Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

“PENGACUAN (REFEREN)”

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 6

1. SRI EVAYANTI SIHITE (2182111024 )


2. LILIS SURYANTI SIRAIT (2182111020)
3. PUTRI CINDY SINAGA (2183111071)
4. SEPTI AYU (
5. ELGI
6. KESY

REGULER C 2018

SEMANTIK

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena dengan rahmat-Nya, sehingga
penulis mampu menyelesaikan makalah dengan judul “Pengacuan (Referen)” untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Semantik.

Oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Syamsul Arif, M.Pd., Ketua jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia
2. Ibu Fitriani Lubis, M.Pd., Ka Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
3. Ibu Trisnawati Hutagalung, S.Pd., M.Pd., dosen pengampu mata kuliah Semantik
4. Orang tua tercinta
5. Teman-teman yang memberikan bantuan baik langsung maupun tidak langsung.

Karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami serta masih banyak kekurangan
dalam hasil laporan makalah yang kami buat ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Semoga laporan makalah “Pengacuan (Referen)” yang telah kami buat ini bermanfaat bagi
pembaca.

Medan, Mei 2021

Kelompok 6
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................2
C. Tujuan......................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................3
A. landasan Penyusunan Bahan Ajar............................................................................3
B. Tahap-Tahap Penyusunan Bahan ajar.....................................................................5
C. Problematika Penyusunan bahan ajar......................................................................7
BAB III PENUTUP ..........................................................................................................17
A. Kesimpulan..............................................................................................................17
B. Saran........................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................18
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Bahasa meupakan alat komunikasi yang digunakan manusia untuk berinteraksi dengan
sesamanya. Dengan menguasai bahasa, maka manusia dapat mengetahui dunia dan memperoleh
pengetahuan yang belum pernah terpikir dan terbayangkan sebelumnya. Bahasa sebagai alat
komunikasi dapat dilakukan secara lisan dan tulis, tetapi pada pelaksanaannya penggunaan
bahasa tulis lebih sulit dilakukan karena harus sesuai dengan kaedah yang ada yang akan
menentukan dan mendukung kelancaran dan kesempurnaan proses komunikasi. Seseorang tidak
akan dapat menyampaikan pesan, kesan, perasaan, gagasan dan informasi dengan efektif apabila
syarat dan kaidah bahasa tulis tidak dikuasainya.
Dalam komunikasi tulis tentunya ada rentetan kalimat yang saling berkaitan dan mempunyai
keserasian makna yang disebut wacana. Dalam analisis kebahasaan wacana merupakan unsur
bahasa yang terlengkap dan terbesar setelah kalimat, karena analisis wacana mengkaji potongan-
potongan yang lebih besar daripada kalimat sebagai satu kesatuan kemudian menghubungkan
teks dengan situasi atau konteksnya. Wacana yang memiliki keserasian makna tentunya memiliki
keterkaitan antar kalimat, bukan hanya satu kalimat saja karena harus ada referensi (acuan).
B. Rumusan masalah
Berdasarkan Latar belakang masalah, maka ada beberapa masalah yang menyangkut
yang akan di bahas predikat berargumen kalimat dalam makalah ini, yaitu:
1. Apa pengertian referensi?
2. Apa sajakah jenis-jenis referensi ?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah, maka untuk membahas masalah yang ada di dalam
makalah ini,maka didapatkan beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah
ini:
1. Untuk mengetahui defenisi dari referensi.
2. Untuk mengetahui jenis-jenis dari referensi tersebut .
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Referensi
Pengacuan atau referensi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal atau berupa satuan lingual
tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain (atau suatu acuan) yang mendahului atau
mengikutinya (Sumarlam, 2003). Menurut Ramlan (1993) yang dimaksud referensi (penunjukan)
adalah penggunaan kata atau frasa untuk menunjuk atau mengacu kata, frasa, atau mungkin juga
satuan gramatikal yang lain. Dengan demikian, dalam penunjukan terdapat dua unsur, yaitu unsur
penunjuk dan unsur tertunjuk. Kedua unsur itu haruslah mengacu pada referen yang sama. Dalam
wacana lisan atau tulisan, kita temukan berbagai unsur seperti pelaku perbuatan. Penderita, perbuatan
yang dilakukan oleh pelaku dan tempat perbuatan. Unsur itu acap kali harus diulang-ulang untuk
memacu kembali atau memperjelas makana. Karena itu pemilihan kata serta penempatannya harus
benar sehingga wacana tadi tidak hanya kohesif tetapi juga koheren. Dengan kata lain Referensinya
atau pengacuannya harus jelas. Perhatikan yang berikut :
Wati duduk termenung di serambi muka, wajahnya sayu dan matanya tergenang oleh air mata
kepedihan. Kata terakhir dari Mas Gomloh telah menyobek – nnyobek keping hatinya yang
makin hari makin menipis.
Pada wacana di atas kita temukan dua pelaku perbuatan (1) Wati yang duduk termenung dan (2)
Gomloh yang telah menyobek-nyobek hati Wati. Walaupun demikian, acuan darinya pada wajahnya,
matanya dan hatinya adalah Wati, meskipun yang ditempatkan sesudah Gombloh. Penafsiran yang
terakhir itu disebabkan oleh kenyataan bahwa Gomloh adalah pelaku yang menyobek – nyobek hati
orang dalam wacana itu tidak lain dari pada Wati. Sisipan Gomloh ternyata mengubah pengacuan
dari-nya.
Di pihak lain, dapat pula terjadi perubahan pengacuan apabila sisipan konsep telah dilakukan.
Perhatikan contoh berikut.
(a) Pukul 2.00 malam Ardi baru pulang. (b) Dengan berjingkat – jingkat dia memasuki
kamarnya (c) Tentu saja Ibunya tidak terbangun. (d) Tapi memang dasar sial, Bu Rochmah
terbangun juga (e) Dia dari ranjangnya dan dengan mata setengah tertutup menyalakan lampu.
Dari (a) sampai (c) dia dan –nya mengacu ke Ardi. Pada kalimat (d) munculah acuan lain, yakni
Bu Rochmah. Karena makna tiap – tiap kata dan kalimat pada (d) dan (e) terbentuklah acuan baru.
Dari saat itu dia dan –nya mengacu ke Bu Rocmah dan bukan ke Ardi lagi.
Urutan penempatan pronomina seperti dia dalam kalimat juga dapat membedakan acuan. Perhatikan
dua kalimat berikut.
a.Anwar dan dia pun segera pergi
b.Dia datang dan Anwar pun segera pergi
Pada (a) dia sangat mungkin mengacu ke Anwar, sedangkan pada (b) Anwar tidak mungkin
mempunyai referen yang sama dengan dia.
B. Jenis-jenis Referensi
1. Referensi berdasarkan tempat acuannya
Lebih lanjut Sumarlam (2003:23) menegaskan bahwa berdasarkan tempatnya, apakah acuan itu
berada di dalam teks atau di luar teks, maka pengacuan dibedakan menjadi dua jenis:

a) Pengacuan Endofora
Referensi ini, apabila acuanya (satuan yang diacu) berada atau terdapat di dalam teks, dan
.Endofora terbagi atas anafora dan katafora berdasarkan posisi (distribusi) acuannya
(referensinya).
 Anafora merpakan piranti dalam bahasa untuk membuat rujuk silang hal atau kata yang
telah dinyatakan sebelumnya. Piranti itu dapat berupa kata ganti persona seperti dia,
mereka, konjungsi keterangan waktu, alat dan acara.
Contoh: Bu Mastuti mendapat pekerjaan, padahal dia memperoleh ijazah sejauhnya dua
tahun lalu.
Pada kata dia beranafora dengan Bu Mastuti.
 Katafora merupakan piranti dalam bahasa yang merujuk slang dengan anteseden yang
dibelakangnya.
Contoh: Setelah dia masuk, lansung Toni memeluk adiknya.
Salah satu interpretasi dari kalimat di atas ialah bahwa dia merujuk pada Toni miskipun
ada kemungkinan interpretasi lain. Gejala pemekain pronominal seperti dia yang merujuk
pada anteseden Toni yang berada di sebelah kanannya inilah yang disebut katafora.
b) Pengacuan Eksofora
Referensi eksofora, apabila acuanya berada atau terdapat di luar teks percakapan.
Contoh: mobil saya kehabisan bensin, dia yang mengisinya.
2. Referensi Berdasarkan Tipe Satuan Lingual
Halliday dan Hasan (dalam Hartono 2000:147) membagi referensi menjadi tiga tipe, yaitu: (a)
referensi personal, (b) referensi demonstratif, dan (c) referensi komparatif.
a) Referensi Personal

Referensi persona mencakup ketiga kelas kata ganti diri yaitu kata ganti orang I, kata
ganti orang II, dan kata ganti orang III, termasuk singularis dan pluralisnya. Referensi
persona direalisasikan melalui pronomina persona (kata ganti orang). Pronomina persona
adalah pronomina yang dipakai untuk mengacu pada orang. Pronomina persona dapat
mengacu pada diri sendiri (pronominal persona pertama), mengacu pada orang yang diajak
bicara (pronomina persona kedua), atau mengacu pada orang yang dibicarakan (pronomina
persona ketiga).

 Persona pertama

Persona pertama tunggal dalam bahasa indonesia adalah saya, aku, dan daku. Pronomina
persona aku mempunyai variasi bentuk –ku dan ku-. Penggunaan persona pertama tunggal
tampak pada kalimat berikut.

Contoh:

Kado buat adik, aku buat seindah mungkin.

Saya tidak tahu mengenai masalah kecelakaan tadi pagi

Menurutku andi memang anak yang pandai.

Di samping persona pertama, di dalam bahasa indonesia juga mengenal persona jamak,
yaitu kami, dan kita. Kalimat berikut mengandung persona pertama jamak.

Contoh:

Kami semua adalah tulang punggung bangsa. Kita harus mampu bersaing dengan bangsa
lain dalam teknologi.
 Persona kedua

Persona kedua mempunyai beberapa wujud, yaitu engkau, kamu, anda, dikau, kau-, dan
mu-. Persona kedua mempunyai bentuk jamak engkau dan sekalian. Persona kedua yang
memiliki variasi bentuk hanyalah engkau dan kamu. Bentuk terikat itu masing-masing adalah
kau- dan mu-. Berikut ini kutipan kalimat yang menggunakan persona kedua.

Contoh:

Engkau bagaikan matahari di dalam hatiku. Apakah anda mengenal orang ini. Ada keperluan
apa engkau datang malam ini.

 Persona ketiga

Ada dua macam persona ketiga tunggal, (1) ia, dia, atau –nya, dan (2) beliau. Adapun
persona ketiga jamak adalah mereka. Berikut ini kalimat yang menggunakan persona ketiga.

Contoh:

Mereka semua yang ada di kelas adalah mahasiswa jurusan bahasa indonesia. Kakaknya
telah meninggal dunia setahun yang lalu karena kecelakaan. Beliau terkenal menjadi
pengarang sejak remaja.

b) Referensi Demonstratif

Menurut Kridalaksana (1994:92) demonstrativa adalah jenis yang berfungsi untuk


menunjukkan sesuatu (anteseden) di dalam maupun di luar tuturan percakapan. Dari sudut
bentuk, dapat dibedakan antara (1) demonstrativa dasar, seperti itu dan ini, (2) demontrativa
turunan, seperti berikut, sekian, (3) demonstrativa gabungan seperti di sini, di situ, di sana,
ini itu, di sana-sini.

Sumarlam (2003:25) membagi pengacuan demonstratif (kata ganti penunjuk) menjadi


dua, yaitu pronomina demonstratif waktu (temporal) dan pronomina tempat (lokasional).
Pronomina demonstratif waktu ada yang mengacu pada waktu kini (seperti kini dan
sekarang), lampau (seperti kemarin dan dulu), akan datang (seperti besok dan yang akan
datang), dan waktu netral (seperti pagi dan siang). Sementara itu, pronomina demonstratif
tempat ada yang mengacu pada tempat atau lokasi yang dekat dengan pembicara (sini, ini),
agak jauh dengan pembicara (situ, itu), jauh dengan pembicara (sana), dan menunjuk tempat
secara eksplisit (Surakarta, Yogyakarta).

Menurut Hartono (2000:150) pronomina penunjuk (demonstratif) dalam bahasa Indonesia


ada empat macam, yaitu (1) pronomina penunjuk umum ini dan itu (mengacu pada titik
pangkal yang dekat dengan penulis, ke masa yang akan datang, atau mengacu ke informasi
yang disampaikan oleh penulis), (2) pronomina penunjuk tempat (pronomina ini didasarkan
pada perbedaan titik pangkal dari pembicara: dekat sini, agak jauh situ, dan jauh sana), (3)
pronominal penunjuk ihwal (titik pangkal perbedaannya sama dengan penunjuk lokasi dekat
begini, jauh begitu dan menyangkut keduanya demikian), dan (4) penunjukan adverbia titik
pangkal acuannya terletak pada tempat anteseden yang diacu, ke belakang tadi dan berikut,
ke depan tersebut.

c) Referensi Komparatif

Pengacuan komparatif (perbandingan) ialah salah satu jenis kohesi gramatikal yang
bersifat membandingkan dua hal atau lebih yang mempunyai kemiripan atau kesamaan dari
segi bentuk/wujud, sikap, sifat, watak, perilaku, dan sebagainya (Sumarlam 2003:26). Kata-
kata yang biasa digunakan untuk membandingkan misalnya seperti, bagai, bagaikan, laksana,
sama dengan, tidak berbeda dengan, persis seperti, dan persis sama dengan. Referensi
komparatif dalam bahasa Indonesia menurut Hartono (2000:151) berkenaan dengan
perbandingan dua maujud atau lebih, meliputi tingkat kualitas atau intensitasnya dapat setara
atau tidak setara. Tingkat setara disebut tingkat ekuatif, tingkat yang tidak setara dibagi
menjadi dua yaitu tingkat komparatif dan tingkat superlatif. Tingkat ekuatif mengacu ke
kadar kualitas atau intensitas yang sama atau mirip. Tingkat komparatif mengacu ke kadar
kualitas atau intensitas yang lebih atau yang kurang. Tingkat superlatif mengacu ke kadar
kualitas atau intensitas yang paling tinggi di antara adjektiva yang dibandingkan.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Referensi  yang digunakan dalam bahasa adalah unsur-unsur yang disebut pelaku atau
perbuatan, penderita perbuatan (pengalami), pelengkap perbuatan dan perbuatan yang dilakukan
pelaku, serta tempat perbuatan dapat kita temukan, baik pada wacana lisan maupun tulis. Unsur
tersebut sering diulang untuk memperjelas makna, dan sebagai acuan (referensi). Karena itu,
pemilihan kata serta penempatannya harus benar sehingga wacana tadi tidak hanya kohesif,
tetapi juga koheren. Dengan kata lain, referensinya atau pengacuannya harus jelas.

B. Saran

Dalam penulisan makalah ini, penulis berharap agar makalah ini dapat dimanfaatkan sebagai
referensi  atau acuan bagi pembaca dalam melakukan penelitian yang lebih luas dan dapat
memperkaya khazanah tentang referensi atau pengacuan.
DAFTAR PUSTAKA

Brown, Gillian. 1996. Analisis Wacana (Terjemahan). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Chaer, Abdul. 2007. Kajian Bahasa : Sturktur internal, pemaknaan, dan pemelajaran. Jakarta:

Rineka Cipta.

Djajasudarma, T.Fatimah. 2010. Wacana. Bandung: Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai