Anda di halaman 1dari 22

PSIKOLINGUISTIK

Pemerolehan Bahasa Anak

Makalah Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikolinguistik

Dosen Pengampu: Dona Aji Karunia Putra, M.A.

Disusun Oleh Kelompok 1:

Tutik Handayani (11190130000002)


Inggrid Amanda Muharramah (11190130000007)
Lia Maelani (11190130000011)
Tarmidzi (11190130000016)
Adisti Anastasya Oktaviani (11190130000020)
Aura Naila Syalvia (11190130000024)
Fitria Sukmawati (11190130000030)
Selvia Anggraini (11190130000035)

Kelas: PBSI/5A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarokaatuh

Bismillahirrahmaanirrahiim

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-
Nya sehingga penyusun dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Makalah yang dibuat dengan judul Pemerolehan Bahasa Anak ini disusun untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Psikolinguistik. Penyusun menyadari bahwa
tersusunnya makalah ini atas bantuan dari berbagai pihak baik langsung maupun tidak
langsung, maka izinkanlah penyusun mengucapkan terima kasih kepada pihak yang terlibat
dalam penyusunan makalah ini.
Penyusun menyadari penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, sehingga
penyusun berharap kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk penulisan berikutnya
dan semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarokaatuh

Tangerang, 23 September 2021

Penyusun

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................ii

BAB I ....................................................................................................1

PENDAHULUAN....................................................................................1

A. Rumusan Masalah........................................................................1

B. Tujuan Penulisan..........................................................................2

C. Metode Penyusunan Makalah.....................................................2

D. Manfaat Penulisan Makalah........................................................2

BAB II ...................................................................................................3

PEMBAHASAN......................................................................................3

A. Pengertian Pemerolehan Bahasa................................................3

B. Pemerolehan Frase, Klausa, dan Kalimat pada Anak....................4

C. Perkembangan Pemerolehan Bahasa Anak..................................6

D. Gangguan Berbahasa pada Anak ...............................................8

BAB III.................................................................................................18

PENUTUP............................................................................................18

A. Simpulan....................................................................................18

B. Saran..........................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pemerolehan bahasa merupakan salah satu proses penyerapan kosa kata baru.
Setiap individu akan mengalami periode pemerolehan bahasa dan akan berlangsung
sepanjang masa. Seorang anak akan mengalami proses pemerolehan bahasa kedua
(B2) setelah memperoleh bahasa pertamanya (B1), melalui pemerolehan
bahasa kedua (Language Acquisition) atau ada yang menyebutnya dengan
pembelajaran bahasa (Language Learning). Keterampilan seseorang terhadap
sebuah bahasa tergantung pada adanya kesempatan untuk menggunakan bahasa
tersebut. Oleh karena itu, wajar kalau misalnya bahasa pertama lebih dapat
dikuasai oleh seseorang daripada bahasa keduanya. Tetapi, kalau kesempatan
untuk menggunakan kedua bahasa tersebut atau dengan kata lain sama
peluangnya, maka ada kemungkinan kedua bahasa tersebut sama baiknya.
Pemerolehan bahasa merupakan salah satu hal yang menarik utuk dikaji karaena
hal itu menyangkut berbagai aspek perkembangan anak. Hal ini terbukti telah banyak
dikaji oleh para ahli dalam berbagai bidang yang relevan seperti linguistik umum,
psikologi, neurologi, biologi. Salah satunya tentang pemerolehan bahasa. Manusia
lahir tanpa bahasa, pada saat mereka berusia 3 atau 4 tahun, anak-anak secara khusus
telah memperoleh beribu-ribu kosakata, sistem fonologi dan gramatika yang
kompleks, dan aturan kompleks yang sama untuk bagaimana cara menggunakan
bahasa mereka dengan sewajarnya dalam banyak latar sosial.
Perkembangan pemerolehan bahasa anak dimulai dari perkembangan
komprehensi; perkembangan fonologi; perkembangan sintaksis; perkembangan
morfologi; perkembangan kosakata (Goodluck 1996). Berdasarkan pendapat tersebut
di atas dapat dikatakan bahwa ruang lingkup dalam penelitian pemerolehan bahasa
anak adalah tahap perkembangan komprehensi; perkembangan fonologi;
perkembangan sintaksis; perkembangan morfologi; perkembangan kosakata.
Berdasarkan pernyataan di atas pemakalah membuat rumusan masalah
sebagaimana yang tertera di bawah ini.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa arti dari pemerolehan bahasa?
2. Bagaimanakah pemerolehan frase, klausa dan kalimat pada anak?
3. Bagaimana perkembangan pemerolehan bahasa anak?
4. Bagaimana gangguan berbahasa pada anak?
C. Tujuan Penulisan
1. Dapat mendeskripsikan tentang pemerolehan bahasa.
2. Mendeskripsikan pemerolehan frase, klausa dan kalimat pada anak.
3. Untuk mengetahui perkembangan pemerolehan bahasa anak.
4. Mendeskripsikan gangguan berbahasa pada anak.
D. Metode Penyusunan Makalah
Metode yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah bersumber dari
referensi buku-buku yang telah ada dan mengambil dari sumber lain, seperti jurnal
yang berkaitan dengan makalah ini.
E. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam ilmu
pengetahuan khususnya tentang pemerolhan bahasa anak, menambah pemahaman
guru tentang kegiatan bercerita di sekolah, serta membantu guru dan orang tua
dalam pengembangan kemampuan berbicara pada anak di sekolah.
2. Manfaat Praktis
Dapat meberikan kontribusi yang positif bagi guru dalam menangani
perkembangan bahasa anak, meningkatkan wawasan dan ketrampilan dalam
kegiatan berbahasa.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pemerolehan Bahasa


Pemerolehan bahasa (language acquisition) adalah proses manusia mendapatkan
kemampuan untuk menangkap, menghasilkan, dan menggunakan kata untuk
pemahaman dan komunikasi. Kapasitas ini melibatkan berbagai kemampuan
seperti sintaksis, fonetik, dan kosakata yang luas. Bahasa yang diperoleh bisa berupa
vokal seperti pada bahasa lisan atau manual seperti pada bahasa isyarat. Pemerolehan
bahasa biasanya merujuk pada pemerolehan bahasa pertama yang mengkaji
pemerolehan anak terhadap bahasa ibu mereka serta pemerolehan bahasa kedua yang
mengkaji pemerolehan bahasa tambahan oleh anak-anak atau orang dewasa.
Dalam jurnal Deni Prasetiawan menyebutkan bahwa peniruan yang dilakukan
oleh si anak tidak akan sama seperti yang diinginkan oleh orang dewasa. Jika orang
dewasa meminta sang anak untuk menyebutkan “He’s going out”, si anak akan
melafalkan dengan “He go out”.1 Beberapa linguis salah satunya (Tarigan, 2009, p.
38) menyatakan bahwa suatu tata bahasa terdiri atas tiga komponen utama yang
masing-masing komponen melukiskan seperangkat kaidah linguistik tertentu, yaitu
komponen sintaksis, komponen semantik, dan komponen fonologi. Komponen
sintaksis menjumlahkan suatu perangkat tali simbol tata bahasa yang tidak terbatas
banyaknya, masing-masing dengan pemerian struktural yang tepat. Komponen
semantik beroperasi pada rangkaian formatif bersamasama dengan pemerian
strukturalnya yang menghasilkan suatu interpretasi semantik bagi setiap tali atau
untaian. Komponen fonologi memetakan setiap tali sintaksis menjadi gambaran ciri-
ciri fonetik yang paling terperinci, yaitu menyajikan setiap kalimat dengan ucapannya.
Ada empat teori dalam pemerolehan bahasa yaitu:
1. Teori Behaviorisme
Behaviorisme selalu berkenaan dengan tingkah laku pada awal
kemunculannya. Behaviorisme mengkaji dalm bidang pendidikan dan bahasa2
2. Teori Nativisme

1
Deny Prasetiawan, PEMEROLEHAN BAHASA PADA ANAK SUKU SASAK DALAM PERSPEKTIF
PSIKOLINGUISTIK, Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Volume 17, Nomor 1, April 2017, hlm. 72-80,
diakses pada tanggal 24 September 2021 pukul 01.03
2
Vit Ardhyantama , Chusna Apriyanti, PERKEMBANGAN BAHASA ANAK, (Yogyakarta: Stiletto Indie Book,
2020), hlm. 8

3
Penganut teori ini tidak meyakini bahwa bahasa dapat dipelajari secara singkat
dari kebiasaan-kebiasaan yang muncul di lingkungan sekitar anak.3
3. Teori Kognitivisme
Penganut teori kognitvisme beranggapan bahwa belajar tidak selalu berkaitan
dengan perilaku yang dapat diamati oleh pancaindra. Perubahan pola pikir atau
persepsi yang berada di dalam otak manusia merupakan salah satu ciri seseorang
telah mengalami proses pembelajaran.4
4. Teori Interaksionisme
Pemerolehan bahasa menurut teori interaksionime merupakan pencampuran
dari kemampuan kognisi bahaan dengan interaksi yang terjadi di lingkunan
sekitar. Menurut teori ini, bahasa diperoleh anak karena adanya kesiapan kognitif
dan rangsangan yang ada pada masyarakat disekelilingya.5
B. Pemerolehan frase, klausa dan kalimat pada anak
Beberapa tahap yang dialami anak dalam proses perkembangan bahasanya
meliputi empat tahap yaitu: (1) Tahap ocehan, (2) Tahap satu kata, (3) Tahap dua
kata, dan (4) Tahap telegrafis. Keempat tahap ini termasuk ke dalam tahap linguistik.
Tangisan atau suara berdekut bayi dianggap termasuk tahap pralinguistik atau
praverbal karena suara tersebut hanya merupakan respon tarhadap rangsangan di
sekitarnya, bukan merupakan bentuk kreasi ujaran.
1. Tahap ocehan (babbling stage) Bayi usia enam bulan mulai mengoceh,
mengucapkan sejumlah bunyi ujar tanpa makna atau beberapa penggal kata
yang bermakna karena kebetulan saja. Mengoceh tidak tergantung masukan
akustik atau yang didengar dari sekelilingnya. Anak akan belajar
menggunakan bunyi-bunyi ujar yang benar (yang diterima orang-orang
sekelilingnya) dan membuang bunyi yang salah. Anak akan mulai menirukan
pola intonasi yang diucapkan orang-orang di sekelilingnya. Dia akan
mengenali intonasi yang mengungkapkan rasa marah, kagum, senang, sedih
dan lain sebagainya.
2. Tahap satu kata (holophrastic stage) Tahap ini disebut tahap kalimat
holophrastic (dari kata holo, utuh, dan phrase, frase). Pada usia satu tahun
anak mulai menggunakan serangkaian bunyi berulangulang untuk makna yang

3
Ibid., hlm. 13
4
Ibid, hlm.16
5
Ibid., hlm. 19

4
sama. Contoh: Mam (untuk mengatakan saya mau makan), Ma (untuk
meminta mama ada di sini). Kata-kata dalam tahap ini memiliki tiga fungsi
yakni:
 Menghubungkan antara kata-kata dengan perilaku anak itu sendiri,
atau suatu keinginan untuk suatu perilaku;
 Untuk mengungkapkan suatu perasaan; atau
 Untuk memberi nama kepada sesuatu benda. Kata-kata pada tahap ini
terdiri dari konsonan yang mudah dilafalkan seperti (m, p, j, k) dan
vokal seperti (a, u, o). Menurut penelitian anak mampu memahami
perbedaan-perbedaan bunyi ujar yang lebih banyak daripada yang
sanggup diucapkannya.
3. Tahap dua kata (two-word stage) Anak usia paling lambat tahun dua tahun
sudah mulai mengucapkan ujaran dua kata, misalnya “Mi’ cu” yang artinya
anak minta minum susu. Beberapa ungkapan yang diucapkan sering tidak
bersubyek Hubunganhubungan seperti infleksi, kata ganti orang, dan bentuk
jamak belum digunakan. Dalam pikiran anak konsep subyek + predikat terdiri
dari kata benda + kata benda, seperti “Peda Opi” yang berarti Opi meminta
diambilkan sepeda; atau menggabungkan kata sifat + kata benda, seperti
“Kotor patu” yang maksudnya sepatu ini kotor, dan sebagainya.
4. Tahap telegrafis (telegraphic stage) Setelah melewati usia dua tahun, anak
dapat merangkaikan tiga, empat kalimat bahkan lebih. Hubungan sintaksis
dalam kalimatnya sudah tampak jelas, meskipun hingga usia ini yang menjadi
topik pembicaraannya ialah hal-hal yang berkenaan dengan dirinya, yakni
yang ada di tempat dan terjadi pada waktu itu (here and now).6
Pada usia ini anak secara bertahap belajar bahasa ibunya dengan caranya
sendiri. Kalimat yang dirangkainya menyerupai telegram artinya lebih banyak
menggunakan kata-kata leksikal (content word) misalnya:
“Cat stand up table” (Kucing berdiri di atas meja).
“No sit here” (Jangan duduk di sini), dan sebagainya
Tahap perkembangan di atas terkait dengan perkembangan kognitif
anak. Piaget menamakan periode kognitif pada bayi (0-2 tahun) dengan istilah
sensomotoris, hal ini karena perkembangan kognitif ini mempunyai kaitan

6
Rohmani Nur Indah, Gangguan Berbahasa, (Malang:UIN-MALIKI press (anggota IKAPI), 2017), hlm. 38-40

5
dengan penerimaan dan pemrosesan informasi yang diterima melalui organ
sensoris atau indera.
Pada tahap berikutnya, usia 2-7 tahun oleh Piaget disebut stadium pra-
operasional, yaitu periode anak mulai belajar menggunakan bahasa untuk
menunjukkan suatu objek melalui imej dan kata-kata.
Pada usia 7-11 tahun anak bisa secara konkrit berfikir logis tentang
objek dan kejadian. Di usia 11 tahun ke atas, Piaget menjelaskan bahwa anak
baru bisa berfikir dalam bentuk abstrak dan hipotetik.
Secara umum, perkembangan bahasa dan bicara pada anak bisa dibagi menjadi
tiga fase, yaitu:
fase praverbal (0-1 tahun),
fase verbal awal (1 – 2,5 tahun), dan
fase diferensiasi (2,5 – 5 tahun).
Anak-anak belajar untuk bicara melalui tahap mengerti (bahasa pasif) dan
melalui bicara (bahasa aktif)7. Selanjutnya mengenai bagaimana anak belajar
bahasa, beberapa teori diajukan untuk menjawab pertanyaan ini. Sebagian ahli
menganggap anak belajar dari menirukan atau melakukan proses imitasi.
Semula anak dianggap telah memperoleh bahasa ketika ia mampu menirukan
ucapan orang dewasa. Imitasi yang dilakukan anak meliputi tidak saja ragam
kosakata tetapi juga intonasi. Sebagian yang lain berasumsi bahwa anak
belajar bahasa dari adanya penguatan. Sementara itu, yang lain berpendapat
bahwa anak belajar bahasa dengan membuat analogi.
C. Perkembangan pemerolehan bahasa anak
Tarigan mengemukakan bahwa pemerolehan bahasa merupakan proses
pemilikan kemampuan berbahasa, baik berupa pemahaman atau pun pengungkapan
secara alami, tanpa melalui kegiatan pembelajaran formal. Adapun Dardjowidjojo
menyatakan bahwa pemerolehan bahasa adalah proses penguasaan bahasa yang
dilakukan oleh anak secara natural sewaktu anak belajar bahasa ibunya.
Manurung berpendapat bahwa pemerolehan bahasa pada anak mempunyai
ciri-ciri berkesinambungan, merupakan suatu rangkaian kesatuan, dan dimulai dari
ujaran satu kata yang sederhana hingga mencapai gabungan kata dan kalimat yang
lebih rumit.8

7
Nuryani dan Dona Aji Karunia Putra, Psikolinguistik, (Tangerang Selatan:Mazhab Ciputat, 2013), hlm. 95

6
Perkembangan bahasa anak ditempuh melalui cara yang sistematis dan
berkembang bersama-sama dengan pertambahan usianya. Menurut Lenneberg,
perkembangan bahasa anak seiring dengan perkembangan biologisnya. Hal inilah
yang digunakan sebagai dasar mengapa anak pada utertentu sudah dapat berbicara,
sedangkan anak pada umur tertentu pula belum dapat berbicara. Akan tetapi, dalam
perkembangannya, pada umumnya anak memiliki komponen pemerolehan bahasa
yang hampir sarna, baik perkembangan fonologinya, sintaksisnya, semantiknya,
maupun pragmatiknya. Hal ini tentunya dilihat dari segi perkembangan bahasa anak
yang normal. Semua komponen tersebut, dapat dilihat dari gejala dan tingkah laku
anak.
Dworetzsky menyatakan bahwa dalam kehidupan manusia mengalami
perkembangan bahasa melalui dua tahapan, yaitu:
1. Periode Pralinguistik
Periode pralinguistik adalah masa anak sebelum mengenal bahasa, alau
mampu berbahasa. Saat bayi mulai tumbuh, secara berangsur-angsur ia
mengembangkan bahasanyamelalui urutan lahap demi tahap.
2. Periode Linguistik.
Dworetzky mengemukakan bahwa kata infans berasal dari kata Latin "tanpa
ucapan" atau "tidakberbicara.” Kata infant (bayi) berasal dari Infans. Hal tersebut
tampak logis jika dianggap kata-kata yang kali pertama diucapkan oleh seorang
anak sebagai titik akhir masa bayi. Pada masa tersebut, anak sudah mulai tampak
perkembangan bahasanya, ia sudah mulai mampu menggunakan kata-kata dalam
berbicara. Kata yang dimaksud adalah ucapan yang berhubungan langsung dengan
benda atau kegiatan tertentu sebagai bentuk dasar. Misalnya mama, papa, baba,
dan baru kemudian mempelajari kata abstrak. Ini terjadi antara umur 10 sampai 17
bulan.
Jalongo mengelompokkan perkembangan linguistik ini sebagai tahapan kedua
Pada awal tahun pertama yakni usia sekitar 12 bulan, anak menggunakan kata
antara 3-6 kata (holofrase). Tahap berikutnya anak berusia antara 12 sampai 18
bulan, anak telah mampu menggunakan kata benda yang luas serta telah mampu
menggunakan kosakata yang terdiri antara 3 sampai dengan 50 kata. Pada usia
sekitar 2-3 tahun, anak sudah mampu menerima bahasa dengan menggunakan

8
Indah Permata Sari Suardi dkk, Pemerolehan Bahasa Pertama pada Anak Usia Dini, Jurnal Obsesi : Jurnal
Pendidikan Anak Usia Dini, Volume 3, Issue 1, 2019, Pages 265 – 273.

7
bahasa telegrafik 2-3 kata. Anak, selanjutnya mampu berkomunikasi dengan
menggunakan kata antara 3-50 kata. Anak ketika berusia sekitar 3 tahun, kosa
katanya bertambah setiap hari. Pada usia tersebut, menurut Jalongo anak memiliki
kosakata antara 200 sampai 300 kata. Pada usia 4 tahun, anak telah mampu
menerapkan pengucapan dan tatabahasa. Anak telah memiliki kosakata sebanyak
1400 sampai 1600 kata. Pada usia 5 sampai 6 tahun, anak telah memiliki susunan
kalimat dan tata bahasa yang benar dan baik.9
Perkembangan pemerolehan bahasa anak dapat dibagi tiga bagian yaitu
sebagai berikut.
1. Perkembangan prasekolah. Tahap perkembangan pra sekolah terdiri atas tiga
tahap perkembangan, yaitu perkembangan pralinguistik, tahap satu kata, dan
ujaran kombinasi permulaan. Pada perkembangan pralinguistik anak, anak
mengembangkan konsep dirinya. Ia berusaha membedakan dirinya dengan subjek,
dirinya dengan orang lain, serta hubungan dengan objek dan tindakan. Pada tahap
satu kata anak terus menerus berupaya mengumpulkan nama-nama benda dan
orang yang dijumpai.
2. Perkembangan ujaran kombinatori
3. Perkembangan masa sekolah.10
D. Gangguan Berbahasa pada Anak
A. Penyebab Gangguan Berbahasa pada Anak
Pada anak-anak, gangguan berbahasa atau berkomunikasi pada umumnya
dapat dikategorikan sebagai berikut:
1) Gangguan berbicara yang disebabkan :
a) Masalah artikulasi
b) Gangguan bersuara
c) Masalah kefasihan
d) Afasia karena ketidaksempurnaan perkembangan otak
e) Keterlambatan berbicara yang dapat dipicu faktor lingkungan,
gangguan pendengaran atau gangguan tumbuh kembang
2) Gangguan pendengaran baik parsial maupun total yang jenisnya antara
lain:

9
Enny Zubaidah, Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini Dan Teknik Pengembangannya di Sekolah, Cakrawala
Pendidikan, November 2004, Th. XXIII. No. 3.
10
Indah Permata Sari Suardi dkk, Op.Cit.,

8
a) Gangguan pendengaran konduktif yang disebabkan oleh suatu
penyakit yang mengganggu fungsi telinga bagian luar dan
tengah sehingga penyandangnya perlu menggunakan alat bantu
pendengaran.
b) Gangguan pendengaran akibat hilangnya sensor syaraf karena
kerusakan sel sensorik di dalam telinga yang berfungsi
mengantarkan pesan atau rangsangan suara. Penyandangnya
mengalami kendala merespon suara apapun meskipun
menggunakan alat bantu pendengaran
c) Gangguan pendengaran kompleks akibat rusaknya fungsi pada
telinga bagian luar, tengah dan dalam
d) Gangguan pusat pendengaran yang terjadi akibar kerusakan
pada syaraf atau jaringan otak.
3) Gangguan akibat kondisi tertentu seperti:
a) Kesulitan belajar yang dapat menjadi sebab maupun akibat
gangguan bahasa
b) Serebral palsy atau lumpuh otak
c) Retardasi atau keterbelakangan mental
d) Bibir sumbing

Gangguan berbahasa pada anak yang disebabkan gangguan


perkembangan neurolinguistik dapat dilihat dalam tabel berikut yang
diadaptasikan dari Lenneberg oleh Obler & Gjerlow (2000: 68-69):

Perkembangan Efek cidera atau


Usia Keterangan
bahasa normal lesihemisfer kiri

Bulan Mengoceh/babling Tidak terjadi fungsi  50% kasus tidak


0-3 lateralisasi muncul efek apapun
Bulan Mengoceh
 50% perkembangan
4-20 membentuk kata
bahasa lebih lambat
Bulan Pemerolehan  Terjadi pilihan  Kemampuan
21-36 struktur bahasa penggunaan menghilang
tangan  Pemerolehan mulai dari
(kanan/kiri) awal

9
 Fungsi bahasa
didominasi
hemisfer kiri
 Bahasa
melibatkan
seluruh kinerja
otak
Tahun Pembenahan  Kedua hemisfer  Muncul simtom afasia
3-10 gramatika dan aktif; lesi pada  Dapat pulih total
perluasan hemisfer (kecuali kemampuan
kosakata kiri/kanan baca-tulis)
menghambat
bahasa
 Jika hemisfer kiri
cidera, fungsi
dialihkan ke
hemisfer kanan
Tahun Menguasai aksen  Proses lateralisasi Simtom afasia tidak
11-14 bahasa berakhir, mudah hilang, terutama
kedua/asing umumnya tidak jika mengalami cidera
bisa berubah lagi berat
Dewasa Pemerolehan  Bahasa Simtom afasia menetap
bahasa kedua terlateralisasi di apalagi jika tidak ada
makin sulit hemisfer kiri perubahan dalam 3-5
pada 97% bulan sejak terjadi lesi
populasi

Disamping penjelasan diatas, menurut Nyiokiktijen dalam Tiel (2010)


klasifikasi gangguan komunikasi dan berbahasa pada anak adalah sebagai berikut:
a) Developmental language disorders (Gangguan perkembangan bahasa)
1. Hanya mengalami gangguan ekspresif dengan reseptif normal, dengan
sedikit atau tanpa komorbiditas gangguan lain yang menyertainya
(pure dysphasia development atau expressive language disorder
menurut DSM IV)

10
2. Gangguan campuran antara perkembangan bahasa ekspresif dan
reseptif (mixed receptive-expressive language disorder DSM IV).
Seringkali terjadi adanya deskrepansi (perbedaan) yang bermakna
antara skor tes verbal IQ dengan performasi (non-verbal) IQ, dimana
skor verbal IQ mencapai skor yang sangat rendah. Atau non-verbal IQ
(performasi) mencapai skor lebih tinggi daripada tes pemahaman
bahasa. Pemahaman bahasa lebih rendah daripada rata-rata anak
seusianya, artinya ada gangguan perkembangan bahasa reseptif
(receptive dysphasia).
Pada nomor 1 dan 2 di atas dapat terjadi pada anak yang
mengalami gangguan perkembangan bahasa dan bicara. Pada anak-
anak dengan gangguan perkembangan bicara dan bahasa ekspresif di
saat masih kecil dalam fase belajar bicara, jumlah vokabulari yang
dimiliki masih jauh tertinggal dari teman-teman sebayanya, sehingga ia
juga mengalami gangguan pemahaman bahasa (semantik) yang
menyebabkan rendahnya skor verbal IQ. Tetapi pada anak-anak
dengan gangguan perkembangan bicara dan bahasa ekspresif sekalipun
saat kecil mengalami gangguan reseptif juga, tetapi ia mempunyai skor
perfomansi IQ yang lebih tinggi daripada skor verbal IQ. Skor
performasi IQ mempunyai skor dalam batas normal hingga tinggi.
Pada autisme skor verbal IQ yang rendah disertai juga dengan skor
performasi IQ yang lebih rendah daripada normal.
b) Gangguan bahasa reseptif: diluar definisi dysphasia development, karena
pemahaman bahasa lebih jelek daripada bahasa ekspresif.
1. Kemampuan reseptif dan ekspresif sangat rendah (terlambat atau
tertinggal); seringkali diikuti dengan gangguan nonverbal (mengalami
juga keterbelakangan mental). Dalam bentuk yang parah didapatkan
asymbolic mental retardation atau “mute autistic”. Pemahaman bahasa
dan bicara sama sekali tak nampak.
2. Verbal-auditory agnosia atau congenital word deafness (bentuk ringan
dari phonologic perception problem)
3. Cortical deafness, total auditory agnosia (congenital auditory
imperception).
4. Gangguan sensorik pendengaran yang parah.

11
c) Gangguan semantik-pragmatik
Gangguan bahasa semantik (pengertian) – pragmatik (penggunaan) yang
ditunjukkan dengan seringnya memulai bicara dengan membeo atau echolalia.
d) Gangguan kelancaran bicara, atau gagap
e) Mutisme selektif (tidak mau bicara dalam situasi atau tempat tertentu)
f) Miskin bahasa karena kurang stimulasi
g) Gangguan artikulasi dan gangguan perkembangan bahasa dan bicara, sering
disebabkan karena masalah seperti pembagian 1 & 2
Gangguan perkembangan bicara dan bahasa juga muncul karena sebab-sebab
lain:
1. Child-aphasia (disebabkan karena traumatic, tumor, infeksi)
2. Landau-Kleffner-syndrom (gejala mirip pada pembagian B)
3. Kemunduran perkembangan bahasa dan bicara dengan penyebab tak
diketahui dengan atau tanpa epilepsi saat tidur dan gangguan nosologi
yang tak diketahui penyebabnya, sering juga terjadi pada Autism
Spectrum Disorder (ASD).
B. Hambatan Belajar pada Anak
Gangguan berbahasa pada anak dapat berimbas pada hambatan belajar
(learning disabilities). Gangguan berbahasa dan berkomunikasi melibatkan
hambatan memahami dan memproduksi bahasa. Kedua hal ini termasuk keluaran
dari proses pengolahan informasi, pesan dan pikiran yang diikuti pemilihan kata-
kata yang tepat sehingga penjelasan secara verbal dapat dipahami lawan bicara
(Kemp dkk., 2011). Indikasi kesulitan belajar berbasis gangguan bahasa meliputi
masalah bahasa verbal seperti kesulitan menceritakan kembali suatu cerita,
masalah kefasihan, kesulitan menangkap makna kata, membedakan kelas kata,
memahami arahan, dll.
Lebih jauh, hambatan belajar dapat disebabkan ketidakmampuan dalam
memproses informasi melalui masukan auditif atau visual. Kemampuan
mendengar atau mempersepsi auditif mempengaruhi keterampilan bahasa reseptif
yang mencakup membaca, menulis dan mengeja. Hal ini karena kesulitan dalam
pembedaan bunyi dan memahami konsep dasar baca tulis. Adapun kesulitan
mempersepsi visual berakibat pada kesulitan membedakan bentuk, menempatkan
angka dan huruf, melompati kata, mengira jarak atau lebar bentuk, serta

12
bermasalah dalam koordinasi mata dan tangan. Hal ini termasuk pemrosesan
visual yang berperan dalam kinerja motorik kasar dan motorik halus, kemampuan
membaca dan matematika. Jenis hambatan belajar diringkas oleh Kemp dkk
(2011) dalam tabel berikut:

Dislexia Kesulitan memproses bahasa Bermasalah dalam membaca,


menulis, mengeja, dan berbicara
Dyscalculia Kesulitan dalam berhitung Bermasalah dalam belajar
matematika, membaca jam,
menggunakan uang
Dysgraphia Kesulitan menulis Bermasalah dalam menulis dengan
rapi, mengeja, mengelola ide
Dyspraxia Kesulitan membedakan Bermasalah dalam memahami
(Sensory bunyi bacaan, berbahasa
Integration
Disorder)
Visual Kesulitan menafsirkan Bermasalah dalam membaca,
Processing informasi visual berhitung, membaca peta, grafik,
Disorder simbol, gambar11

C. Jenis Gangguan Berbahasa pada Anak


Beberapa jenis gangguan berbahasa dapat terdeteksi sejak masa kanak-kanak.
Di antaranya yang akan di bahas di bawah ini yaitu sppektrum autism, atraksia,
dialeksia, gagap, keterlambatan berbicara (speech delay) dan cerebral palsy.
Dewasa ini prevalensi yang sering muncul adalah pada gangguan berbahasa
khusus yang disebut keterlambatan berbicara, yang disusul dengan prevelensi
spectrum autism. Berikut adalah beberapa jenis gangguan pada anak:
1. Spektrum Autisme (ASD)
Istilah autism dikenal sejak 60 tahun yang lalu, sebagai gangguan
tumbuh kembang anak-anak. Di Indonesia sindrom ini baru terdengar
dalam kurun waktu tiga tahun terakhir. Sebagaimana yang dilansir pada
majalah TIME, autism tidak dapat disembuhkan dan hanya dapat
ditanggulangi secara sintomik. Diistilahkan spektrum autism atau Autism
Spectrum Disorder (ASD) karena terdapat variasi yang sangat beragam
11
Rohamani Nur Indah, Gangguan Berbahasa Kajian Pengantar, (Malang: UIN MALIKI Press, 2017), hlm. 103-
112.

13
antar penyandangnya. Masing-masing memiliki kemampuan, sintoma, dan
kesulitan yang unik baik dalam hal keterampilan sosial, berkomunikasi dan
berperilaku (Smith dkk, 2010).
Ada dua kategori perilaku autism yaitu perilaku eksesif (berlebihan)
dan perilaku defisit (berkurangan). Yang termasuk perilaku eksesif yaitu
hiperaktif dan tantrum (mengamuk) berupa jeritan, menyepak, mengigit,
dsb. Perilaku defisit ditandai dengan gangguan bicara, misalnya tertawa
tanpa sebab, menangis tanpa sebab, dan melamun.12
2. Disleksia
Disleksia berasal dari kata Yunani, Dys yang berarti sulit dan lex yang
berarti berbicara.13 Jadi disleksia berarti “kesulitan dengan kata-kata”,
Artinya penderita ini memiliki kesulitan untuk mengenali huruf dan
kata.Masalah yang muncul yaitu anak akan mengalami kesulitan dalam
membaca, mengeja, menulis, berbicara, dan mendengar. Beberapa kasus
menunjukan adanya kesulitan angka.
Dapat disimpulkan bahwa disleksia merupakan suatu gangguan yang
berpusat pada sistem saraf, dan dengannya mengalami kesulitan dalam hal
membaca, menulis, mengeja, atau dapat dikatakan kesulitan dalam
mengenali huruf-huruf.3 Disleksia sebagai kesulitan belajar spesifik dalam
masalah belajar tertentu, seperti membaca, mengeja, dan menulis.4 Gejala
apenyerta lain adalah dapat berupa kesulitan menghitung, menulis angka,
fungsi koordinasi/keterampilan motorik. 14
3. Gagap
Gagap merupakan suatu keadaan yang sangat rumit, Biasanya
berbicara gagap banyak terjadi pada anak laki-laki dari pada anak
perempuan dengan perbandingan tiga banding satu. Chaer (2009: 153),
menyatakan bahwa gagap adalah berbicara yang kacau karena sering
tersendat-sendat, mendadak berhenti, lalu mengulang-ulang suku kata

12
Rohmani Nur Indah, Gangguan Berbahasa (Malang; Maliki Press,2017), hal. 112-113.

13
Virzara Auryn Kids (Cara Praktis Menciptakan Anak Sehat dan Cerdas), (Yogyakarta, Kata Hati,2007, h.92,
How To Create A Smart
14
Madinatul Munawaroh dan Novi Trisna Anggrayani, Prosiding, Mengenali TandaTanda Disleksia pada Anak Usia Dini,
Universitas PGRI Yogyakarta, h. 168-169.

14
pertama, kata-kata berikutnya, dan setelah berhasil mengucapkan kata-kata
itu kalimat dapat diselesaikan.
Berdasarkan pemaparan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa gagap
adalah gangguan kelancaran berbicara yang terjadi akibat dari perasaan
kekhawatiran/kecemasan yang sangat tinggi saat hendak berbicara dengan
lawan bicaranya, sehingga orang tersebut merasa kesulitan untuk
mengungkapkan apa yang hendak ia bicarakan kepada lawan bicaranya,
akibatnya ia berbicara dengan tersendat-sendat, mengulang-ulang
ucapanya, dan mendadak berhenti untuk menyelesaikan apa yang hendak
ia ucapkan. 15
4. Keterlambatan Berbicara (Spech Delay)
Seorang anak dikatakan memiliki speech delay ketika kemampuan
bicaranya jauh dibwah rata- rata anak sebayanya. Ketika berbicara
mengenai speech delay sebaiknya disinggung juga mengenai speech
disorder. Harus dibedakan antara speech delay dengan speech disorder.
Speech disorder merajuk kepada kemampuan bicara anak yang tidak
berkembang seperti berkembangnya kemampuan bicara anak pada
umumnya, sedangkan pada speech delay kemampuan bicara anak masih
dapat berkembang seperti anak pada umumnya hanya saja waktunya lebih
lambat dari pada anak pada umumnya. ( Center for Community Child
Health, 2006 dan Early Support for Children, Young People and Families,
2011).
Ada beberapa penelitan yang meneliti hubungan antara speech delay
dengan pola asuh dan status sosial. Hasilnya adalah, pola asuh orangtua
seperti orang tua yang sibuk atau orang tua yang terlalu disiplin dan status
sosial anak ternyata tidak berpengaruh terhadap keterlambatan berbicara
anak. Keterlambatan biacara anak cenderung muncul karena anak tidak
memiliki kesempatan banyak untuk mempraktekan bahasa yang
dimilikinya. Suparmiati dkk., (2013) juga menemukan bahwa penggunaan
lebih dari satu bahasa di dalam keluarga memicu munculnya masalah pada
perkembangan bahasa anak. Penggunaan lebih dari satu bahasa pada anak

15
Asri Darmayanti, Analisis Bahasa Anak yang Mengalami Gangguan Berbicara (Gagap),
http://repository.umsu.ac.id/handle/123456789/12087 Diakses Pada Tanggal 24 September 2021, Pukul 23:09
WIB.

15
ternyata menimbulkan kebingungan pada anak, sehingga kemampuan
bahasa anak pun menjadi terhambat. 16
5. Cerebral Palsy
Cerebral palsy bukanlah sebuah penyakit yang mengancam jiwa,
melainkan sebuah kondisi, kecuali anak yang terlahir dengan kasus yang
sangat parah (Maimunah, 2013). Dikarenakan cerebral palsy ini adalah
sebuah kondisi, maka kerusakan yang terjadi pada otak tidak bisa
disembuhkan atau dengan kata lain bersifat permanen, namun perawatan
dan terapi dapat membantu mengatur dampaknya pada tubuh. Cerebral
palsy ini juga bukanlah sesuatu yang menular, karena cerebral palsy
terjadi disebabkan adanya kerusakan pada perkembangan otak. Terdapat
obat, terapi, dan teknologi yang dapat membatu anak dengan cerebral
palsy bertahan hidup, seperti kursi roda, penyangga kaki, kawat gigi, dan
lainnya. (Eliyanto & Hendriani, 2013; Maimunah, 2013; Listiani & Savira,
2015)
Cerebral palsy atau bisa disebut dengan CP bukanlah sebuah penyakit,
melainkan sebuah kondisi yang cukup jarang ditemui. Cerebral palsy
adalah hasil dari kerusakan otak atau kecacatan otak yang paling banyak
terjadi ketika seseorang masih di dalam kandungan atau ketika dilahirkan,
walaupun ada beberapa kasus yang mengalami CP bukan dari bawaan
lahir. Penelitian terkini menunjukkan bahwa sebagian besar cerebral palsy
dihasilkan dari perkembangan otak yang abnormal atau kerusakan otak
pada saat melahirkan. Selain itu, kecelakaan, kekerasan, malpraktek,
kelalaian, infeksi, dan cedera juga diketahui menjadi penyebab yang
menyebabkan terjadinya cerebral palsy.17

16
Wulan, Fitri & Peni, Mengenali dan Menangani Speech Delay pada Anak, Jurnal al-Shifa Volume 1
No 2, 2020 , Hlm. 104.

17
Adina dan Nurliana, Pelaksanaan Suport Group pada Orang Tua Anak dengan Cerebral Palsy, Jurnal Pkerjaan
Sosial, Vol.2. No.2. Desember 2019. Hlm. 209-210.

16
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Pemerolehan bahasa (language acquisition) adalah
proses manusia mendapatkan kemampuan untuk menangkap, menghasilkan, dan
menggunakan kata untuk pemahaman dan komunikasi. Terdapat empat teori dalam
pemerolehan bahasa yaitu teori behaviorisme, teori nativisme, teori kognitivisme, dan
teori interaksionisme. Pemerolehan bahasa biasanya merujuk pada pemerolehan

17
bahasa pertama yang mengkaji pemerolehan anak terhadap bahasa ibu mereka serta
pemerolehan bahasa kedua yang mengkaji pemerolehan bahasa tambahan oleh anak-
anak atau orang dewasa. Dalam pemerolehan bahasa terhadap anak terdapat beberapa
tahap yang dialami anak dalam proses perkembangan bahasanya meliputi empat tahap
yaitu, tahap ocehan, tahap satu kata, tahap dua kata, dan tahap telegrafis.
Beberapa penyebab dalam gangguan pemerolehan bahasa pada anak yaitu
adanya gangguan berbicara, gangguan pendengaran baik parsial maupun total, dan
gangguan pada keadaan tertentu seperti kesulitan belajar yang dapat menjadi sebab
maupun akibat gangguan bahasa, serebral palsy atau lumpuh otak, dan bibir sumbing.
Gangguan berbahasa pada anak juga dapat dilihat dari sejak kecil seperti Spektrum
Autisme, Disleksia, gagap, Keterlambatan Berbicara (Spech Delay), dan Cerebral
Palsy.

B. Saran
Kami menyadari kurangnya pemahaman dalam menulis makalah ataupun
pemilihan kata. Oleh karena itu, kami menerima kritik dan saran dari pembaca.
Dengan ini kami sebagai penulis dapat memperbaiki makalah. Semoga makalah ini
bisa memberikan manfaat kepada pembaca juga kami sebagai penulis.

DAFTAR PUSTAKA

Adina dan Nurliana. 2019. Pelaksanaan Suport Group pada Orang Tua Anak dengan Cerebral
Palsy. Jurnal Pkerjaan Sosial. 2(2): 209-210.

Anggrayani, Novi Trisna dan Madinatul Munawaroh. Prosiding, Mengenali TandaTanda


Disleksia pada Anak Usia Dini. Yogyakarta: Universitas PGRI.

18
Apriyanti, Chusna, Vit Ardhyantama. 2020. PERKEMBANGAN BAHASA ANAK.
Yogyakarta: Stiletto Indie Book
Darmayanti, Asri. Analisis Bahasa Anak yang Mengalami Gangguan Berbicara (Gagap),
http://repository.umsu.ac.id/handle/123456789/12087 (diakses Pada Tanggal 24
September 2021)
Indah Permata Sari Suardi dkk. (2019). Pemerolehan Bahasa Pertama pada Anak Usia Dini.
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini. 3(1): 265-273
Indah, Rohmani Nur. 2017. Gangguan Berbahasa. Malang:UIN-MALIKI
Kids, Virzara Auryn. 2007. Cara Praktis Menciptakan Anak Sehat dan Cerdas: Yogyakarta:
Kata Hati How To Create A Smart.
Nuryani dan Dona Aji Karunia Putra. 2013. Psikolinguistik. Tangerang Selatan: Mazhab
Ciputat
Prasetiawan, D. 2017. PEMEROLEHAN BAHASA PADA ANAK SUKU SASAK
DALAM PERSPEKTIF PSIKOLINGUISTIK. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra.
17(1): 72-80
Wulan, Fitri, dan Peni. 2020. Mengenali dan Menangani Speech Delay pada Anak. Jurnal
al-Shifa. 2(1): 104.
Zubaidah, E. 2004. Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini Dan Teknik Pengembangannya di
Sekolah. Cakrawala Pendidikan. 23(3).

19

Anda mungkin juga menyukai