Anda di halaman 1dari 19

TEORI PEMEROLEHAN BAHASA ANAK

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah :

Metodologi Perkembangan Bahasa AUD


Dosen Pengampu :
Jupri, M.Pd

Disusun Oleh:
Semester 6/PIAUD Kelas D
Kelompok 2:
1. Desta Ariyani Safitri (2011070182)
2. Dianita Rahmawati (2011070159)
3. Eka Yuana (2011070041)
4. Hana Dwi Aprilia (2011070056)
5. Ida Rukmana (2011070201)
6. Lisa Arianti (2011070136)
7. Nelsy Yustia Ningsih (2011070264)
8. Nur Ayu Putri (2011070179)
9. Preselia Kurnia Wijaya (2011070083)
10. Radita Thiva Nabila (2011070185)
11. Rina Ning Astuti (2011070163)

PRODI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
2023/2024
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Teori Pemerolehan Bahasa
Anak”. Shalawat serta salam semoga terlimpah kepada baginda tercinta yaitu Nabi
Muhammad saw yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah Metodologi


Perkembangan Bahasa AUD, Bapak Jupri, M. Pd yang telah membimbing penulis dalam
pembuatan makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kesalahan serta
kekurangan, untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Mohon maaf jika terdapat
kesalahan pada makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Demikian, Terimakasih. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Bandar Lampung, 11 Maret 2023

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................................................... ii
BAB 1 ......................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN ...................................................................................................................................1
A. Latar Belakang .............................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................................................2
C. Tujuan ..........................................................................................................................................3
BAB 2 ......................................................................................................................................................4
PEMBAHASAN ......................................................................................................................................4
A. Pengertian Pemerolehan Bahasa Anak ........................................................................................4
B. Teori Pemerolehan Bahasa ..........................................................................................................7
C. Tahapan Pemerolehan Bahasa pada anak ..................................................................................10
BAB 3 ....................................................................................................................................................15
PENUTUP .............................................................................................................................................15
A. Kesimpulan ................................................................................................................................15
BAB IV ..................................................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................16

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pemerolehan bahasa pada anak usia dini merupakan hal yang sangat menakjubkan.
Para orang tua dan guru berusaha mempelajari banyak hal untuk mengetahui bagaimana
anak-anak berbicara, mengerti, dan menggunakan bahasa. Pemerolehan bahasa sangat banyak
ditentukan oleh interaksi rumit aspek-aspek kematangan biologis, kognitif, dan sosial. Bahasa
lahir dari perlunya interaksi dan komunikasi, baik individu dengan individu lain,
antarindividu dengan kelompok, antarindividu dengan bukan manusia, dan sebagainya.
Semua komunikasi tersebut sesungguhnya perlu mediasi yang dapat disetujui oleh anggota
yang berinteraksi. Seperti dijelaskan bahwa bahasa adalah alat komunikasi antaranggota
masyarakat, berupa lambang bunyi suara yang dihasilkan oleh alat ucap ucap manusia (Keraf,
1997:1).

Pemerolehan bahasa (language acquisition) atau akuisisi bahasa adalah proses yang
berlangsung di dalam otak kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertama atau bahasa
ibu (B1). Pemerolehan bahasa dibedakan dari pembelajaran bahasa (language learning).
Pembelajaran bahasa berkaitan dengan prosesproses yang terjadi pada waktu seseorang
kanakkanak mempelajari bahasa kedua (B2) setelah ia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi,
pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa yang pertama, sedangkan pembelajaran bahasa
berkenaan dengan bahasa kedua (Chaer, 2009:167).

Menurut Syamsul (2001) , pemerolehan bahasa merupakan proses pemahaman dan


proses hasil berbahasa pada manusia [5]. Faktor - faktor yang mempengaruhi pemerolehan
bahasa anak meliputi :(1) keuniversalan bahasa; (2) perkembangan kognitif anak; (3)
perkembangan sosial. Pemerolehan bahasa pertama dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal. Faktor internal berkaitan dengan faktor kognitif, Language Acquisition Device
(LAD) atau perangkat pemerolehan bahasa yang dimiliki anak sejak lahir, serta IQ anak.
Faktor eksternal meliputi lingungan sosial anak dan kesempurnaan masukan bahasa anak
yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari. Pada pemerolehan bahasa pertama dan bahasa
kedua anak akan berupaya dapat mencapai kompetensi dan perfomansi bahasa.

1
Kemampuan berbahasa diawali dari kemampuan mendengar yang baik, kemampuan
mengolah kata dengan tertib, kemampuan menyampaikan, baik secara lisan maupun tulisan
yang baik. Akhirnya apa yang disampaikan tidak sekadar sampai kepada sasaran, akan tetapi
menimbulkan kesenangan bagi pihak lain yang diajak berkomunikasi. Fungsi bahasa di
samping sebagai alat komunikasi, juga bahasa untuk menyampaikan ekspresi diri, sarana
untuk beradaptasi dan berintegrasi dalam masyarakat, dan sarana untuk mengontrol
masyarakat itu sendiri. Jadi, bahasa sebagai sistem komunikasi memiliki makna yang lebih
luas dari sekadar berbicara.

Kemampuan berkomunikasi, berbicara, dan berbahasa dapat diperoleh di mana saja


dan kapan saja. Mulai dari lingkungan keluarga kecil, keluarga besar, lingkungan sekitar
tempat tinggal, dan sekolah. Pemerolehan bahasa merupakan proses bawah sadar. Para
pemeroleh bahasa tidak selalu sadar akan kenyataan bahwa mereka memakai bahasa buat
berkomunikasi. Hasil atau akibat pemerolehan bahasa, kompetensi yang diperoleh, juga
merupakan bawah sadar (Tarigan 1988:127).

Bahasa juga sebagai tingkah laku personal. Sebagai tingkah laku personal, bahasa
dapat diketahui dari tingkah laku penutur bahasa. Hubungan antara situasi, konteks verbal
pembicaraan dapat dipelajari dan dapat diambil kesimpulan tentang makna yang terkandung
di dalamnya. Selanjutnya, bahasa juga sebagai tingkah laku antar personal. Bahasa sebagai
tingkah laku antar personal dapat dilihat melalui komunikasi pada situasi tertentu. Komponen
yang menentukan berhasilnya komunikasi meliputi; (1) pembicara, (2) lawan bicara, (3)
situasi. Apabila ketiga komponen itu berjalan dengan baik maka komunikasi akan lancar
(Ruyatul Hilal Muhtar, 2019).

Pemakaian bahasa pada anak berhubungan dengan pemerolehan bahasa anak yang
sangat dipengaruhi oleh lingkungannya. Dalam lingkungan keluarga, berapa banyak bahasa
yang diajarkan orang tua pada anak, khususnya dalam komunikasi, itulah pemerolehan
bahasa pada anak. Selain itu anak juga dapat memperoleh bahasa dari lingkungan sosial,
seperti lingkungan, sekolah atau pergaulan dengan teman. Manusia, dalam hal ini anak, sejak
lahir sudah dikaruniai bakat kemampuan berbahasa dengan adanya Language Acquisition
Device (LAD) atau piranti pemerolehan bahasa (Chomsky dalam Hadley, 1993).

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut didapatkan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan pemerolehan bahasa anak?

2
2. Bagaimana cara memperoleh bahasa anak?
3. Apasaja teori pemerolehan bahasa?
4. Bagaimana tahapan pemerolehan bahasa pada anak?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang pengertian pemerolehan bahasa anak
2. Untuk mengetahui cara memperoleh bahasa anak
3. Untuk mengetahui tentang teori pemerolehan bahasa
4. Untuk mengetahui tentang tahapan pemerolehan bahasa pada anak

3
BAB 2
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pemerolehan Bahasa Anak


Menurut Dardjowidjojo (2008) istilah pemerolehan dipakai untuk menerjemahkan bahasa
Inggris, aquesition yang diartikan sebagai proses penguasaan bahasa secara alami dari
seorang anak saat ia belajar bahasa ibunya. Menurut Chaer dan Agustina (2014).

Pemerolehan bahasa adalah proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak secara
natural pada waktu dia belajar bahasa ibunya (native language). Istilah pemerolehan bahasa
ini berbeda dengan pembelajaran yang merupakan padanan kata dari bahasa Inggris learning.
Pembelajaran merupakan proses yang dilakukan dalam tataran formal, yaitu belajar di kelas
diajar oleh sorang guru. Sehingga proses anak dalam menguasai bahas ibunya adalah
pemerolehan, sedangkan proses dari orang yang belajar di kelas adalah pembelajaran
(Dardjowidjojo, 2003: 225).

Anak yang memperoleh bahasa tidak hanya sekadar belajar sejumlah akumulasi tuturan
acak, tetapi mempelajari seperangkat kaidah yang melandasi prinsip pembentukan pola
ujaran (Chomsky, dalam Harras dan Andika, 2009:36). Seseorang memperoleh pengetahuan
bahasa pada dasarnya ia menginternalisasikan siste kaidah yang berhubungan dengan bunyi
dan makna secara khusus. Kaidah yang dimilikinya itulah yang memungkinkan seseorang
mampu memproduksi sejumlah tuturan baru yang tidak dapat diramalkan sebelumnya dan
bukan tuturan lama yang diulang-ulang.

Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak
kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan
bahasa biasanya dibedakan dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa berkaitan
dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang kanak-kanak mempelajari bahasa
kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan
dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua
(Chaer, 2003:167).

Pemerolehan bahasa oleh anak-anak memang merupakan salah satu prestasi manusia
yang paling hebat dan paling menakjubkan. Itulah sebabnya masalah ini mendapat perhatian
besar. Pada saat ini kita telah mempelajari banyak hal mengenai bagaimana anak-anak

4
berbicara, mengerti, dan menggunakan bahasa, tetapi sangat sedikit yang kita ketahui
mengenai proses aktual perkembangan bahasa. Satu hal yang kita ketahui ialah bahwa
pemerolehan bahasa sangat banyak ditentukan oleh interaksi rumit aspek-aspek kematangan
biologis, kognitif, dan sosial (Devianty, 2019).

Mengenai pemerolehan bahasa ini terdapat beberapa pengertian. Pengertian yang satu
mengatakan bahwa pemerolehan bahasa mempunyai suatu permulaan yang tiba-tiba dan
mendadak. Kemerdekaan bahasa mulai sekitar usia satu tahun pada saat anak-anak mulai
menggunakan kata-kata lepas atau kata-kata terpisah dari sandi linguistik untuk mencapai
aneka tujuan sosial mereka. Pengertian lain mengatakan bahwa pemerolehan bahasa memiliki
suatu permulaan yang gradual yang muncul dari prestasi-prestasi mesin/motor, sosial, dan
kognitif pralinguistik (menurut McGraw dalam Tarigan, 1988:4).

Pemerolehan bahasa anak-anak dapat dikatakan mempunyai ciri kesinambungan,


memiliki suatu rangkaian kesatuan, yang bergerak dari ucapan satu kata sederhana menuju
gabungan kata yang lebih rumit (sintaksis). Pemerolehan bahasa biasanya didapatkan hasil
kontak verbal dengan penutur asli lingkungan bahasa itu. Dengan demikian, istilah
pemerolehan bahasa mengacu ada penguasaan bahasa secara tidak disadari dan tidak
terpegaruh oleh pengajaran bahasa tentang sistem kaidah dalam bahasa yang dipelajari.

Pada hakikatnya pemerolehan bahasa anak melibatkan dua keterampilan, yaitu


kemampuan untuk menghasilkan tuturan secara spontan dan kemampuan memahami tuturan
orang lain. Jika dikaitkan dengan hal itu maka yang dimaksud dengan pemerolehan bahasa
adalah proses pemilikan kemampuan berbahasa baik berupa pemahaman atau pun
pengungkapan, secara alami, tanpa melalui kegiatan pembelajaran formal.

Kiparsky dalam Tarigan (1988) mengatakan bahwa pemerolehan bahasa adalah suatu
proses yang digunakan oleh anak-anak untuk menyesuaikan serangkaian hipotesis dengan
ucapan orang tua sampai dapat memilih kaidah tata bahasa yang paling baik dan paling
sederhana dari bahasa bersangkutan. Dengan demikian, proses pemerolehan adalah proses
bawah sadar. Penguasaan bahasa tidak disadari dan tidak dipengaruhi oleh pengajaran yang
secara eksplisit tentang sistem kaidah yang ada didalam bahasa kedua. Berbeda dengan
proses pembelajaran, adalah proses yang dilakukan secara sengaja atau secara sadar
dilakukan oleh pembelajar di dalam menguasai bahasa.

A. Cara Pemerolehan Bahasa Anak

5
1. Meniru

Anak-anak dalam proses pemerolehan bahasa dapat dianjurkan untuk memegang


pedoman tiru lah apa yang dikatakan orang lain (Santoso dan Muslich, 2016:32). Perkataan
anak tidaklah selalu merupakan pengulangan searah persis seperti apa yang didengarnya.
Tuturan anak cenderung mengalami perubahan. Perubahan itu dapat berupa penambahan,
pengurangan, maupun penggantian kata atau pengurutan susunan kata. Hal tersebut dapat
terjadi karena penguasaan kaidah bahasa, perkembangan otak, serta alat ucap, sehingga anak
akan mengucapkan tuturan yang dikuasainya (Fanani et al., 2020).

2. Mengingat

Tahap awal ketika anak memperoleh bahasa, anak mulai membangun ingatan kombinasi
bunyi-bunyi yang merujuk dan menyertai pada sesuatu yang dialami. Ingatan tersebut akan
semakin kuat, terutama jika penyebutan mengenai bentuk nomina atau kata benda atau pun
peristiwa tertentu terjadi berulang-ulang. Dengan cara ini anak akan mengingat kata-kata
tentang sesuatu sekaligus berulang-uang pula cara mengucapkannya (Devianty, 2016).

3. Bertanya

Kemampuan bertanya dapat diartikan sebagai kemampuan menggunakan kata-kata yang


termasuk komponen intelegensi. Cara bertanya ini anak sudah mulai memperoleh bahasanya
melalui struktur kalimat yang lebih rumit. Umumnya anak usia dini mulai memperoleh
kalimat tanya seperti apa, siapa, dan kapan. Menurut Rofi’udin dan Zuchdi (dalam Zubaidah,
2004:113) cara bertanya pada anak merupakan salah satu bentuk dalam memperoleh bahasa
yang dapat memupuk keberanian untuk berbicara. Anak mengemukakan pikirannya melalui
bertanya kepada orang tua, sudara, atau orang di dekatnya untuk mencari tahu informasi yang
baru.

4. Bercerita

Dalam bercerita harus dilakukan dengan cara yang menarik, baik dengan atau tanpa
bantuan alat peraga, seperti gambar, papan planel, buku cerita, dan lain sebagainya. Cerita
yang disampaikan juga harus mengandung pesan, nasihat, dan informasi yang dapat
ditangkap dan diolah anak, sehingga anak dapat dengan mudah memahami isi cerita atau
dongeng serta meneladani hal baik yang terkandung di dalamnya. Selain bercerita mengenai
kisah ataupun dongeng, anak juga dapat bercerita mengenai pengalaman yang pernah

6
dialaminya. Anak berusaha mencerna dan mengekspresikan kalimat yang dikuasainya dari
pengalaman yang terjadi. Melalui cara bercerita ini anak memperoleh penguasaan
berbahasanya, serta dapat mengulang bahasa yang didengar melalui bahasa yang sederhana
(Mallan, dalam Zubaidah, 2004:86)

B. Teori Pemerolehan Bahasa


1. Teori Behaviorisme

Teori behaviorisme menyoroti perilaku kebahasaan yang dapat diamati langsung dan
hubungan antara rangsangan (stimulus) dan reaksi (respon). Perilaku bahasa yang efektif
adalah membuat reaksi yang tepat terhadap rangsangan. Reaksi ini akan menjadi suatu
kebiasaan jika reaksi tersebut dibenarkan. Sebagai contoh, seorang anak mengucap
“bilangkali” untuk “barangkali” pasti anak akan dikritik oleh ibunya atau siapa saja yang
mendengar kata tersebut. Apabila suatu ketika si anak mengucapkan barangkali dengan tepat,
dia tidak akan mendapat kritikan karena pengucapannya sudah benar. Situasi sepertiinilah
yang dinamakan membuat reaksi yang tepat terhadap rangsangan dan merupakan hal pokok
bagi pemerolehan bahasa pertama (Arsanti Meilan, 2014).

2. Teori Nativisme Chomsky

Teori ini merupakan penganut nativisme. Menurutnya, bahasa hanya dapat dikusai oleh
manusia, binatang tidak mungkin dapat menguasai bahasa manusia. Pendapat Chomsky
didasarkan pada beberapa asumsi. Pertama, perilaku berbahasa adalah sesuatu yang
diturunkan (genetik), setiap bahasa memiliki pola perkembangan yang sama (merupakan
sesuatu yang universal), dan lingkungan memiliki peran kecil dalam proses pematangan
bahasa. Kedua, bahasa dapat dikuasai dalam waktu yang relatif singkat. Ketiga, lingkungan
bahasa anak tidak dapat menyediakan data yang cukup bagi penguasaan tata bahasa yang
rumit dari orang dewasa. Menurut aliran ini, bahasa adalah sesuatu yang kompleks dan rumit
sehingga mustahil dapat dikuasai dalam waktu yang singkat melalui“peniruan”.

3. Teori Kognitivisme

Kognitif berasal dari kata cognition persamaannya knowing yang berarti


mengetahui.Kognitif dalam artian luas ialah perolehan, penataan dan penggunaan perolehan.
Selanjutnya kognitif juga bisa diartikan dengan kemampuan belajar atau berfikir atau
kecerdasan yaitu kemampuan untuk mempelajari keterampilan dan konsep baru, keterampilan

7
untuk memahami apa yang terjadi di lingkungan sekitarnya, serta keterampilan menggunakan
daya ingat dan menyelesaikan soal-soal sederhana (Mussardo, 2019).

Munculnya teori ini dipelopori oleh Jean Piaget (1954) yang mengatakan bahwa bahasa
itu salah satu di antara beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif. Jadi,
urutan-urutan perkembangan kognitif menentukan urutan perkembangan bahasa.

4. Teori Interaksionisme

Teori interaksionisme beranggapan bahwa pemerolehan bahasa merupakan hasil interaksi


antara kemampuan mental pembelajaran dan lingkungan bahasa. Hal ini dibuktikan oleh
berbagai penemuan seperti yang telah dilakukan oleh Howard Gardner. Dia mengatakan
bahwa sejak lahir anak telah dibekali berbagai kecerdasan. Salah satu kecerdasan yang
dimaksud adalah kecerdasan berbahasa. Akan tetapi, yang tidak dapat dilupakan adalah
lingkungan juga faktor yang mempengaruhi kemampuan berbahasa seorang anak.

5. Teori Sosial

Teori sosial menurut Emile Durkheim adalah bahwa ketika kita ingin melihat suatu
kebudayaan, maka dapat dilihat pula institusi dan norma yang ada dalam kebudayaan
tersebut. Sebab masyarakat terbentuk dari institusi dan norma-norma tersebut.Norma dan dan
institusi berawal dari masyarakat melalui kesepakatan bersama. Namun, dalam perjalananya
institusi dan norma tersebut tumbuh dengan sendirinya secara mandiri.

Adapun Menurut Max weber individu manusia dalam masyarakat merupakan aktor yang
kreatif dan realitas sosial bukan merupakan alat yang setatis dari pada paksaan fakta sosial.
Artinya, tindakan manusia tidak sepenuhnya di tentukan oleh norma, kebiasaan,nilai, dan
sebagainya yang mencakup di dalam konsep fakta sosial. Walaupun pada akhirnya weber
mengakui bahwa dalam masyarakat terdapat setruktural sosisal dan pranata sosial.Dikatakan
bahwa setruktur sosial dan pranta sosial merupakan dua konsep yang saling berkaitan dalam
membentuk tindakan sosial.

6. Teori Innatist

Menurut teori innatist, bawaan ini sangat berperan dan menentukan proses
pembelajaran bahasa. Hal ini digambarkan Larsen-Freeman dan Long 1991: 227 sebagai “an
innate biological endowment that makes learning possible”, yaitu potensi atau bakat yang
dibawa anak sejak lahirlah yang memungkinkan proses pembelajaran terjadi. Perangkat

8
khusus tersebut digambarkan sebagai language acquisition device LAD yang berarti
perangkat yang berfungsi khusus untuk memproses bahasa Brown, 2007: 28-29.

Teori ini dinamakan innatist karena faktor bawaan anak dinilai sebagai penentu dalam
proses pembelajaran bahasa.Metode pengajaran bahasa ini mengutamakan pengembangan
kemampuan berbahasa sebagaimana yang terjadi pada anak kecil ketika belajar bahasa ibu
dalam konteks yang kehidupan sehari-hari. Dalam proses tersebut pembelajar dihadapkan
pada berbagai input kebahasaan dalam konteks berbahasa yang sesungguhnya.Teori ini
menyatakan bahwa pada dasarnya hakikat bahasa adalah rule- governed creativity Brown,
2007: 219 atau seperangkat sistem kreativitas yang diatur oleh kaidah. Pada tataran
kebahasaan ada tataran fonologi, morfologi, sintaksis, dan wacana yang masing-masing
mempunyai kaidah tersendiri.Pada tataran pragmatik, tiap ranah pemakaian bahasa
diterapkan secara integratif untuk mendukung tercapainya komunikasi.

7. Teori Konstructive

Teori konstruktivisme merupakan teori yang sudah tidak asing lagi bagi dunia
pendidikan, sebelum mengetahui lebih jauh tentang teori konstruktivisme alangkah lebih
baiknya di ketahui dulu konetruktivisme itu sendiri.Konstruktivisme berarti bersifat
membangun. Dalam konteks filsafat pendidikan, konstruktivisme adalah suatu upaya
membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern.Berdasarkan penjelasan tersebut di
atas, bahwa konstruktivisme merupakan sebuah teori yang sifatnya membangun, membangun
dari segi kemampuan, pemahaman, dalam proses pembelajaran. Sebab dengan memiliki sifat
membangun maka dapat diharapkan keaktifan dari pada siswa akan meningkat
kecerdasannya.Menurut hill konstruktivisme merupakan bagaimana menghasilkan sesuatu
dari apa yang dipelajarinya, dengan kata lain bahwa bagaimana memadukan sebuah
pembelajaran dengan melakukan atau mempraktikkan dalam kehidupannya supaya berguna
untuk kemaslahatan.

Shymansky mengatakan konstuktivisme adalah aktivitas yang aktif, di mana peserta didik
membina sendiri pengetahuannya, mencari arti dari apa yang mereka pelajari, dan merupakan
proses menyelesaikan konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berfikir yang telah ada
dimilikinya.Berdasarkan pendapatnya di atas, maka dapat di pahami bahwa konsturktivisme
merupakan bagaimana mengaktifkan siswa dengan cara memberikan ruang yang seluas-
luasnya untuk memahami apa yang mereka telah pelajari dengan cara menerpakan konsep-

9
konsep yang di ketahuinya kemudian mempaktikkannya ke dalam kehidupan sehari-harinya
(Suparlan, 2019).

C. Tahapan Pemerolehan Bahasa pada anak


1. Tahap Pemerolehan Bahasa Pertama

Seorang anak tidak secara tiba-tiba memiliki tata bahasa yang teratur dalam otaknya.
Tahap pemerolehan bahasa pertama berkaitan dengan perkembangan bahasa anak. Hal ini
dikarenakan bahasa pertama diperoleh seseorang pada saat ia berusia anak-anak (Suardi et al.,
2019). Menurut Ardiana dan Syamsul Sodiq (Ardiana dan Sodiq, 2000) terdapat empat
tahap:

a. Tahap Pemerolehan Kompetensi dan Performansi

Kompetensi adalah pengetahuan tentang gramatika bahasa ibu yang dikuasai anak secara
tidak sadar. Gramatika itu terdiri atas tiga komponen, yaitu semantik, sintaksis, dan fonologi
dan diperoleh secara bertahap. Pada tataran kompetensi ini terjadi proses analisis untuk
merumuskan pemecahan-pemecahan masalah semantik, sintaksis, dan fonologi. Sebagai
pusat pengetahuan dan pengembangan kebahasaan dalam otak anak, kompetensi memerlukan
bantuan performansi untuk mengatasi masalah kebahasaan anak. Performansi adalah
kemampuan seorang anak untuk memahami atau mendekodekan dalam proses reseptif dan
kemampuan untuk menuturkan atau mengkodekan dalam proses produktif. Sehingga dapat
kita gambarkan bahwa kompetensi merupakan bahannya dan performansi merupakan alat
yang menjembatani antara bahan dengan perwujudan fonologi bahasa (Khotijah, 2013).

b. Tahap Pemerolehan Semantik

Pemerolehan sintaksis bergantung pada pemerolehan semantik. Struktur pertama


diperoleh oleh anak bukanlah struktur sintaksis melainkan makna (semantik). Sebelum
mampu mengucapkan kata sama sekali, anak-anak rajin mengumpulkan informasi tentang
lingkungannya. Anak menyusun fitur-fitur semantik (sederhana) terhadap kata yang
dikenalnya. Hal yang dipahami dan dikumpulkan oleh anak itu akan menjadi pengetahuan
tentang dunianya. Pemahaman makna merupakan dasar pengujaran tuturan. Salah satu bentuk
awal yang dikuasai anak adalah nomina, terutama yang akrab atau dekat dengan tempat
tinggalnya. Dalam penelitian ini, subjek penelitian terlebih dahulu menguasai nomina yang
berkaitan dengan anggota keluarga dan kerabat dekat. Subjek penelitian juga sudah mampu
mengujarkan benda di sekelilingnya yang diketahui oleh subjek penelitian. Setelah

10
menguasai nomina di sekitar anak, anak mulai menguasai verba secara bertingkat, dari verba
yang umum menuju verba yang lebih khusus atau rumit. Verba yang berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari, seperti makan, mandi, minum, dan Pi-Pin (Upin-Ipin yang berarti
tontonan atau ketika subjek penelitian ingin menonton). Subjek penelitian juga sudah mampu
mengujarkan kata sifat yaitu kata “cak” yang berarti bagus. Anak sudah mengerti mengenai
kata sifat dan mengerti makna kata bagus.

c. Tahap Pemerolehan Sintaksis

Konstruksi sintaksis pertama anak normal dapat diamati pada usia 18 bulan. Meskipun
demikian, beberapa anak sudah mulai tampak pada usia setahun dan anakanak yang lain di
atas dua tahun. Pemerolehan sintaksis merupakan kemampuan anak untuk mengungkapkan
sesuatu dalam bentuk konstruksi atau susunan kalimat. Konstruksi itu dimulai dari rangkaian
dua kata. Konstruksi dua kata tersebut merupakan susunan yang dibentuk oleh anak untuk
mengungkapkan sesuatu. Anak mampu untuk memproduksi bahasa sasaran untuk mewakili
apa yang ia maksud. Pemakaian dan pergantian katakata tertentu pada posisi yang sama
menunjukkan bahwa anak telah menguasai kelas-kelas kata dan mampu secara kreatif
memvariasikan fungsinya. Contohnya adalah „ayah datang‟. Kata tersebut dapat divariasikan
anak menjadi „ayah pergi‟ atau „ibu datang‟.

d. Tahap Pemerolehan Fonologi

Secara fonologis, anak yang baru lahir memiliki perbedaan organ bahasa yang amat
mencolok dibanding orang dewasa. Berat otaknya hanya 30% dari ukuran orang dewasa.
Rongga mulut yang masih sempit itu hampir dipenuhi oleh lidah. Bertambahnya umur akan
melebarkan rongga mulut. Pertumbuhan ini memberikan ruang gerak yang lebih besar bagi
anak untuk menghasilkan bunyi-bunyi bahasa.

Pemerolehan fonologi atau bunyibunyi bahasa diawali dengan pemerolehan bunyi-bunyi


dasar. Menurut Jakobson (Ardiana dan Sodiq, 2000) bunyi dasar dalam ujaran manusia
adalah /p/, /a/, /i/, /u/, /t/, /c/, /m/, dan seterusnya. Kemudian pada usia satu tahun anak mulai
mengisi bunyi-bunyi tersebut dengan bunyi lainnya (Fatmawati, 2015).

2. Tahap pemerolehan bahasa kedua

Pemerolehan bahasa kedua atau bilingualisme adalah rentangan bertahap yang dimulai
dari menguasai bahasa pertama (B1) ditambah mengetahui sedikit bahasa kedua (B2), lalu

11
penguasaan B2 meningkat secara bertahap, sampai akhirnya menguasai B2 sama baiknya
dengan B1. Menurut Akhadiah, S., dkk dalam (1997:2.2) pemerolehan bahasa kedua adalah
proses saat seseorang memperoleh sebuah bahasa lain setelah lebih dahulu ia menguasai
sampai batas tertentu bahasa pertamanya (Syaprizal, 2019).

Stren dalam Akhadiah, S., dkk (1997:2.2) menyamakan istilah bahasa kedua dengan
bahasa asing. Tetapi bagi kondisi di Indonesia perlu membedakan istilah bahasa kedua
dengan bahasa asing. Bagi kondisi di (first languange) yang berwujud bahasa daerah tertentu,
bahasa kedua (second languange) yang berwujud bahasa Indonesia atau bahasa asing (foreign
languange). Bahasa kedua biasanya merupakan bahasa resmi di negara tertentu. Oleh karena
itu bahasa kedua sangat diperlukan untuk kepentingan politik, ekonomi, dan pendidikan.
Dalam Chaer dan Agustina (2014) menerangkan bahwa pada umumnya bahasa pertama
seorang anak Indonesia adalah bahasa daerahnya masing-masing karena bahasa Indonesia
baru dipelajari ketika anak masuk sekolah dan ketika ia sudah menguasai bahasa ibunya.
Dibandingkan dengan pemerolehan bahasa pertama, proses pemerolehan bahasa kedua tidak
linear. Menurut Krashen dalam Akhadia, S.,dkk (1997:2.3) untuk anakanak, bahasa kedua
adalah hal yang lebih banyak dipelajari daripada diperoleh. Bila dilihat dari proses dan
pengembangan bahasa kedua ada dua cara yang dijelaskan oleh hipotesis pembedaan dan
pemerolehan dan belajar bahasa yaitu:

- Cara pertama dalam pengembangan bahasa kedua adalah pemerolehan bahasa yang
merupakan proses yang bersamaan dengan cara anak-anak mengembangkan kemampuan
dalam bahasa pertama mereka. Hasil atau akibat pemerolehan bahasa, kompetensi yang
diperoleh bawah sadar. Cara-cara lain memberikan pemerolehan termasuk belajar implisit,
belajar informal dan belajar alamiah. Dalam bahasa nonteknis sering disebut pemerolehan
"memunggut"bahasa.

- Cara kedua dalam pengembangan bahasa kedua adalah dengan belajar bahasa, yang
mengacu pada pengetahuan yang sadar terhadap bahasa kedua, mengetahui kaidah-kaidah,
menyadari kaidah-kaidah dan mampu berbicara mengenai kaidah-kaidah itu yang oleh umum
dikenal dengan tata bahasa. Beberapa sinonim mencakup pengetahuan formal mengenai suatu
bahasa atau belajar eksplisit. Beberapa pakar teori belajar bahasa kedua beranggapan bahwa
anak-anak memperoleh bahasa, sedangkan orang dewasa hanya dapat mempelajarinya. Akan
tetapi hipotesis pemerolehan-belajar menuntut orang-orang dewasa juga memperoleh, bahwa
kemampuan memungut bahasa tidak hilang pada masa remaja. Hipotesis diatas dapat

12
menjelaskan perbedaan pemerolehan dan belajar bahasa, Krashen dan Terrel dalam
Akhadiah, dkk (1997:2.3) menegaskan perbedaan keduanya dalam lima hal yaitu sebagai
berikut:

a. Pemerolehan memiliki ciri-ciri yang sama dengan pemerolehan bahasa


pertama seorang anak penutur asli sedangkan belajar bahasa adalah
pengetahuan secara formal.
b. Pemerolehan dilakukan secara bawah sadar sedangkan pembelajaran adalah
proses sadar dan disengaja.
c. Pemerolehan seorang anak atau pelajar bahasa kedua belajar seperti
memungut bahasa kedua sedangkan dalam pembelajaran seorang pelajar
bahasa kedua mengetahui bahasa kedua.
d. Dalam pemerolehan pengetahuan didapatkan secara implisit sedangkan dalam
pembelajaran pengetahuan didapatkan secara eksplisit
e. Pemerolehan pengajaran secara formal tidak membantu kemampuan anak
sedangkan dalam pembelajaran pengajaran secara formal hal itu menolong
sekali.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemerolehan Bahasa Kedua

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pemerolehan bahasa kedua yaitu


sebagai berikut:

1. Faktor Usia

Anak-anak tampaknya lebih mudah dalam memperoleh bahasa baru, sedangkan orang
dewasa tampaknya mendapat kesulitan dalam memperoleh tingkat kemahiran bahasa kedua.
Anggapan ini telah mengarahkan adanya hipotesis mengenai usia kritis atau periode kritis
untuk belajar bahasa kedua.

2. Faktor Bahasa Pertama

Ellis (1986: 19) menyebutkan para pakar pembelajaran bahasa kedua pada umumnya
percaya bahwa bahasa pertama mempunyai pengaruh terhadap proses penguasaan bahasa
kedua pembelajar. Sedangkan bahasa pertama ini telah lama dianggap menjadi pengganggu
di dalam proses pembelajaran bahasa kedua. Hal ini karena seorang pembelajar secara tidak
sadar atau tidak melakukan transfer unsurunsur bahasa pertamanya ketika menggunakan

13
bahasa kedua. Akibatnya terjadilah yang disebut interfensi, ahli kode, campur kode, atau juga
kekhilafan (error).

3. Faktor Lingkungan

Lingkungan bahasa sangat penting bagi seseorang pembelajar untuk dapat berhasil dalam
mempelajari bahasa baru (bahasa kedua). Lingkungan bahasa adalah segala hal yang didengar
dan dilihat oleh pembelajar sehubungan bahasa kedua yang sedang dipelajari. Hal-hal
termasuk dalam lingkungan bahasa adalah situasi di restoran atau di toko, percakapan dengan
kawan-kawan, ketika menonton televisi, saat membaca koran, dalam proses belajar-mengajar
di dalam kelas, dan sebagainya. Kualitas lingkungan bahasa ini merupakan suatu yang
penting bagi pembelajar untuk memperoleh keberhasilan dalam mempelajari bahasa kedua,
berbahasa formal, Faktor yang juga sangat berpengaruh dalam proses pemerolehan bahasa
adalah fator lingkungan (Kapoh, R. J., 2010).

14
BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pemerolehan bahasa adalah proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak
secara natural pada waktu dia mulai belajar bahasa dari orang yang ada disekitarnya.
Kemudian ada pun cara dimana anak dapat memperoleh bahasa yaitu dimulai dari meniru,
mengingat, bertanya, dan bercerita. Adapun juga teori-teori dalam memperoleh bahasa
diantaranya teori behaviorisme, teori nativisme chomsky, teori kognitivisme, teori
interaksionisme, teori sosial, teori innatist, dan teori konstructive. Selanjutnya tahap
memperoleh bahasa pada anak dimulai dari tahap pertama sampai tahap kedua. Serta terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi pemerolehan bahasa pada anak. Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Pemerolehan Bahasa Kedua yaitu faktor usia, faktor bahasa pertama faktor
lingkungan.

15
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA
Arsanti Meilan. (2014). Pemrolehan Bahasa Pada Anak (Psikolinguistik). Pbsi,
3(2), 24–47.
Devianty, R. (2019). Membangun Bahasa Anak Usia Dini Melaluisiasat
Pemerolehan Bahasa. Perdana Publishing, 1–25.
http://repository.uinsu.ac.id/id/eprint/6423
Fanani, A. N., Suryadi, M., & Tiani, R. (2020). Pemerolehan Bahasa Pada
Anak Usia 2-5 Tahun Dalam Kehidupan Sehari-Hari ( Studi Kasus Anak-
Anak Di Dusun Panjatan Desa Kedungkelor Warureja Tegal-Kajian
Psikolinguistik). FIB Univ. Diponegoro, 1–12.
Fatmawati, S. . (2015). Neliti - Pemerolehan bahasa pertama anak menurut
psikolinguistik. Lentera, XVIII(1), 63–75.
Khotijah. (2013). Teori-teori Proses Pemerolehan Bahasa Dalam Perspektif Al-
Qur’an. Jurnal Tarbiyah, 10(2 (juli-Desember), 14–17.
Mussardo, G. (2019). Teori Kognitif. Statistical Field Theor, 53(9), 1689–1699.
Ruyatul Hilal Muhtar, T. M. (2019). Pemerolehan Bahasa dan Penggunaan
Bahasa Anak Usia Sekolah Dasar. JPI (Jurnal Pendidikan Indonesia):
Jurnal Ilmiah Pendidikan, 5(1), 170–178.
https://doi.org/10.20961/jpi.v5i1.33836
Suardi, I. P., Ramadhan, S., & Asri, Y. (2019). Pemerolehan Bahasa Pertama
pada Anak Usia Dini. Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini,
3(1), 265. https://doi.org/10.31004/obsesi.v3i1.160
Suparlan, S. (2019). Teori Konstruktivisme dalam Pembelajaran. Islamika, 1(2),
79–88. https://doi.org/10.36088/islamika.v1i2.208
Syaprizal, M. P. (2019). PROSES PEMEROLEHAN BAHASA PADA ANAK
Muhammad Peri Syaprizal pemahaman dan ilmu pengetahuan . Sebagai
simbol sebuah pemahaman , bahasa pertama yang sering kali disebut bahasa
ibu . Pemerolehan bahasa merupakan sampai fasih berbahasa . Pemerolehan
bahasa at. Jurnal Al-Hikmah, 1(2), 75–86.

16

Anda mungkin juga menyukai