Anda di halaman 1dari 17

HAKIKAT BAHASA DAN TEORI PEMEROLEHAN BAHASA

MAKALAH
DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Kosep Dasar Bahasa Indonesia SD
Dibina oleh Ibu Isna Khuni Mu‟alimah, M.Pd.

Oleh :
1. Arin Nandasari (2186206004)
2. Khoiril Mutoharoh (2186206078)
3. Naimatul Khoiriah (2186206108)
4. Muhammad Muzaqi (2186206158)

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN SOSIAL
PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
DESEMBER 2021
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis atas kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya serta menganugrahkan kemudahan
sehingga dapat menyelesaikan pembuatan makalah yang berjudul “Hakikat
Bahasa dan Teori Pemerolehan Bahasa ” untuk memenuhi tugas matakuliah
Konsep Dasar Bahasa Indonesia SD.
Dalam menyelesaikan pembuatan makalah ini penulis banyak
mendapatkan bantuan dari beberapa pihak, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Ibu Isna Khuni Mu‟alimah, M.Pd. selaku dosen pengampu matakuliah
Konsep Dasar Bahasa Indonesia SD.
2. Teman-teman prodi PGSD kelas D21 atas kerjasamanya.
3. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung demi terselesaikannya
makalah ini dengan lancar.
Penulis menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan
yang terdapat di dalamnya, untuk itu penulis sangat mengharapkan adanya
kritikan dan masukan yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini berguna dan bermanfaat bagi
penulis dan para pembaca.

Blitar, 12 Desember 2021

Kelompok 15

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 1
1.3 Tujuan ....................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 2
2.1 Pemerolehan Bahasa ................................................................................. 2
2.2 Kaitan Hakikat Bahasa dengan Teori Pemerolehan Bahasa..................... 8
BAB III PENUTUP............................................................................................. 13
3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bahasa merupakan hal yang tidak asing bagi kita. Istilah tersebut setiap saat
kita dengar, baca ataupun digunakan sebagai komunikasi secara lisan maupun
tertulis. Bahasa diperoleh dan dipelajari secara alamiah bagi anak-anak untuk
memenuhi kebutuhan dalam lingkungan. Bahasa mampu mengubah dan
mengontrol perilaku perilaku tidak hanya pada anak, tetapi tingkah laku yang lain.
Bahasa juga memfasilitasi dan kadang-kadang bertanggung jawab untuk
pertumbuhan kognitif. Bahasa memiliki peran penting dalam perkembangan
intelektual, sosisal, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang
keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi.
Pemerolehan dan perkembangan Bahasa anak merupakan suatu yang
kompleks. Artinya, banyak faktor yang mempengaruhi dan saling terjalin dalam
berlangsungnya proses perkembangan anak. Baik unsur-unsur bawaan dari lahir
maupun unsur-unsur pengalaman yang diperoleh dalam berinteraksi yang sama
memberikan konstribuksi tertentu terhadap arah dan laju perkembangan bahasa
anak.
Pembelajaran Bahasa di sekolah dasar juga merupakan suatu faktor yang
sangat penting. Peserta didik diharap mengenal dan mempelajari bahasa yang baik
dan benar dan pemerolehan bahasa setiap anak memiliki suatu khas, yaitu sesuai
dengan perkembangannya.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa yang dimaksud dengan teori pemerolehan bahasa?
1.2.2 Apa kaitan hakikat bahasa dengan teori pemerolehan bahasa?

1.3 Tujuan
1.3.1 Apa yang dimaksud dengan teori pemerolehan bahasa?
1.3.2 Apa kaitan hakikat bahasa dengan teori pemerolehan bahasa

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pemerolehan Bahasa


A. Pengertian Pemerolehan Bahasa
Pemerolehan bahasa adalah proses manusia mendapatkan kemampuan untuk
menangkap, menghasilkan ,dan menggunakan kata untuk pemahaman dan
komunikasi.kapasitas ini melibatkan berbagai kemampuan seperti sintaksis,
fonetik da kosakata yang luas. Pemerolehan bahasa (language acquisition) atau
akuisisi bahasa menurut Maksan(1993:20) adalah suatu proses penguasaan
bahasa yang dilakukan oleh seseorang secara tidak sadar, implisit, dan informal.
Lyons (1981:252) menyatakan suatu bahasa yang digunakan tanpa kualifikasi
untuk proses yang menghasilkan pengetahuan bahasa pada penutur bahasa
disebut pemerolehan bahasa. Artinya, seorang penutur bahasa yang dipakainya
tanpa terlebih dahulu mempelajari bahasa tersebut.
Dardjowidjodjo (2003:225) menyatakan bahwa pemerolehan bahasa adalah
proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural waktu dia
belajar bahasa ibunya. Stork dan Widdowson (1974:134) mengungkapkan bahwa
pemerolehan bahasa dan akuisisi bahasa adalah suatu proses anak-anak mencapai
kelancaran dalam bahasa ibunya.
Huda (1987:1) menyatakan bahwa pemerolehan bahasa adalah proses alami
di dalam diri seseorang menguasai bahasa. Pemerolehan bahasa biasanya
didapatkan hasil kontak verbal dengan penutur asli lingkungan bahasa itu.
Dengan demikian, istilah pemerolehan bahasa mengacu ada penguasaan bahasa
secara tidak disadari dan tidak terpegaruh oleh pengajaran bahasa tentang sistem
kaidah dalam bahasa yang dipelajari.
Jadi pemerolehan bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak
kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya.
Pemerolehan bahasa berbeda dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa
berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang kanak-kanak
mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi,

2
pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran
bahasa berkenaan dengan bahasa kedua.

B. Teori Pemerolehan Bahasa


Teori pemerolehan bahasa pada anak meliputi teori behaviorisme, nativisme,
kognitivisme, dan interaksionisme.
1) Teori Behaviorisme
Perkembangan bahasa adalah bentukan atau hasil dari pengaruh lingkungan.
Artinya, pengetahuan merupakan hasil dari interaksi dengan lingkungannya
melalui pengkondisian stimulus yang menimbulkan respons. Teori ini bertitik
tolak pada pendapat bahwa anak dilahirkan tidak membawa apa-apa, sehingga
memerlukan proses bealajar. Proses belajar ini melalui imitasi, modeling, atau
belajar reinforcement (Hetherington, 1998; Mussen dkk,1984; Monks dkk,
2001).
Pemerolehan bahasa menurut teori behavioris.
1. Teori belajar behavioris ini bersifat empiris, didasarkan pada data yang
dapat diamati.
2. Kaum behavioaris menganggap bahwa:
a) Proses belajar pada manusia sama dengan proses belajar pada binatang.
b) Manusia tidak mempunyai potensi bawaan untuk belajar bahasa.
c) Pikiran anak merupakan tabula rasa yang akan diisi dengan asosiasi S-R.
d) Semua prilaku merupakan respon terhadap stimulus dan perilaku
terbentuk dalam rangkaian asosiatif.
3. Belajar bagi kaum behavioris adalah pembentukan hubungan asosiatif
antara stimulus dan respon yang berulang-ulang sehingga terbentuk
kebiasaan. Pembentukan kebiasaan ini disebut pengondisian.
4. Pengondisian selalu disertai ganjaran sebagai penguatan asosiasi antara S-R.
5. Bahasa adalah perilaku manusia yang kompleks diantara perilaku-perilaku
lain.
6. Anak menguasai bahasa melalui peniruan.
7. Perkembangan bahasa seseorang ditentukan oleh frekuensi dan intensitas

3
Skinner memakai teori stimulus-respon dalam menerangkan perkembangan
bahasa, yaitu bahwa bila anak mulai belajar berbicara yang merupakan bukti
berkembangnya bahasa anak, maka orang yang berada disekelilingnya
memberikan repons yang positif sebagai penguat (reinforcement). Dengan
adanya respon positif tersebut maka anak cenderung mengulang kata tersebut
atau tertarik mencoba kata lain. Dalam teori ini, Skinner menekankan agar para
pendidik PAUD untuk senantiasa menghadirkan suasana kelas dengan latihan
yang diberikan kepada anak harus dalam bentuk pertanyaan (stimulus) dan
jawaban (respons) yang dikenalkan melalui berbagai tahapan, mulai dari yang
sederhana sampai yang lebih rumit, contohnya sistem pembelajaran drilling.
Pada awalnya, anak akan memberikan respons pada setiap pembelajaran dan
dapat segera memberi repons. Pendidik perlu memberikan penguatan terhadap
hasil kerja anak yang baik dengan pujian atau hadiah. Ahli lain, Albert Bandura
mencoba menerangkan dari sudut teori belajar sosial. Dia berpendapat anak
belajar bahasa karena menirukan suatu model. Tingkah laku imitasi ini tidak
mesti harus menerima reinforcement sebab belajar model dalam prinsipnya
lepas dari reinforcement dari luar.

2) Teori Nativisme (Nativistic Approach)


Pelopor teori ini adalah Chomsky, seorang ahli linguistik. Ia berpendapat
bahwa bahasa sudah ada dalam diri anak, merupakan bawaan lahir, telah
ditentukan secara biologis, bersifat alamiah. Pada saat seorang anak lahir, ia
telah memiliki seperangkat kemampuan berbahasa yang disebut Tata Bahasa
Umum atau Universal Grammar. Jadi dalam diri manusia sudah ada innate
mechanism, yaitu bahwa bahasa seseorang itu ditentukan oleh sesuatu yang ada
di dalam tubuh manusia atau sudah diprogram secara genetik.
Meskipun pengetahuan yang ada di dalam diri anak tidak banyak mendapat
rangsangan, anak tetap dapat mempelajarinya. Anak tidak sekedar meniru
bahasa yang didengarkannya, tetapi juga mampu menarik kesimpulan dari pola
yang ada. Selama pemerolehan bahasa pertama, Chomsky menyebutkan bahwa
ada dua proses yang terjadi ketika seorang kanak-kanak memperoleh bahasa
pertamanya. Proses yang dimaksud adalah proses kompetensi dan proses
performansi. Kedua proses ini merupakan dua proses yang berlainan.

4
Kompetensi adalah proses penguasaan tata bahasa (fonologi, morfologi,
sintaksis, dan semantik) secara tidak disadari. Kompetensi ini dibawa oleh
setiap anak sejak lahir. Meskipun dibawa sejak lahir, kompetensi memerlukan
pembinaan sehingga anak-anak memiliki performansi
dalam berbahasa.
Performansi adalah kemampuan anak menggunakan bahasa untuk
berkomunikasi. Performansi terdiri dari dua proses, yaitu proses pemahaman
dan proses penerbitan kalimat-kalimat. Proses pemahaman melibatkan
kemampuan mengamati atau mempersepsi kalimat-kalimat yang
didengar,sedangkan proses penerbitan melibatkan kemampuan menghasilkan
kalimat-kalimat sendiri (Chaer 2003:167).
Sejak lahir anak manusia sudah dilengkapi dengan alat yang disebut dengan
alat penguasaan/pemerolehan bahasa (language acquisation device/LAD), dan
hanya manusia yang mempunyai LAD. LAD ini mendapatkan inputnya dari
data bahasa dari lingkungan. LAD ini dianggap sebagai bagian fisiologis dari
otak yang khusus untuk mengolah masukan (input) dan menentukan apa yang
dikuasai lebih dahulu seperti bunyi, kata, frasa, kalimat, dan seterusnya.
Meskipun kita tidak tahu persis tepatnya dimana LAD itu berada karena
sifatnya yang abstrak (invisible). Dalam bahasa juga terdapat konsep universal
sehingga secara mental telah mengetahui kodrat-kodrat yang universal ini.
Tanpa LAD, tidak mungkin seorang anak dapat menguasai bahasa dalam waktu
singkat dan bisa menguasai sistem bahasa yang rumit.
LAD juga memungkinkan seorang anak dapat membedakan bunyi bahasa
dan bukan bunyi bahasa. Chomsky mengibaratkan anak sebagai entitas yang
seluruh tubuhnya telah dipasang tombol serta kabel listrik, mana yang dipencet
itulah yang akan menyebabkan bola lampu tertentu menyala. Jadi, bahasa mana
dan wujudnya seperti apa ditentukan oleh input dari sekitarnya, antara Nurture
dan Nature sama-sama saling mendukung. Nature diperlukan karena tanpa bekal
kodrati makhluk tidak mungkin anak dapat berbahasa dan nurture diperlukan
karena tanpa input dari alam sekitar bekal yang kodrati itu tidak akan terwujud
(Dardjowidjojo, 2003).

5
Teori ini berpengaruh pada pembelajaran bahasa, di mana anak perlu
mendapatkan model pembelajaran bahasa sejak dini. Anak belajar bahasa
dengan cepat sebelum usia 10 tahun, apalagi menyangkut bahasa kedua (second
language).Usia lebih dari 10 tahun, anak kesulitan dalam mempelajari bahasa.

3) Teori Kognitivisme
Munculnya teori ini dipelopori oleh Jean Piaget (1954) yang mengatakan
bahwa bahasa itu salah satu di antara beberapa kemampuan yang berasal dari
kematangan kognitif. Jadi perkembangan bahasa itu ditentukan oleh urutan-
urutan perkembangan kognitif. Perkembangan bahasa tergantung pada
kemampuan kognitif tertentu, kemampuan pengolahan informasi, dan motivasi.
Piaget (Mussen dkk., 1984) dan pengikutnya menyatakan bahwa perkembangan
kognitif mengarahkan kemampuan berbahasa, dan perkembangan bahasa
tergantung pada perkembangan kognitif.
Menurut Piaget struktur yang kompleks itu bukan pemberian alam dan
bukan sesuatu yang dipelajari dari lingkungan melainkan struktur itu timbul
secara tak terelakkan sebagai akibat dari interaksi yang terus menerus antara
tingkat fungsi kognisi anak dengan lingkungan kebahasaannya. Menurut kaum
kognitivisme bahwa kemampuan pembelajar sudah terprogram secara biologis
untuk memiliki kemampuan kognitif dan proses belajar terjadi dengan cara
memetakan kategori linguistik ke dalam kategori kognitif, serta apa yang
dipelajari adalah tata bahasa sebuah bahasa. Jadi, sebetulnya kaum kognitivisme
berusaha menggabungkan peran lingkungan dan faktor bawaan, namun lebih
besar ditekankan pada aspek berpikir logis (the power of logical thinking).
Urutan pemerolehan bahasa: menuranikan struktur aksi representasi kecerdasan
membentuk struktur linguistik (Chaer, 2003; hal, 178-179).
Menurut teori kognitivisme, yang paling utama harus dicapai adalah
perkembangan kognitif, barulah pengetahuan dapat keluar dalam bentuk
keterampilan berbahasa. Dari lahir sampai 18 bulan, bahasa dianggap belum
ada. Anak hanya memahami dunia melalui inderanya. Anak hanya mengenal
benda yang dilihat secara langsung. Pada akhir usia satu tahun, anak sudah
dapat mengerti bahwa benda memiliki sifat permanen sehingga anak mulai
menggunakan simbol untuk mempresentasikan benda yang tidak hadir

6
dihadapannya. Simbol ini kemudian berkembang menjadi kata-kata awal yang
diucapkan anak.

4) Teori Interaksionisme
Teori interaksionisme beranggapan bahwa pemerolehan bahasa merupakan
hasil interaksi antara kemampuan mental pembelajaran dan lingkungan bahasa.
Pemerolehan bahasa itu berhubungan dengan adanya interaksi antara masukan
“input” dan kemampuan internal yang dimiliki pembelajar. Setiap anak sudah
memiliki LAD sejak lahir. Namun, tanpa ada masukan yang sesuai tidak
mungkin anak dapat menguasai bahasa tertentu secara otomatis.

Sebenarnya, faktor intern dan ekstern dalam pemerolehan bahasa pertama


oleh sang anak sangat mempengaruhi. Benar jika ada teori yang mengatakan
bahwa kemampuan berbahasa anak telah ada sejak lahir (telah ada LAD). Hal ini
telah dibuktikan oleh berbagai penemuan seperti yang telah dilakukan oleh
Howard Gardner. Dia mengatakan bahwa sejak lahir anak telah dibekali berbagai
kecerdasan. Salah satu kecerdasan yang dimaksud adalah kecerdasan
berbahasa (Campbel, dkk., 2006: 2-3). Aspek kebahasaan merupakan sarana
dalam berkomunikasi atau berinteraksi satu individu dengan individu lainnya atau
satu kelompok dengan kelompok lainnya,untuk menyampaikan atau menerima
suatu informasi. Akan tetapi, yang tidak dapat dilupakan adalah lingkungan juga
faktor yang memengaruhi kemampuan berbahasa si anak. Banyak penemuan yang
telah membuktikan hal ini.

C. Jenis-jenis Pemerolehan Bahasa


Jenis-jenis pemerolehan bahasa ada beberapa pendapat ahli. Ross dan Roe
(Zuchdi dan Budiasih, 1997) membagi fase/tahap perkembangan bahasa anak
seperti berikut.
Perkiraan Tahap Kemampuan Anak
Anak bermain dengan bunyi-bunyi bahasa
Lahir – 2 tahun Fase fonologis mulai mengoceh sampai menyebutkan
kata-kata sederhana.
2 tahun – 7 tahun Fase sintaksis Anak menunjukkan kesadaran gramatis,

7
berbicara menggunakan kalimat.
Aak dapat membedakan kata sebagai
7 – 11 tahun Fase semantik simbol dan konsep yang terkandung dalam
kata.

2.2 Kaitan Hakikat Bahasa dengan Teori Pemerolehan Bahasa


A. Hakikat Bahasa
Menurut Keraf (1984: 16), bahasa adalah alat komunikasi antar-anggota
masyarakat, berupa lambang bunyi suara, yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.
Meskipun batasan bahasa yang dikemukakan Keraf ini terlihat sangat sederhana,
apa yang menjadi hakikat bahasa dan lambang bunyi suara itu tidaklah serta
merta dapat dipahami dan disepakati dengan mudah oleh semua pihak. Untuk
mempermudah pemahaman kita mengenai hal tersebut, baiklah kita simak
ilustrasi berikut ini.
Bila seorang asing berbicara dalam bahasa yang tidak kita pahami, yang
terdengar kepada kita hanyalah bunyi yang berselang-seling yang rumit sekali.
Dalam waktu yang relatif lama, barulah bunyi-bunyi tersebut dapat kita
bedabedakan. Bunyi-bunyi dan urutannya akan semakin jelas kepada kita karena
ia berulang. Apabila kita akhirnya memahami bahasa tersebut, maka tampaklah
kepada kita bahwa ada aturan-aturan yang menguasai pemakaian bunyi dan
urutan-urutannya itu.
Di dalam bahasa Inggris, misalnya, tidak terdapat bunyi (ny) seperti yang
terdapat di dalam bahasa Indonesia nyinyir atau nyonya. Bunyi (ng) di dalam
bahasa asing itu tidak pernah terdapat di awal kata, seperti yang terdapat di dalam
kata bahasa Indonesia ngeri, misalnya. Sebaliknya, ada juga urutan-urutan bunyi
di dalam bahasa Inggeris, seperti (spl) atau (spr), yang terdapat di dalam kata-
kata splash dan spring, yang tidak terdapat di dalam bahasa Indonesia.
Di dalam bahasa Inggeris terdapat kata-kata majemuk, seperti flower garden
atau bus station, yang kata keduanya merupakan pokok dan kata pertama
menjelaskan kata kedua. Di dalam bahasa Indonesia terjadi hal yang sebaliknya.
Kata-kata majemuk seperti stasiun bus atau kebun bunga, justru kata-kata

8
pertamanyalah yang menjadi pokok, sedangkan kata kedua menjadi penjelas kata
pertama.
Dari contoh-contoh di atas, dan banyak lagi contoh lainnya yang dapat
dikemukakan di sini, jelaslah bahwa tiap bahasa memiliki aturan-aturannya
sendiri yang menguasai hal-hal bunyi dan urutan-urutanny, hal-hal kata dan
susunannya, dan sebagainya. Dapatlah disimpulkan bahwa bahasa itu
sesungguhnya adalah kumpulan pola-pola, kumpulan kaidah-kaidah yang
kemudian disebut sistem.
Jadi, bahasa adalah sistem unsur-unsur dan kaidah-kaidah.
Bila pertama kali kita melihat sebuah benda, dan orang yang memahami
benda itu menyebutnya dengan „jam‟, maka urutan bunyi /j/, /a/, dan /m/ kita
asosiasikan dengan benda tersebut. Kemudian, meskipun benda tersebut tidak
lagi berada di hadapan kita, bila kita mendengar seseorang mengucapkan urutan
bunyi itu, maka kita akan serta-merta mengasosiasikannya dengan benda tersebut.
Demikianlah, terjadinya proses asosiasi antara bunyi-bunyi (baik berupa kata
maupun kalimat) dengan sesuatu (benda maupun konsep) menunjukkan
ketinggiasn akal budi manusia yang tidak dimiliki oleh makhluk lain. Urutan
bunyi /j/, /a/, dan /m/ itu, dalam pikiran manusia, ternyata adalah lambang-
lambang yang berdiri untuk sesuatu yang lain yang dapat diterangkan sebagai
“Sesuatu yang terdiri atas berbagai roda kecil yang digerakkan oleh beberapa per,
yang ditempatkan di dalam sebuh kotak besar atau kecil, dan yang fungsinya
untuk menunjukkan waktu.” Seperti diketahui, sesuatu yang berdiri untuk sesuatu
yang lain disebut tanda. Dengan demikian jelaslah bahwa bahasa itu
sesungguhnya adalah sistem tanda.
Tidak terdapat hubungan logis atau rasional antara bunyi-bunyi bahasa
dengan sesuatu yang dilambangkannya. Untuk menjelaskan hal ini, ambil lah
konsep K sebagai kasus. K adalah binatang berkaki empat, berkuku satu dan
banyak dijinakkan untuk keperluan manusia, baik untuk membantunya sebagai
binatang poenarik maupun untuk hiburan di dalam pacuan.
Orang Indonesia menyebut konsep K ini dengan urutan bunyi [k-u-d-a];
orang Inggris menyebutnya [h-o-r-s-e], dan orang Jawa menyebutnya dengan [j-
a-r-a-n]. Sekiranya ada hubungan yang rasional atau logis antara bunyi-bunyi

9
dengan bendanya, tentulah tidak akan ada perbedaan urutan bunyi di dalam
bahasa-bahasa di dunia ini untuk konsep yang sama, seperti contoh-contoh yang
telah diberikan di atas. Jadi jelaslah, tidak ada hubungan yang rasional dan logis
antara bunyi-bunyi sebagai lambang dengan sesuatu yang dilambangkannya.
Dengan kata-kata lain, urutan bunyi dalam satu bahasa bersifat mana suka atau
arbitrer. Kecil pula kemungkinan bagi seseorang untuk mengganti urutan bunyi
dalam bahasanya untuk sebuah konsep yang sudah ada.
Berapa pun diktatornya kekuasaan seseorang di suatu tempat, tidak mungkin
baginya mengganti urutan bunyi [k-u-d-a], untuk konsep yang telah dikemukakan
di atas, dengan urutan bunyi lain, misalnya menjadi [k-r-a-u]. Jika pun
dimungkinkan, maka penggantian urutan bunyi bahasa itu haruslah mendapat
persetujuan atau kesepakatan sejumlah besar masyarakat pemakai bahasa. Dari
deskripsi di atas dapatlah disimpulkan bahwa urutan-urutan bunyi itu mestilah
mencapai sifat konvensional untuk dapat dianggap sebagai kata-kata di dalam
bahasa itu. Sifat inilah yang menentukan, baik perubahan arti maupun hidup dan
matinya kata kata dalam satu bahasa.

D. Kaitan Hakikat Bahasa dengan Teori Pemerolehan Bahasa


Hakikat Perkembangan Bahasa Anak Pada hakikatnya, bahasa anak
berkembang sejalan dengan perkembangan biologisnya, baik secara fisik
maupun psikis. Bahasa anak berkembang secara bertahap sesuai dengan
perkembangan bahasa dan pikiran anak. Anak memperoleh bahasa melalui segala
sesuatu yang didengar, dilihat, diraba, dirasakan, dan melalui indra penciuman.
Peranan bahasa dalam perkembangan pikiran anak menurut Piaget, pikiran
anak berkembang melalui jenjang/periode sesuai dengan tingkat kematangan
anak secara keseluruhan dan interaksinya dengan lingkungan. Terdapat dua jenis
proses dalam berinteraksi dengan lingkungan, yaitu proses penyesuaian/adaptasi
dan pengorganisasian. Proses penyesuaian terdiri atas proses asimilasi dan
akomodasi.
1) Asimilasi artinya anak mengenali dan memahami objek-objek dalam
lingkungannya sesuai dengan pola pikiran yang telah ada.
2) Akomodasi yaitu terjadinya penyesuaian antara pemahaman suatu objek
dalam pola pikiran anak sesuai dengan tuntutan lingkungan.

10
3) Pengorganisasian yaitu proses interaksi dengan lingkungan melalui hal-
hal yang bersifat refleks kemudian berkembang menjadi kata dan kalimat
yang terkoordinasi.
Piaget berpendapat bahwa pikiran yang dimiliki anak/kemampuan berpikir
dapat mendorong perkembangan bahasa. Menurut Vigotsky, bahasa orang dewasa
sangat berpengaruh pada perkembangan bahasa dan pikiran anak. Bahasa yang
dimiliki anak dapat mendorong perkembangan pikiran anak. Pendapat lain
berkaitan tentang bahasa dan pikiran dikemukakan oleh J.S. Bruner. Bruner
berpendapat bahwa (1) bahasa merupakan pendorong perkembangan pikiran. (2)
pikiran dapat berkembang bila sebelumnya mendapat pengalaman-pengalaman
dari lingkungan. (3) perkembangan bahasa dan pikiran saling mendukung.
Aspek bahasa yang berperan dalam perkembnagan pikiran anak adalah
aspek kelambangan, aspek kategorisasi, dan dan aspek proposisi.
1) Aspek Kelambangan Bahasa adalah lambang bunyi yang bersistem yang
dapat diubah menjadi hurufhuruf/lambang tulisan dan mengandung
makna/arti. Aspek kelambangan iinilah yang memungkinkan anak dapat
berpikir secara abstrak.
2) Aspek Kategorisasi adalah proses penggolongan objek/suatu hal
berdasarkan kesamaan atau kemiripan ciri-cirinya.
Contoh: Kendaraan Bermesin, Kendaraan Tidak Bermesin, Kendaraan
Beroda, Kendaraan Dengan gerakan Manusia, Dengan gerakan Hewan,
dan lain sebagainya.
Proses pemerolehan bahasa adalah proses bawah sadar. Penguasaan bahasa
tidak disadari dan tidak dipengaruhi oleh pengajaran. Berbeda dengan proses
pembelajaran, adalah proses yang dilakukan secara sengaja atau secara sadar
dilakukan oleh pembelajar di dalam menguasai bahasa. Karakteristik pemerolehan
bahasa melalui situasi informal (di luar sekolah), tidak melalui situasi formal
(sekolah/kursus), dialami langsung oleh anak.
Proses anak mulai mengenal komunikasi dengan lingkungannya secara verbal
dapat disebut dengan pemerolehan bahasa anak. Ketika pemerolehan bahasa
pertama terjadi bila anak yang sejak semula tanpa bahasa, kini telah memperoleh
satu bahasa Pemerolehan bahasa adalah proses yang digunakan oleh anak-anak

11
dalam memiliki kemampuan berbahasa, baik berupa pemahaman atau pun
pengungkapan, yang berlangsung secara alami, dalam situasi formal, spontan, dan
terjadi dalam konteks berbahasa yang bermakna bagi anak.
Pemerolehan bahasa juga dapat terjadi secara serempak dua bahasa dan
secara berurutan. Pemerolehan secara serempak dua bahasa terjadi pada anak yang
dibesarkan dalam masyarakat bilingual (menggunakan dua bahasa dalam
berkomunikasi) atau dalam masyarakat multilingual (menggunakan lebih dari dua
bahasa). Sedangkan pemerolehan berurut dua bahasa terjadi bila anak menguasai
dua bahasa dalam rentang waktu yang relatif berjauhan.
Ragam atau jenis pemerolehan bahasa anak dapat ditinjau dari berbagai sudut
pandangan, antara lain:
1. Berdasarkan bentuk - pemerolehan bahasa pertama - pemerolehan bahasa
kedua - pemerolehan-ulang
2. Berdasarkan urutan - pemerolehan bahasa pertama - pemerolehan bahasa
kedua
3. Berdasarkan jumlah - pemerolehan satu bahasa - pemerolehan dua bahasa
4. Berdasarkan media - pemerolehan bahasa lisan - pemerolehan bahasa tulis
5. Berdasarkan keaslian - pemerolehan bahasa asli - pemerolehan bahasa
asing
Strategi anak memperoleh bahasa melalui:
a. Peniruan
b. Pengalaman langsung
c. Mengingat
d. Bermain
e. Penyederhanaan
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pemerolehan bahasa anak,
yaitu:
a. Faktor biologis
b. Faktor lingkungan sosial
c. Faktor intelegensi
d. Faktor motivasi

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pemerolehan bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak kanak-
kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya.
Pemerolehan bahasa berbeda dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa
berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang kanak-kanak
mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi,
pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran
bahasa berkenaan dengan bahasa kedua.
Teori pemerolehan bahasa pada anak meliputi teori behaviorisme, nativisme,
kognitivisme, dan interaksionisme. Sedangkan hakikat bahasa itu dicirikan oleh
empat hal, yakni (1) bahasa adalah bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap
manusia, (2) bahasa adalah sistem tanda, (3) bahasa itu arbitrer/mana suka, dan
(4) bahasa bersifat konvensional (lihat Samsuri, 1981: 9-12).
Hakikat Perkembangan Bahasa Anak Pada hakikatnya, bahasa anak
berkembang sejalan dengan perkembangan biologisnya, baik secara fisik
maupun psikis. Bahasa anak berkembang secara bertahap sesuai dengan
perkembangan bahasa dan pikiran anak. Anak memperoleh bahasa melalui segala
sesuatu yang didengar, dilihat, diraba, dirasakan, dan melalui indra penciuman.

13
DAFTAR PUSTAKA

Sundari, Weli. 2018. PEMEROLEHAN BAHASA. Jurnal Warna Vol., No.1


Degest. 2019. “Teori dan Hakekat Pemerolehan Bahasa”,
https://www.guruberbagi.net/2019/02/teori-dan-hakekat-pemerolehan-
bahasa.html, diakses pada 12 Desember 2021 pukul 18.20.
Akhadiah, dkk. 1997. Teori Belajar Bahasa. Jakarta : Universitas Terbuka

14

Anda mungkin juga menyukai