Anda di halaman 1dari 13

PEMBELAJARAN BAHASA KEDUA

Oleh:

Kelompok 4

Sri Evayanti Sihite (2182111024)

Winda Hutagalung (2181111020)

Tetti Siburian (2181111022)

Kholijah Lubis (2183311016)

Polmaris Naibaho (2181111025)

Muhammad Nurdin (2182111014)

Dosen Pengampu:

Frinawaty Lestarina Barus, S.Pd., M.Pd.

PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa. Karena berkat rahmat
serta hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Pembelajaran Bahasa Kedua. Tugas ini
kami buat dengan maksud dan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikolinguistik.

Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. Syamsul Arif, M.Pd, Ketua jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia.
2. Ibu Trisnawati Hutagalung, M.Pd, Sekertaris jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia.
3. Ibu Fitriani Lubis, M.Pd, Ketua Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
4. Ibu Frinawaty Lestarina Barus, S.Pd., M.Pd., Dosen Pengampu Mata Kuliah
Psikolinguistik.
5. teman-teman yang memberikan bantuan baik langsung maupun tidak langsung.
6. orangtua tercinta.

Kami selaku penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyajian makalah ini masih
minim dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami senantiasa mengharapkan
masukan dari para pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah kami di
masa yang akan datang.

Medan, November 2020

Kelompok V
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1
A. Latar Belakang........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah................................................................................... 1

C. Tujuan...................................................................................................... 1

D. Manfaat.................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................... 3
A. Hakikat Pemerolehan Bahasa …….......................................................... 3
B. Wilayah Dan Generalisasi Dalam Pengajaran Bahasa Kedua …….......... 5
C. Hipotesis dan Klaim….…….…................................................................ 5
D. Hipotesis Masukan Krashen ……………………………......................... 7
BAB IV PENUTUP.............................................................................................. 9
A. Simpulan.................................................................................................... 9
B. Saran…….................................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 10
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahasa merupakan bagian sentral dalam kehidupan. Manusia menggunakan bahasa tidak
hanya sebatas survival layaknya binatang. Manusia menggunakan bahasa untuk berbagai segi
dalam kehidupan. Oleh karena itu, manusia dibekali LAD (Language Acquisition Devicion)
sehingga mampu mengembangkan diri dalam berbahasa. Penggunaan bahasa ini tidak
terlepas dari proses pemerolehan bahasa yang dialami manusia dari masa kanak-kanak
hingga dewasa. Bahasa yang digunakan anak dari masa kanak-kanaknya dan menjadi alat
yang paling banyak digunakan dalam interaksi sosialnya adalah bahasa pertamanya. Jika ada
istilah pertama tentu ada istilah bahasa kedua. Bahasa pertama (B1) merupakan bahasa yang
paling dikuasai dan paling sering digunakan oleh seseorang, sedangkan bahasa kedua
merupakan bahasa yang diperoleh melalui pembelajaran dan cenderung dipelajari dengan
sengaja. Bahasa kedua bukan berarti sebatas bahasa kedua, tetapi bahasa lain yang dipelajari
oleh seseorang entah itu satu bahasa, dua, maupun lebih dari itu. Untuk pemerolehan dan
pembelajaran bahasa kedua, kita tentunya harus mengetahui lebih dalam mengenai
pengenalan dan berbagai hipotesis mengenai permasalahan tersebut. Oleh karena itu, dalam
makalah ini akan dibahas mengenai hipotesis dan penjabaran mengenai pemerolehan dan
pembelajaran bahasa kedua (B2).

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan diselesaikan pada bagian pembahasan, yaitu sebagai
berikut:
1. Apa itu pemerolehan bahasa kedua?
2. Apa saja variabel yang memengaruhi pemerolehan dan pembelajaran Bahasa kedua?
3. Di mana dan seperti apa wilayah serta generalisasi mengenai pembelajaran bahasa
kedua?
4. Bagaimana teori dan hipotesis pembelajaran bahasa kedua?

C. Tujuan

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah ditentukan adapaun tujuan dari penulisan
makalah ini, yaitu:
1. Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikolinguistik.
2. Untuk memberikan informasi mengenai pemerolehan bahasa kedua.
3. Untuk mengetahui apa saja variabel yang memengaruhi pemerolehan dan
pembelajaran Bahasa kedua.
4. Untuk mengetahui teori dan hipotesis bahasa kedua.

D. Manfaat

Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini Makalah ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan mengenai bagaimana pemerolehan bahasa kedua dan memberikan informasi
mengenai teori-teori yang mendukung untuk pembelajarannya.
BAB II

PEMBAHASAN
A. Hakikat Pemerolehan Bahasa Kedua

Sebelum membahas lebih jauh mengenai apa itu pemerolehan bahasa kedua, ada baiknya
kita memahami lebih dulu apa itu bahasa kedua. Bahasa kedua sendiri didefinisikan dalam
pengertian-pengertian yang luas. Bahasa kedua secara sederhana dianggap sebagai bahasa
yang diperoleh atau dipelajari setelah anak menguasai bahasa pertama. Pengertian lain yang
lebih jauh mengungkapkan bahwa bahasa kedua merupakan bahasa resmi atau dominan
secara sosial yang biasanya dibutuhkan untuk pendidikan, pekerjaan, dan tujuan lainnya.
adapun bahasa asing diartikan sebagai salah satu bahasa yang tidak banyak digunakan oleh
pembelajarnya dalam konteks sosial yang mungkin dapat digunakan untuk perjalanan masa
depan atau komunikasi lintas budaya, namun tidak terlalu diperlukan dan aplikasi praktik
langsung. Ketika bahasa pertama dianggap sebagai bahasa yang diperoleh tanpa upaya sadar,
bahasa kedua ini memiliki karakteristik tersendiri dalam proses dan kondisi pemerolehannya.
Terlebih, bahasa kedua tidak hanya terbatas pada bahasa yang dipelajari oleh anak,
melainkan mencakup pemeroleh yang lebih heterogen dalam berbagai segi. Jadi dapat
diartikan bahwa bahasa kedua adalah bahasa yang diperoleh setelah bahasa pertama dikuasai
dan dipelajari untuk tujuan yang variatif. Berangkat pada hakikat pemerolehan bahasa kedua,
ada baiknya kita memahami lebih dulu apa itu pemerolehan. Menurut Krashen, pemerolehan
adalah sebuah proses bawah sadar dan intuitif dalam pengembangan sistem sebuah bahasa,
tidak beda dengan proses seorang anak untuk “belajar begitu saja sebuah bahasa.
Dalam pengembangan bahasa kedua Krashen berpendapat bahwa bahasa kedua ini
diperoleh dengan dua cara, yaitu:
1. Pemerolehan (acquisition), merupakan proses subconcious bawah sadar yang
mengarah pada pengembangan kompetensi dan tidak bergantung pada kaidah
gramatika.
2. Pembelajaran (learning) mengacu pada consious kesadaran belajar dan pengetahuan
kaidah gramatika.
Pemerolehan bahasa kedua (SLA) juga mengacu pada pembelajaran sebuah bahasa
sasaran (Target Language) baik oleh individu maupun kelompok untuk tujuan bahasa dan
tujuan pembelajaran tertentu. Ruang lingkup SLA mencakup pembelajaran informal B2 yang
terjadi secara naturalistik, pembelajaran formal B2 di ruang kelas, maupun campuran dari
pengaturan dan keadaan tersebut. Sebelumnya telah disebutkan bahwa pemerolehan bahasa
kedua berbeda dengan pemerolehan bahasa pertama, B2 melibatkan proses dan kondisi yang
tentunya berbeda. Oleh karena itu, pemerolehan ini melibatkan variabel-variabel yang seperti
digambarkan oleh Yorio, di antaranya:
1. Usia
Usia mencakup 3 bagian. Yaitu, kanak-kanak, remaja, dan dewasa. Pada kanak-kanak
pembelajaran dipengaruhi oleh faktor biologis, faktor kognitif, dan faktor sosial yang
mencakup pengaruh Orang Tua, sekolah, maupun tekanan kawan sebaya. Pada
remaja, dipengaruhi oleh faktor biologis yang memang sedang mengalami masa
kritis serta faktor sosial yang juga dipengaruhi oleh orang tua, sekolah dan kawan
sebaya. Adapun pada tahap dewasa faktor yang mempengaruhi adalah faktor biologis
yang mencakup masa kritis, tekanan kawan sebaya, kontek belajar/mengajar, dan
bahasa keduanya itu sendiri.
2. Kognisi
Kognisi ini mencakup kecerdasan umum dan bakat bahasa seseorang.
3. Bahasa Asli
Bahasa asli ini mempengaruhi transfer pada bahasa kedua bak dari segi fonologis,
gramatikal, maupun semantik.
4. Masukan
Masukan dalam hal ini berkaitan dengan pembelajarnya sendiri. Yaitu pembelajar
bebas dan pembelajar terbimbing. Pembelajar bebas bergantung pada konteks
pengajaran yang mencakup tempat belajar (lingkungan bahasa asing, bahasa kedua,
dwibahasa), jenis kontak bahasa, lingkungan bahasa keluarga dan lingkungan bahasa
kawan sebaya. Pembelajar terbimbing bergantung pada konteks pembelajaran yang
mencakup tipe bimbingan (formal, informal serta intensif/tidak intensif). Lamanya
bimbingan, materi bimbingan, dan sumber bimbingan.
5. Wilayah Afektif
Wilayah afektif ini berkenaan dengan faktor sosial budaya, faktor egosentris, dan
faktor motivasi.
6. Latar belakang pendidikan
Beberapa contoh faktor yang berkenaan dengan ini adalah buta huruf, melek huruf
serta keprofesionalitasannya.

B. Wilayah Dan Generalisasi Dalam Pengajaran Bahasa Kedua


Pengajaran bahasa kedua mencakup ke dalam beberapa ranah. Pertama, mencakup
pemahaman, secara umum, tentang apa itu bahasa, apa itu pembelajaran, dan untuk
konteks ruang kelas, apa itu pengajaran. Kedua, pengetahuan tentang pembelajaran
bahasa pertama pada anak-anak memberikan wawasan untuk memahami SLA. Ketiga,
bagaimana, sejumlah perbedaan esensial antara pembelajaran anak-anak dan orang
dewasa dan antara pemerolehan bahasa pertama dan bahasa kedua harus disampaikan
secara hati-hati. Keempat, pembelajaran bahasa kedua adalah bagian dari dan mengikuti
prinsipa-prinsip umum pembelajaran dan kecerdasan manusia. Kelima, terdapat variasi
besar pada gaya kognitif di antara para pembelajara dan juga pemilihan strategi berbeda
pada setiap pembelajar. Keenam, kepribadian, cara orang melihat dirinya sendiri dan
mengungkapkan dirinya sendiri dalam komunikasi akan mempengaruhi kualitas maupun
kuantitas pembelajaran bahasa kedua. Ketujuh, mempelajari budaya kedua sering
bertumpang tindih dengan mempelajari bahasa kedua. Kedelapan, pemerolehan
kompetensi komunikatif dalam banyak hal adalah sosialisasi bahasa, dan merupakan
tujan utama bagi para pembelajar saat mereka berurusan dengan fungsi, kemampuan
mencerna, gaya, dan aspek-aspek nonverbal dari interaksi antarmanusia dan negosiasi
politik. Kesembilan yaitu kontras-kontras linguistik antara bahasa asli dan bahasa sasaran
menciptakan pangkal kesulitan dalam mempelajari bahasa kedua. Namun proses kreatif
pembentukan sistem antarbahasa mendorong pembelajar untuk menggunakan banyak
sumber dan kecakapan yang memudahkan. Dalam proses ini, kekeliruan merupakan
aspek tak terhindarkan, namun dari sini pembelajar dan pengajar bisa memperoleh
wawasan lebih mendalam.
C. HIPOTESIS DAN KLAIM
Teori mengenai bahasa kedua merupakan seperangkat hipotesis atau klaim yang
saling berkaitan mengenai bagaimana orang menjadi cakap dalam bahasa kedua.
Lightbown membuat beberapa klaim mengenai bahasa kedua. Di antaranya:
1. Orang dewasa dan anak remaja bisa “memperoleh” bahasa kedua.
2. Para pembelajar menciptakan antarbahasa yang sistematis yang sering ditandai
dnegan kesalahan-kesalahan yang sama sistematisnya dengan kesalahan kanak-kanak
yang mempelajari bahasa tersebut sebagai bahasa pertama, dan juga orang-orang lain
yang mendasarkan diri pada bahasa asli mereka sendiri.
3. Ada bagian yang bisa digunakan dalam pemerolehan sehingga struktur-struktur
tertentu harus diperoleh sebelum yang lainnya bisa dipadukan.
4. Praktek belum tentu menjadikan sempurna.
5. Mengetahui kaidah bahasa bukan berarti orang akan bisa menggunakan bahasa itu
dalam interaksi yang komunikatif.
6. Koreksi kesalahan secara eksplisit dan terpisah biasanya tak efektif dalam mengubah
perilaku bahasa.
7. Bagi kebanyakan pembelajar dewasa, pemerolehan berhenti-“memfosil”- sebelum
pembelajara meraih kecakapan dalam bahasa sasaran yang mendekati kefasihan
penutur asli.
8. Orang tidak bisa mencapai pemahaman menyeluruh pada bahasa kedua yang
mendekati penutur asli bahasa tersebut dengan satu jam sehari.
9. Pembelajar memikul beban berat karena bahasa sangat kompleks
10. Kemampuan seorang pembelajar untuk memahami makna bahasa menurut
konteksnya memperluas kemampuannya untuk memahami bahasa yang dilepaskan
dari konteks dan untuk memproduksi bhasa yng kompleksitas dan akurasinya setara.1
Adapun pernyataan lain yang dibuat oleh LightBown dan Spada mengenai bahasa kedua
ini. Di antaranya:
1. Pada umumnya, bahasa dipelajari melalui peniruan
2. Biasanya orang tua mengoreksi kanak-kanak ketika mereka membuat kesalahan
3. Orang dengan IQ tinggi adalah pembelajar bahasa yang baik
4. Semakin dini bahasa kedua diperkenalkan di sekolah, semain besar kemungkinan
berhasilnya dalam pembelajaran
5. Kesalahan terbanyak yang dibuat oleh para pembelajar bahasa kedua adisebabkan
oleh tumpang tindihnya dengan bahasa pertama
1
Patsy LightBown, Great Expectations: Second-Language Acquisition Research and Classroom Teaching. (Oxford:
Applied Linguistics, 1985).hh. 176-180.
6. Kekeliruan-kekeliruan pembelajara seharusnya dikoreksi saat itu juga demi
menghindarkan terbentuknya kebiasaan buruk.2
D. Hipotesis Masukan Krashen
Salah satu perspektif teoretis paling kontroversial dalam SLA pada 25 tahun terakhir abad
kedua puluh disodorkan oleh Stephen Krashen (1977,1981, 1982, 1985, 1992, 1997) dalam
sebuah himpunan artikel dan buku. Hipotesis Krashen mempunyai nama-nama yang berbeda.
Dalam tahun-tahun awal, “Model Monitor” dan “Hipotesis Pemerolehan-Pembelajaran”
adalah nama-nama yang lebih popular; dalam tahun-tahun terakhir “Hipotesis Masukan”
digunakan untuk menyebut satu set yang terdiri atas lima hipotesis yang saling berkait.
Masing-masing dirangkut di bawah.
Lima Hipotesis
1. Hipotesis Pemerolehan-Pembelajaran. Krashen menyatakan bahwa pembelajaran bahasa
kedua dewasa punya dua cara untuk menyerap bahasa sasaran. Pertama adalah
“pemerolehan”, sebuah proses bawah sadar dan intuitif dalam pengembangan sistem
sebuah bahasa, tidak beda dengan proses seorang anak untuk “belajar begitu saja” sebuah
bahasa. Cara kedua adalah sebuah proses "pembelajaran" sadar di mana pembelajar
memperhatikan bentuk, memahami aturan, dan secara umum mafhum akan proses
mereka sendiri. Menurut Krashen, "kecakapan dalam performa bahasa kedua seiring
dengan apa yang sudah kita peroleh, bukan apa yang kita pelajari". Oleh karenanya,
orang dewasa harus memperoleh sebanyak mungkin agar bisa mencapai kecakapan
komunikatif; bila tidak, mereka akan berhenti pada pembelajaran aturan dan terlalu
memperhatikan secara sadar bentuk bahasa dan terlalu mengawasi kemajuan mereka
sendiri. Lebih lanjut, Proses pembelajaran sadar kita dan proses pemerolehan bawah
sadar kita berdiri sendiri-sendiri: pembelajar tak bisa "menjadi" pemerolehan. Klaim
mengenai "tak adanya titik singgung antara pemerolehan dan pembelajaran ini dipakai
untuk memperkuat argument bagi perekomendasian dosis yang lebih besar aktivitas
pemerolehan di ruang kelas, dengan sedikit saja peran keil untuk pembelajaran.3
2. Model Monitor "Monitor" ada dalam pembelajaran, bukan pemerolehan. Ia adalah alat
untuk "memantau" keluaran seseorang, untuk menyunting dan membuat perubahan atau
mengoreksi ketika keluaran-keluaran itu dipikiran secara sadar. Pembelajaran yang
2
Patsy Lightbown and Nina Spada. How Languages Are Learned. (USA: Oxford University Press, 2013). Hh.11-116.
3
S. Kreshen. 1982. Principles and practice in second Language acquisition. Oxford: Pergamon Press. h. 10-11
eksplisit dan intensional semacam itu, menurut Krashen, harus dihindari jauh-jauh,
karena dianggap merintangi pemerolehan. Hanya begitu kecakapan mapan, barulah
pemantauan atau penyuntingan yang cukup digunakan. Hipotesis mengenai
pemantau(monitor) pembelajaran berfungsi sebagai pemantau. Pembelajaran tampil
untuk menggantikan bentuk ujaran sesudah ujaran dapat diproduksi berupa sistem.
Penerapan pemantau dapat menghasilkan efektifitas jika pemakai B2 memusatkan
perhatian pada bentuk yang benar. Mc.Laughlin menyatakan bahwa monitor jarang
dipakai dalam kondisi normal pemakaian dan dalam pemerolehan B2 dan monitor secara
teoritis merupakan konsep yang tak berguna.
3. Hipotesis Urutan Alamiah. Menyusul studi-studi awal urutan morfem dari Dulay dan
Burt (1974b, 1976) dan yang lainnya, Krashen menyatakan bahwa kita memperoleh
kaidah-kaidah bahasa dalam sebuah urutan yang bisa diprediksi atau "alamiah".
4. Hipotesis Masukan. Menurut Krashen masukan yang bisa dipahami adalah “satu-satunya
alasan bagi pemerolehan bahasa kedua.4 “Hipotesis Masukan menyatakan bahwa “kondisi
bagi terwujudnya pemerolehan bahasa adalah ketika si pembelajar memahami (melalui
mendengarkan atau membaca) masukan yang strukturnya mengandung hal yang “sedikit
merampaui” tingkat kompetensinya saat ini. Dengan kata lain bahasa yang dipaparkan
kepada para pembelajar semestinya sedikit di atas kompetensi mereka dan masih bisa
mereka pahami, tetapi tetap menantang mereka untuk berkembang. yang harus
diperhatikan adalah bahwa masukan ini tidak boleh terlalu jauh di luar jangkauan
sehingga mereka kewalahan atau terlalu dekat dengan tingkat mereka saat ini yang
menyebabkan mereka tidak tertantang sama sekali.
5. Hipotesis Saringan Afektif. Krashen lebih lanjut menyatakan bahwa pemerolehan terbaik
akan terjadi dalam lingkungan yang tingkar kecemasannya rendah dan tidak ada sikap
defensil arau, daiam istilah Krashen, dalam konteks di mana “filter afekti” rendah.

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

4
S. Kreshen. 1984. Immersion: Why it Work and what it has taught us. Languege and society, h. 61
Pemerolehan bahasa kedua beriringan dengan pembelajaran bahasa kedua. Keefektifan
pembelajaran bahasa kedua dipengaruhi oleh beberapa variabel seperti faktor usia, juga termasuk
sosial dan kultural. Terdapat banyak hipotesis mengenai bagaimana seharusnya pembelajaran
bahasa kedua, dimulai dari generalisasi LightBown mengenai keharusan dan kenyataan SLA
dalam pandangannya, perumpaan/analogi Larsen teori chaos dengan pembelajaran SLA, serta
beberapa pandangan pembelajaran dari sudut kesadaran, pusat perhatian, hingga pada
konstruktivisme sosial. Semua sudut pandang tersebut dikembalikan lagi pada hakikat
ketergantungan gaya dan rancangan pembelajaran untuk pemerolehan bahasa kedua.

Saran

Dalam penyusunan makalah ini, penulis hanya bisa menyarankan dalam menggunakan
bahasa kedua hendaknya menggunakan bahasa yang betul-betul benar sehingga tidak terjadi
kesalahpahaman antara pembicara dengan pendengar (tidak nyambung) meskipun dalam
penggunaan bahasa bersifat arbitrary (suka-suka). Dan walaupun kita bisa memperoleh bahasa
lebih dari satu bahasa tetapi kita harus bisa menghindarkan pemerolehan bahasa yang
mengakibatkan akulturasi bahasa yang bersifat negatif.

DAFTAR PUSTAKA

Ryeo, Park. 2019. Pemerolehan Bahasa Kedua (Bahasa Indonesia) Pada Anak Usia 2 Tahun.
Vol.1. No.1
Setiyadi, Alif. Dkk. 2013. Pemerolehan Bahasa Kedua Menurut Stephen Krashen. Vol.8. No.2

Anda mungkin juga menyukai