Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PEMEROLEHAN DAN PERKEMBANGAN


BAHASA ANAK
“Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah psikologi belajar bahasa”

Dosen Pengampu :

Muhammad Ali Jum’ah Rahmatulah M.Pd

Di susun oleh :

NIM: 2001020043

PRODI PENDIDIKAN BAHASA ARAB (IV B)

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM HAMZANWADI NW LOTIM

TAHUN AKADEMIK 2021/2022


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh.

Alhamdulillah, segala puji syukur ke pada Allah swt. Atas segala nikmat dan
karunianya, kami dapat menyelsaikan makalah ini dengan baik dan lancer tanpa ada suatu
halangan apapun. Makalah ini penyusun buat untuk menambah wawasan dan untuk
memenuhi tugas yang bapak kasih kepada kami.

Penyusun menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dosen


pengampu kami bapak Muhammad Ali Jum’ah Rahmatulah M.Pd yang telah memerikan
tugas dalam rangka mengembangakn potensi mahasiswa dalam pembelajaran khususnya
pada mata kuliyah Psikologi Belajar Bahasa ini.

Penyusun masih banyak kekurangan baik dalam teknis penulisan ataupun materi
dalam makalah ini, mengingat dengan standar kemampuan yang penyusun miliki. Maka
daripada itu, penyusun mohon kritik dan saran yang membangun dari semua pihak untuk
penyempurnaan dan pelengkapan penulisan makalah ini.

Wallahulmuafiquwalhadi illa sabilirrosyad

Assalmualaikum warohmatullahi wabarokatuh.

Anjani, 7 juni 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................i

DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................1

A. Latar belakang.........................................................................................................1
B. Rumusan masalah ...................................................................................................1
C. Tujuan......................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................2

A. Pemerolehan Bahasa................................................................................................2
B. Teori Pemerolehan Bahasa......................................................................................2
C. Konsep Pemerolehan Bahasa...................................................................................5
D. Perkembangan Bahasa.............................................................................................8

BAB III: PENUTUP............................................................................................................12

A. KESIMPULAN.......................................................................................................12

BAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia berbahasa ibarat burung bersayap‛, demikian kata George H. Lewis.


Bahasa tak terlepas dari hakikat keberadaan manusia karena itulah yang menjadi
piranti komunikasi antar manusia. Pada ungkapan di atas nampak bahwa manusia
tanpa bahasa sama seperti burung tanpa sayap, karena sayaplah yang mecirikan
burung dan bahasalah yang mencirikan manusia.

Noam Chomsky, bapak Linguistik dunia, menyebutkan bahwa jika kita


mempelajari bahasa maka pada hakikatnya kita sedang mempelajari esensi manusia,
yang menjadikan keunikan manusia itu sendiri. Manusia dirancang untuk berjalan,
tetapi tidak diajari agar bisa berjalan. Demikian pula dalam berbahasa, tidak
seorangpun bisa diajari bahasa karena manusia diciptakan untuk berbahasa. Dalam
artian bahwa pada kenyataannya manusia akan berbahasa tanpa bisa dicegah agar dia
tidak memperoleh bahasa.

Dari paparan di atas, nyatalah bahwa hanya manusia yang layak disebut
berbahasa mengingat kompleksnya kebahasaan itu sendiri. Kembali pada pendapat
Chomsky tadi, manusia sejak lahir akan mempelajari bahasa dengan sendirinya,
meski serumit apapun anak akan memperoleh bahasa. Proses pemerolehan ini
berlangsung secara alami, tidak dengan cara menghapalkan kosakata, aturan-aturan
gramatika, dan aplikasi secara sosial. Kamus bahasa dalam otak anak tersusun secara
otomatis tanpa teori, sedangkan kemampuan gramatika anak terasah dari
pemerolehan yang disimaknya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud pemerolehan bahasa?
2. Apa saja teori pemerolehan bahasa?
3. Apa konsep pemerolehan bahasa?
4. Apa penjelasan perkembangan bahasa?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu pemerolehan bahasa
2. Untuk mengetahui apa saja teori pemerolehan bahasa
3. Untuk mengetahui apa konsep pemerolehan bahasa
4. Untuk mengetahu apa itu perkembangan bahasa

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pemerolehan Bahasa
Pemerolehan bahasa (language acquisition) adalah proses-proses yang berlaku
di dalam otak seorang anak ketika memperoleh bahasa ibunya. Untuk dapat
melekukan kajian tenteng pemerolehan bahasa, perlu kita memahami konsep
pemerolehan bahasa. Pemerolehan bahasa dibagi menjadi dua, yaitu pemerolehan
bahasa pertama ( first laguage acquisition) yang biasa disebut dengan bahasa ibu atau
B1 dan pemerolehan bahasa kedua (second laguage acquisition) yaitu kajian tentang
bagaimana pembelajaran mempelajari sebuah bahasa lain setelah dia memperoleh
bahasa ibunya atau B2.

Menurut Maksan, pemerolehan bahasa adalah suatu proses penguasaan bahasa


yang dilakukan oleh seseorang secara tidak sadar, implisit, dan informal. Menurut
Dardjowidjodjo, pemerolehan bahasa adalah proses penguasaan bahasa yang
dilakukan oleh anak secara natural waktu dia belajar bahasa ibunya. Sedangkan Stork
dan Widdowson mengungkapkan bahwa pemerolehan bahasa dan akuisisi bahasa
adalah suatu proses anak-anak mencapai kelancaran dalam bahasa ibunya.

Dari penjelasan menurut para ahli di atas kita dapat simpulkan bahwa,
pemerolehan bahasa adalah proses manusia mendapatkan kemampuan untuk
menangkap, menghasilkan, dan menggunakan kata untuk pemahaman dan
komunikasi. Kapasitas ini melibatkan berbagai kemampuan seperti sintaksis, fonetik
dan kosakata yang luas.

B. Teori Pemerolehan Bahasa


Beberapa ahli berpendapat bahwa Bahasa merupakan kemampuan yang dibawa sejak
lahir, sedangkan para ahli lain berpendapat adanya pengaruh faktor baik eksternal
maupun internal terhadap kemampuan bahasa. Uraian di bawah ini akan menjelaskan
beberapa teori pemerolehan perkemmbangan bahasa yang sehubungan dengan adanya
perbedaan pendapat di antara para ahli di atas.
1. Teori Navitis
Teori Navitis ini berpandangan bahwa ada unsur keterkaitan yang erat antara
faktor biologis dengan perkembangan bahasa. Teori Navitis meyakini bahwa
kemampuan bahasa merupakan kemampuan bawaan sejak lahir. Selanjutnya
belajar bahasa tidak dipengaruhi oleh intelegensi maupun pengalaman individu.
Menurut aliran Navitis ini, terdapat peran evolusi biologis dalam membentuk
individu untuk menjadi makhluk linguistik. Sejalan dengan pertumbuhan fisik dan
mental anak perkembangan bahasa menjadi lebih baik dan meningkatPara ahli
Navitis berpendapat bahwa kemampuan berbahasa sifatnya sangat natural
(bawaan), sebagaimana halnya kemampuan berjalan, merupakan bagian dari
perkembangan manusia yang dipengaruhi oleh kematangan otak.Selain itu, alasan
mereka adalah beberapa bagian neurologi tertentu dari otak manusia memiliki

2
hubungan dengan perkembangan bahasa sehingga kerusakan pada bagian tersebut
menyebabkan hambatan bahasa.
Sebagaimana dikemukakan oleh Chomsky, bahwa hanya manusia yang
bisa menguasai bahasa verbal, ia mendasarkan pada berapa asumsi. Pertama,
perilaku berbahasa adalah sesuatu yang genetis, dimana ia memiliki pola
perkembangan yang universal dan lingkungan memiliki peran kecil dalam
pematangan sebuah bahasa. Kedua, orang bisa menguasai dalam waktu yang
relatif sinkgat. Ketiga, lingkungan bahasa tidak memiliki data yang cukup bagi
tata bahasa orang dewasa yang rumit. Chomksy juga mengemukakan bahwa
setiap anak yang dilahirkan dilengkapi dengan alat penguasaan bahasa yang
disebut LAD (language Acquisition Device). Adapun mengenai bahasa apa saja
yang akan dikuasai anak sangat bergantung dengan lingkungan dimana ia tinggal.
Maka keturunan bangsa manapun bisa menguasai bahasa apapun sesuai dengan
dimana ia dibesarkan, maka anak yang tinggal di Amerika sudah hampir bisa
dipastikan bisa bahasa inggris, begitupun yang di kawasan Arab, China,
Indonesia. Tanpa perangkat LAD seorang anak tidak mungkin bisa memiliki
kemampuan berbahasa dalam waktu cepat (Bawono, 2007). Kelebihan dan
kekurangan Kelebihan:

a. Mampu memunculkan bakat yang dimiliki.


b. Mendorong mewujudkan diri yang berkompetensi.
c. Mendorong untuk menentukan pilihan.
d. Mendorong untuk membangun potensi dari dalam diri.
e. Mendorong untuk mengembangkan bakat minat.
Kekurangannya, teori ini memiliki pandangan seolah-olah sifat manusia tidak
bisa diubah karena telah ditentukan oleh sifat-sifat keturunannya.

2. Teori Behavioristik
Pandangan behavioristik beranggapan bahwa bahasa merupakan masalah
respondan sebuah imitasi. Tokoh yang menganut behavioristikini adalah Skinner
dan Bandurs. Dia menulis buku Verbal Behavior yang digunakan sebagai rujukan
bagi pengikut alran ini. Ia mengungkapkan bahwa berbicara dan memahami
bahasa diperoleh melalui rangsangan lingkungan, yaitu tentang teori belajar yang
disebut operant conditioning,oleh karena itu Skinner yakin bahwa perilaku verbal
adalah perilaku yang dikehendaki adalah perilaku yang dikendalikan oleh
akibatnya. Bila akibatnya itu hadiah atau sesuatu yang menyenangkan maka
perilaku ini akan terus dipertahankan, kemampuan dan frekuensinya akan terus
berkembang. Namun, sebaliknya, akibatnya adalah adalah hukuman maka akan
terjadi sebaliknya.

Sementara itu menurut Bandurs, perkembangan bahasa dapat


dkembangkan melalui tiruan atau imitasi dari orang lain. bandura juga
berpendapat bahwa anak belajar bahasa dengan melakukan imitasi atau menirukan
suatu model, yang berarti tidak harus menirukan penguatan dari orang lain.

3
dengan kata lain, perkembangan keterampikan dasar bahasa pada anak usia dini
ini diperoleh melalui pergualan dan interaksi yang diperoleh anak dengan teman
sebayanya atau orang dewasa.

Tokoh penting dalam teori ini Jhon B.Watson dimana ia mencetuskan teori
belajar manusia manusia yang memusatkan perhatian pada aspek yang dirasakan
langsung pada perilaku berbahasa dan hubungannya dengan stimulus dan respon
terhadap lingkungan. Teori ini meyakini bahwa tindak balasan atau respon segala
sesuatu itu bisa terjadi hanya ada rangsangan atau stimulus. Dalam bahasa yang
sederahan ada reaksi karena ada aksi, ada akibat karena ada sebab, ada asap
karena ada api (Adriana, 2008).

Kelebihan dalam teori ini adaah:

a. Sangat cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek dan


pembiasaan.
b. Materi yang diberikan sangat detail.
c. Membangun konsentrasi pikiran.
Sedangkan kekurangannya adalah:
a. Pembelajaran peserta didik hanya berpusat pada guru.
b. Peserta didik hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru.
c. Peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi.

3. Teori Perkembangan Kognitif


Teori ini beranggapan bahwa berpikir sebagai prasyarat berbahasa, terus
berkembang sebagai hasil dari pengalaman dan penalaran. Teori ini menekankan
proses berpokir dan penalaran. Salah satu tokoh yang terkemuka adalah Jean
Paget. Jean Paget mengemukakan bahwa perkembangan bahasa bersifat progresif
dan terjadi pada setiap tahap perkembangan. Perkembangan anak secara umum
dan dan perkembangan bahasa awal anak berkaitan erat dengan berbagai kegiatan
anak, objek dan kejadian yang mereka alami dengan menyentuh, mendengar,
melihat, merasa, dan mencium.
Menurut Paget, perkembangan kognitif yang terjadi dalam diri anak
mempunyai empat aspek, yaitu kematangan (merupakan pengembangan dari
susunan syaraf), pengalaman (merupakan hubungan timbal balik antarorganisme
dengan lingkungannya), transmisi sosial (pengaruh-pengaruh yang diperoleh
dalam hubungannya dengan lingkungan sosial), ekuilibrasi (adanya kemampuan
yang mengatur dalam diri anak agar ia selalu mampu mempertahankan
keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap lingkunganya).

Tokoh lain yang termasuk pada aliran teori kognitif ini ialah Bruner.
Bruner menyatakan bahwa anak belakar dari yang konkret ke abstrak melalui tia
tahapan, yaitu enactive, iconic, dan symbolic. Pada tahap enactive, anak
berinteraksi dengan objek berupa benda-benda, orang, dan kejadian. Dari interkasi
tersebut anak belajar nama dan merekam symbol dan kejadian. Pada proses

4
iconica, nak mulai belajar mengembang simbol dengan benda. Tahap terakhir,
symbolic, anak mengembangkan konsep. Pada tahap ini, anak mulai belajar
berpikir abstrak, anak mampu menghubungkan tahap ini, anak mampu
menghubungkan berkaitan antara berbagai benda, orang atau objek salam suatu
urutan kejadian. Ia juga mulai mengembangkan arti atau makna dari suatu
kejadian Khadijah.

Kelebihan dalam teori ini adalah:


a. Siswa mendapat bimbingan dari guru pada saat belajar.
b. Pembelajaran berpusat pada otak.
c. Siswa belajar sesuai dengan tahap perkembangannya
Sedangkan kekurangan dalam teori ini adalah:

a. Kemampuan fungsi kognisi dari setiap siswa dianggap sama


b. Siswa tidak dapat menemukan gaya belajarnya sendiri.
c. Kuantitas kognisi lebih ditekankan darpada kualitas.

C. Konsep Pemerolehan Bahasa


Dari proses pemerolehannya, bahasa bisa dipilah menjadi bahasa ibu atau
bahasa pertama, bahasa kedua, dan bahasa asing. Penamaan bahasa ibu dan bahasa
pertama mengacu pada sistem linguistik yang sama. Yang disebut bahasa ibu adalah
adalah bahasa yang pertama kali dipelajari secara alamiah dari ibunya atau dari
keluarga yang memeliharanya. Biasanya bahasa ibu sama dengan bahasa daerah orang
tuanya. Akan tetapi pada masa sekarang, banyak orang tua yang berbicara dengan
anaknya menggunakan bahasa Indonesia tidak menggunakan bahasa daerah asal
kedua orang tuanya sehingga bahasa Indonesia itulah yang dikuasai anak , maka
bahasa Indonesia itu walaupun bukan bahasa daerah ibu atau bapaknya, adalah bahasa
ibu anak tersebut.
Bahasa ibu lazim disebut bahasa pertama, karena bahasa itulah yang pertama
dipelajari anak. Meskipun tidak selalu bahasa pertama yang dikuasai anak sama
dengan bahasa pertama yang dikuasai ibunya. Atau, si anak belajar bahasa pertama
tidak dari ibunya tetapi dari orang tua asuhnya. Jika kemudian hari anak tersebut
mempelajari bahasa lain, maka bahasa lain tersebut disebut bahasa kedua. Tidak
jarang seorang anak mempelajari bahasa lainnya lagi sehingga ia bisa menguasai
bahasa ketiga, maka bahasa tersebut disebut bahasa ketiga. Begitu seterusnya, yang
disebut bahasa asing akan selalu merupakan bahasa kedua bagi seorang anak. Istilah
bahasa asing ini sebenarnya lebih bersifat politis mengingat namanya diambil dari
negara atau bangsa lain pemilik bahasa tersebut. Dari sisi urutan pemerolehan, bahasa
Inggris bisa saja adalah bahasa kedua, bahasa ketiga, atau bahasa ke sekian. Akan
tetapi karena bahasa Inggris berasal dari negara asing menurut orang Indonesia, maka
istilah bahasa asing lebih populer digunakan untuk mengklasifikasikan bahasa Inggris
dibanding disebut bahasa kedua.
Sejak tahun 1979 dunia pendidikan di Indonesia berkenalan dengan
pembedaan antara hasil instruksional berupa kompetensi pebelajar atas pengetahuan

5
dan keterampilan dalam ranah intelektual, emosional, dan fisik (psikomotor), dan
hasil pengiring (nurturent effect), serta nilai (value). Pelajaran yang dapat dipetik dari
konsep ini ialah ada sesuatu yang diperoleh siswa dari apa yang diajarkan guru atau
dipelajari siswanya. Hal tersebut sejajar dengan munculnya pembedaan antara konsep
pembelajaran (learning) dan pemerolehan (acquisition) bahasa.
Istilah "pemerolehan" terpaut dengan kajian psikolinguistik ketika kita
berbicara mengenai anak-anak dengan bahasa ibunya. Dengan beberapa
pertimbangan, istilah pertama dipakai untuk belajar B2 dan istilah kedua dipakai
untuk bahasa ibu (B1). Faktanya, belajar selalu dikaitkan dengan guru, kurikulum,
alokasi waktu, dan sebagainya, sedangkan dalam pemerolehan B1 semua itu tidak
ada. Ada fakta lain bahwa dalam memperoleh B1, anak mulai dari nol; dalam belajar
B2, pebelajar sudah memiliki bahasa. Dengan "mesin" pemerolehan bahasa yang
dibawa sejak lahir anak mengolah data bahasa lalu memproduksi ujaran-ujaran.
Dengan watak aktif, kreatif, dan inofatif, anak-anak akhirnya mampu menguasai
gramatika bahasa dan memproduksi tutur menuju bahasa yang diidealkan oleh
penutur dewasa. Anak memiliki motivasi untuk segeramasuk ke dalam lingkungan
sosial, entah kelompok sebaya (peer group) atau guyup (community).
Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung
didalam otak kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa
ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dengan pembelajaran bahasa.
Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang
kanak-kanak mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya.
Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran
bahasa berkenaan dengan bahasa kedua (Chaer, 2003). Hal ini perlu ditekankan,
karena pemerolehan memiliki karakteristik yang berbeda dengan pembelajaran.
1. Pemerolehan Bahasa Pertama pada Masa Awal
Pemerolehan bahasa pada anak yang baru lahir berawal dari suara tangisnya
yang menjadi bentuk respon terhadap stimulus dari lingkungannya. Caranya
merespon akan berkembang seiring kematangan mentalnya. Selanjutnya anak
akan terus menyimpan stimulus bahasa pada memorinya.

Pemerolehan bahasa pertama, atau yang kerap disebut bahasa ibu,


merupakan proses kreatif dimana aturan-aturan bahasa dipelajari anak
berdasarkan input yang diterimanya dari bentuk tersederhana hingga bentuk yang
paling kompleks. Anak akan lebih cepat menguasai bahasa jika ia memperoleh
bahasa dalam masa emas atau periode ideal (critical age) yaitu usia 6-15 tahun.
Pada teori lain diasumsikan bahwa usia kritis tersebut berkisar 6 tahun, namun
pada intinya batasan periode ideal yang dimaksud adalah prapubertas. Menurut
Lanneberg (dalam Subyakto, 1992) pada masa emas otak manusia masih sangat
elastis sehingga memungkinkan seorang anak memperoleh bahasa pertama
dengan mudah dan cepat. Adapun pada usia pubertas telah dicapai kematangan
kognitif pada saat selesainya fungsi-fungsi otak tertentu, khususnya fungsi verbal
yang menjadi mantap di bagian otak sebelah kiri. Hal inilah yang disebut
lateralisasi. Masa kritislah yang bertanggung jawab atas lateralisasi yang

6
membuat proses pemerolehan bahasa secara alamiah akan berkurang hingga
akhirnya hilang sama sekali.

Hasil penelitian lain menyebutkan bahwa anak yang diajarkan


menggunakan bahasa isyarat pada usia 0-6 tahun lebih baik dalam pemahaman
dan produksi kata daripada yang belajar pada usia 12 tahun ke atas.
Kesimpulannya, di atas masa emas otak manusia tidak bisa secara maksimal
memperoleh kemampuan sintaktik dan morfologis. Dus, adalah benar bahwa ada
ungkapan mengajari (bahasa, membaca, mengaji, dll.) anak kecil adalah bagaikan
menulis di atas batu dan mengajari orang tua bagaikan menulis di atas air.

Pada kasus di atas tidak bisa diasumsikan bahwa bahasa isyarat lebih
mudah dibandingkan bahasa lisan karena keduanya memiliki kesamaan dalam hal
universalitas linguistik, sistim gramatika, memungkinkan terjadinya
perkembangan dan perubahan kebahasaan, dan tidak terlepas dari adanya faktor
kesilapan berbahasa.

2. Pemerolehan Bahasa Kedua


Pemerolehan bahasa lebih baik jika diawali sejak dini. Mc Laughin dan
Genesee, pakar psikolinguistik, berpendapat bahwa anak akan lebih cepat belajar
bahasa tanpa kesukaran dibandingkan dengan orang dewasa. Selain itu Eric H.
Lennenberg, seorang pakar neurolinguistik, juga menegaskan bahwa kondisi otak
mendukung pendapat tersebut. Sebelum masa pubertas, otak atau daya pikir anak
lebih lentur dan plastis sehingga dapat diajari bahasa apapun dengan lebih
mudah. Daya penyerapan bahasa pada anak berfungsi secara otomatis, cukup
dengan self-exposure atau dilibatkan dalam komunikasi partisipatif dalam bahasa
target. Pasca pubertas kelenturan ini akan berkurang dan pencapaiannya tidak
maksimal (Field, 2003:84).
Secara umum ada dua pendapat mengenai pemerolehan bahasa kedua.
Pertama, anak sejak lahir sudah dibiasakan terekspos dengan berbagai bahasa.
Kedua, anak belajar bahasa kedua setelah bahasa ibu dapat diucapkan dengan
baik. Kedua pendapat ini sama baiknya, namun demikian tetap memiliki
kekurangan. Metode pertama dapat berakibat munculnya keterlambatan berbicara
karena otak anak bekerja keras memetakan bahasa apa yang digunakan oleh
orang yang mengajaknya berbicara. Namun hal ini tidak berlangsung lama, saat
anak makin besar kemampuan itu akan terasah dengan sendirinya. Metode kedua
mengakibatkan pelafalan bahasa kedua akan lebih buruk daripada anak dengan
metode pertama. Anak dalam metode pertama akan terbiasa dengan pengucapan
dan aksen yang lebih jelas. Sungguhpun begitu, kedua metode ini dapat dipakai
dengan catatan memperhatikan suasana pemerolehan bahasa yang bersifat
interaktif, motivatif dan atraktif.

Kesulitan pada pemerolehan bahasa kedua masih terkait dengan teori


masa emas seperti yang dijelaskan di atas. Secara umum kita melihat bahwa
kemudahan anak belajar bahasa makin lama makin berkurang setelah umur 5-7

7
tahun, sampai menjadi agak sukar dan lambat setelah pubertas sehingga orang
jarang mencapai kefasihan fonologi bahasa kedua jika ia mempelajarinya sesudah
pubertas atau setelah berakhirnya masa emas. Namun demikian, menurut Schovel
dan Krashen kemampuan belajar bahasa kedua tidak berkurang terlalu banyak
meskipun proses laterlisasi telah usai (Subyakto-Nababan, 1992:66).

D. Perkembangan Bahasa
Perkembangan bahasa merupakan salah satu mata rantai pertumbuhan anak,
selain perkembangan lain seperti perkembangan motorik kasar, perkembangan
pemecahan masalah visuo-motor yang merupakan gabungan fungsi penglihatan dan
motorik halus, serta perkembangan sosial.

Perkembangan bahasa sering menjadi tolok ukur tingkat intelejensi anak


meskipun pada hakikatnya perkembangan seorang anak merupakan suatu kesatuan
yang utuh dan saling melengkapi. Artinya seorang anak tidak dapat dikatakan cerdas
jika dia hanya bisa memecahkan masalah visuo-motor dan fasih berbahasa tanpa
diimbangi kemampuan bersosialisasi.

Setiap anak yang normal pertumbuhan pikirannya akan belajar B1 atau


bahasa ibu dalam tahun-tahun pertama dalam hidupnya, dan proses ini terjadi hingga
kira-kira umur 5 tahun. Sesudah itu pada masa pubertas (sekitar 12-14 tahun) hingga
menginjak dewasa (sekitar 18-20 tahun), anak itu akan tetap belajar B1. Sesudah
pubertas ketrampilan bahasa anak tidak banyak kemajuannya, meskipun dalam
beberapa hal, umpamanya dalam kosakata, ia belajar B1 terus menerus selama
hidupnya. Pemerolehan B1 kita anggap bahasa yang utama bagi anak karena bahasa
ini yang paling mantap pengetahuan dan penggunaannya.

Ketika seorang anak sedang memperoeh bahasa B1-nya, terjadi dua proses,
yaitu proses kompetensi dan proses performasi. Kedua proses ini merupakan dua
proses yang berlainan. Kompetensi adalah proses penguasaan tata bahasa yang
berlangsung secara tidak disadari. Proses kompetensi ini menjadi syarat untuk
terjadinya proses performasi yang menyangkut proses pemaham dan proses
memproduksi ujaran. Proses pemahaman melibatkan kemampuan mempersepsi
kalimat yang didengar. Sedangkan proses memproduksi ujaran menjadi kemapuan
linguistik selanjutnya.

Perkembangan bahasa pada anak dapat juga dilihat dari pemerolehan bahasa
menurut komponen-komponennya.
1. Perkembangan Pragmatik
Pragmatik adalah studi tentang penggunaan bahasa dalam hubungannya
dengan orang lain dalam masyarakat yang sama (Ninio dan Snow, 1989:9).
Pragmatik bukan merupakan komponen keempat (di samping fonologi, sintaksis,
dan leksikon) pada bahasa tetapi memberikan perspektif yang berbeda mengenai
bahasa.

8
Perkembangan komunikasi anak sesungguhnya sudah dimulai sejak dini,
pertama-tama dari tangisannya bila bayi merasa tidak nyaman, misalnya karena
lapar, popok basah. Dari sini bayi akan belajar bahwa ia akan mendapat perhatian
ibunya atau orang lain saat ia menangis sehingga kemudian bayi akan menangis
bila meminta orang dewasa melakukan sesuatu buatnya. Pada usia 3 minggu, bayi
tersenyum saat ada rangsangan dari luar, misalnya wajah seseorang, tatapan mata,
suara, dan gelitikan, ini disebut senyum sosial. Pada usia 12 minggu, mulai
dengan pola dialog sederhana berupa balasan bila ibuya memberi tanggapan. Pada
usia 2 bulan, bayi mulai menanggapi ajakan komunikasi ibunya. Usia 5 bulan,
bayi mulai meniru gerak gerik orang, mempelajari bentuk ekspresi wajah. Usia 6
bulan, bayi mulai tertarik dengan benda-benda sehingga komunikasi menjadi
komunikasi ibu, bayi, dan benda-benda. Usia 7-12 bulan, anak mulai menunjuk
sesuatu untuk menyatakan keinginannya. Gerak-gerik ini akan berkembang
disertai dengan bunyi-bunyi tertentu yang, mulai konsisten. Pada masa ini sampai
sekitar 18 bulan, peran gerak-gerik lebih menonjol dengan penggunaan atau suku
kata. Usia 2 tahun, anak kemudian memasuki tahap sintaksis dan mampu
merangkai kalimat dua kata, bereaksi terhadap pasangan bicaranya dan masuk
dalam dialog singkat. Anak mulai memperkenalkan atau merubah topik dan mulai
belajar memelihara alur percakaan dan menangkap persepsi pendengar. Perilaku
ibu yang fasilitatif akan membantu anaknya dalam memperkenalkan topik baru.

2. Perkembangan Semantik
Pada permulaan tahun 1960-an Fodor dan Katz (1964), dan Katz dan
Postal (1964) mengemukakan hipotesis bahwa strukur dalam sesuatu kalimat
memuat segala informasi yang diperlukan untuk menafsirkannya secara
semantik. Teori semantik menyusun serta memperkembangkan kaidah-kaidah
yang termuat tersebut (yang dikenal sebagai kaidah proyeksi) untuk memetakan
penanda-frase struktur dalam menjadi gambaran-gambaran semantik,sama halnya
dengan kaidah-kaidah fonologi yang memetakan penanda-frase stuktur-
permukaan menjadi gambaran-gambaran fonetik.

Faktor lingkungan sangat berperan dalam perkembangan semantik, maka


pada umur 6-9 bulan anak telah mengenal orang atau benda yang berada di
sekitarnya. Leksikal dan pemerolehan konsep berkembang pesat pada masa
prasekolah. Terdapat indikasi bahwa anak dengan kosa kata lebih banyak akan
polular di kalangan teman-temannya. Diperkirakan terjadi penambahan lima kata
perhari di usia 1,5 sampai 6 tahun. Pemahaman kata bertambah tanpa pengajaran
langsung orang dewasa. Terjadi strategi pemetaan yang cepat di usia ini sehingga
anak dapat menghubungkan suatu kata dengan rujukannya. Pemetaan yang cepat
adalah langkah awal dalam proses pemerolehan leksikal. Selanjutnya secara
bertahap anak akan mengartikan lagi informasi-informasi baru yang diterima.
Definisi kata benda anak usia prasekolah meliputi properti fisik seperti bentuk,
ukuran dan warna, properti fungsi, properti pemakaian, dan lokasi. Difinisi kata

9
kerja anak prasekolah juga berbeda dari kata kerja orang dewasa atau anak yang
lebih besar.

3. Perkembangan Sintaksis
Dalam bidang sintaksis, anak memulai berbahasa dengan mengucapkan
satu kata (atau bagian kata). Kata ini, bagi anak, sebenarnya adalah kalimat penuh,
tetapi karena dia belum dapat mengatakan lebih dari satu kata, dia hanya
mengambil satu kata dari seuruh kalimat itu. Susunan sintaksis paling awal
terlihat pada usia kira-kira 18 bulan walaupun pada beberapa anak terlihat pada
usia 1 tahun bahkan lebih dari 2 tahun. Awalnya berupa kalimat dua kata.
Rangkaian dua kata, berbeda dengan masa “kalimat satu kata” sebelumnya yang
disebut holofrastis. Kalimat satu kata bisa ditafsirkan dengan mempertimbangkan
konteks penggunaannya. Hanya mempertimbangkan arti kata semata-mata
tidaklah mungkin kita menangkap makna dari kalimat satu kata tersebut. Peralihan
dari kalimat satu kata menjadi kalimat yang merupakan rangkaian kata terjadi
secara bertahap. Pada waktu kalimat pertama terbentuk yaitu penggabungan dua
kata menjadi kalimat, rangkaian kata tersebut berada pada jalinan intonasi. Jika
kalimat dua kata memberi makna lebih dari satu maka anak membedakannya
dengan pola intonasi yang berbeda. Perkembangan pemerolehan sintaksis
meningkat pesat pada waktu anak menjalin usia 2 tahun dan mencapai puncaknya
pada akhir usia 2 tahun.

4. Perkembangan Morfologi
Perkembangan morfologi ditandai dengan peningkatan panjang ucapan
rata-rata yang diukur dalam morfem. Panjang rata-rata ucapan, Mean Length of
Utterance (MLU) adalah alat prediksi kompleksitas bahasa pada anak yang
berbahasa Inggris. MLU sangat erat berhubungan dengan usia dan merupakan
perdiktor yang baik untuk perkembangan bahasa. Dari usia 18 bulan sampai 5
tahun MLU meningkat kira-kirab1,2 morfem per tahun. Pengusaan morfem mulai
terjadi saat anak mulai merangkai kata sekitar usia 2 tahun. Beberapa sumber yang
membahas tentang morfem dalam kaitanhya dengan morfologi semuanya
merupakan Bahasa Inggris yang sangat berbeda dengan Bahasa Indonesia.
5. Perkembangan Fonologi
Brown (1973), pada tahap II verba kanak-kanak tidak berinfleksi.
Sekalipun mungkin jelas bagi pendengar dewasa bahwa kanak-kanak berbicara
mengenai kejadian-kejadian yang telah lalu. Suatu kecualian terhadap pola ini
adalah bahwa pada awal tahap II kanak-kanak dapat mempergunakan kala lalu
verba-verba “kuat” atau tidak regular” seperti “went” dan “ran”. Kanak-kanak
yang memasuki tahap II mengembangkan sejumlah peragkat verba tidak regular
dan juga mulai membubuhi infleksi verba-verba regular buat kala lalu,
menghasilkan kata-kata seperti “walked; ‘believed; dan sebagainya.
Perkembangan fonologi melalui proses yang panjang dari dekode.
Sebagian besar konstruksi morfologi anak akan tergantung pada kemampuannya
menerima dan memproduksi unit fonologi. Selama usia prasekolah, anak tidak

10
hanya menerima inventaris fonetik dan sistem fonologi tapi juga mengembangkan
kemampuan menentukan bunyi mana yang dipakai untuk membedakan makna.
Pemerolehan fonologi berkaitan dengan proses konstruksi suku kata yang terdiri
dari gabungan vokal dan konsonan. Bahkan dalam babbling, anak menggunakan
konsonan-vokal (KV) atau konsonana-vokal-konsonan (KVK). Proses lainnya
berkaitan dengan asimilasi dan substitusi sampai pada persepsi dan produksi
suara.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pemerolehan bahasa (language acquisition) adalah proses-proses yang berlaku di
dalam otak seorang anak ketika memperoleh bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa
dibagi menjadi dua, yaitu pemerolehan bahasa pertama ( first laguage acquisition)
yang biasa disebut dengan bahasa ibu atau B1 dan pemerolehan bahasa kedua
(second laguage acquisition) yaitu kajian tentang bagaimana pembelajaran
mempelajari sebuah bahasa lain setelah dia memperoleh bahasa ibunya atau B2.
2. Berdasarkan makalah yang penyusun buat Teori pemerolehan bahasa di bagi
menjadi 3 yaitu: Teori Navitis, Teori Behavioristik dan Teori Perkembangan
kognitif

3. Perkembangan bahasa pada anak dapat juga dilihat dari pemerolehan bahasa
menurut komponen-komponennya, sebagai berikut: Perkembangan Pragmatik,
perkembanagn semantik, perkembangan sintaksis, perkembanagan morfologi dan
perkembanagn fonologi

12
DAFTAR PUSTAKA

Bawono, Y. 2007. Kemampuan Berbahasa Pada Anak Prasekolah : Sebua Kajian Pustaka.
Jurnal Psikologi Perkembangan

Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta.

Dardjowidjojo, Soenjono. 2003. Psikolinguistik; pengantar pemahaman Bahasa manusia.


Jakarta; yayasan obor

Khadijah. 2006. Pengembangan Kognitif Anak Usia Dini. Medan: Perdana Mulya Sarana.

Tarigan, Henry Guntur 1988. Pengajaran pemerolehan Bahasa. Bandung angkasa

Weli Sundari , 2008, Pemerolehan Bahasa, jurnal psikologi bahasa

Yusuf, E. B. 2016. Perkembangan dan Pemerilehan Bahasa Anak. Jurnal Pendidikan


Anak Usia Dini, 11

13

Anda mungkin juga menyukai