Anda di halaman 1dari 18

PEMEROLEHAN FONOLOGI, SEMANTIK, dan SINTAKSIS

Disusun dan Diajukan Guna Memenuhi Tugas Semester Genap

Mata Kuliah : Moh. Shofiuddin Shofi, M.Pd.

Dosen : Psikolinguistik

Disusun Oleh:

Ahmad Ainul Yaqin NIM. 40421029

Nandah Elviana NIM. 40421027

Lintang Fairuza Syaraseti NIM. 40421039

Jumaroh Ristian Ningsih NIM. 40421016

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA
BUMIAYU
2023

i
PRAKATA
Bismillahirohmannirrahim
Dengan memanjatkan puji sukur kehadirat Allah Swt, serta shalawat dan salam
kepada Nabi tercinta Muhammad saw. Penyusun dapat menyelesaikan makalah
ini meskipun dengan segala kekurangannya. Makalah ini berisi pemaparan materi
terkait Pemerolehana sintaksis, semantic, dan fonologi. Adapun maksud dan
tujuan makalah ini antara lain untuk memenuhi tugas untuk mata kuliah
Psikolinguistik semester genap Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan program
studi Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Peradaban Bumiayu.
Penyusun sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh
lagi agar makalah ini bisa pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi
kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Mudah-mudahan kami dapat
menyusun makalah yang lebih baik lagi dan makalah ini dapat bermanfaat
khususnya bagi penyusun dan para pembaca pada umumnya.

Bumiayu, 11 Juni 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul................................................................................................ i

Kata Pengatar................................................................................................. ii

Daftar Isi.......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1

A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 2
C. Tujuan Penelitian.................................................................................. 2
D. Manfaat................................................................................................. 2

BAB II KAJIANTEORI................................................................................. 3

A. Teori Pemerolehan Bahasa............................................................. 3


B. Pengertian Fonologi........................................................................ 5
C. Pengertian Sintaksis........................................................................ 5
D. Pengertian Semantik....................................................................... 6

BAB III PEMBAHASAN............................................................................... 8

A. Pemerolehan Bahasa dari Segi Fonologi............................................. 8


B. Pemerolehan Bahasa dari Segi Semantik............................................. 10
C. Pemerolehan Bahasa dari Segi Sintaksi................................................ 10

BAB IV PENUTUP......................................................................................... 11

A. Simpulan............................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belankang
Bahasa adalah salah satu hal yang terpenting yang dimiliki oleh manusia dan
merupakam anugerah dari Tuhan yang Maha Esa. Bahasa adalah alat
berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari, Sejak bayi kita telah diberikan
kemampuan berbahasa walaupun belum dapat menggunakan bahasa tersebut
dengan baik dan benar. Setiap anak di dunia pada umumnya memiliki LAD
(Language Acquisition Device) yaitu alat pemerolehan bahasa yang di dalam
otaknya. Pemerolehan bahasa pada anak terjadi saat umur 0-5 tahun.
Pemerolehan bahasa pada anak untuk pertama kalinya diperolehnya dari
lingkungan keluarga baik ibu, ayah, nenek serta saudaranya, oleh karena itu
pemerolehan bahasa pertama sering juga disebut dengan bahasa ibu (B1) karna
saat bayi umumnya ibulah yang sering bercerita dan berinteraksi dengan si bayi
tersebut. Bahasa pertama anak diperoleh melalui pemerolehan bahasa.
Pemerolehan bahasa bisa terjadi karena beberapa faktor yaitu: faktor
alamiah (nature) maupun faktor lingkungan (nurture), keduanya tidak bisa
dipisahkan antara satu dengan lainnya. Nature diperlukan karena tanpa bekal
kodrati makhluk tidak mungkin dapat berbahasa. Nurture juga diperlukan
karena tanpa adanya input dari alam sekitar bekal kodrati tersebut tidak akan
terwujud (Ayuba, 2016: 3). Istilah pemerolehan bahasa merupakan padanan
kata acquisition yaitu dipakai dalam proses penguasaan bahasa pertama sebagai
salah satu perkembangan yang terjadi pada seorang manusia sejak lahir. Yang
dimaksud dengan pemerolehan bahasa (language acquisition) di sini adalah
proses-proses yang berlaku yang berada di pusat bahasa dalam otak seorang
anak (bayi) pada waktu ia sedang memperoleh bahasa ibunya (Simanjuntak,
2009: 104).
Makalah ini berisi pemaparan materi pemerolehan bahasa dari segi
sintaksis, semantik dan fonologi.

1
2

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini yaitu:
1. Mempelajari apa itu peroses pemerolehan bahasa dari segi sintaksis?
2. Mempelajari apa itu peroses pemerolehan bahasa dari segi semantik?
3. Mempelajari apa itu peroses pemerolehan bahasa dari segi fonologi?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini bermaksud untuk:
1. Bertujuan untuk mengetahi peroses pemerolehan bahasa dari segi
sintaksis.
2. Bertujuan untuk mengetahui peroses pemerolehan bahasa dari segi
semantik.
3. Bertujuan untuk mengetagu peroses pemerolehan bahasa dari segi
fonologi.
D. Manfaat
Manfaat dari penelitian ini yaitu pengetahuan akan proses pemerolahan bahasa
pada manusia yang pada umumnya bahasa pertama adalah bahasa ibu. Selain
itu pemerolehan bahasa dapat terjadi dari segi sintaksis, semantik, dan
fonologi.
3
BAB II

KAJIAN TEORI
A. Teori Pemerolehan bahasa
Menurut Suharti, Khusnah, Ningsih, Shiddiq, Saputra, & Purba (2021, 31-
46) dalam bukunya berjudul “Kajian Psikolinguistik” teori pemerolehan
bahasa yaitu ada 4 diantaranya:
1. Aliran Behaviorisme
Kata behaviorisme berasal dari kata behave yaitu berperilaku dan isme
artinya aliran. Aliran dalam hal ini yaitu mempelajari perilaku manusia.
Pada kajian psikolinguistik, aliran behaviorisme menyoroti aspek perilaku
kebahasaan yang dapat diamati langsung dan hubungan antara rangsangan
(stimulus) dan reaksi (response).
Menurut aliran behaviorisme, keterampilan berbicara dan
memahami bahasa pada anak diperoleh melalui rangsangan dari
lingkungan. Anak-anak dianggap sebagai penerima tekanan lingkungan
yang pasif dan tidak berperan aktif dalam perkembangan perilaku verbal
mereka. Selain itu kaum behavioris tidak hanya tidak mengenal peran
aktif anak dalam proses pemerolehan bahasa, tetapi juga tidak mengenal
kematangan anak. Kemajuan perkembangan bahasa sangat tergantung
pada jumlah waktu latihan yang disediakan oleh lingkungan. Behavioris
menolak gagasan bahwa anak-anak menguasai aturan bahasa dan
memiliki kemampuan untuk mengabstraksi ciri-ciri penting dari bahasa di
lingkungannya.
2. Aliran kognitif
Jean Piaget mengemukakan (1896-1980). Aliran tersebut dimulai bersama
pengembangan teori Adanya "perkembangan kognitif" tentang perspektif
Kemampuan bagaiamana seseorang mampu untuk berpikir tentang
perubahan progresif dan berurutan, di mana proses mental menjadi
semakin meningkat rumit. Menurut aliran ini, bahasa bukanlah fitur sifat
independen, tapi salah satu kompetensi yang bersumber dari kematangan
kognitif.

4
5

Menurut Maksan aliran kognitivisme berdasarkan pada


perkembangan kognitif anak. Bahasa itu diperoleh oleh anak berdasarkan
perkembangan kognitifnya. Apabila seorang anak perkembangan
kognitifnya lancar dan normal, maka pemerolehan bahasa dan
pemerolehan kemampuan lainnya juga akan normal. (Suharti, Khusnah,
Ningsih, Shiddiq, Saputra, & Purba 2021, 39- 40).
3. Aliran Mentalistivisme
Kaum aliran mentalistivisme mengatakan bahwa seorang manusia
dipandang memiliki sebuah akal (mind) yang berbeda dari badan (body)
orang tersebut, artinya bahwa badan dan akal dianggap sebagai dua hal
yang berinteraksi satu sama lain yang salah satu diantaranya mungkin
menyebabkan atau mungkin mengontrol peristiwa-peristiwa yang terjadi
pada bagian lainnya.
Mengenai perkembangan bahasa, Pillsbury dan Meader
mengatakan bahwa manusia mula-mula berpikir, kemudian
mengungkapkan pikirannya dengan kata-kata. Dalam prosesnya
diperlukan pengetahuan tentang bagaimana kata-kata itu digunakan,
bagaimana kata-kata dihubungkan dengan ide-ide nonverbal, bagaimana
ide-ide muncul dan terwujud dalam bentuk imajinasi, bagaimana gerakan
ucapan dipicu oleh ide, dan bagaimana pendengar atau pembaca
menerjemahkan kata-kata yang didengarnya. Dalam artian teori ini
berpendapat bahwa pemerolehan bahasa harus belajar terlebih dahulu.
4. Aliran Nativisme
Nativisme adalah pemerolehan bahasa karena suatu bakat, dalam hal ini
setiap manusia dilahirkan sudah memiliki bakat untuk memperoleh dan
belajar bahasa. Teori tentang bakat bahasa itu memperoleh dukungan dari
berbagai sisi. Eric Lenneberg (1967) membuat proposisi bahwa bahasa itu
merupakan perilaku khusus manusia dan bahwa cara pemahaman tertentu,
pengkategorian kemampuan, dan mekanisme bahasa yang lain yang
berhubungan ditentukan secara biologis (Brown dalam Suharti, Khusnah,
Ningsih, Shiddiq, Saputra, & Purba 2021, 46).
6

Nativisme dalam hal ini berpendapat bahwa pemerolehan bahasa


itu diperoleh karena suatu bakat atau sejak lahir.

B. Pengertian Fonologi
Kajian fonologi dibedakan atas fonetik dan fonemik. Objek kajian fonetik adalah
fon berupa bunyi yang pada umumnya tanpa memperhatikan apakah bunyi
tersebut membedakan makna atau tidak. Sebaliknya, objek kajian fonemik
adalah fonem, yakni bunyi bahasa yang membedakan makna kata.
Kajian fonetik yaitu mempelajari bunyi-bunyi /u/ yang berbeda pada
kata-kata seperti busur, buku, dan kuil atau meneliti perbedaan bunyi /i/ seperti
yang terdapat pada kata-kata isi, indah, dan pasir. Jika bunyi itu membedakan
makna, maka bunyi tersebut kita sebut fonem dan bukan fonem apabila tidak
membedakan makna. Jadi, jelaslah bahwa fonem adalah bunyi bahasa yang
fungsional, yaitu membedakan makna kata (Alek, 2018: 42). Jadi dalam hal ini
fonologi adalaha ilmu yang mempelajari bunyi-bunyi bahasa atau
pembendaharaan bahasa pada manusia.

C. Pengertian Sintaksis
Sintaksis adalah bagian-bagian dari subsistem gramatika atau tata bahasa.
Jika dalam morfologi yang dikaji adalah struktur intern kata, maka dalam
sintaksis yang dikaji adalah struktur kalimat. dalam prakteknya, sintaksis
membatasi kajiannya sampai dengan kalimat. Maksudnya, sintaksis
menganggap atau memperlakukan kalimat sebagai satuan terbesar.
Meskipun demikian, perlu disadari bahwa dalam pertuturan, kalimat
bukanlah satuan yang besar. kalimat menjadi bagian dari satuan yang lebih
besar, yaitu wacana. secara berturut-turut dalam sintaksis terdapat alat
sintaksis, satuan sintaksis, kata sebagai satuan sintaksis, frase sebagai satuan
sintaksis, klausa sebagai satuan sintaksis, kalimat sebagai satuan sintaksis,
fungsi sintaksis, dan peran sintaksis (Alek, 2018: 74). Jadi dapat
disimpulkan bahwa sintaksis adalah ilmu tentang tatacara membuat kalimat
atau hubungan unsur bahasa sehingga membentuk tataran kalimat.
7

D. Pengertian Semantik
Semantik di dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Inggris semantics,
dari bahasa Yunani sema (nomina tanda) atau dari verba samaino
(menandai, berarti) Istilah tersebut digunakan para pakar bahasa untuk
menyebut bagian ilmu bahasa yang mempelajari makna. Semantik
merupakan bagian dari tiga tataran bahasa yang meliputi fonologi,
morfologi, dan sintaksis. Istilah semantik baru muncul pada tahun 1894
yang dikenal melalui American Philological Association (organisasi filologi
Amerika) dalam sebuah artikel yang berjudul Reflected Meanings: A point
in Semantics. Istilah semantik sendiri sudah ada sejak abad ke-17 bila
dipertimbangkan melalui frase semantic philosophy. Sejarah semantik dapat
dibaca di dalam artikel “An Account of the Word Semantics (Word, No.4
thn. 1948: 78-9). Breal melalui artikelnya yang berjudul “Le Lois
Intellectuelles du Langage” mengungkapkan istilah semantik sebagai bidang
baru dalam keilmuan.
Dalam bahasa Prancis istilah tersebut dikenal dengan semantique.
Breal masih menyebut semantik sebagai ilmu murni historis (historical
semantics). Historical semantics ini cenderung mempelajari semantik yang
berhubungan dengan unsur-unsur luar bahasa, misalnya latar belakang
perubahan makna, perubahan makna, hubungan perubahan makna dengan
logika, psikologi, dst. Karya Breal ini berjudul Essai de Semantique (akhir
abad ke-19). Reisig sebagai salah seorang ahli klasik mengungkapkan
konsep baru tentang gramatika (tata bahasa) yang meliputi tiga unsur utama,
yakni etimologi, (studi asal-usul kata sehubungan dengan perubahan bentuk
maupun makna) sintaksis (tata kalimat), dan semasiologi (ilmu tanda
makna). Semasiologi sebagai ilmu baru pada 1820-1925 itu belum disadari
sebagai semantik. Istilah semasiologi sendiri adalah istilah yang
dikemukakan Reisig. Berdasarkan pemikiran Reisig tersebut maka
perkembangan semantik dapat dibagi dalam tiga masa pertumbuhan, yakni
8

masa pertama yang meliputi setengah abad termasuk di dalam kegiatan


Reisig. Masa ini disebut Ullman sebagai underground period. Masa Kedua,
yakni semantik sebagai ilmu murni historis (pandangan historical semantics)
ditandai dengan munculnya karya klasifikasi Breal (1883). Masa
perkembangan ketiga, yakni studi makna ditandai dengan munculnya karya
filolog Swedia Gustaf Stern (1931) yang berjudul Meaning and Change of
Meaning with Spesial Reference to the English Language.
Stern melakukan kajian makna secara empiris dengan bertolak dari
satu bahasa (Inggris). Semantik dinyatakan dengan tegas sebagai ilmu
makna. Baru pada tahun 1990-an dengan munculnya Essai de Semantique
dari Breal, yang kemudian pada periode berikutnya disusul oleh karya Stern
(1931). Akan tetapi, sebelum kelahiran karya Stern, di Jenewa telah
diterbitkan bahan, kumpulan kuliah dari seorang pengajar bahasa, yang
sangat menentukan arah perkembangan linguistik berikutnya, yakni karya
Ferdinand de Saussure, yang berjudul Cours de Linguistique Generale
(Alek, 2018: 87). Dapat disimpulkan bahwa semantik adalah ilmu yang
mepelajari makna suatu bahasa.
BAB III

PEMBAHASAN

A. Pemerolehan Bahasa dari Segi Fonologi


Secara fonologis, anak yang baru lahir memiliki perbedaan organ bahasa yang
amat mencolok dibanding orang dewasa. Berat otaknya hanya 30% dari
ukuran orang dewasa. Rongga mulut yang masih sempit itu hampir dipenuhi
oleh lidah. Seiring bertambahnya umur akan melebarkan rongga mulut.
Pertumbuhan ini memberikan ruang gerak yang lebih besar bagi anak untuk
menghasilkan bunyi-bunyi bahasa. Pemerolehan fonologi atau bunyi-bunyi
bahasa diawali dengan pemerolehan bunyi-bunyi dasar.
Menurut Jakobson (Ardiana dan Sodiq, 2000) bunyi dasar dalam
ujaran manusia adalah /p/, /a/, /i/, /u/, /t/, /c/, /m/, dan seterusnya. Kemudian
pada usia satu tahun anak mulai mengisi bunyi-bunyi tersebut dengan bunyi
lainnya. Misalnya /p/ dikombinasikan dengan /a/ menjadi pa/ dan /m/
dikombunisakan dengan /a/ menjadi /ma/. Setelah anak mampu memproduksi
bunyi maka seiring dengan berjalannya waktu, anak akan lebih mahir dalam
memproduksi bunyi. Hal ini dipengaruhi oleh lingkungan, kognitif dan juga
alat ucapnya.
Sebagaiman dijelaskan oleh Arifuddin dalam (Suardi, Ramdhan,dan
Asri, 2019: 271-272) tahap pemerolehan bahasa dibagi menjadi empat tahap,
yaitu praujaran, meraban, tahap satu kata, dan tahap penggabungan kata
sebagai berikut.
1. Tahap praujaran pada tahap ini, bunyi-bunyi bahasa yang dihasilkan anak
belumlah bermakna. Bunyi-bunyi itu memang telah menyerupai vokal
atau konsonan tertentu. Tetapi, secara keseluruhan bunyi tersebut tidak
mengacu pada kata dan makna tertentu. Fase ini berlangsung sejak anak
lahir sampai berumur 12 bulan.
a) Pada umur 0-2 bulan, anak hanya mengeluarkan bunyi-bunyi refleksif
untuk menyatakan rasa lapar, sakit, atau ketidaknyamanan. Sekalipun

9
bunyibunyi itu tidak bermakna secara bahasa, tetapi bunyi-bunyi itu
merupakan bahan untuk tuturan selanjutnya.

10
11

b) Pada umur 2-5 bulan, anak mulai mengeluarkan bunyi-bunyi vokal


yang bercampur dengan bunyi-bunyi mirip konsonan. Bunyi ini biasanya
muncul sebagai respon terhadap senyum atau ucapan ibunya atau orang
lain.
c) Pada umur 4-7 bulan, anak mulai mengeluarkan bunyi agak utuh
dengan durasi yang lebih lama. Bunyi mirip konsonan atau mirip
vokalnya lebih bervariasi.
d) Pada umur 6-12 bulan, anak mulai berceloteh. Celotehannya
merupakan pengulangan konsonan dan v okal yang sama seperti/ba ba
ba/, mama ma/, da da da/.
2. Tahap satu kata fase ini berlangsung ketika anak berusia 12-18 bulan.
Pada masa ini, anak menggunakan satu kata yang memiliki arti yang
mewakili keseluruhan idenya. Tegasnya, satu kata mewakili satu atau
bahkan lebih frase atau kalimat. Oleh karena itu, frase ini disebut juga
tahap holofrasis (kata yang mewakili seluruh makna) seperti mimi, atid,
nakang, dan lain-lain.
3. Tahap dua kata fase ini berlangsung sewaktu anak berusia sekitar 18-24
bulan. Pada masa ini, kosakata dan gramatika anak berkembang dengan
cepat. Anak-anak mulai menggunakan dua kata dalam berbicara.
Tuturannya mulai bersifat telegrafik. Artinya, apa yang dituturkan anak
hanyalah kata-kata yang penting saja, seperti kata benda, kata sifat, dan
kata kerja. Kata-kata yang tidak penting, seperti mama mam, papah ikut,
kotor patu dan lain-lain.
4. Tahap penggabungan kata fase ini berlangsung ketika anak berusia 3-5
tahun atau bahkan sampai mulai bersekolah. Pada usia 3-4 tahun, tuturan
anak mulai lebih panjang dan tata bahasanya lebih teratur. Dia tidak lagi
menggunakan hanya dua kata, tetapi tiga kata atau lebih. Pada umur 5-6
tahun, bahasa anak telah menyerupai bahasa orang dewasa.
12

B. Pemerolehan Bahasa dari Segi Semantik


Tahap pemerolehan semantik struktur pertama diperoleh oleh anak bukanlah
struktur sintaksis melainkan makna (semantik). Sebelum mampu
mengucapkan kata sama sekali, anak-anak rajin mengumpulkan informasi
tentang lingkungannya. Anak menyusun fitur-fitur semantic sederhana
terhadap kata yang dikenalnya. Hal yang dipahami dan dikumpulkan oleh
anak itu akan menjadi pengetahuan tentang dunianya. Pemahaman makna
merupakan dasar pengujaran tuturan.
Salah satu bentuk awal yang dikuasai anak adalah nomina,
terutama yang akrab atau dekat dengan tempat tinggalnya, misalnya anggota
keluarga, family dekat, binatang peliharaan, buah dan sebagainya.
Kemudian diikuti dengan penguasaan verba secara bertingkat, dari verba
yang umum menuju verba yang lebih khusus atau rumit. Verba yang
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, seperti jatuh, pecah, habis, mandi,
minum, dan pergi dikuasai lebih dahulu daripada verba jual dan beli. Dua
kata terakhir memiliki tingkat kerumitan semantik yang lebih tinggi,
misalnya adanya konsep benda yang pindah tangan dan konsep pembayaran
(Fatmawati, 2015: 68).

C. Pemerolehan Bahasa dari Segi Sintaksis


Konstruksi sintaksis pertama anak normal dapat diamati pada usia 18
bulan. Meskipun demikian, beberapa anak sudah mulai tampak pada usia
setahun dan anakanak yang lain di atas dua tahun. Pemerolehan sintaksis
merupakan kemampuan anak untuk mengungkapkan sesuatu dalam bentuk
konstruksi atau susunan kalimat.
Konstruksi itu dimulai dari rangkaian dua kata. Konstruksi dua
kata tersebut merupakan susunan yang dibentuk oleh anak untuk
mengungkapkan sesuatu. Anak mampu untuk memproduksi bahasa
sasaran untuk mewakili apa yang ia maksud. Pemakaian dan pergantian
katakata tertentu pada posisi yang sama menunjukkan bahwa anak telah
13

menguasai kelas-kelas kata dan mampu secara kreatif memvariasikan


fungsinya. Contohnya adalah „ayah datang‟. Kata tersebut dapat
divariasikan anak menjadi „ayah pergi‟ atau ibu datang‟.
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Proses pemerolehan bahasa pada anak terdiri dari beberapa teori yaitu
behaviorisme, kognitisme, mentalistivisme, dan nativisme. Teori-teori
tersebut dapat terjadi atau tidak tergantung anak tersebut karena terkadang
jika kita amati ada percampuran atau kolaborasi keempat teori tersebut.
Proses pemerolehan bahasa pada anak dari segi fonologi yaitu
dimulai sejak anak baru lahir disitu mulai terjadinya proses fonologi
sampai 3- 5 tahun anak sudah dapat mengucapkan fonem dengan jelas
begitu juga dengan sintaksi dan semantic yang sama- sama berperan dalam
prose pemerolahan bahasa pada anak. Cepat atau tidaknya seorang anak
dalam pemerolehan bahasa juga dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal.

14
15

DAFTAR PUSTKA

Ayuba, H. (2016). Pemerolehan Fonologi dan Sintaksis (Sebuah Studi Kasus Pada
Anak Usia 2 Tahun). Al-Lisan: Jurnal Bahasa (e-Journal), 1(1), 15-32.
Fatmawati, S. R. (2015). Pemerolehan bahasa pertama anak menurut tinjauan
psikolinguistik. Lentera, 17(1).
Simanjuntak, Mangantar. 2009. Pengantar Neuropsikolinguistik, Menelusuri
Bahasa, Pemerolehan Bahasa dan Hubungan Bahasa dengan Otak.
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
Suardi, I. P., Ramadhan, S., & Asri, Y. (2019). Pemerolehan bahasa pertama pada
anak usia dini. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 3(1), 265-
273.
Suharti, S., Hum, S., Khusnah, W. D., Sri Ningsih, S. S., Shiddiq, J., Saputra,
N., ... & Purba, J. H. (2021). Kajian Psikolinguistik. Aceh: Yayasan Penerbit
Muhammad Zaini.

Anda mungkin juga menyukai