Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

Teori Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini

Mata Kuliah : Pengembangan Strategi Bahasa Anak Usia Dini

Dosen Pengampu : Elisabeth Fransisca Saragi Sitio, M.Si, Psikolog

Kelompok 3

Disusun Oleh :

Cleodora Crismasti Deavasti : 213010213002

Egidia Natalia : 213020213026

Fernanda Fajar Nadiantika : 213020213019

PRODI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI ( PG PAUD )

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN ( FKIP )

UNIVERSITAS PALANGKA RAYA

2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa  yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “Strategi Pengembangan Bahasa Anak Usia Dini” Ini tepat pada
waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dosen pada bidang studi (Strategi Pengembangan Bahasa Anak Usia Dini ) selain
itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang “ Teori
Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini” bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.
Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada Ibu  Elisabeth Fransisca Saragi
Sitio, M.Si, Psikolog Selaku dosen pengampu mata kuliah Strategi Perkembangan
Bahasa Anak Usia Dini yang membimbing kami dalam mata kuliah ini, mungkin
dalam pembuatan makalah ini terdapat kesalahan yang belum  kami ketahui.
Sebagai manusia biasa, kami terbuka dari saran dan kritikan teman teman
maupun dosen. Demi tercapainya makalah yang sempurna di masa mendatang.
 
 
 
Palangka Raya, 5 September 2022
 

DAFTAR ISI

i
KATA PENGANTAR ...................................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................ 1
C. Tujuan .......................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN................................................................................... 3
Teori Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini :............................................. 3
A. Teori Nativis ............................................................................................... 3
B. Teori Behavior ............................................................................................ 4
C. Teori Kognitif ............................................................................................. 6
D. Teori Pragmatik ......................................................................................... 8
E. Teori Instruksional..................................................................................... 11

BAB III PENUTUP .......................................................................................... 14


A. Kesimpulan .................................................................................................. 14

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bahasa merupakan bagian penting dalam kehidupan. Dengan adanya bahasa,
satu individu dengan individu lain akan saling terhubungkan melalui proses
berbahasa.
Badudu (1989) mendefiniskan bahasa sebagai alat penghubung atau
komunikasi antar anggota masyarakat yang terdiri dari individu-individu yang
menyatakan pikiran, perasaan dan keinginannya.
Sementara Bromley (1992) menjelaskan bahwa bahasa adalah sistem simbol
yang teratur untuk mentransfer berbagai ide maupun informasi yang terdiri dari
simbol-simbol visual maupun verbal.
Pengembangan keterampilan berbahasa pada anak usia dini mencakup empat
aspek, yaitu: berbicara, menyimak, membaca, dan menulis.
Keterampilan berbicara dan menulis merupakan keterampilan yang bersifat
produktif karena anak dituntut untuk menghasilkan bahasa. Sebaliknya,
keterampilan menyimak dan membaca bersifat reseptif karena anak lebih banyak
menyerap bahasa yang dihasilkan oleh orang lain.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan masalah diatas maka rumusan masalah mengenai Teori
Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini :
A. Teori Nativis
B. Teori Behavior
C. Teori Kognitif
D. Teori Pragmatik
E. Teori Instruksional

C. Tujuan
Untuk mengetahui tentang :

1
A. Teori Nativis
B. Teori Behavior
C. Teori Kognitif
D. Teori Pragmatik
E. Teori Instruksional

BAB II

PEMBAHASAN

TEORI-TEORI PEMEROLEHAN BAHASA

1. Teori Nativis

2
Teori Navitis ini berpandangan bahwa ada unsur keterkaitan yang erat antara
faktor biologis dengan perkembangan bahasa. Teori Navitis meyakini bahwa
kemampuan bahasa merupakan kemampuan bawaan sejak lahir. Selanjutnya
belajar bahasa tidak dipengaruhi oleh intelegensi maupun pengalaman individu.
Menurut aliran Navitis ini, terdapat peran evolusi biologis dalam membentuk
individu untuk menjadi makhluk linguistik. Sejalan dengan pertumbuhan fisik dan
mental anak perkembangan bahasa menjadi lebih baik dan meningkatPara ahli
Navitis berpendapat bahwa kemampuan berbahasa sifatnya sangat natural
(bawaan), sebagaimana halnya kemampuan berjalan, merupakan bagian dari
perkembangan manusia yang dipengaruhi oleh kematangan otak.Selain itu, alasan
mereka adalah beberapa bagian neurologi tertentu dari otak manusia memiliki
hubungan dengan perkembangan bahasa sehingga kerusakan pada bagian tersebut
menyebabkan hambatan bahasa.
Para ahli Navitis juga meyakini bahwa anak-anak menginternalisasi aturan tata
bahasa sehingga mereka dapat menyusun berbagai macam kalimat tanpa latihan,
penguatan, maupun meniru bahasa orang dewasa. Selanjutnya, teori ini
mengemukakan bahwa untuk mendeteksi kategori bahasa tertentu, seperti
fonologi, sintaksis, dan semantik. Teori Navitis meyakini bahwa kemampuan
bahasa merupakan kemampuan bawaan sejal lahir, ini juga didukung oleh
Lenneberg, yang mengemukakan bahwa kemampuan bahasa adalah kemampuan
yang dimiliki seseorang berdasarkan pengetahuan awal yang diperoleh secara
biologis(Yusuf, 2016).
Sebagaimana dikemukakan oleh Chomsky, bahwa hanya manusia yang bisa
menguasai bahasa verbal, ia mendasarkan pada berapa asumsi. Pertama, perilaku
berbahasa adalah sesuatu yang genetis, dimana ia memiliki pola perkembangan
yang universal dan lingkungan memiliki peran kecil dalam pematangan sebuah
bahasa. Kedua, orang bisa menguasai dalam waktu yang relatif sinkgat. Ketiga,
lingkungan bahasa tidak memiliki data yang cukup bagi tata bahasa orang dewasa
yang rumit. Chomksy juga mengemukakan bahwa setiap anak yang dilahirkan
dilengkapi dengan alat penguasaan bahasa yang disebut LAD (language
Acquisition Device). Adapun mengenai bahasa apa saja yang akan dikuasai anak
sangat bergantung dengan lingkungan dimana ia tinggal. Maka keturunan bangsa

3
manapun bisa menguasai bahasa apapun sesuai dengan dimana ia dibesarkan,
maka anak yang tinggal di Amerika sudah hampir bisa dipastikan bisa bahasa
inggris, begitupun yang di kawasan Arab, China, Indonesia. Tanpa perangkat
LAD seorang anak tidak mungkin bisa memiliki kemampuan berbahasa dalam
waktu cepat (Bawono, 2007).
Kelebihan dan kekurangan
Kelebihan:
a. Mampu memunculkan bakat yang dimiliki.
b. Mendorong mewujudkan diri yang berkompetensi.
c. Mendorong untuk menentukan pilihan.
d. Mendorong untuk membangun potensi dari dalam diri.
e. Mendorong untuk mengembangkan bakat minat.
Kekurangannya, teori ini memiliki pandangan seolah-olah sifat manusia tidak
bisa diubah karena telah ditentukan oleh sifat-sifat keturunannya.

2. Teori Behavioristik

Pandangan behavioristik beranggapan bahwa bahasa merupakan masalah


respondan sebuah imitasi. Tokoh yang menganut behavioristikini adalah Skinner
dan Bandurs. Dia menulis buku Verbal Behavior yang digunakan sebagai rujukan
bagi pengikut alran ini. Ia mengungkapkan bahwa berbicara dan memahami
bahasa diperoleh melalui rangsangan lingkungan, yaitu tentang teori belajar yang
disebut operant conditioning,oleh karena itu Skinner yakin bahwa perilaku verbal
adalah perilaku yang dikehendaki adalah perilaku yang dikendalikan oleh
akibatnya. Bila akibatnya itu hadiah atau sesuatu yang menyenangkan maka
perilaku ini akan terus dipertahankan, kemampuan dan frekuensinya akan terus
berkembang. Namun, sebaliknya, akibatnya adalah adalah hukuman maka akan
terjadi sebaliknya.

Sementara itu menurut Bandura, perkembangan bahasa dapat dkembangkan


melalui tiruan atau imitasi dari orang lain. bandura juga berpendapat bahwa anak
belajar bahasa dengan melakukan imitasi atau menirukan suatu model, yang
berarti tidak harus menirukan penguatan dari orang lain. dengan kata lain,
perkembangan keterampikan dasar bahasa pada anak usia dini ini diperoleh

4
melalui pergualan dan interaksi yang diperoleh anak dengan teman sebayanya
atau orang dewasa.

Tokoh penting dalam teori ini Jhon B.Watson dimana ia mencetuskan teori
belajar manusia manusia yang memusatkan perhatian pada aspek yang dirasakan
langsung pada perilaku berbahasa dan hubungannya dengan stimulus dan respon
terhadap lingkungan. Teori ini meyakini bahwa tindak balasan atau respon segala
sesuatu itu bisa terjadi hanya ada rangsangan atau stimulus. Dalam bahasa yang
sederahan ada reaksi karena ada aksi, ada akibat karena ada sebab, ada asap
karena ada api (Adriana, 2008).

Kelebihan dan kekurangan:

Kekurangan:

a. Pembelajaran peserta didik hanya berpusat pada guru.

b. Peserta didik hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru.

c. Peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi.

Kelebihan:

a. Sangat cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek


dan pembiasaan.

b. Materi yang diberikan sangat detail.

c. Membangun konsentrasi pikiran.

Prinsip-Prinsip Belajar Behaviorisme

Teknik Behaviorisme telah digunakan dalam pendidikan untuk waktu yang


lama untuk mendorong perilaku yang diinginkan dan untuk mencegah perilaku
yang tidak diinginkan.

 Stimulus dan Respons

Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa misalnya alat
peraga, gambar atau charta tertentu dalam rangka membantu belajarnya.

5
Sedangkan respons adalah reaksi siswa terhadap stimulus yang telah diberikan
oleh guru tersebut, reaksi ini haruslah dapat diamati dan diukur.

 Reinforcement (penguatan)

Konsekuensi yang menyenangkan akan memperkuat perilaku disebut


penguatan (reinforcement) sedangkan konsekuensi yang tidak menyenangkan
akan memperlemah perilaku disebut dengan hukuman (punishment).

1) Penguatan positif dan negatif

Pemberian stimulus positif yang diikuti respon disebut penguatan positif.


Sedangkan mengganti peristiwa yang dinilai negatif untuk memperkuat perilaku
disebut penguatan negatif

2) Penguatan primer dan sekunder

Penguat primer adalah penguatan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan


fisik. Sedangkan penguatan sekunder adalah penguatan yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan non fisik.

3) Kesegeraan memberi penguatan (immediacy)

Penguatan hendaknya diberikan segera setelah perilaku muncul karena akan


menimbulkan perubahan perilaku yang jauh lebih baik dari pada pemberian
penguatan yang diulur-ulur waktunya.

4) Pembentukan perilaku (Shapping)

Menurut skinner untuk membentuk perilaku seseorang diperlukan langkah-


langkah berikut :

a. Mengurai perilaku yang akan dibentuk menjadi tahapan-tahapan yang lebih


rinci;

b. menentukan penguatan yang akan digunakan;

c. Penguatan terus diberikan apabila muncul perilaku yang semakin dekat

dengan perilaku yang akan dibentuk.

6
5) Kepunahan (Extinction)

Kepunahan akan terjadi apabila respon yang telah terbentuk tidak mendapatkan
penguatan lagi dalam waktu tertentu.

Aplikasi Teori Behavioristik terhadap Pembelajaran Siswa

Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari


beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik
siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang
dirancang dan berpijak pada teori behvioristik memandang bahwa pengetahuan
adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan
rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah
memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau
siswa. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag
sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga
makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh
karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Siswa diharapkan akan memiliki
pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang
dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid (Degeng,
2006).

Demikian halnya dalam proses belajar mengajar, siswa dianggap sebagai objek
pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh
karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan
menggunakan standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus
dicapai oleh para siswa. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar siswa diukur
hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat
unobservable kurang dijangkau dalam proses evaluasi. Guru yang menggunakan
paradigma behaviorisme akan menyusun bahan pelajaran yang sudah siap
sehingga tujuan pembelajaran yang dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh
guru. Guru tidak hanya memberi ceramah tetapi juga contoh-contoh. Bahan

7
pelajaran disusun hierarki dari yang sederhana sampai yang kompleks. Hasil dari
pembelajaran dapat diukur dan diamati, kesalahan dapat diperbaiki. Hasil yang
diharapkan adalah terbentuknya suatu perilaku yang diinginkan.

Metode ini sangat cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan


praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur kecepatan, spontanitas,
kelenturan, daya tahan, contohnya percakapan bahasa asing, mengetik, menari,
menggunakan komputer, berenang, olahraga dan sebagainya. Teori ini juga cocok
diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi orang
dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan
bentuk-bentuk penghargaan langsung.

Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang


memberikan ruang gerak yang bebas bagi siswa untuk berkreasi,
bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem
pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus
dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya siswa
kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri
mereka karena teori behavioristik memandang bahwa sebagai pengetahuan telah
terstruktur rapi dan teratur, maka siswa atau orang yang belajar harus dihadapkan
pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat.
Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga
pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau
ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai
kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan
dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga,
ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Siswa atau
peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga
kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri siswa (Degeng,
2006). Kesimpulan mengenai kekurangan secara umum metode ini adalah
pembelajaran siswa yang berpusat pada guru bersifat mekanistik dan hanya
berorientasi pada hasil. Murid dipandang pasif, murid hanya mendengarkan,
menghafal penjelasan guru sehingga guru sebagai sentral dan bersifat otoriter.

8
Ciri-Ciri Teori Belajar Behavioristik

Pertama, aliran ini mempelajari perbuatan manusia bukan dari kesadarannya,


melainkan mengamati perbuatan dan tingkah laku yang berdasarkan kenyataan.
Pengalaman-pengalaman batin di kesampingkan serta gerak-gerak pada badan
yang dipelajari. Oleh sebab itu, behaviorisme adalah ilmu jiwa tanpa jiwa.

Kedua, segala perbuatan dikembalikan kepada refleks. Behaviorisme mencari


unsur-unsur yang paling sederhana yakni perbuatan-perbuatan bukan kesadaran
yang dinamakan refleks. Refleks adalah reaksi yang tidak disadari terhadap suatu
pengarang. Manusia dianggap sesuatu yang kompleks refleks atau suatu mesin.
Ketiga, behaviorisme berpendapat bahwa pada waktu dilahirkan semua orang
adalah sama. Menurut behaviorisme pendidikan adalah maha kuasa, manusia
hanya makhluk yang berkembang karena kebiasaan-kebiasaan, dan pendidikan
dapat mempengaruhi reflek keinginan hati.

3. Teori Perkembangan Kognitif

Teori ini beranggapan bahwa berpikir sebagai prasyarat berbahasa, terus


berkembang sebagai hasil dari pengalaman dan penalaran. Teori ini menekankan
proses berpokir dan penalaran. Salah satu tokoh yang terkemuka adalah Jean
Paget. Jean Paget mengemukakan bahwa perkembangan bahasa bersifat progresif
dan terjadi pada setiap tahap perkembangan. Perkembangan anak secara umum
dan dan perkembangan bahasa awal anak berkaitan erat dengan berbagai kegiatan
anak, objek dan kejadian yang mereka alami dengan menyentuh, mendengar,
melihat, merasa, dan mencium.

Menurut Piaget, perkembangan kognitif yang terjadi dalam diri anak


mempunyai empat aspek, yaitu kematangan (merupakan pengembangan dari
susunan syaraf), pengalaman (merupakan hubungan timbal balik antarorganisme
dengan lingkungannya), transmisi sosial (pengaruh-pengaruh yang diperoleh
dalam hubungannya dengan lingkungan sosial), ekuilibrasi (adanya kemampuan
yang mengatur dalam diri anak agar ia selalu mampu mempertahankan
keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap lingkunganya).

9
Selanjutnya, Paget menyusun tahapan perkembangan kognitig ke dalam lima
yahapan sebagai berikut:

1) Tahap Sensorimotor.
Pada tahap ini, bayi menggunakan kemampuan respon dan motor untuk
memahami dunia. Berawal dari reflek dan berakhir dengan kombinasi
kompleks dari kemampuan sensorimotor.
2) Tahap Praoprasional.
Pada tahap ini, anak mempunyai gambaran mental dan mampu untuk
berpura-pura, anak mulai menggunakan symbol.
3) Tahap konket operasional.
Pada tahap ini, anak tidak hanya menggambarkan symbol, tetapi dapat
memanipulasi symbol secara logika.
4) Tahap formal operasional.
Pada tahap ini, gaya berpikir melibatkan penggunaan operasional logika
dan menggunakannya secara mutlak.

Selain Piaget, Vygtsky juga mengemukakan bahwa perkembangan kognitif dan


bahasa anak berkaitan erat dengan kebudayaan dan masyarakat tempat anak
dibesarkan. Dalam kaitannya dengan perkembangan kemampuan bahasa bukan
murni dari bawaan (Navitis), bukan juga karena tingkah lakunatau perubahan
(behavior), tetapi lebih pada kebudayaan dan tempat asal anak. Vygotsky juga
mengemukakan bahwa melalui alat berpikir (tool of the mind) inilah
perkembangan kognitif dan bahasa seseorang berkembang sejak usia dini sampai
dewasa.

Vygotsky mengemukakan beberapa fungsi alat berpikir, yaitu:

a) Membantu memecahkan masalah

b) Memudahkan dalam melakukan tindakan, memperluas tindakan, dan


melakukan sesuatu sesuai dengan kapasitas alaminya.

Vygotsky juga mengemukakan peningkatan fungsi-fungsi mental seseorang


terutama berasal dari kehidupan sosial atau kelompoknya dan muncullah istilah
Zona Proaximal Development (ZAP) untuk tugas-tugas yang sulit untuk dipahami

10
sendiri ileh anak. Dengan bimbingan dan bantuan dari orang dewasa anak akan
memiliki keterampilan untuk mengerjakan tugas-tugas tersebut.

Tokoh lain yang termasuk pada aliran teori kognitif ini ialah Bruner. Bruner
menyatakan bahwa anak belakar dari yang konkret ke abstrak melalui tia tahapan,
yaitu enactive, iconic, dan symbolic. Pada tahap enactive, anak berinteraksi
dengan objek berupa benda-benda, orang, dan kejadian. Dari interkasi tersebut
anak belajar nama dan merekam symbol dan kejadian. Pada proses iconica, nak
mulai belajar mengembang simbol dengan benda. Tahap terakhir, symbolic, anak
mengembangkan konsep. Pada tahap ini, anak mulai belajar berpikir abstrak, anak
mampu menghubungkan tahap ini, anak mampu menghubungkan berkaitan antara
berbagai benda, orang atau objek salam suatu urutan kejadian. Ia juga mulai
mengembangkan arti atau makna dari suatu kejadian Khadijah. (2006).

Kelebihan dan kekurangan

Kelebihan :

a. Siswa mendapat bimbingan dari guru pada saat belajar.

b. Pembelajaran berpusat pada otak.

c. Siswa belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.

Kekurangan :

a. Kemampuan fungsi kognisi dari setiap siswa dianggap sama

b. Siswa tidak dapat menemukan gaya belajarnya sendiri.

c. Kuantitas kognisi lebih ditekankan darpada kualitas.

4. Teori Pragmatik

Pragmatik sebagai salah satu bidang ilmu linguistik, mengkhususkan


pengkajian pada hubungan antara bahasa dan konteks tuturan. Berkaitan dengan
itu, Mey (dalam Rahardi, 2003:12) mendefinisikan pragmatik bahwa “pragmatics
is the study of the conditions of human language uses as there determined by the

11
context of society”, ‘pragmatik adalah studi mengenai kondisi- kondisi
penggunaan bahasa manusia yang ditentukan oleh konteks masyarakat’.

Levinson (dalam Rahardi, 2003:12) berpendapat bahwa pragmatik sebagai


studi perihal ilmu bahasa yang mempelajari relasi-relasi antara bahasa dengan
konteks tuturannya. Konteks tuturan yang dimaksud telah tergramatisasi dan
terkodifikasikan sedemikian rupa, sehingga sama sekali tidak dapat dilepaskan
begitu saja dari struktur kebahasaannya.

Menurut Tarigan (1985:34) pragmatik merupakan telaah umum mengenai


bagaimana caranya konteks mempengaruhi cara seseorang menafsirkan kalimat.
Pendapat lainnya disampaikan Leech (1993:1) bahwa seseorang tidak dapat
mengerti benar-benar sifat bahasa bila tidak mengerti pragmatik, yaitu bagaimana
bahasa digunakan dalam komunikasi. Pernyataan ini menunjukan bahwa
pragmatik tidak lepas dari penggunaan bahasa.

Salah satu bidang pragmatik yang menonjol adalah tindak tutur. Pragmatik dan
tindak tutur mempunyai hubungan yang erat. Hal itu terlihat pada bidang
kajiannya. Secara garis besar antara tindak tutur dengan pragmatik membahas
tentang makna tuturan yang sesuai konteksnya. Hal itu sesuai dengan, David R
dan Dowty (dalam Rahardi, 2003:12), secara singkat menjelaskan bahwa
sesungguhnya ilmu bahasa pragmatik adalah telaah terhadap pertuturan langsung
maupun tidak langsung, presuposisi, implikatur, entailment, dan percakapan atau
kegiatan konversasional antara penutur dan mitra tutur.

Istilah pragmatik pertama-tama digunakan oleh filosof kenamaan Charles


Morris (1938). Filosof ini memang memiliki perhatian besar terhadap ilmu yang
mempelajari sistem tanda (semiotik). Pragmatik merujuk ke telaah makna dalam
interaksi yang mencakup makna si pembicara dan konteks-konteks di mana ujaran
yang dikeluarkan (Jucker, 1998: 830). Ninio dan Snow (1996: 45) menyatakan
bahwa komunikasi nonverbal pada anak sebelum mengeluarkan bentuk yang
bermakna sebenarnya merupakan kemampuan pragmatik anak. Mereka
mengatakan anak sebanarnya sudah tahu mengenai esensi penggunaan bahasa
pada waktu anak berumur beberapa minggu. Kent dan Miolo (1996: 304) bahkan
mengatakan bahwa janin pun sebenarnaya telah terekspos pada bahasa manusia

12
melelui lingkungan intrauterin. Hal ini kemudian tampak dari kesukaan dari suara
ibunya dari pada suara orang lain. perbedana antara orang dewasa dengan bayi
hanyalah bahwa bayi menaggapi ujaran orang dewasa tidak secara verbal.
Senyum, tawa, tangis, dan teriakan kecil semua merupakan piranti pragmatik
anak.

Wijana (1992: 2) dalam bukunya Dasar-Dasar Pragmatik mengemukakan


bahwa pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa
secara eksternal yakni bagaimana satuan kebahasaan itu digunakan dalam
komunikasi. Jadi makna yang dikaji dalam pragmatik adalah makna yang terikat
konteks atau dengan kata lain mengkaji maksud penutur.

Leech (dalam Gunawan 2004:2) melihat pragmatik sebagai bidang kajian dalam
bidang linguistik yang memiliki kaitan dengan semantik. Keterkaitan ini disebut
semantisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari pragmatik dan
komplementarisme atau melihat semantik dan pragmatik sebagai dua bidang yang
saling melengkapi. Pragmatik dibedakan menjadi dua:

1. Pragmatik sebagai sesuatu yang diajarkan, ini dapat dibedakan menjadi dua

yaitu pragmatik sebagai bidang kajian linguistik dan pragmatik sebagai salah
satu segi di dalam bahasa; dan

2. Pragmatik sebagai sesuatu yang mewarnai tindakan mengajar.

Pragmatik pada dasarnya memperhatikan aspek-aspek proses komunikatif (Noss


dan Llamzon, 1986: 34). Menurut Noss dan Llamzon, dalam kajian pragmatik ada
empat unsur pokok, yaitu hubungan antarperan , latar peristiwa, topik dan medium
yang digunakan. Pragmatik mengarah kepada kemampuan menggunakan Bahasa
dalam berkomunikasi yang menghendaki adanya penyesuaian bentuk (bahasa)atau
ragam bahasa dengan faktor-faktor penentu tindak komunikatif.

Pragmatik sebagaimana yang telah diperbincangkan di Indonesia dewasa ini,


paling tidak dapat dibedakan atas dua hal, yaitu :

(1) pragmatik sebagai sesuatu yang diajarkan,

(2) pragmatik sebagai suatu yang mewarnai tindakan mengajar.

13
Bagian pertama masih dibagi lagi atas dua hal, yaitu :

(a) pragmatik sebagai bidang kajian linguistik, dan

(b) pragmatik sebagai salah satu segi di dalam bahasa atau disebut „fungsi
komunikatif‟ (Purwo, 1990: Pragmatik juga diartikan sebagai syarat-syarat yang
mengakibatkan serasi-tidaknya pemakaian bahasa dalam komunikasi; aspek-aspek
pemakaian bahasa atau konteks luar bahasa yang memberikan sumbangan kepada
makna ujaran (Kridalaksana, 1993: 177).

Menurut Verhaar (1996: 14), pragmatik merupakan cabang ilmu linguistik


yang membahas tentang apa yang termasuk struktur bahasa sebagai alat
komunikasi antara penutur dan pendengar, dan sebagai pengacuan tanda-tanda
bahasa pada hal-hal “ekstralingual” yang dibicarakan.

Purwo (1990: 16) mendefinisikan pragmatik sebagai telaah mengenai makna


tuturan (utterance) menggunakan makna yang terikat konteks. Sedangkan
memperlakukan bahasa secara pragmatik ialah memperlakukan bahasa dengan
mempertimbangkan konteksnya, yakni penggunaannya pada peristiwa komunikasi
(Purwo, 1990: 31).

5. Teori Intruksional

Teori instruksional adalah "sebuah teori yang menawarkan panduan eksplisit


tentang bagaimana membantu orang belajar dan berkembang dengan lebih baik."
Ini memberikan wawasan tentang apa yang mungkin terjadi dan mengapa
sehubungan dengan berbagai jenis kegiatan belajar mengajar sambil membantu
menunjukkan pendekatan untuk evaluasi mereka. Desainer instruksional fokus
pada cara terbaik untuk menyusun materi dan perilaku instruksional untuk
memfasilitasi pembelajaran.

Teori instruksional berbeda dengan teori belajar. Sebuah teori belajar menjelaskan
bagaimana pembelajaran terjadi, dan teori instruksional mengatur bagaimana
membantu orang belajar dengan lebih baik. Teori pembelajaran sering
menginformasikan teori instruksional, dan tiga sikap teoritis umum mengambil

14
bagian dalam pengaruh ini: behaviorisme (belajar sebagai akuisisi respon),
kognitivisme (belajar sebagai akuisisi pengetahuan), dan konstruktivisme (belajar
sebagai konstruksi pengetahuan). Teori instruksional membantu kita menciptakan
kondisi yang meningkatkan kemungkinan belajar. Tujuannya adalah untuk
memahami sistem pembelajaran dan untuk meningkatkan proses pembelajaran.

Teori instruksional mengidentifikasi seperti apa instruksi atau pengajaran itu. Ini
menguraikan strategi bahwa seorang pendidik dapat mengadopsi untuk mencapai
tujuan pembelajaran . Teori instruksional disesuaikan berdasarkan konten
pendidikan dan yang lebih penting gaya belajar siswa. Mereka digunakan sebagai
pedoman/alat mengajar oleh guru/pelatih untuk memfasilitasi pembelajaran .
Teori instruksional mencakup metode, model, dan strategi instruksional yang
berbeda.

Prinsip Instruksi Pertama David Merrill membahas metode pengajaran universal ,


metode situasional dan ide inti dari paradigma pengajaran pasca-industri.

Metode Instruksi Universal :

1. Prinsip Berpusat pada Tugas - instruksi harus menggunakan progresi dari


keseluruhan tugas yang semakin kompleks.
2. Prinsip Demonstrasi - instruksi harus membimbing peserta didik melalui
keterampilan dan terlibat dalam diskusi/demonstrasi rekan.
3. Prinsip Aplikasi - instruksi harus memberikan umpan balik intrinsik atau
korektif dan melibatkan kolaborasi rekan.
4. Prinsip Aktivasi - instruksi harus dibangun di atas pengetahuan
sebelumnya dan mendorong peserta didik untuk memperoleh struktur
untuk mengatur pengetahuan baru.
5. Prinsip Integrasi - instruksi harus melibatkan peserta didik dalam kritik
rekan dan mensintesis pengetahuan yang baru diperoleh.

15
Metode Situasional:

berdasarkan pendekatan yang berbeda untuk instruksi

1. Bermain peran
2. Sinektik
3. belajar penguasaan
4. Instruksi langsung
5. Diskusi
6. Resolusi konflik
7. pembelajaran rekan
8. Pembelajaran berdasarkan pengalaman
9. Pembelajaran berbasis masalah
10. Pembelajaran berbasis simulasi

berdasarkan hasil belajar yang berbeda:

1. Pengetahuan
2. Pemahaman
3. Aplikasi
4. Analisis
5. Perpaduan
6. Evaluasi
7. Perkembangan afektif
8. Pembelajaran terpadu

16
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasaan pada makalah ini yaitu ada
beberapa teori pengembangan penembangan bahasa yang berkaitan dengan
pengembangan bahasa. Teori Navitis ini berpandangan bahwa ada unsur
keterkaitan yang erat antara faktor biologis dengan perkembangan bahasa. Teori
Behavioristik, Pandangan behavioristik beranggapan bahwa bahasa merupakan
masalah respon dan sebuah imitasi. Teori ini beranggapan bahwa berpikir sebagai
prasyarat berbahasa, terus berkembang sebagai hasil dari pengalaman dan
penalaran. Teori ini menekankan proses berpokir dan penalaran. Menurut teori ini,
pemerolehan bahasa adalah hasil interaksi antara kemampuan psikologis siswa
dan lingkungan bahasa. Pragmatik adalah telaah penggunaan bahasa nyata dan
sesuai dengan konteks pemakainya, sedangkan konteks yang dimaksud adalah
segala latar belakang pengetahuan dimiliki oleh penutur dan mitra tutur serta
menyertai dan mewadahi sebuah tuturan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Isna, A. (2019). Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini. Al Athfal: Jurnal Kajian
Perkembangan Anak Dan Manajemen Pendidikan Usia Dini, 2(1), 62-69.

Jurnal Bahasa dan Sastra Volume 3 No 10 (2018) ISSN 2302-2043

DESAIN, C. I. Y. M. (2021). INSTRUKSIONAL. Tulisan Bersama Tentang


Desain Pembelajaran SD, 18.

Asfar, A. M. I. T., Asfar, A. M. I. A., & Halamury, M. F. (2019). Teori


Behaviorisme. Makasar: Program Doktoral Ilmu Pendidikan. Universitas
Negeri Makassar.

18

Anda mungkin juga menyukai