Anda di halaman 1dari 12

PEMBELAJARAN BAHASA DALAM KONTEKS SOSIAL

Di
S
U
S
U
N
Oleh :
Kelompok 4
Ester Claryta Telaumbanua (202124017)
Ferdiaman Zalukhu (202124024)
Ralis Zalukhu (202124064)

MK : Pragmatik Bahasa Indonesia


Dosen pengampu MK : Noibe Halawa, S.Pd,M.Pd

UNIVERSITAS NIAS
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (FKIP)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
KATA PENGANTAR

           Puji syukur! Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini
bisa tersusun sampai selesai. Kami juga mengucapkan terima kasih atas bimbingan dan
arahan dari Dosen Pengampu mata kuliah Pragmatik Bahasa Indonesia, ibu Noibe
Halawa,M.Pd. Harapan kami semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca,untuk kedepannya bisa memperbaiki ataupun menambah
bentuk isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, kami yakin masih banyak
kekurangan di dalam makalah ini. Oleh karenanya kami begitu mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Gunungsitoli, 28 Juni 2022

Kelompok 11
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………..……


DAFTAR ISI …………………………………………….………………….........…...
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………….…
1.1 LATAR BELAKANG ………………………………………………..………….….
1.2 RUMUSAN MASALAH …………………………………….……...………………
1.3 TUJUAN MASALAH ……………………………………………………...……......
1.4 MANFAAT PENULISAN …………………………………………..………………
BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………………………...
2.1 PEMBELAJARAN ….……………………………………………………….
2.2 TEORI PEMBELAJARAN ………………………….………………………
2.3 BAHASA DALAM KONTEKS SOSIAL …………………………………...
2.4  APLIKASI PEMBELAJARAN BAHASA DALAM KONTEK SOSIAL ..
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………………..
3.1 KESIMPULAN ………………………………………………………………
3.2 SARAN …………………………………..…………………………………....
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Bahasa merupakan sebuah ujaran yang di keluarkan melalui alat ucap manusia yang
dijadikan sebagai sarana komunikasi bagi masyarakat secara umum. Melalui bahasa
manusia bisa berinteraksi dengan antarsesamanya sehingga mampu menciptakan isyarat-
isyarat yang digunakan oleh orang-orang untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, emosi
dan keinginan. Dengan definisi lain, bahasa adalah alat yang digunakan untuk
mendiskripsikan ide, pikiran atau tujuan melalui struktur kalimat atau sistem yang dapat
dipahami oleh orang lain. Jika bahasa tidak bersifat sistematis atau tidak berstruktur maka
bahasa itu tidak mempunyai arti.
Bahasa sangat erat kaitannya dengan masyarakat, karena bahasa merupakan suatu
budaya atau hasil karya manusia yang dapat diwariskan kepada anak turunannya. Dalam
setiap komunikasi atau proses interaksi maka terjadi peristiwa tutur dan tindak tutur.
Sedangkan ilmu yang mempelajari tentang hubungan timbal balik antara bahasa masyarakat
adalah Sosiolinguistik, serta intraksi antarmasyarakat merupakan sebuah wacana di dalam
kehidupan masyarakat yang digunakan untuk berkomunikasi.
Salah satu objek pemikiran manusia adalah bagaimana manusia dapat berbahasa.
Pendapat para ahli tentang belajar bahasa tersebut bermacam-macam. Diantara pendapat
mereka ada yang bertentangan namun ada juga yang saling mendukung dan melengkapi.
Pemikiran para ahli tentang teori belajar bahasa ini begitu variatif dan menarik.
Bahasa dijadikan sebuah pembelajaran, di mana bahasa ini mengkaji tentang
bagaimana proses pemerolehan bahasa pertama (B1) dan bagaimana proses pembelajaran
bahasa kedua (B2). Di dalam pembelajaran bahasa tidak akan pernah terlepas dengan teori-
teori pendukung dalam pembelajaran. Pada kajian ini membahas tentang pembelajaran
bahasa dalam konteks sosial, maka teori-teori yang digunakan, yakni teori kognitivisme,
kontruktivisme, fungsional, dan humanisme. Keterkaitan pembelajaran bahasa dalam
konteks sosial sangat erat kaitannya dengan pemerolehan bahasa kedua (B2) di mana pada
intraksi sosial yang lebih berperan aktif yakni kognitif seorang anak dan bagaimana seorang
anak bisa memfungsikan bahasa sebagai alat komunikasi.
1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang telah dipapar pada latar belakang di atas, maka
yang dijadikan sebagai rumusan masalah sebagai berikut:
1.      bagaimanakah bentuk pembelajaran bahasa dalam kontek sosial?
2.      Apa saja teori yang digunakan dalam pembelajaran bahasa dalam konteks sosial?
1.3  Rumusan Masalah
Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam makalah ini
sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui pembelajaran bahasa dalam konteks sosial.
2.      Untuk mengetahui teori yang digunakan dalam pembelajaran bahasa dalam konteks
sosial.
1.4  Manfaat Penulisan
Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penulisan makalah ini adalah dapat
menambah khazanah teoretis baik bagi penulis maupun para pembaca khususnya berkaitan
dengan teori pembelajaran dalam konteks sosial Sehingga para pembaca dapat mengetahui
suatu teori pembelajaran Bahasa.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Pembelajaran
Pembelajaran merupakan penguasaan atau pemerolehan pengetahuan tentang suatu
subjek atau sebuah keterampilan dengan belajar, pengalaman, atau instruksi (Brwon, 2000:
8). Komponen difinisi di dalam pembelajaran, kita bisa mendapatkan seperti yang kita
dapati dalam bahasa, yakni.

1.      Belajar adalah menguasai atau “memeroleh”


2.      Belajar adalah mengingat-ingat informasi atau keterampilan
3.      Mengingat-ingat itu melibatkan sistem penyimpanan, memori, organisasi kognitif.
4.      Belajar melibatkan perhatian aktif-sadar pada dan bertindak menurut peristiwa-
peristiwa di luar serta di dalam organisme.
5.      Belajar itu relatif permanen tetapi tetapi tunduk pada lupa.
6.      Belajar itu melibatkan berbagai bentuk latihan, mungkin latihan yang ditopang dengan
imbalan dan hukuman.
7.      Belajar adalah sebuah perubahan dalam perilaku.

2.2 Teori Pembelajaran


Dalam penerapan teori yang digunakan pada persfektif pembelajaran bahasa dalam
konteks sosial, yakni teori Kognitivisme, Konstruktivisme, dan Fungsional.
a.      Teori Kognitivisme
 Golongan kognitivistik mencoba mengusulkan pendekatan baru dalam studi
pemerolehan bahasa. Pendekatan tersebut mereka namakan pendekatan kognitif. Jika
pendekatan kaum behavioristik bersifat empiris maka pendekatan yang dianut golongan
kognitivistik lebih bersifat rasionalis. Konsep sentral dari pendekatan ini yakni kemampuan
berbahasa seseorang berasal dan diperoleh sebagai akibat dari kematangan kognitif sang
anak. Mereka beranggapan bahwa bahasa itu distrukturkan atau dikendalikan oleh nalar
manusia. Oleh sebab itu perkembangan bahasa harus berlandas pada atau diturunkan dari
perkembangan dan perubahan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam kognisi
manusia. Dengan demikian urutan-urutan perkembangan kognisi seorang anak akan
menentukan urutan-urutan perkembangan bahasa dirinya.
Laughlin dalam Elizabeth (1993: 54) berpendapat bahwa dalam belajar bahasa
seorang anak perlu proses pengendalian dalam berinteraksi dengan lingkungan. Pendekatan
kognitif dalam belajar bahasa lebih menekankan pemahaman, proses mental atau
pengaturan dalam pemerolehan, dan memandang anak sebagai seseorang yang berperan
aktif dalam proses belajar bahasa.
Selanjutnya menurut Piaget dalam Mansoer Pateda (1990: 67), salah seorang tokoh
golongan ini mengatakan bahwa struktur komplek dari bahasa bukanlah sesuatu yang
diberikan oleh alam dan bukan pula sesuatu yang dipelajari lewat lingkungan. Struktur
tersebut lahir dan berkembang sebagai akibat interaksi yang terus menerus antara tingkat
fungsi kognitif si anak dan lingkungan lingualnya. Struktur tersebut telah tersedia secara
alamiah. Perubahan atau perkembangan bahasa pada anak akan bergantung pada sejauh
mana keterlibatan kognitif sang anak secara aktif dengan lingkungannya. Proses belajar
bahasa terjadi menurut pola tahapan perkembangan tertentu sesuai umur.
b.      Teori Konstruktvisme
Jean Piaget dan Leu Vygotski adalah dua nama yang selalu diasosiasikan dengan
kontruktivisme. Ahli kontruktivisme menyatakan bahwa manusia membentuk versi mereka
sendiri terhadap kenyataan, mereka menggandakan beragam cara untuk mengetahui dan
menggambarkan sesuatu untuk mempelajari pemerolehan bahasa pertama dan
kedua. Pembelajaran harus dibangun secara aktif oleh pembelajar itu sendiri dari pada
dijelaskan secara rinci oleh orang lain. Dengan demikian pengetahuan yang diperoleh
didapatkan dari pengalaman.
Namun demikian, dalam membangun pengalaman siswa harus memiliki kesempatan
untuk mengungkapkan pikirannya, menguji ide-ide tersebut melalui eksperimen dan
percakapan atau tanya jawab, serta untuk mengamati dan membandingkan fenomena yang
sedang diujikan dengan aspek lain dalam kehidupan mereka. Selain itu juga guru
memainkan peranan penting dalam mendorong siswa untuk memperhatikan seluruh proses
pembelajaran serta menawarkan berbagai cara eksplorasi dan pendekatan.
c.       Teori Fungsional
Dengan munculnya kontruktivisme dalam dunia psikologi, dalam tahun-tahun
terakhir ini menjadi lebih jelas bahwa belajar bahasa berkembang dengan baik di bawah
gagasan kognitif dan struktur ingatan. Para peneliti bahasa mulai melihat bahwa bahasa
merupakan manifestasi kemampuan kognitif dan efektif untuk menjelajah dunia, untuk
berhubungan dengan orang lain dan juga keperluan terhadap diri sendiri sebagai manusia.
Halliday dan wilkins mempelopori teori fungsional. Teori ini berkembang pada tahun
1960-an dan 1970-an. Ia mengatakan teori fungsional mengkaji bahasa dari segi struktur
dan fungsi bahasa sebagai alat komunikasi. Di samping itu, mereka menganggap bahwa
bahasa sebagai alat pertuturan. Ia menyetujui bahwa kewujudan variasi dalam penggunaan
bahasa tidak boleh dinafikan. Penggunaan bahasa dapat menggambarkan fikiran dan emosi
penutur.
Lebih lagi kaedah generatif yang diusulkan di bawah naungan nativisme itu bersifat
abstrak, formal, eksplisit dan logis, meskipun kaidah itu lebih mengutamakan pada
bentuk bahasa dan tidak pada tataran fungsional yang lebih dari makna yang dibentuk dari
makna yang dibentuk dari interaksi sosial.

2.3 Bahasa Dalam Konteks Sosial


Bahasa adalah alat interaksi yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tumbuh
kembangnya manusia sebagai pengguna bahasa itu sendiri. Menurut Abd al-Majid
(1952:15), bahasa adalah kumpulan isyarat yang digunakan oleh orang-orang untuk
mengungkapkan pikiran, perasaan, emosi dan keinginan. Dengan definisi lain, bahasa
adalah alat yang digunakan untuk mendiskripsikan ide, pikiran atau tujuan melalui struktur
kalimat atau sistem yang dapat dipahami oleh orang lain. Jika bahasa tidak bersifat
sistematis atau tidak berstruktur maka bahasa itu tidak mempunyai arti.
Bahasa dalam konteks sosial meliputi tataran Sosiolinguistik, Wacana, dan
Psikolinguistik.
Sosiolinguistik: Hubungan antara bahasa dengan konteks sosial tersebut dipelajari dalam
bidang Sosiolinguistik, sebagaimana yang dikemukakan oleh Sosiolinguistik merupakan
ilmu antardisiplin sosiologi dan linguistik. Menurut Abdul chaer dan Leoni Agustina
(linguistik perkenalan awal, 2004: 2-4) mendefinisikan sosiologi merupakan kajian yang
objektif dan ilmiah mengenai manusia di dalam masyarakat dan mengenai lembaga-
lembaga, dan proses sosial yang ada di dalam masyarakat. Sedangkan linguistik adalah
bidang ilmu yang mempelajari tentang bahasa atau bidang ilmu yang mengambil bahasa
sebagai objek kajiannya. Bidang ini juga mengkaji fenomena masyarakat dan berhubung
kaitan dengan bidang sain sosial seperti Antropologi seperti sistem kerabat. Antropologi
bisa juga melibatkan geografi dan sosiologi serta psikologi sosial”. Bahasa pada hakikatnya
digunakan untuk komunikasi interaktif. Oleh sebab itu, kajian yang cocok untuk itu adalah
kajian tentang fungsi komunikatif bahasa: apa yang diketahui anak tentang berbicara
dengan ank-anak yang lain?

Wacana: Tentang bulir-bulir wacana yang berhubungan (hubungan antara kalimat-kalimat;


interaksi antara pendengar dan pembicara; isyarat percakapan). Dalam perspektif semacam
itu, jantung bahasa, fungsi pragmatik dan komunikatif dikaji dengan segala
variabilitasnya. Menurut pendapat para ahli bahasa tentang wacana mengingatkan kita pada
pemahaman bahwa wacana adalah: (1) perkataan, ucapan, tutur yang merupakan satu
kesatuan; (2) keseluruhan tutur. (Adiwimarta, dkk, 1983) Dalam hal ini, wacana
digambarkan wujudnya dengan keseluruhan tutur yang menggambarkan muatan makna
(simantik) yang di dukung wacan (Djajasudarma, 2006: 2)

Psikolinguistik: Menurut Suparwa (2008: 2) psikolinguistik merupakan importasi teori-


teori linguistik untuk mengkaji proses-proses mental yang mendasari pemakaian bahasa,
termasuk di dalamnya produksi bahasa, persepsi bahasa, dan pemerolehan/belajar bahasa.

2.4  Aplikasi Pembelajaran Bahasa Dalam Kontek Sosial


Proses pembelajaran bahasa dalam konteks sosial, sebagaimana pembelajaran itu
sendiri merupakan pemerolehan pengetahuan tentang suatu subjek atau sebuah
keterampilan dengan belajar, pengalaman, atau instruksi. Aplikasi pembelajaran bahasa
dalam konteks sosial bisa diterapkan baik dalam bentuk pendidikan formal dan informal. Di
mana pendidikan formal bisa dilakukan dalam lingkungan sekolah itu sendiri, dan
pembelajaran informal bisa di laksanakan di tengah-tengah lingkungan masyarakat. Terkait
dengan teori pembelajaran bahasa dalam konteks sosial lebih terpacu menggunakan teori
Kognitivisme, Konstrukstivisme, Humanisme, dan Fungsional. Ke-empat teori ini lebih
menekankan pada asfek pematangan dalam pemerohan dan penggunaan bahasa serta
bagaimana bahasa itu difungsikan sebagai alat komunikasi.
a.      Pembelajaran Bahasa Bentuk Alih Kode dan Campur Kode
Contoh:
Tahap pertama : seorang guru memberikan contoh ulasan kata-kata dengan menggunakan
teknik campur kode dan alih kode. Dengan contoh cuplikan sebagai berikut:
Alih  Kode
SEORANG PETUGAS YANG BEKERJA DI SEBUAH KANTOR PEMERINTAH
SEDANG MELAYANI SEORANG PEREMPUAN YANG AKAN MEMBUAT SURAT
TANDA MENCARI PEKERJAAN.
P1   : Ijazahnya sudah dibawa semua?
P2   : Ini, pak.
P1   : Lho, dari Lombok yah?
P2   : Iya, pak.
P1   : kembeq ndeq boyaq pegawean leq lombok? Kan lueq pegawean leq to.
P2   : ndaraq, pete-pete nasip leq te, pak.

KONTEKS :SEORANG KEPALA SEKOLAH YANG TENGAH MENYAMPAIKAN


SAMBUTAN SAAT UPACARA BENDERA YANG RUTIN DIADAKAN PADA HARI
SENIN.
Kepsek :”...Anak-anak yang Bapak cintai, seperti yang kalian ketahui bahwa ujian sebentar
lagi tiba. Bapak tidak akan pernah capek untuk mengingatkan belajar, belajar, dan belajar!
Den ndeq bekedeq doang, pacu-pacu entan belajah kateqem tao dan keteqem lulus ujian
lemaq. Kalian harus membuktikan pada orang tua kalian bahwa kalian bisa mendapatkan
nilai yang terbaik. Khusus untuk kelas tiga, ingat ya. Jadi pacu-pacu entan belajah aoq jaga
nama baik sekolah serta berikan yang terbaik untuk sekolah kita.
Tahap kedua: selanjutnya pendidik menyuruh siswa menerjemahkan bahasa ibu yang
digunakan dalam cuplikan tersebut ke dalam bahasa indonesia atau B2.
Tahap ke tiga: pendidik menyuruh siswa untuk menyusun kembali cuplikan yang sudah di
artikan dari bahasa B1  menjadi bahasa indonesia B2 tersusun dengan baik.
b.      Proses tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi.
Contoh:
Salah satu penerapan di dalam pembelajaran bahasa dalam konteks sosial. Seorang
pendidik bisa menerapkan “Pembelajaran Berbasis Masalah.”
Tahap pertama   : pendidik mengarahkan peserta didik melihat bagaimana proses terjadinya
komunikasi di lingkungan masyarakat.
Tahap kedua      : guru memberikan tugas tentang mamahami maksud dari bahasa
yang  digunakan oleh penutur dan mitra tutur yang ada di lingkungan masyarakat.
Sebagai contoh ulasan cuplikan yang ada di masyarakat:
MS : Rumah yang besar ini punya bapak?
N   : iya, pak ini rumah saya.
MS: Rumahnya bapak bersih sekali, ibu kemana?
N   : aaahh. Maklum pak rumah tua, dan ibu sering sibuk.
MS : ooo,, pantesan rumah bapak seperti kapal pecah.

Dari cuplikan di atas, kalimat “Rumah yang besar ini punya bapak?” ini


menunjukkan Lokusi kalimat itu menggambarkan keadaan rumah yang dimiliki
pendengarnya bahwa rumah itu memang besar. “Rumahnya bapak bersih sekali, ibu
kemana?” ini menunjukkan Ilokusi kalimat yang berupa pujian jika memang benar rumah
itu bagus, dan jika rumah itu pada kenyataannya tidak bersih maka itu bersifat ejekan.
Sedangkan dari perlokusinya “aaahh. Maklum pak rumah tua, dan ibu sering
sibuk” ungkapan tersebut merupakan ungkapan tanggapan dari Si pendengar yang merasa
malu karena pada knyataannya rumah itu tidak bersih.

Tahap ketiga: guru menyuruh siswa untuk memaknai ungkapan bahasa yang di peroleh di
tengah-tengah lingkungan masyarakat.
Tahap selanjutnya: guru memberikan arahan tentang hasil yang diperoleh oleh siswa dalam
memaknai maksud dari bahasa-bahasa yang di ungkapkan oleh masyarakat itu.
Berdasarkan penjelasan contoh di atas, terdapat suatu implementasi teori kognitif,
konstruktif, fungsional, dan humanis. Di mana peserta didik memperoleh pengetahuan
tentang penggunaan bahasa kedua (B2) yang digunakan di masyarakat sebagai alat
komunikasi serta mengerti tentang maksud ungkapan-ungkapan bahasa sesuai dengan
fungsi bahasa itu sendiri sesuai dengan kematangan pemikiran seorang anak.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa di dalam
pembelajaran bahasa dalam konteks sosial teori yang digunakan adalah teori kognitivisme,
teori konstruktivisme, teori fungsional, dan teori humanisme. Di mana teori-teori tersebut
berkaitan dengan kematangan daya pikir seorang anak melaui aspek kognitif di dalam
mempelajari bahasa serta menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dan berintraksi di
lingkungan sosial atau masyarakat pada umumnya.
Selanjutnya bentuk dari pembelajaran bahasa dalam konteks sosial berupa
proseses  terjadinya peristiwa tutur, baik dalam bentuk tindak tutur lokusi, ilokusi, dan
perlokusi serta interaksi sosial dalam bentuk alih kode dan campur kode pada konteks
wacana, sosiolingistik, dan psikologi di dalam pemerolehan bahasa kedua (B2) sebagai
sarana berkomunikasi serta berintraksi di lingkungan sosial.
3.2 Saran
Berdasarkan penjelasan dari isi makalah sederhana ini yang membahas tentang
“pembelajaran bahasa dalam konteks sosial” tidak terlepas dari rangkaian kalimat dan
ejaan penulisannya. Kami menyadari bahwa masih jauh dari kesempurnaan seperti yang
diiharapkan oleh pembaca dan pada khususnya dosen pengampu mata kuiah ini. Oleh
karena itu kami mengharapkan kepada para pembaca atau mahasiswa serta dosen
pengampu kritik dan saran yang bersifat konstruktif dalam terselesainya makalah
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. dan Leoni Agustina. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta : Rineka
Cipta.
Djajasudarma, T. Fatimah. 2006. Wacana Pemahaman dan Hubungan Antarunsur.
Bandung: Refika Aditama.
Rahardi, R. Kunjana. 2001. Sosiolinguistik, Kode dan Alih Kode. Yogyakarta: Pustaka
pelajar.
Suparwa, I Nyoman. 2008. “Buku Ajar Psikolinguistik”. Denpasar : Universitas Udayana.
Tim Pt Bahasa. 2008. Kamus Bahasa Indonesia.  Jakarta: Pusat Bahasa.

Anda mungkin juga menyukai