Anda di halaman 1dari 19

HUBUNGAN PSIKOLINGUISTIK, BERPIKIR, DAN BERBUDAYA

Disusun oleh :
Mutiara Afifah (2213041053)
Yusuf Ridho (2213041056)
Zahra Amelia (2213041076)
Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Mata Kuliah : Psikolinguistik


Dosen : Dr. Iing Sunarti, M.Pd.
Ayu Setiyo Putri, M.Pd.

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
Bandarlampung
8 September 2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur tim penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada tim penulis, sehingga makalah yang
berjudul “Hubungan Psikolinguistik, Berpikir, dan Berbudaya” ini terselesaikan
tanpa adanya hambatan dan tepat waktu.
Makalah yang telah tim penulis susun ini merupakan salah satu syarat yang sudah tim
penulis laksanakan untuk memenuhi salah satu tugas pada Mata Kuliah
Psikolinguistik. Makalah yang telah tim penulis susun ini diharapkan dapat
memberikan pemahaman bagi pembacanya mengenai hubungan psikolinguistik,
berpikir, dan berbudaya.

Dalam kesempatan ini, tim penulis mengucapkan terima kasih kepada:


1. Dr. Iing Sunarti, M.Pd.selaku dosen pengampu Mata Kuliah Psikolinguistik;
2. Ibu Ayu Setiyo Putri, M.Pd. selaku dosen pengampu Mata Kuliah
Psikolinguistik;
3. Orang tua tim penulis yang sudah mendoakan kelancaran menyelesaikan tugas
perkuliahan ini;
4. Mutiara Afifah, Yusuf Ridho, dan Zahra Amelia selaku anggota kelompok 2
yang berperan penting dalam penyusunan makalah ini.

Bandarlampung, 7 September 2023

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................3
1.3 Tujuan Masalah ............................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................4
2.1 Pengertian Psikolinguistik ...........................................................................4
2.2 Pengertian Berbahasa, Berpikir, dan Berbudaya .........................................5
2.3 Hubungan Berbahasa dan Berpikir ..............................................................6
2.4 Hubungan Psikolinguistik, Berpikir, dan Berbudaya .................................11
BAB III PENUTUP ................................................................................................13
3.1 Kesimpulan .................................................................................................13
3.2 Saran ...........................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa merupakan suatu ungkapan yang mengandung maksud untuk


menyampaikan sesuatu kepada orang lain. Sesuatu yang dimaksudkan oleh
pembicara bisa dipahami dan dimengerti oleh pendengar atau lawan bicara
melalui bahasa yang diungkapkan. Fungsi utama bahasa adalah sebagai alat
komunikasi (Chaer, 2006).
Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan sesama manusia dalam
berinteraksi melalui pertukaran simbol-simbol linguistik baik verbal maupun
nonverbal. Bahasa sebagai media komunikasi agar lebih mudah dipahami oleh
pihak lain karena dapat mentransmisikan informasi dengan menggunakan simbol
simbol bahasa (Amri, 2015).
Bahasa adalah satu sistem, sama dengan sistem-sistem lain, yang sekaligus
bersifat sistematis dan bersifat sistemis. Bahasa itu bukan merupakan satu sistem
tunggal melainkan dibangun oleh sejumlah subsistem (subsistem fonologi,
sintaksis, dan leksikon). Sistem bahasa ini merupakan sistem lambang, sama
dengan sistem lambang lalu lintas, atau sistem lambang lainnya. Hanya, sistem
lambang bahasa ini berupa bunyi, bukan gambar atau tanda lain, dan bunyi itu
adalah bunyi bahasa yang dilahirkan alat ucap manusia (Chaer, 2009).
Bagaimana manusia memperoleh bahasa merupakan suatu hal yang sangat
mengagumkan dan sulit dibuktikan. Spekulasi berbeda dari berbagai bidang
disiplin ilmu telah dikemukakan oleh para pengkaji untuk memahami bagaimana
proses ini terjadi pada anak-anak. Diakui bahwa anak-anak, baik disadari atau

1
tidak, menguasai sistem linguistik dengan baik, meskipun pada umumnya tidak
ada pengajaran formal.
Bahasa yang menjadi objek kajian linguistik harus dibedakan dari berbahasa,
yakni kegiatan manusia dalam memproduksi dan meresepsi bahasa. Enkode
semantik, gramatik, dan fonologi adalah langkah pertama dalam proses
berbahasa. Enkode fonologi dimulai di otak dan dilakukan oleh organ-organ
bicara yang melibatkan sistem saraf otak (neuromiskular) bicara mulai dari otot
tenggorokan, otot lidah, otot bibir, mulut, langit-langit mulut, rongga hidung, pita
suara, dan paru-paru. Enkode semantik dan gramatik semuanya terjadi di otak.
Kegiatan berbahasa ini menjadi objek penelitian psikolinguistik karena bahasa
merupakan objek kajian linguistik. Oleh karena itu, proses mengungkapkan
pikiran dan perasaan seseorang (dari otak) secara lisan dalam bentuk kata atau
kalimat dapat dikenal dengan istilah berbahasa.
Menurut Dardjowidjojo (2012:225) istilah pemerolehan dipakai untuk
padanan istilah inggris acquisition, yang merupakan suatu proses penguasaan
bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural pada waktu dia belajar bahasa
ibunya. Sementara Chaer (2003:167) memberikan pengertian bahwa pemerolehan
bahasa atau acquisition adalah proses yang berlangsung di dalam otak seorang
anak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan
bahasa biasanya dibedakan dari pembelajaran bahasa (language learning).
Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu
seorang anak mempelajari bahasa kedua, setelah dia memperoleh bahasa
pertamanya.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pemerolehan bahasa adalah proses yang
berlangsung terhadap anak-anak yang belajar menguasai bahasa pertama atau
bahasa ibu sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan pemerolehan
bahasa kedua, dimana bahasa diajarkan secara formal kepada anak (Fatmawati,
2015).

2
1.2 Rumusan Masalah

Dari beberapa penjelasan yang telah dikemukakan pada bagian latar belakang,
tim penulis dapat merumuskan permasalahannya sebagai berikut:
1.2.1 Apa pengertian psikolinguistik?
1.2.2 Apa pengertian berbahasa, berpikir, dan berbudaya?
1.2.3 Bagaimana hubungan berbahasa dan berpikir?
1.2.4 Bagaimana hubungan psikolinguistik, berpikir, dan berbudaya?

1.3 Tujuan Masalah

Dari beberapa rumusan yang telah disusun pada bagian rumusan masalah, tim
penulis dapat menyusun tujuan masalahnya sebagai berikut:
1.3.1 Mengetahui pengertian psikolinguistik.
1.3.2 Mengetahui pengertian berbahasa, berpikir, dan berbudaya.
1.3.3 Mengetahui hubungan berbahasa dan berpikir.
1.3.4 Mengetahui hubungan psikolinguistik, berpikir, dan berbudaya.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Psikolinguistik

Menurut etimologi, istilah psikolinguistik berasal dari dua kata “psikologi” dan
“linguistik”, yang menunjukkan bahwa ada dua bidang ilmu yang berbeda, masing-
masing dengan prosedur dan metode yang berbeda. Namun keduanya memandang
bahasa sebagai objek formal. Struktur bahasa dipelajari dalam ilmu linguistik,
sedangkan perilaku bahasa atau proses berbahasa dipelajari dalam psikologi.
Menurut Tarigan (dalam Wahyudi Rahmat, 2018:2) psikolinguistik terbentuk
dari kata psikologi dan kata linguistik, yakni dua bidang ilmu yang berbeda, yang
masing-masing berdiri dengan prosedur dan metode yang berlainan namun, keduanya
sama-sama bahasa sebagai objek formalnya. Linguistik mengkaji struktur bahasa,
sedangkan psikologi mengkaji perilaku berbahasa atau proses berbahasa.
Berikut beberapa para ahli yang mengemukakan tentang pengertian
psikolinguistik (dalam Eko Kuntarto, 2018:3-4):
1. Emmon Bach (1964:64).
Psikolinguistik adalah suatu ilmu yang meneliti bagaimana pemakai suatu bahasa
membangun dan memahami kalimat kalimat bahasa tersebut.
2. Simanjuntak (1987:1)
Psikolinguistik merupakan suatu ilmu yang mencoba menguraikan proses
psikologis yang terjadi apabila seseorang mengucapkan kalimat-kalimat dan
memahami kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi dan bagaimana
cara.

4
3. Palmatier (1972:140)
Psikolinguistik adalah telaah mengenai perkembangan bahasa anak; suatu
pengenalan teori linguistik ke dalam masalah psikologis
4. Lyons (1968:160)
Psikolinguistik adalah telaah mengenai produksi (sintesis) dan rekognisi
(analisis) bahasa.

2.2 Pengertian Berbahasa, Berpikir, dan Berbudaya

Bahasa merupakan media tanpa batas yang menyampaikan segala sesuatu yang
layak untuk ditampung dalam jangkauan pemahaman manusia. Akibatnya,
pemahaman bahasa akan memberdayakan para peneliti untuk mengetahui jenis-jenis
pemahaman manusia. Bahasa adalah media bagi orang untuk berpikir secara abstrak
yang memungkinkan objek-objek faktual ditransformasikan menjadi gambaran
konseptual. Sehubungan dengan hal di atas, dapat dikatakan bahwa manusia
sebenarnya dapat berpikir tanpa menggunakan bahasa namun, penggunaan bahasa
memfasilitasi kemampuan untuk belajar, mengingat, menyelesaikan masalah, dan
menarik kesimpulan.
Karena bahasa merupakan sistem simbol tak terbatas yang mampu
mengungkapkan segala pemikiran, manusia mampu mengabstraksikan
pengalamannya dan mengomunikasikannya kepada orang lain. Kita memerlukan
komunikasi dalam kehidupan sehari-hari, yang dapat dilakukan melalui bahasa yang
berfungsi sebagai perantara komunikasi antarindividu. Orang tidak akan bisa
memahami apa yang ingin dikatakan orang lain jika mereka tidak berbicara dalam
bahasa yang sama. Sebaliknya, bahasa dapat mengatasi masalah mendasar.
Kita telah mengetahui bahwa faktor neurologis, khususnya hubungan antara otak
manusia dan bahasa, juga sangat penting dalam pemerolehan bahasa. Dalam contoh
ini, kita akan membahas tentang hubungan antara kesulitan belajar, memahami, dan
menggunakan bahasa dengan struktur dan organisasi otak manusia. Proses berbahasa

5
dimulai dari enkode semantik, enkode gramatikal, enkode fonologi, dekode
gramatika,dan diakhiri dengan dekode semantik.
Pembicara dan pendengar bersifat dua arah dalam proses berbahasa, sehingga
seorang pembicara dapat menjadi seorang pendengar dan seorang pendengar dapat
menjadi seorang pembicara. Proses ini juga dikendalikan oleh otak yang merupakan
alat pengatur dan dapat terjadi dengan cepat. Selanjutnya mengendalikan gerak setiap
tindakan manusia.
Arti kata pikir dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah akal budi,
ingatan, dan angan-angan. Berpikir artinya menggunakan akal budi untuk
mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu, menimbang-nimbang dalam ingatan.
berpikir termasuk dalam aktivitas belajar karena dengan berpikir kita dapat
memperoleh pengetahuan baru, setidaknya kita akan menjadi tahu tentang hubungan
antara suatu hal. Berpikir bukan hanya sembarangan berpikir, tetapi ada taraf tertentu,
dari taraf berpikir yang rendah sampai tinggi.
Secara etimologis budaya sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
mengartikannya sebagai sesuatu yang telah berkembang (beradab, maju), pemikiran,
budi pekerti, adat istiadat, dan sesuatu yang sulit diubah. Kebudayaan adalah
keutuhan sistem ide, perlakuan, dan hasil karya manusia dalam keberadaan
masyarakat yang menjadi milik masyarakat. Kebudayaan adalah suatu tatanan
kehidupan yang lengkap dan idealnya bersifat teoritis, kompleks, dan luas.

2.3 Hubungan Berbahasa dan Berpikir

Ada berbagai teori yang menjelaskan mengenai hubungan berbahasa dan berpikir, di
antaranya:
1. Teori Wihelm van Humboldt
Wilhelm van Humboldt, merupakan sarjana Jerman di abad ke-15 yang
menekankan bahwa adanya kebergantungan antara pemikiran manusia dan
bahasa. Artinya, pandangan hidup dan budaya suatu masyarakat akan ditentukan

6
oleh bahasa masyarakat itu sendiri. Jika salah seorang dari anggota masyarakat
ingin mengubah pandangan hidupnya, maka dia harus mempelajari terlebih dulu
satu bahasa lain. Dengan demikian dia akan mengikuti cara berpikir dan juga
budaya masyarakat lain tersebut yang telah dipelajarinya.
Mengenai pengertian bahasa itu sendiri, Wilhelm van Humboldt berpendapat
bahwa bahasa terdiri dari dua bagian. Bagian pertama bahasa yaitu berupa bunyi-
bunyi, dan bagian lainnya berupa pikiran-pikiran yang belum terbentuk.
Sehingga dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa bunyi bahasa
merupakan bentuk luar, sedang pikiran adalah bentuk dalam. Bentuk luar bahasa
itulah yang kita dengar, sedangkan bentuk dalam bahasa berada dalam otak.
Kedua bentuk inilah yang terikat dengan manusia, dan menentukan cara
berpikirnya. Dengan demikian Wilhelm Van Humboldt berpendapat bahwa
satuan dalam bahasa menyatakan kehidupan dalam otak dan pemikiran penutur
bahasa itu sendiri.
2. Teori Sapir-Whorf
Edward Sapir (1884-1939), merupakan seorang linguis Amerika yang
memiliki pendapat hampir sama dengan Van Humboldt. Sapir menjelaskan
bahwa manusia hidup di dunia ini di bawah belas kasih bahasanya yang sudah
menjadi alat pengantar dalam kehidupan. Menurut pendapatnya, telah menjadi
fakta bahwa kehidupan terdiri atas sifat bahasa. Karena itulah tidak ada dua
bahasa yang sama yang dapat mewakili satu masyarakat yang sama. Setiap satu
bahasa akan mendirikan satu dunia tersendiri untuk penutur bahasa itu.
Dengan kata lain, Sapir menegaskan bahwa apa yang kita dengar, kita lihat,
kita alami dan kita perbuat saat ini adalah hal yang disebabkan oleh sifat-sifat
bahasa yang ada. Disimpulkan, bahasalah yang menentukan jalan pikiran
seseorang. Maka tata bahasa itu bukan merupakan alat untuk mengeluarkan ide-
ide, tetapi menjadi pembentuk ide-ide itu. Tata bahasalah yang akan menentukan
jalan pikiran seseorang.

7
3. Teori Jean Piaget
Piaget yang menjadi pengembang teori pertumbuhan kognisi, kemudian
menyatakan jika seorang anak mampu menggolong-golongkan sekumpulan
benda dengan cara yang bervariasi, sebelum menggunakan kata-kata yang serupa
pada benda tersebut, maka perkembangan kognisi dapat dilihat dan telah terjadi
sebelum dia mampu berbahasa. Menurut teori ini, mempelajari segala sesuatu
yaitu mengenai dunia adalah melalui tindakan dan perilakunya kemudian setelah
itu melalui bahasa. Piaget juga menegaskan bahwa kegiatan intelektual (berpikir)
sebenarnya adalah aksi atau perilaku yang telah dinuranikan dalam kegiatan
sensor motorik kemudian termasuk juga perilaku berbahasa (Abdul Chaer, 2003:
55).
4. Teori L.S Vgotsky
Vgotsky menjelaskan bahwa adanya satu tahap perkembangan bahasa adalah
sebelum adanya pikiran dan adanya sebuah tahap perkembangan pikiran adalah
sebelum adanya bahasa. Kemudian kedua garis perkembangan ini saling
bertemu, maka terbentuklah secara serentak pikiran berbahasa dan bahasa
berpikir. Dengan demikian, pikiran dan bahasa pada tahap permulaan
berkembang secara terpisah dan tidak saling mempengaruhi.
Jadi gambarannya seperti awalnya pikiran berkembang tanpa bahasa, dan
bahasa berkembang tanpa pikiran. Lalu, pada tahap selanjutnya, keduanya
bertemu dan bekerja sama serta saling memengaruhi. Begitulah, anak-anak
berpikir dengan menggunakan bahasa dan berbahasa dengan menggunakan
pikiran. Vygotsky juga menerangkan bahwa hubungan antara pikiran dan bahasa
bukanlah merupakan satu benda, melainkan merupakan sebuah proses, satu gerak
yang terus-menerus dari pikiran ke kata dan dari kata kepikiran. Pikiran itu tidak
hanya disampaikan dengan kata-kata, namun lahir dengan kata-kata itu. Setiap
pikiran cenderung untuk menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain, dan
membentuk satu hubungan di antara benda-benda. Setiap pikiran bergerak,
tumbuh, dan berkembang, melaksanakan fungsi dan memecahkan satu masalah.

8
5. Teori Noam Chomsky
Mengenai hubungan berbahasa dan berpikir Noam Chomsky mengajukan
kembali teori klasik yang disebut hipotesis nurani. Chomsky sendiri menegaskan
bahwa pengkajian bahasa membukakan perspektif yang baik dalam pengkajian
proses mental manusia. Hipotesis nurani mengatakan bahwa struktur bahasa-
bahasa dalam adalah nurani. Artinya, rumus-rumus itu dibawa sejak lahir. Pada
waktu seorang kanak-kanak mulai mempelajari bahasa ibu dia telah dilengkapi
sejak lahir dengan satu peralatan konsep, yaitu dengan struktur bahasa dalam
yang bersifat universal. Hipotesis ini juga berpendapat bahwa struktur-struktur
dalam bahasa adalah sama. Struktur dalam setiap bahasa bersifat otonom dan
karena itu tidak ada hubungannya dengan sistem kognisi (pemikiran dan
kecerdasan).
6. Teori Eric Lenneberrg
Tentang hubungan antara bahasa dan pikiran. Eric Lenneberg mengajukan
teori yang disebut teori kemampuan bahasa spesifik. Teori ini kebetulan
mempunyai kemiripan dengan teori Chomsky dan gagasan Piaget. Eric
Lenneberg percaya bahwa terdapat banyak bukti bahwa manusia telah
memperoleh warisan biologis yang sebenarnya, yaitu kemampuan
berkomunikasi dalam bahasa yang unik bagi manusia, tidak bergantung pada
kecerdasan dan pemikiran. Lenneberg berpendapat bahwa anak-anak sudah
memiliki kemampuan biologis berbicara ketika kemampuan berpikirnya masih
rendah, dan kemampuan berbicara serta memahami kalimat memiliki korelasi
yang rendah dengan IQ manusia. Penelitian Lenneberg menunjukkan bahwa
bahasa berkembang dengan cara yang sama pada anak-anak cacat mental dan
normal.
7. Teori Brunner
Mengenai hubungan antara bahasa dan pemikiran, Brenner mengajukan teori
yang disebutnya teori instrumentalisme. Menurut teori ini, bahasa merupakan
alat yang melaluinya manusia mengembangkan dan menyempurnakan
pemikirannya. Dengan kata lain, bahasa membantu pikiran manusia berpikir

9
lebih sistematis. Brenner percaya bahwa bahasa dan pemikiran berkembang
dari sumber yang sama. Oleh karena itu, kedua bentuk tersebut sangat mirip
dan saling membantu. Dengan demikian, pada mulanya bahasa dan pikiran
muncul secara bersamaan untuk mengatur tingkah laku manusia. Kemudian
kedua orang itu saling membantu. Dalam hal ini, pemikiran menggunakan
elemen relasional yang dapat digabungkan untuk memandu tindakan praktis,
sedangkan bahasa memberikan representasi produser untuk melakukan
tindakan tersebut.
Faktanya, dunia ternyata terdiri dari berbagai benda yang dianggap sama oleh
semua orang, dan terserah pada mereka kata apa yang digunakan untuk memberi
nama atau merujuk pada benda tersebut. Salah satu upaya untuk memberikan
referensi terhadap objek adalah dengan mengelompokkan atau
mengkategorikannya. Beberapa orang percaya bahwa orang dapat berpikir tanpa
bahasa. Hal-hal yang ada dalam pikiran atau pikiran manusia hanya dapat muncul
tanpa didahului oleh tindakan bahasa. Pandangan ini mungkin ada kaitannya,
misalnya dengan gagasan bahwa manusia dapat memikirkan sesuatu yang
sebenarnya dapat diungkapkan melalui bahasa tanpa harus berbicara Keheningan
bahasa tidak menyebabkan kekosongan pikiran. Dengan kata lain bahasa dan
pikiran selalu berkaitan dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain, malahan hasil
pemikiran menghasilkan benda atau kategori atau konsep benda. Ada saling
ketergantungan antara bahasa dan pikiran ataupun sebaliknya. Jika dilihat dari aspek
pengendalian gerakan motorik, tentu saja otak sangat berperan dalam mengendalikan
aktivitas.
Ketika seseorang berkomunikasi dengan bahasa atau tanda (sign language)
umumnya diekspresikan melalui gerakan tangan jari-jemari, ada kerja sama yang erat
antara pikiran dan bahasa tanda. Bahasa adalah representasi dari pikiran. Apa yang
diungkapkan seseorang melalui ujarannya tidak lain dari hasil proses berpikir.
Dengan demikian bahwa kemampuan manusia untuk berpikir muncul lebih awal
ditinjau dari aspek evolusi dan berlangsung belakangan dari aspek bahasa.

10
Dalam hal ini bisa kita simpulkan bahwa ada keterkaitan antara pikiran dan
bahasa karena bahasa adalah representasi dari pikiran. Dan manusia pada mulanya
memakai pikiran untuk mengategorikan dunia dan mencantumkannya dalam bahasa,
tetap begitu bahasa terbentuk, manusia menjadi terikat pada apa yang mereka
ciptakan sendiri. Artinya ada ketergantungan pikiran manusia pada bahasa yang
digunakan.

2.4 Hubungan Psikolinguistik, Berpikir, dan Berbudaya

Hampir semua bagian dalam kehidupan manusia tak terlepas dari bahasa,
sehingga bahasa merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari perkembangan
budaya kehidupan manusia. Segala bentuk aktivitas yang dilakukan oleh manusia
dalam menjalani kehidupannya tidak bisa terlepas dari unsur bahasa di dalamnya.
Menurut pendapat Koentjaraningrat, bahasa adalah bagian dari kebudayaan atau
dengan kata lain bahasa berada di bawah lingkungan kebudayaan. Menurutnya pula
dijelaskan, pada zaman purba ketika manusia hanya terdiri dari kumpulan-kumpulan
kelompok kecil yang tersebar di berbagai tempat di muka bumi ini, bahasa menjadi
unsur utama yang memuat semua unsur kebudayaan manusia yang ada.
Menurut pemaparan yang lain, bahasa seringkali dianggap dan dijadikan sebagai
produk sosial atau produk budaya, karena merupakan bagian penting yang tidak dapat
dipisahkan dari kebudayaan. Menjadi produk sosial dan budaya maka bahasa
merupakan wadah dalam aspirasi sosial, wadah pengungkapan budaya, bagian
kegiatan dan perilaku masyarakat, termasuk juga teknologi yang diciptakan
masyarakat pemakai bahasa itu sebagai cipta dan karyanya. Bahasa dalam masa
tertentu berperan sebagai wadah apa yang terjadi dalam masyarakat (Sumarsono,
2007: 20).
Jika diamati dengan lebih jelas, bahasa menjadi suatu bagian penting yaitu dari
sistem dari kebudayaan. Bahasa terlibat dalam semua aspek bagian kebudayaan,
misalnya dengan cara memberi nama atau istilah bagi unsur-unsur dalam semua

11
aspek yang termuat dalam kebudayaan. Kita dapat memahami hal ini dengan kita
membayangkan sejenak bagaimana cara kita bisa mengembangkan unsur-unsur
kebudyaan yang sudah ada, seperti pakaian, rumah, lembaga pemerintahan, hukum,
dan banyak lainnya tanpa adanya bahasa. Sehingga bahasa adalah hal yang harus ada
dan menjadi bagian dari kebudayaan dan peradaban manusia.
Seperti hakikatnya bahwa dalam kegiatan berkomunikasi akan terjadi mekanisme
proses memproduksi dan memahami ujaran. Dapat pastikan bahwa ilmu
psikolinguistik adalah studi tentang mekanisme jiwa yang terjadi pada orang melalui
penggunaan bahasa, baik pada saat memproduksi ataupun saat memahami ujaran.
Dengan demikian, dalam penggunaan bahasa akan terjadi proses mengubah pikiran
yang menjadi kode dan mengubah kode menjadi pikiran. Psikolinguistik menyiratkan
upaya untuk menggambarkan siklus jiwa yang terjadi ketika seseorang
mengungkapkan kalimat yang mereka dengar saat menyampaikan, dan bagaimana
kemampuan bahasa diperoleh oleh manusia, bahasa yang memuaskan secara
linguistik dan secara psikologi dapat memahami struktur bahasa dan pemerolehannya.
Dengan demikian, psikolinguistik berupaya memahami hakikat struktur bahasa.
Dari pemaparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa ketiganya memiliki
keterkaitan yang sangat erat. Ketiganya kesatuan dan memungkinkan berfungsinya
masyarakat menjadi suatu sistem komunikasi yang utuh. Selain itu, merupakan sistem
interaksi yang memungkinkan suatu masyarakat terjadi, berkelanjutan, dan bertahan
lama.

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan yang telah tim penulis susun mengenai hubungan
psikolinguistik, berpikir, dan. berbudaya, maka kami menyimpulkan bahwa:
Psikolinguistik adalah suatu ilmu yang meneliti bagaimana pemakai suatu bahasa
membangun dan memahami kalimat kalimat bahasa tersebut. Berpikir artinya
menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu,
menimbang-nimbang dalam ingatan. Sedangkan arti budaya menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikannya sebagai sesuatu yang telah
berkembang (beradab, maju), pemikiran, budi pekerti, adat istiadat, dan sesuatu
yang sulit diubah. Psikolinguistik, berpikir, dan berbudaya mempunyai hubungan
yang erat. Ketiganya kesatuan dan memungkinkan berfungsinya masyarakat
menjadi suatu sistem komunikasi yang utuh. Selain itu, merupakan sistem
interaksi yang memungkinkan suatu masyarakat terjadi, berkelanjutan, dan
bertahan lama.

3.2 Saran

Sebagai mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, sudah seharusnya


kita memahami hubungan psikolinguistik, berpikir, dan berbudaya. Dengan ini,
tim penulis berharap setelah mengetahui pengertian psikolinguistik, berpikir dan
berbudaya, hubungan berbahasa dan berpikir, dan hubungan psikolinguistik,

13
berpikir, dan berbudaya, para pembaca dapat menerapkannya di kehidupan
sehari-hari.

14
DAFTAR PUSTAKA

Amri, Y.K. 2015. Bahasa Indonesia: Pemahaman Dasar-dasar Bahasa Indonesia.


Yogyakarta: Atap Buku.
Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik: Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2006. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Dardjowidjojo, Soenjono. 2012. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa
Manusia. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Fatmawati, S.R. 2015. “Pemerolehan Bahasa Pertama Anak Menurut Tinjauan
Psikolinguistik” dalam Jurnal Lentera, Vol. XVIII, No. 1. Universitas Islam
Negeri Sultan Aji Muhammad Idris: Samarinda.
Hidayat, Nandang Sarip. 2014. “Hubungan Berbahasa, Berpikir, dan Berbudaya”
dalam Sosial Budaya: Media Komunikasi Ilmu-Ilmu Sosial dan Budaya Vol.11,
No. 2. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau: Riau.
Hidayatullah, Achmad Diny. 2017. “Hubungan Logika, Bahasa, dan Budaya” dalam
An-Nas : Jurnal Humaniora Volume 2, Nomor 1, Hal. 70-90. Universitas Islam
Negeri Malang: Malang.
Kuswana, Wowo Sunaryo. 2011. Taksonomi Berpikir. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Kuntarto, Eko. 2017. “Memahami Konsep Psikolinguistik” dalam Jurnal Universitas
Jambi, Hal 1-97. Universitas Jambi: Jambi.
Rahmat, Wahyudi. 2018. “Linguistik dan Psikolinguistik, Hubungan Psikologi
dengan Linguistik dan Objek Kajian Psikolinguistik” dalam Jurnal STKIP PGRI
Sumatera Barat, Hal. 1-7. OSF Preprints.

15
Setiadi, Fadlan Masykura. 2020. “Pendekatan Psikolinguistik Bahasa Arab di
Indonesia” dalam Ihya al-Arabiyah: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Arab
Vol. 6, No. 1, Hal. 57-68. Universitas Islam Negeri Sumatera Utara: Sumatera
Utara.
Sumarsono. 2007. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Sabda.
Tamaji, Sampiril Taurus. 2020. “Analisis Teori Psikolinguistik dalam Perkembangan
Pembelajaran Bahasa Arab” dalam Al-Fakkaar: Jurnal Ilmiah Pendidikan
Bahasa Arab Vol. 1, No.1, Hal 57-77. Universitas Islam Darul Ulum: Jawa
Timur.

16

Anda mungkin juga menyukai