Disusun oleh :
1. Hananda (220110142)
2. Tria rahayu (220110149)
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah
Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini, yaitu kepada :
1. Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada penulis.
2. Orang tua yang selalu mendukung setiap aktivitas penulis.
3. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan-
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1
A. Latar belakang...................................................................................................................1
B. Rumusan masalah..............................................................................................................2
C. Tujuan................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................3
A. Kesimpulan...............................................................................................................................18
B. Saran..........................................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................19
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Perkembangan merupakan perubahan individu baik secara struktur atau fungsi organ
melalui kematangan dan proses belajar yang terjadi sepanjang hayat hingga meninggal dunia.
Salah satu hal yang mengalami perkembangan adalah bahasa. Perkembangan bahasa bagi
anak dimulai sejak bayi melalui pengalaman dan pertumbuhan bahasa. Perkembangan bahasa
merupakan salah satu aspek penting pada anak untuk dikembangkan. Hal ini dikarenakan
bahasa merupakan alat atau media untuk berkomunikasi dengan lingkungannya. Dengan
bahasa, anak dapat mengungkapkan kebutuhan serta keinginannya. Maka dari itu
kemampuan berbahasa anak harus dikembangkan.
1
Perkembangan bahasa pada anak melewati beberapa tahap yang akan dibahas lebih
lanjut dalam makalah ini. Selain itu dalam makalah ini juga akan membahas tentang teori
yang mendukung perkembangan bahasa anak serta bagaimana peran pendidik terhadap
perkembangan bahasa anak.
B. Rumusan masalah
1. Apa hakikat perkembangan bahasa?
C. Tujuan
1. Memahami hakikat perkembangan bahasa.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Bahasa (language) dan bicara (speech) adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan
antara satu dengan yang lain. Bahasa mencakup setiap bentuk komunikasi yang ditimbulkan
oleh pikiran dan perasaan untuk menyampaikan makna kepada orang lain (Hurlock,1988).
Dalam bahasa tersebut, diperlukan penggunaan tanda-tanda atau simbol ke dalam sebuah tata
bahasa yang berada dalam struktur aturan tertentu. Anak akan mengerti ungkapan seseorang
karena melalui perbendaharaan kata yang disampaikan. Akan tetapi, apabila tidak dimiliki
sejumlah perbendaraan kata atau kosa kata, yang akan digunakan sebagai elemen berbicara,
anak tidak dapat berbicara atau berkata-kata. Dengan demikian, meskipun sarana lain untuk
berbicara terpenuhi, jika tidak memiliki kosakata, seseorang/anak tidak dapat berbicara
(Tarmansyah, 1966).
4
inilah yang dinamakan membuat reaksi yang tepat terhadap rangsangan dan merupakan
hal yang pokok bagi pemerolehan bahasa pertama pada anak. Pemerolehan bahasa
menurut teori behavioris, dijelaskan sebagai berikut :
a. Teori belajar behavioris ini bersifat empiris, didasarkan pada data yang dapat
diamati.
b. Kaum behavioaris menganggap bahwa :
Proses belajar pada manusia sama dengan proses belajar pada binatang.
Pikiran anak merupakan tabula rasa yang akan diisi dengan asosiasi S-R.
Semua prilaku merupakan respon terhadap stimulus dan perilaku terbentuk
dalam rangkaian asosiatif.
Manusia tidak mempunyai potensi bawaan untuk belajar bahasa.
c. Belajar bagi kaum behavioris adalah pembentukan hubungan asosiatif antara
stimulus dan respon yang berulang-ulang sehingga terbentuk kebiasaan.
Pembentukan kebiasaan ini disebut pengondisian.
d. Pengondisian selalu disertai ganjaran sebagai penguatan asosiasi antara S-R.
e. Bahasa adalah perilaku manusia yang kompleks diantara perilaku-perilaku lain.
f. Anak menguasai bahasa melalui peniruan.
g. Perkembangan bahasa seseorang ditentukan oleh frekuensi dan intensitas latihan
yang disodorkan.
Namun demikian, banyak kritikan terhadap aliran ini. Chomsky mengatakan
bahwa teori yang berlandaskan conditioning dan reinforcement tidak bisa
menjelaskan kalimat-kalimat baru yang diucapkan untuk pertama kali. Bower dan
Hilgard juga menentang aliran ini dengan mengatakan bahwa penelitian mutakhir
tidak mendukung aliran ini.
Aliran behaviorisme mengatakan bahwa semua ilmu dapat disederhanakan
menjadi hubungan stimulus-response. Hal tersebut tidaklah benar karena tidak semua
perilaku berasal dari stimulus-response.
b. Teori Nativisme
Dalam penjelasan Chaer (2003) pandangan teori nativisme bahwa selama proses
pemerolehan bahasa pertama, kanak-kanak (manusia) sedikit demi sedikit membuka
5
kemampuan lingualnya secara genetis telah diprogramkan. Kaum nativis berpendapat
bahwa bahasa itu terlalu kompleks dan rumit, sehingga mustahil dapat dipelajari
dalam waktu singkat melalui metode seperti “peniruan” (imitation). Manusia tidaklah
mungkin belajar bahasa pertama dari orang lain. Selama belajar mereka
menggunakan prinsip-prinsip yang membimbingnya menyusun tata bahasa. Menurut
Chomsky bahasa hanya dapat dikuasai oleh manusia. Binatang tidak mungkin dapat
menguasai bahasa manusia. Pendapat ini didasarkan pada asumsi. Pertama, perilaku
berbahasa adalah sesuatu yang diturunkan (genetik); pola perkembangan bahasa
adalah sama pada semua macam bahasa dan budaya (sesuatu yang universal); dan
lingkungan hanya memiliki peranan kecil di dalam proses pematangan bahasa.
Kedua, bahasa dapat dikuasai dalam waktu singkat, anak berusia empat tahun sudah
dapat berbicara mirip dengan orang dewasa. Ketiga, lingkungan bahasa si anak tidak
dapat menyediakan data secukupnya bagi penguasaan tata bahasa yang rumit dari
orang dewasa. Chomsky menyatakan bahwa manusia mempunyai “Faculties of The
Mind” yakni semacam kapling-kapling intelektual dalam otaknya. Salah satunya
adalah untuk bahasa. Kapling kodrati yang dibawa sejak lahir ini oleh Chomsky
dinamakan Language Acquisition Device (LAD).
Berdasarkan pendapat dari Chomsky yang merupakan tokoh aliran teori nativisme
itu, dapat diambil penafsiran bahwa dalam setiap diri anak manusia telah dibekali
oleh sebuah kemampuan berbahasa dalam dirinya yang tersimpan sebagai bawaan
semenjak lahir. Oleh karenanya dalam teori pembelajaran atau pemerolehan bahasa
kedua pada masa perkembangan pertama tentunya tidak akan jauh melenceng dari
penafsiran tersebut. Dalam masa perkembangan, manusia tinggal melatih apa yang
sebenarnya telah dia miliki di dalam otaknya, yaitu bahasa. Dalam pemerolehan
bahasa pertama biasanya seorang anak akan memperolehnya pada masa
perkembangan pertama (0-3 tahun). Dalam rentang waktu ini anak akan terus
berusaha untuk mengingat dan melatih apa yang telah dimiliki dalam dirinya dan dari
hasil proses komunikasi dan interaksi dengan orang terdekatnya. Setelah umur 3
tahun atau lebih, bisa jadi seorang anak akan mulai menerima kehadiran penutur lain
yang mungkin pula akan membawa bahasa lain.
6
Menurut aliran nativisme ini, bahasa adalah sesuatu yang kompleks dan rumit
sehingga mustahil dapat dikuasai dalam waktu yang singkat melalui “peniruan”.
Nativisme juga percaya bahwa setiap manusia yang lahir sudah dibekali dengan suatu
alat untuk memperoleh bahasa (language acquisition device, disingkat LAD).
Mengenai bahasa apa yang akan diperoleh anak bergantung pada bahasa yang
digunakan oleh masyarakat sekitar. Sebagai contoh, seorang anak yang dibesarkan di
lingkungan Amerika sudah pasti bahasa Inggris menjadi bahasa pertamanya.
c. Teori Kognitivisme
Teori Kognitivisme menjelaskan bahwa bahasa bukanlah suatu ciri alamiah yang
terpisah, melainkan salah satu di antara beberapa kemampuan yang berasal dari
kematangan kognitif. (Chaer, 2003:223).
Menurut teori kognitivisme, yang paling utama harus dicapai adalah
perkembangan kognitif, barulah pengetahuan dapat keluar dalam bentuk keterampilan
berbahasa. Dari lahir sampai 18 bulan, bahasa dianggap belum ada. Anak hanya
memahami dunia melalui indranya. Anak hanya mengenal benda yang dilihat secara
langsung. Pada akhir usia satu tahun, anak sudah dapat mengerti bahwa benda
memiliki sifat permanen sehingga anak mulai menggunakan simbol untuk
mempresentasikan benda yang tidak hadir dihadapannya. Simbol ini kemudian
berkembang menjadi kata-kata awal yang diucapkan anak.
Menurut teori ini perkembangan bahasa harus berlandaskan pada atau diturunkan
dari perkembangan dan perubahan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam
kognisi manusia. Dengan demikian urutan-urutan perkembangan kognisi seorang
anak akan menentukan urutan-urutan perkembangan bahasa dirinya. Menurut aliran
ini kita belajar disebabkan oleh kemampuan kita menafsirkan peristiwa atau kejadian
yang terjadi di dalam lingkungan.
Titik awal teori kognitif adalah anggapan terhadap kapasitas kognitif anak dalam
menemukan struktur dalam bahasa yang didengar di sekelilingnya. Pemahaman,
produksi, komprehensi bahasa pada anak dipandang sebagai hasil dari proses kognitif
anak yang secara terus menerus berubah dan berkembang. Jadi stimulus merupakan
masukan bagi anak yang berproses dalam otak. Pada otak terjadi mekanisme mental
7
internal yang diatur oleh pengatur kognitif, kemudian keluar sebagai hasil pengolahan
kognitif tadi.
Pendekatan kognitif dalam belajar bahasa lebih menekankan pemahaman, proses
mental atau pengaturan dalam pemerolehan, dan memandang anak sebagai seseorang
yang berperan aktif dalam proses belajar bahasa.
d. Teori Interaksionisme
Teori interaksionisme beranggapan bahwa pemerolehan bahasa merupakan hasil
interaksi antara kemampuan mental pembelajaran dan lingkungan bahasa.
Pemerolehan bahasa itu berhubungan dengan adanya interaksi antara masukan
“input” dan kemampuan internal yang dimiliki pembelajar. Setiap anak sudah
memiliki LAD sejak lahir. Namun, tanpa ada masukan yang sesuai tidak mungkin
anak dapat menguasai bahasa tertentu secara otomatis.
9
singkat atau bercerita dengan kata- kata yang dia tahu saja. Anak berusaha menyusun
kalimat meskipun kata yang digunakan masih berantakan.
3) Fase Diferensiasi
Periode ini berlangsung pada usia 2,5- 5 tahun sebelum beranjak pada fase balita.
Anak sudah bisa menyusun kalimat dengan perpaduan kata kerja dan kata benda.
Anak juga mampu menyebut dirinya dengan kata saya. Anak mampu mengucapkan
kata dalam bentuk jamak dan menggunakan awalan, akhiran. Anak bisa diajak
komunikasi dengan lebih aktif dan lebih lancar. Anak juga bisa berinisiatif
menggunakan kata- kata untuk bertanya, memberitahu, menjawab dan menyerap
kata baru dan menggunakannya dengan cepat.
Ketiga fase diatas, dapat dimasukkan pada fase perkembangan periode
lingual dini yang dibagi oleh Schaerlaekens, sebagai berikut. Menurut
Schaerlaekens,fase perkembangan bahasa pada anak dibagi menjadi empat menurut
rentang usianya. Setiap periode menunjukkan ciri- ciri khusus yang khas.
Fase Perkembangan Bahasa Berdasarkan Usia
Berikut ini adalah periode dalam fase perkembangan bahasa :
1) Periode Prelingual (usia 0 -1 tahun)
Periode ini disebutkan prelingual karena anak belum bisa mengucapkan bahasa dalam arti
pengucapan kata. Pada periode ini perkembangan bahasa dilihat dari bunyi- bunyi yang
dihasilkan anak. Bunyi bunyi yang dimaksud sudah mulai ada pada minggu- minggu
sejak kelahiran. Menurut Chaer, perkembangan tersebut meliputi tahap bunyi : (1) bunyi
resonansi, (2) bunyi berdekut, (3) bunyi berleter, (4) bunyi berleter ulang, (5) bunyi
vokabel.
Tahap pertama, sejak lahir sampai sekitar usia 2 bulan yaitu masa fonasi (phonation
stage). Selama ini bayi sering membuat apa yang disebut "bunyi-bunyi yang
menyenangkan". Ini adalah bunyi-bunyi "quasi vowel” (disebut "quasi" karena tidak
sepenuh dan sekaya suara vokal yang dibuat berikutnya). Kuasi vokal dibentuk dari suara
yang mirip bahasa pertama (Dworezky, 1990). Antara usia 2 dan 4 bulan, bayi biasanya
berada pada going stage, yaitu bayi mengucapkan kata sejenis dengan kombinasi quasi
10
vokal dengan keras, sebagai tanda'awal konsonan. Antara 4 dan 7 bulan anak
memproduksi beberapa kata baru, disebut masa expansion stage.
Tabap kedua, setelah anak belajarmengeluarkan suara dalam bentuk tangis, anak mulai
mengoceh (babbling stage). Bunyi yangmuncul pada masa ini, yakni antara 7 sampai 10
bulan, berupa bunyi yang dapat dipisahkan antara vokal dan konsonannya, namun belum
ada bunyi yang membedakan makna. Antara usia 7 dan 10 bulan tersebut, ocehan bayi
semakin meningkat karena dia mulai menghasilkan sukukata dan menirukan seperti
ucapan 'bababa' atau 'mamama'. Ini disebut tahap kononikal (cononical stage). Yang
menarik adalah bayi yang mampu mendengar segera mulai mengoceh suku kata
kononikal sedangkan bayi tuli yang juga berada pada masa mengoceh, tidak dapat
mengucapkan bunyi kononikal tersebut(Oller & Eiler, dalam Dworetzky, 1990:214).
Tahap ketiga, bayi setelah melalui masa kononikal secara meningkat bayi
mempersempit penggunaan fonem mereka, terutama pada fonem yang akan mereka
gunakan daIam bahasa yang mereka pelajari. Ini disebut dengan tabap kontraksi
(contraction stage) dan umumnya terjadi antara usia 10 dan 14 bulan. Pada masa ini bayi
juga memperoleh langkah dan irama bahasa. Tampaknya balikan diperlukan sebelum
masa kontraksi dimulai. Bayi belajar meniru apa yang mereka dengar. Jalongo (1992:8)
mengelompokkan perkembangan bahasa anak tahap pralinguastik ini, sejak bayi lahir
sampai usia II bulan.
Pada tahap perkembangan bahasa ini, anak tampak masih dalam taraf berlatih mengenal
lingkungannya sendiri atas dasar yang dirasakan, dilihat, dan didengarnya. Ketika anak
merasakan sesuatu,sementara dia belum mampu mengucapkan sesuatu, anak hanya
mampu memberikan pertanda bahwa dia senang atau tidak senang. Ungkapan rasa tidak
senang, ditunjukkan dengan menangis atau menunjukkan kegelisahannya. Ketika anak
senang, dia mampu menunjukan kesenangannya, misalnya dengan tidak rewel,
melakukan gerakan yang positif,selalu memberikan respon ketika diajak berkomunikasi.
2) Periode Lingual Dini (usia 1- 2,5 tahun)
Pada periode ini anak mulai mengucapkan kata meskipun belum sempurna. Pada fase ini
beberapa kombinasi huruf atau bunyi ucapan masih terlalu sukar diucapkan. Huruf huruf
11
yang biasanya sukar diucapkan yaitu huruf r, s, k, j, dan t. Pada fase inilah dibagi menjadi
tiga yaitu fase satu kata, fase dua kata, dan fase lebih dari dua kata.
3) Periode Diferensiasi (usia 2,5- 5 tahun)
Anak mampu melakukan diferensiasi atau pembedaan penggunaan kata- kata yang tepat
sesuai dengan maksud yang ingin disampaikannya sehingga membentuk kalimat yang
baik. Anak mampu memilah penggunaan kata- kata yang sudah dikuasainya. Anak bisa
membedakan mana kata yang sebaiknya digunakan, misalnya untuk berbicara pada orang
yang lebih tua anak harus menggunakan kata- kata yang lebih sopan.
4) Periode Menjelang Sekolah
Menurut Chaer, periode ini diperuntukkan pada anak dengan usia 5 -6 tahun menjelang
sekolah dasar. Pada periode ini, pembelajaran bahasa sudah diarahkan oleh pendidikan
yang didapatkan dan dengan interaksi penggunaan bahasa yang bersifat formal di
sekolah. Penggunaan bahasa sudah diajarkan secara teratur menurut kaidah yang benar,
sehingga anak sudah bisa menerapkannya dalam komunikasi formal di sekolah.
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa Anak
Menurut Chomsky, Piaget, Lenneberg dan Slobin, faktor-faktor yang memengaruhi
pemerolehan bahasa diantaranya:
a. Faktor Alamiah
Setiap anak lahir dengan seperangkat prosedur dan aturan bahasa yang dinamakan
oleh Chomsky Language Acquisition Divice (LAD). Anak tidak dirangsang untuk
mendapatkan bahasa, anak tersebut akan mampu menerima apa yang terjadi di
sekitarnya.
b. Faktor Perkembangan Kognitif
12
dan berimajinasi. Hubungannnya dengan mempelajari bahasa, kognitif memiliki
keterkaitan dengan pemerolehan bahasa seseorang.
Latar belakang sosial mencakup struktur keluarga, afiliasi kelompok sosial, dan
lingkungan budaya memungkinkan terjadinya perbedaan serius dalam pemerolehan
bahasa anak (Vygotsky, 1978). Semakin tinggi tingkat interaksi sosial sebuah
keluarga, semakin besar peluang anggota keluarga (anak) memperoleh bahasa.
Sebaliknya semakin rendah tingkat interaksi sosial sebuah keluarga, semakin kecil
pula peluang anggota keluarga (anak) memperoleh bahasa. Hal lain yang turut
berpengaruh adalah status sosial. Anak yang berasal dari golongan status social
ekonomi rendah rmenunjukkan perkembangan kosakatanya lebih sedikit sesuai
dengan keadaan keluarganya.
Dalam faktor latar belakang sosial akan ada hubungan timbal balik yang pasti
atau baik positif maupun negatif antara pusat perekonomian dengan pusat masyarakat
bagi keluarga tempat anak-anak itu tumbuh dan tempat pertumbuhan
bahasanya. Bagi anak yang tumbuh dalam lingkungan yang menyenangkan, yang
dilengkapi dengan alat-alat hiburan dan dalam keluarga mereka yang
berpendidikan akan memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk mendapatkan
bekal kosa kata dalam jumlah yang besar serta membentu kebiasaan-kebiasaan
memakai bahasa yang benar. Sebaliknya anak yang tumbuh/hidup dalam lingkungan
yang minus, sekalipun kecerdasanya sama dengan anak-anak yang tumbuh dalam
masyarakat yang surplus namun tingkat pertumbuhan bahasanya dalam mencapai
kosa kata dapat berbeda atau ada kemungkinan lebih rendah.
d. Faktor Keturunan
Selain faktor di atas, faktor keturunan juga mempengaruhi pemerolehan bahasa anak.
Faktor keturunan meliputi:
a). Intelegensia
13
Pemerolehan bahasa anak turut juga dipengaruhi oleh intelegensia yang
dimiliki anak. Ini berkaitan dengan kapasitas yang dimiliki anak dalam mencerna
sesuatu melalui pikirannya. Setiap anak memiliki struktur otak yang mencakup IQ
yang berbeda antara satu dengan yang lain. Semakin tinggi IQ seseorang, semakin
cepat memperoleh bahasa, sebaliknya semakin rendah IQ-nya, semakin lambat
memperoleh bahasa. Namun hal ini tidak terlalu berpengaruh karena semuanya
dikembalikan kepada si anak.
Dalam hal kecepatan dan keberhasilan bahasa kedua, dapat disimpulkan: (1)
anak-anak lebih berhasil dalam pemerolehan sistem fonologi atau pelafalan
dibandingkan orang dewasa; (2) orang dewasa tampaknya maju lebih cepat
daripada kanak-kanak dalam bidang morfologi dan sintaksis, paling tidak pada
permulaan masa belajar; (3) kanak-kanak lebih berhasil dibandingkan orang
dewasa, tetapi tidak selalu lebih cepat (‘Oyama, 1976; Dulay, Burt, dan Krashen,
1982; Asher dan Gracia, 1969).
15
mengembangkan potensi anak, menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta
(kreativitas), sehingga akan terjadi dinamika dalam proses belajar.
Hal yang dapat dilakukan guru dalam perkembangan bahasa anak yaitu :
Peran guru yaitu melafalkan kata yang kurang tepat cara pengucapannya beberapa kali
dengan cara memenggal berdasarkan suku kata dan memudahkan anak dalam
melafalkannya kembali.
16
Peran guru sebagai demonstrator, fasilitator, dan pengajar terutama dalam memilih
kata sederhana. Tidak hanya itu saja guru berusaha memasukkan beberapa kelas kata
misalnya seperti kata benda, kata kerja, kata keterangan dan kata bilangan. Kata-kata
ini sengaja guru berikan agar anak lebih banyak mengenal kata- kata. Mulai dari
nama ibu, ayah, kakak dan adik, serta jumlah keluarga. Kata-kata ini sengaja
dipilih guru karena lebih umum dikenal dan sering dilafalkan anak. Contoh lain kata
yang diperkenalkan guru adalah kata sapaan. Kata ini sering bervariasi untuk satu
kata misalnya, jika seorang anak memangil ibunya sebagai ummi, maka anak
tersebut secara otomatis akan menceritakan kepada guru dan di hadapan teman-
temanya, nama ummi saya, mereka tidak aka mengungkapkan nama ibu saya,
karena dalam keseharianya sapaan ibu bagi anak tersebut adalah ummi. dan begitu
seterusnya anak akan mengisahkan sesuai dengan kehidupan nyata yang dialami
oleh anak tersebut.
Peran guru sebagai demonstrator, fasilitator, dan pengajar sangat baik. Hal ini dapat
dilihat dari kreatifitas yang dilakukan guru dalam mengembangkan bahasa anak
dengan menggunakan media yang lebih menarik sehingga anak termotivasi dalam
melengkapi kalimat.
Pendidik harus memelihara bahasa yang sudah diketahuinya dengan cara menanyakan
kembali apa-apa yang sudah diketahuinya tersebut, sehingga apa yang diketahuinya tidak
hilang atau lupa. Pendidik harus tetap mengawasi tutur kata anak- anaknya dan mencegah
anak mereka untuk berbicara yang tidak benar, serta membetulkan kata-kata yang salah
diucapkan anak.
Bermain merupakan kebutuhan anak yang tak boleh diabaikan oleh pengasuh, fantasi
anak paling banyak berkembang dalam kesempatan bermain.
17
6) Berkomunikasi Secara Aktif
Guru harus berkomunikasi dengan siswanya dengan bahasa Indonesia dengan baik dan
lancar. Pada umumnya orang tua di rumah sering menggunakan bahasa daerah dan jarang
berbahasa Indonesia, sehingga si anak juga mampu berbahasa daerah. Akibatnya di
sekolah anak-anak sulit untuk berbahasa Indonesia dan cenderung diam dan pasif dalam
proses pembelajaran, tidak bisa menyampaikan isi dalam pikirannya.
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berbahasa tidak dapat dipisahkan dengan berbicara dan berpikir. Secara tidak
disadari, ketika orang berbicara selalu menggunakan pengetahuan bahasa dan pikirannya.
Tanpa hal tersebut, ungkapan yang terlahir adalah ucapan yang berada di luar pemikirannya
atau bahkan ucapan yang salah.
Bentuk kesalahan dalam berbicara pada anak mempunyai latar belakang dan alasan
yang tidak selalu sama antara anak yang satu dengan anak yang lain. Hal tersebut dapat
diakibatkan oleh bebrapa faktor, baik faktor dari luar dan dari dalam diri anak. Dari mana
pun asalnya faktor tersebut, guru sebagi orang yang berada di lingkungan anak ketika anak
bersekolah hendaklah mampu dan mau menjadi pengarah, pembimbing, penyejuk, dan model
bagi anak, agar mereka mampu dan trampil berbicara dengan kemampuan bahasanya.
Pengembangan berbahasa pada anak di sekolah, lebih lebih ditujukan pada:
1. Kesanggupan menyampaikan pikiran kepada orang lain.
2. Mengembangkan perbendaharaan kata.
3. Menangkap pembicaraan orang lain.
4. Keberanian untuk mengemukakan pendapat.
B. Saran
Pengembangan bahasa ini, agar dilakukan dengan baik, dan tujuan dapat tercapai,
maka guru hendaklah pandai memilih teknik pembelajaran yang relatif sesuai. Metode
tersebut adalah, bercerita, permainan bebas, sandiwara boneka, bercakap-cakap, tanya
jawab, dramatisasi, mengucapkan syair, bermain peran, dan karya wisata. Dengan
pemilihan metode yang tepat, diharapkan anak akan mampu berbahasa secara alamiah.
Untuk itu, guru hendaklah memiliki pengetahuan tentang perkembangan bahasa anak,
dan metode pengembangan bahasa anak.
19
DAFTAR PUSTAKA
Zubaidah, E. (2004). Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini Dan Teknik Pengembangan Di
Sekolah. Cakrawala Pendidikan, (3), 87931.
Amalia, E. R. (2019). Meningkatkan Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini dengan Metode
Bercerita.
Erfinawati, E., & Ismawirna, I. (2019). Peran Guru Dalam Membina Perkembangan Bahasa
Anak Kelompok B Di Tk Cut Meutia Banda Aceh. Buah Hati Journal, 6(1).
Arsanti, M. (2014). Pemerolehan Bahasa Pada Anak (Kajian Psikolinguistik). Jurnal PBSI, 3(2).
20