Dosen Pengampu :
Di susun oleh :
NIM: 2001020043
FAKULTAS TARBIYAH
Alhamdulillah, segala puji syukur ke pada Allah swt. Atas segala nikmat dan
karunianya, kami dapat menyelsaikan makalah ini dengan baik dan lancer tanpa ada suatu
halangan apapun. Makalah ini penyusun buat untuk menambah wawasan dan untuk
memenuhi tugas yang bapak kasih kepada kami.
Penyusun masih banyak kekurangan baik dalam teknis penulisan ataupun materi
dalam makalah ini, mengingat dengan standar kemampuan yang penyusun miliki. Maka
daripada itu, penyusun mohon kritik dan saran yang membangun dari semua pihak untuk
penyempurnaan dan pelengkapan penulisan makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar belakang.........................................................................................................1
B. Rumusan masalah ...................................................................................................1
C. Tujuan......................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................2
A. Pemerolehan Bahasa................................................................................................2
B. Teori Pemerolehan Bahasa......................................................................................2
C. Konsep Pemerolehan Bahasa...................................................................................5
D. Perkembangan Bahasa.............................................................................................8
A. KESIMPULAN.......................................................................................................12
BAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dari paparan di atas, nyatalah bahwa hanya manusia yang layak disebut
berbahasa mengingat kompleksnya kebahasaan itu sendiri. Kembali pada pendapat
Chomsky tadi, manusia sejak lahir akan mempelajari bahasa dengan sendirinya,
meski serumit apapun anak akan memperoleh bahasa. Proses pemerolehan ini
berlangsung secara alami, tidak dengan cara menghapalkan kosakata, aturan-aturan
gramatika, dan aplikasi secara sosial. Kamus bahasa dalam otak anak tersusun secara
otomatis tanpa teori, sedangkan kemampuan gramatika anak terasah dari
pemerolehan yang disimaknya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud pemerolehan bahasa?
2. Apa saja teori pemerolehan bahasa?
3. Apa konsep pemerolehan bahasa?
4. Apa penjelasan perkembangan bahasa?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu pemerolehan bahasa
2. Untuk mengetahui apa saja teori pemerolehan bahasa
3. Untuk mengetahui apa konsep pemerolehan bahasa
4. Untuk mengetahu apa itu perkembangan bahasa
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pemerolehan Bahasa
Pemerolehan bahasa (language acquisition) adalah proses-proses yang berlaku
di dalam otak seorang anak ketika memperoleh bahasa ibunya. Untuk dapat
melekukan kajian tenteng pemerolehan bahasa, perlu kita memahami konsep
pemerolehan bahasa. Pemerolehan bahasa dibagi menjadi dua, yaitu pemerolehan
bahasa pertama ( first laguage acquisition) yang biasa disebut dengan bahasa ibu atau
B1 dan pemerolehan bahasa kedua (second laguage acquisition) yaitu kajian tentang
bagaimana pembelajaran mempelajari sebuah bahasa lain setelah dia memperoleh
bahasa ibunya atau B2.
Dari penjelasan menurut para ahli di atas kita dapat simpulkan bahwa,
pemerolehan bahasa adalah proses manusia mendapatkan kemampuan untuk
menangkap, menghasilkan, dan menggunakan kata untuk pemahaman dan
komunikasi. Kapasitas ini melibatkan berbagai kemampuan seperti sintaksis, fonetik
dan kosakata yang luas.
2
hubungan dengan perkembangan bahasa sehingga kerusakan pada bagian tersebut
menyebabkan hambatan bahasa.
Sebagaimana dikemukakan oleh Chomsky, bahwa hanya manusia yang
bisa menguasai bahasa verbal, ia mendasarkan pada berapa asumsi. Pertama,
perilaku berbahasa adalah sesuatu yang genetis, dimana ia memiliki pola
perkembangan yang universal dan lingkungan memiliki peran kecil dalam
pematangan sebuah bahasa. Kedua, orang bisa menguasai dalam waktu yang
relatif sinkgat. Ketiga, lingkungan bahasa tidak memiliki data yang cukup bagi
tata bahasa orang dewasa yang rumit. Chomksy juga mengemukakan bahwa
setiap anak yang dilahirkan dilengkapi dengan alat penguasaan bahasa yang
disebut LAD (language Acquisition Device). Adapun mengenai bahasa apa saja
yang akan dikuasai anak sangat bergantung dengan lingkungan dimana ia tinggal.
Maka keturunan bangsa manapun bisa menguasai bahasa apapun sesuai dengan
dimana ia dibesarkan, maka anak yang tinggal di Amerika sudah hampir bisa
dipastikan bisa bahasa inggris, begitupun yang di kawasan Arab, China,
Indonesia. Tanpa perangkat LAD seorang anak tidak mungkin bisa memiliki
kemampuan berbahasa dalam waktu cepat (Bawono, 2007). Kelebihan dan
kekurangan Kelebihan:
2. Teori Behavioristik
Pandangan behavioristik beranggapan bahwa bahasa merupakan masalah
respondan sebuah imitasi. Tokoh yang menganut behavioristikini adalah Skinner
dan Bandurs. Dia menulis buku Verbal Behavior yang digunakan sebagai rujukan
bagi pengikut alran ini. Ia mengungkapkan bahwa berbicara dan memahami
bahasa diperoleh melalui rangsangan lingkungan, yaitu tentang teori belajar yang
disebut operant conditioning,oleh karena itu Skinner yakin bahwa perilaku verbal
adalah perilaku yang dikehendaki adalah perilaku yang dikendalikan oleh
akibatnya. Bila akibatnya itu hadiah atau sesuatu yang menyenangkan maka
perilaku ini akan terus dipertahankan, kemampuan dan frekuensinya akan terus
berkembang. Namun, sebaliknya, akibatnya adalah adalah hukuman maka akan
terjadi sebaliknya.
3
dengan kata lain, perkembangan keterampikan dasar bahasa pada anak usia dini
ini diperoleh melalui pergualan dan interaksi yang diperoleh anak dengan teman
sebayanya atau orang dewasa.
Tokoh penting dalam teori ini Jhon B.Watson dimana ia mencetuskan teori
belajar manusia manusia yang memusatkan perhatian pada aspek yang dirasakan
langsung pada perilaku berbahasa dan hubungannya dengan stimulus dan respon
terhadap lingkungan. Teori ini meyakini bahwa tindak balasan atau respon segala
sesuatu itu bisa terjadi hanya ada rangsangan atau stimulus. Dalam bahasa yang
sederahan ada reaksi karena ada aksi, ada akibat karena ada sebab, ada asap
karena ada api (Adriana, 2008).
Tokoh lain yang termasuk pada aliran teori kognitif ini ialah Bruner.
Bruner menyatakan bahwa anak belakar dari yang konkret ke abstrak melalui tia
tahapan, yaitu enactive, iconic, dan symbolic. Pada tahap enactive, anak
berinteraksi dengan objek berupa benda-benda, orang, dan kejadian. Dari interkasi
tersebut anak belajar nama dan merekam symbol dan kejadian. Pada proses
4
iconica, nak mulai belajar mengembang simbol dengan benda. Tahap terakhir,
symbolic, anak mengembangkan konsep. Pada tahap ini, anak mulai belajar
berpikir abstrak, anak mampu menghubungkan tahap ini, anak mampu
menghubungkan berkaitan antara berbagai benda, orang atau objek salam suatu
urutan kejadian. Ia juga mulai mengembangkan arti atau makna dari suatu
kejadian Khadijah.
5
dan keterampilan dalam ranah intelektual, emosional, dan fisik (psikomotor), dan
hasil pengiring (nurturent effect), serta nilai (value). Pelajaran yang dapat dipetik dari
konsep ini ialah ada sesuatu yang diperoleh siswa dari apa yang diajarkan guru atau
dipelajari siswanya. Hal tersebut sejajar dengan munculnya pembedaan antara konsep
pembelajaran (learning) dan pemerolehan (acquisition) bahasa.
Istilah "pemerolehan" terpaut dengan kajian psikolinguistik ketika kita
berbicara mengenai anak-anak dengan bahasa ibunya. Dengan beberapa
pertimbangan, istilah pertama dipakai untuk belajar B2 dan istilah kedua dipakai
untuk bahasa ibu (B1). Faktanya, belajar selalu dikaitkan dengan guru, kurikulum,
alokasi waktu, dan sebagainya, sedangkan dalam pemerolehan B1 semua itu tidak
ada. Ada fakta lain bahwa dalam memperoleh B1, anak mulai dari nol; dalam belajar
B2, pebelajar sudah memiliki bahasa. Dengan "mesin" pemerolehan bahasa yang
dibawa sejak lahir anak mengolah data bahasa lalu memproduksi ujaran-ujaran.
Dengan watak aktif, kreatif, dan inofatif, anak-anak akhirnya mampu menguasai
gramatika bahasa dan memproduksi tutur menuju bahasa yang diidealkan oleh
penutur dewasa. Anak memiliki motivasi untuk segeramasuk ke dalam lingkungan
sosial, entah kelompok sebaya (peer group) atau guyup (community).
Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung
didalam otak kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa
ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dengan pembelajaran bahasa.
Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang
kanak-kanak mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya.
Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran
bahasa berkenaan dengan bahasa kedua (Chaer, 2003). Hal ini perlu ditekankan,
karena pemerolehan memiliki karakteristik yang berbeda dengan pembelajaran.
1. Pemerolehan Bahasa Pertama pada Masa Awal
Pemerolehan bahasa pada anak yang baru lahir berawal dari suara tangisnya
yang menjadi bentuk respon terhadap stimulus dari lingkungannya. Caranya
merespon akan berkembang seiring kematangan mentalnya. Selanjutnya anak
akan terus menyimpan stimulus bahasa pada memorinya.
6
membuat proses pemerolehan bahasa secara alamiah akan berkurang hingga
akhirnya hilang sama sekali.
Pada kasus di atas tidak bisa diasumsikan bahwa bahasa isyarat lebih
mudah dibandingkan bahasa lisan karena keduanya memiliki kesamaan dalam hal
universalitas linguistik, sistim gramatika, memungkinkan terjadinya
perkembangan dan perubahan kebahasaan, dan tidak terlepas dari adanya faktor
kesilapan berbahasa.
7
tahun, sampai menjadi agak sukar dan lambat setelah pubertas sehingga orang
jarang mencapai kefasihan fonologi bahasa kedua jika ia mempelajarinya sesudah
pubertas atau setelah berakhirnya masa emas. Namun demikian, menurut Schovel
dan Krashen kemampuan belajar bahasa kedua tidak berkurang terlalu banyak
meskipun proses laterlisasi telah usai (Subyakto-Nababan, 1992:66).
D. Perkembangan Bahasa
Perkembangan bahasa merupakan salah satu mata rantai pertumbuhan anak,
selain perkembangan lain seperti perkembangan motorik kasar, perkembangan
pemecahan masalah visuo-motor yang merupakan gabungan fungsi penglihatan dan
motorik halus, serta perkembangan sosial.
Ketika seorang anak sedang memperoeh bahasa B1-nya, terjadi dua proses,
yaitu proses kompetensi dan proses performasi. Kedua proses ini merupakan dua
proses yang berlainan. Kompetensi adalah proses penguasaan tata bahasa yang
berlangsung secara tidak disadari. Proses kompetensi ini menjadi syarat untuk
terjadinya proses performasi yang menyangkut proses pemaham dan proses
memproduksi ujaran. Proses pemahaman melibatkan kemampuan mempersepsi
kalimat yang didengar. Sedangkan proses memproduksi ujaran menjadi kemapuan
linguistik selanjutnya.
Perkembangan bahasa pada anak dapat juga dilihat dari pemerolehan bahasa
menurut komponen-komponennya.
1. Perkembangan Pragmatik
Pragmatik adalah studi tentang penggunaan bahasa dalam hubungannya
dengan orang lain dalam masyarakat yang sama (Ninio dan Snow, 1989:9).
Pragmatik bukan merupakan komponen keempat (di samping fonologi, sintaksis,
dan leksikon) pada bahasa tetapi memberikan perspektif yang berbeda mengenai
bahasa.
8
Perkembangan komunikasi anak sesungguhnya sudah dimulai sejak dini,
pertama-tama dari tangisannya bila bayi merasa tidak nyaman, misalnya karena
lapar, popok basah. Dari sini bayi akan belajar bahwa ia akan mendapat perhatian
ibunya atau orang lain saat ia menangis sehingga kemudian bayi akan menangis
bila meminta orang dewasa melakukan sesuatu buatnya. Pada usia 3 minggu, bayi
tersenyum saat ada rangsangan dari luar, misalnya wajah seseorang, tatapan mata,
suara, dan gelitikan, ini disebut senyum sosial. Pada usia 12 minggu, mulai
dengan pola dialog sederhana berupa balasan bila ibuya memberi tanggapan. Pada
usia 2 bulan, bayi mulai menanggapi ajakan komunikasi ibunya. Usia 5 bulan,
bayi mulai meniru gerak gerik orang, mempelajari bentuk ekspresi wajah. Usia 6
bulan, bayi mulai tertarik dengan benda-benda sehingga komunikasi menjadi
komunikasi ibu, bayi, dan benda-benda. Usia 7-12 bulan, anak mulai menunjuk
sesuatu untuk menyatakan keinginannya. Gerak-gerik ini akan berkembang
disertai dengan bunyi-bunyi tertentu yang, mulai konsisten. Pada masa ini sampai
sekitar 18 bulan, peran gerak-gerik lebih menonjol dengan penggunaan atau suku
kata. Usia 2 tahun, anak kemudian memasuki tahap sintaksis dan mampu
merangkai kalimat dua kata, bereaksi terhadap pasangan bicaranya dan masuk
dalam dialog singkat. Anak mulai memperkenalkan atau merubah topik dan mulai
belajar memelihara alur percakaan dan menangkap persepsi pendengar. Perilaku
ibu yang fasilitatif akan membantu anaknya dalam memperkenalkan topik baru.
2. Perkembangan Semantik
Pada permulaan tahun 1960-an Fodor dan Katz (1964), dan Katz dan
Postal (1964) mengemukakan hipotesis bahwa strukur dalam sesuatu kalimat
memuat segala informasi yang diperlukan untuk menafsirkannya secara
semantik. Teori semantik menyusun serta memperkembangkan kaidah-kaidah
yang termuat tersebut (yang dikenal sebagai kaidah proyeksi) untuk memetakan
penanda-frase struktur dalam menjadi gambaran-gambaran semantik,sama halnya
dengan kaidah-kaidah fonologi yang memetakan penanda-frase stuktur-
permukaan menjadi gambaran-gambaran fonetik.
9
kerja anak prasekolah juga berbeda dari kata kerja orang dewasa atau anak yang
lebih besar.
3. Perkembangan Sintaksis
Dalam bidang sintaksis, anak memulai berbahasa dengan mengucapkan
satu kata (atau bagian kata). Kata ini, bagi anak, sebenarnya adalah kalimat penuh,
tetapi karena dia belum dapat mengatakan lebih dari satu kata, dia hanya
mengambil satu kata dari seuruh kalimat itu. Susunan sintaksis paling awal
terlihat pada usia kira-kira 18 bulan walaupun pada beberapa anak terlihat pada
usia 1 tahun bahkan lebih dari 2 tahun. Awalnya berupa kalimat dua kata.
Rangkaian dua kata, berbeda dengan masa “kalimat satu kata” sebelumnya yang
disebut holofrastis. Kalimat satu kata bisa ditafsirkan dengan mempertimbangkan
konteks penggunaannya. Hanya mempertimbangkan arti kata semata-mata
tidaklah mungkin kita menangkap makna dari kalimat satu kata tersebut. Peralihan
dari kalimat satu kata menjadi kalimat yang merupakan rangkaian kata terjadi
secara bertahap. Pada waktu kalimat pertama terbentuk yaitu penggabungan dua
kata menjadi kalimat, rangkaian kata tersebut berada pada jalinan intonasi. Jika
kalimat dua kata memberi makna lebih dari satu maka anak membedakannya
dengan pola intonasi yang berbeda. Perkembangan pemerolehan sintaksis
meningkat pesat pada waktu anak menjalin usia 2 tahun dan mencapai puncaknya
pada akhir usia 2 tahun.
4. Perkembangan Morfologi
Perkembangan morfologi ditandai dengan peningkatan panjang ucapan
rata-rata yang diukur dalam morfem. Panjang rata-rata ucapan, Mean Length of
Utterance (MLU) adalah alat prediksi kompleksitas bahasa pada anak yang
berbahasa Inggris. MLU sangat erat berhubungan dengan usia dan merupakan
perdiktor yang baik untuk perkembangan bahasa. Dari usia 18 bulan sampai 5
tahun MLU meningkat kira-kirab1,2 morfem per tahun. Pengusaan morfem mulai
terjadi saat anak mulai merangkai kata sekitar usia 2 tahun. Beberapa sumber yang
membahas tentang morfem dalam kaitanhya dengan morfologi semuanya
merupakan Bahasa Inggris yang sangat berbeda dengan Bahasa Indonesia.
5. Perkembangan Fonologi
Brown (1973), pada tahap II verba kanak-kanak tidak berinfleksi.
Sekalipun mungkin jelas bagi pendengar dewasa bahwa kanak-kanak berbicara
mengenai kejadian-kejadian yang telah lalu. Suatu kecualian terhadap pola ini
adalah bahwa pada awal tahap II kanak-kanak dapat mempergunakan kala lalu
verba-verba “kuat” atau tidak regular” seperti “went” dan “ran”. Kanak-kanak
yang memasuki tahap II mengembangkan sejumlah peragkat verba tidak regular
dan juga mulai membubuhi infleksi verba-verba regular buat kala lalu,
menghasilkan kata-kata seperti “walked; ‘believed; dan sebagainya.
Perkembangan fonologi melalui proses yang panjang dari dekode.
Sebagian besar konstruksi morfologi anak akan tergantung pada kemampuannya
menerima dan memproduksi unit fonologi. Selama usia prasekolah, anak tidak
10
hanya menerima inventaris fonetik dan sistem fonologi tapi juga mengembangkan
kemampuan menentukan bunyi mana yang dipakai untuk membedakan makna.
Pemerolehan fonologi berkaitan dengan proses konstruksi suku kata yang terdiri
dari gabungan vokal dan konsonan. Bahkan dalam babbling, anak menggunakan
konsonan-vokal (KV) atau konsonana-vokal-konsonan (KVK). Proses lainnya
berkaitan dengan asimilasi dan substitusi sampai pada persepsi dan produksi
suara.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pemerolehan bahasa (language acquisition) adalah proses-proses yang berlaku di
dalam otak seorang anak ketika memperoleh bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa
dibagi menjadi dua, yaitu pemerolehan bahasa pertama ( first laguage acquisition)
yang biasa disebut dengan bahasa ibu atau B1 dan pemerolehan bahasa kedua
(second laguage acquisition) yaitu kajian tentang bagaimana pembelajaran
mempelajari sebuah bahasa lain setelah dia memperoleh bahasa ibunya atau B2.
2. Berdasarkan makalah yang penyusun buat Teori pemerolehan bahasa di bagi
menjadi 3 yaitu: Teori Navitis, Teori Behavioristik dan Teori Perkembangan
kognitif
3. Perkembangan bahasa pada anak dapat juga dilihat dari pemerolehan bahasa
menurut komponen-komponennya, sebagai berikut: Perkembangan Pragmatik,
perkembanagn semantik, perkembangan sintaksis, perkembanagan morfologi dan
perkembanagn fonologi
12
DAFTAR PUSTAKA
Bawono, Y. 2007. Kemampuan Berbahasa Pada Anak Prasekolah : Sebua Kajian Pustaka.
Jurnal Psikologi Perkembangan
Khadijah. 2006. Pengembangan Kognitif Anak Usia Dini. Medan: Perdana Mulya Sarana.
13