pemerolehan pragmatik, yakni bagaimana anak memperoleh kelayakan dalam
berujar.

8
E.peranan lingkungan formal dan informal dalam pemelohan bahasa kedua

Lingkungan Formal

Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa lingkungan formal adalah


lingkungan yang dibentuk secara resmi dan terencana. Salah satu yang termasuk proses
pembelajaran di ruang kelas yang dibimbingi oleh guru. Dengan demikian, dalam lingkungan
formal seperti itu para pembelajar dibimbing dan diarahkan pada guru untuk dapat menguasai
sistem-sistem atau kaidah-kaidah maupun aturanaturan bahasa yang dipelajari. Disamping
lingkungan formal seperti situasi proses pembelajaran di ruang kelas yang dibimbingi oleh guru,
pada hakikatnya ada lagi lingkungan formal yang lain.Misalnya, situasi ketika membaca maupun
mempelajari buku-buku tata Bahasa dari bahasa yang sedang dipelajari. Situasi lain seperti
situasi percakapan atau dialog yang dibentuk dalam rangka mendalami penguasaan struktur
bahasa yang dipelajari para pembelajar. Situasi-situasi seperti ini tentunya melibatkan para
pembelajar secara sadar, mereka melibatkan dengan penuh kesadaran.

Lingkungan Informal

Lingkungan informal sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya yaitu lingkungan


atau situasi alami (natural) tanpa dibentuk secara terencana. Lingkungan informal ini pada
hakikatnya terjadi begitu saja dan apa adanya tanpa rekayasa dan pembentukan secara terencana.
Lingkungan informal dalam kaitannya dengan bahasa, baik dalam hal proses pemerolehan
maupun pembelajaran, cakupan jauh lebih besar daripada lingkungan formal. Kita ataupun para
pembelajar lebih banyak dihadapkan pada lingkungan informal daripada lingkungan formal.
Lingkungan informal ini meliputi berbagai situasi seperti ketika berkomunikasi di rumah
bersama-sama keluarga, komunikasi bersama sahabat maupun dengan orang lain, komunikasi di
pasar, di kantor, atau di mana saja serta berbagai situasi lain yang terjadi secara alami.
Lingkungan informal yang terjadi secara alami dan frekuensinya lebih besar dari pada

9
lingkungan formal, membuat lingkungan informal tersebut lebih banyak berperan jika
dibandingkan dengan lingkungan formal dalam hal pemerolehan maupun pembelajaran bahasa.
Hal seperti ini mengakibatkan lingkungan informal lebih banyak mendominasi dan memberi
bantuan bagi para pembelajar. Pada dasarnya lingkungan informal ini lebih banyak berhubungan
dengan masalah pemerolehan bahasa. Sedangkan lingkungan formal cenderung berhubungan
dengan masalah pembelajaran bahasa. Hal ini dapat diterima dengan alasan bahwa lingkungan
informal yang lebih banyak mendominasi para pembelajar, mengakibatkan pembelajar
cenderung menguasai bahannya yang dipelajarinya secara alami melalui pemerolehan dari
berbagai situasi informal.

10
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Chaer. Psikolinguistik: Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta, 2003

Dardjowidjojo. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan


Pustaka Obor Indonesia, n.d.

Purba, Andiopenta. 2013. PERANAN LINGKUNGAN BAHASA

DALAM PEMEROLEHAN BAHASA KEDUA. Jambi: FKIP Universitas Jambi

Fatmawati, Suci Rani. 2015. Pemerolehan bahasa pertama anak menurut tinjauan psikolinguistik,
Samarinda.

Stephen D. Krashen. Principles and Practice in Second Language Acquisition. California:


University of Southern California, 2006.

Tarigan, H.G. 1985. Psikolinguistik.Bandung: Penerbit Angkasa.

11

Anda mungkin juga menyukai