Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH ANALISIS WACANA

“KOHESI DAN KOHERENSI DALAM WACANA”


Untuk memenuhi Mata Kuliah Analisis Wacana
Dosen Pengampu: Yulia Adiningsih, M.Pd.

Disusun Oleh:
Kelompok 3
Semester V/B
Siti Nuraida (0142S1B017037)
Khairinisa (0142S1B017035)
Nia Sintia (0142S1B017034)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


STKIP MUHAMMADIYAH BOGOR
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, sekaligus shalawat serta salam
semoga senantiasa dilimpahkan kepada nabi Muhammad SAW, juga kepada para keluarga,
sahabat, serta pengikutnya sampai akhir zaman. Alhamdulillah atas izin dan irodah-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Kohesi dan Koherensi dalam Wacana”.

Maka makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Analisis
Wacana. Kami menyadari sepenuhnya bahwa di dalam penyusunan makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan, tetapi keinginan dan motivasi baik, selalu menjadi bekal bagi kami.
Kekurangan, kekhilafan adalah merupakan proses untuk perbaikan dalam pembelajaran.
Penulis mengharapkan dari semua pembaca, untuk dapat mengoreksi, mengkritisi dan
sekaligus merevisi sebagai sumbangsih yang berarti dalam penyempurnaan makalah ini.

Akhir kata dari kami dicukupkan sekian dulu, mudah-mudahan makalah ini bermanfaat
bagi pembaca, khususnya bagi penulis yang ingin menambah wawasan ilmu pengetahuan.
Serta tidak lupa penulis haturkan pula permohonan maaf yang sebesar-besarnya bila dalam isi
makalah ini kurang berkenan dan masih ada kekurangan yang berarti.

Bogor, 28 Oktober 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................... i


DAFTAR ISI.................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................. 1


1.1 Latar Belakang ..................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................... 1
1.3 Tujuan ................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ................................................................


BAB III PENUTUP ........................................................................
3.1 Kesimpulan .........................................................................

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kohesi
Kohesi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah keterikatan antar unsur
dalam struktur sintaksis atau struktur wacana yang ditandai antara lain dengan
konjungsi, pengulangan, penyulihan, dan pelepasan.
Kohesi adalah hubungan antarbagian dalam teks yang ditandai penggunaan
unsur bahasa. Konsep kohesi pada dasarnya mengacu kepada hubungan bentuk, artinya
unsur-unsur wacana (kata atau kalimat) yang digunakan untuk menyusun suatu wacana
memiliki keterkaitan secara padu dan utuh (Mulyana, 2005: 26). Contoh kohesi adalah
sebagai berikut.
Listrik mempunyai banyak kegunaan. Orang tuaku berlangganan listrik dari
PLN. Baru-baru ini tarif pemakaian listrik naik 25%, sehingga banyak masyarakat yang
mengeluh. Akibatnya, banyak pelanggan listrik yang melakukan penghematan. Jumlah
peralatan yang menggunakan listrik sekarang meningkat. Alat yang banyak menyedot
listrik adalah AC atau alat penyejuk udara. Di kantor-kantor sekarang penggunaan alat
penyejuk udara itu sudah biasa saja, bukan barang mewah.
Contoh wacana di atas dikatakan kohesi, karena menggunakan alat kohesi
pengulangan, misalnya listrik yang diulang beberapa kali. Namun, paragraf tersebut
tidak padu karena bagian-bagian paragraf itu tidak mempunyai kepaduan secara
maknawi.
2.2 Pengertian Koherensi
Koherensi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tersusunnya uraian
atau pandangan sehingga bagian-bagiannya berkaitan satu dengan yang lain.
Koherensi adalah keterkaitan antara bagian yang satu dengan bagian yang
lainnya, sehingga kalimat memiliki kesatuan makna yang utuh (Brown dan Yule dalam
Mulyana, 2005: 30).
Contoh:
(a) Buah Apel (Apple) adalah salah satu buah yang sangat tidak diragukan kelezatan
rasanya. (b) Menurut beberapa penelitian dibalik kelezatan dari rasa buah apel ternyata
juga mengandung banyak zat-zat yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh kita. (c) Untuk
itu sangatlah penting untuk mengkonsumsi buah apel. (d) Buah Apel memiliki
kandungan vitamin, mineral dan unsur lain seperti serat, fitokimian, baron, tanin, asam
tartar, dan lain sebagainya. (e) Dengan kandungan zat-zat tersebut buah apel memiliki
manfaat yang dapat mencegah dan menanggulangi berbagai penyakit. (f) Berikut ini
adalah beberapa manfaat buah apel bagi kesehatan yang berhasil dihimpun dari
berbagai sumber yaitu buah apel dapat mencegah penyakit asma, dapat mengurangi
berat badan, melindungi tulang, menurunkan kadar kolesterol, mencegah kanker hati,
kanker paru-paru, kanker payudara, kanker usus, mengontrol diabetes, membersihkan
dan menyegarkan mulut.

4
Bagian-bagian pada wacana di atas saling mempunyai kaitan secara maknawi,
kalimat di atas menjelaskan secara rinci zat-zat dan manfaat yang terkandung dalam
buah apel. Wacana itu termasuk wacana padu karena hampir setiap kalimat
berhubungan padu secara maknawi dengan bagian lain. Selain itu, wacana itu juga
kohesif. Ada beberapa kata yang diulang (buah apel pada setiap kalimat). Jadi, wacana
itu harus kohesif dan dan koherensif. Bahkan keterpaduanlah (koherensi) yang harus
diutamakan.
2.3 Piranti Kohesi
Menurut Halliday dan Hassan (1976), unsur kohesi terbagi atas dua macam,
yaitu unsur leksikal dan unsur gramatikal. Piranti kohesi gramatikal merupakan piranti
atau penanda kohesi yang melibatkan penggunaan unsur-unsur kaidah bahasa. Piranti
kohesi leksikal adalah kepaduan bentuk sesuai dengan kata.
1. Piranti Kohesi Gramatikal
Pada umumnya, dalam Bahasa Indonesia ragam tulis, digunakan piranti kohesi
gramatikal seperti berikut.
A. Referensi

Referensi berarti hubungan antara kata dengan benda. Kata pena


misalnya mempunyai referensi sebuah benda yang memiliki tinta digunakan
untuk menulis.
Halliday dan Hasan (1979) membedakan referensi menjadi dua macam,
yaitu eksoforis dan endoforis.
1) Referensi eksoforis adalah pengacuan satuan lingual yang terdapat di luar
teks wacana. Contoh: Itu matahari. Kata itu pada tuturan tersebut mengacu
pada sesuatu di luar teks, yaitu ‘benda yang berpijar yang menerangi alam
ini.
2) Referensi endofora adalah pengacuan satuan satuan lingual yang terdapat di
dalam teks wacana.
Referensi endofora terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
a. Referensi anafora yaitu satuan lingual yang disebut lebih dahulu atau
ada pada kalimat yang lebih dahulu, mengacu pada kalimat awal atau
yang sebelah kiri.
Contoh:
a) Hati Adi terasa berbunga-bunga. b) Dia yakin Janah menerima
lamarannya.
Kata Dia pada kalimat (b) mengacu pada kata Adi.
Pola penunjukkan inilah yang menyebabkan kedua kalimat
tersebut berkaitan secara padu dan saling berhubungan.

5
b. Referensi katafora yaitu satuan lingual yang disebutkan setelahnya,
mengacu pada kalimat yang sebelah kanan. Contoh :
Karena bajunya kotor, Gani pulang ke rumah.
- Pronomina enklitik-nya pada kalimat pertama mengacu pada
antaseden Gani yang terdapat pada kalimat kedua. Baik referensi
yang bersifat anafora maupun katafora mengunakan pronomina
persona, pronomina penunjuk, dan pronomina komparatif.
- Pronomina persona adalah pengacuan secara berganti-ganti
bergantung yang memerankannya. Dalam bahasa Indonesia,
pronominal persona diperinci sebagai berikut.

Pronomina Persona Tunggal Jamak


Pronomina Pertama Aku, saya, kamu Kami, kita, kalian
Pronomina Kedua Engkau, anda Kami, sekalian
Pronomina Ketiga Dia, ia, beliau Mereka
Contoh:
a) Ida, kamu harus belajar. (referensi bersifat anafora)
b) Kamu sekarang harus lari! Ayo, Okta cepatlah! (referensi bersifat
katafora)
- Pronomina demonstrasi yaitu pengacuan satual lingual yang dipakai
untuk menunjuk. Biasanya menggunakan kata: ini, itu, kini, sekarang,
saat ini, saat itu, disini, disitu, disana dan sebagainya.
Contoh: (a) “Di sini saya dilahirkan. (b) Di rumah inilah saya
dibesarkan,” kata Ani.
Pronomina disini pada kalimat (a) mengacu secara katafora terhadap
antesedan rumah pada kalimat (b).
- Pronomina komparatif adalah deiktis yang menjadi bandingan bagi
antasedennya. Kata-kata yang termasuk kategori pronominal
komparatif antara lain: sama, persis, identik, serupa, segitu serupa,
selain, berbeda, tidak beda jauh, dan sebagainya.

Contoh:
Dani mirip dengan Ali, karena mereka bersaudara.
B. Substitusi (penggantian)
Penggantian adalah penyulihan suatu unsur wacana dengan unsur yang
lain yang acuannya tetap sama, dalam hubungan antarbentuk kata, atau
bentuk lain yang lebih besar daripada kata, seperti frasa atau klausa
(Halliday dan Hassan, 1979: 88; Quirk, 1985: 863).

6
Secara umum, penggantian itu dapat berupa kata ganti orang, kata ganti
tempat, dan kata ganti sesuatu hal.
1. Kata ganti orang merupakan kata yang dapat menggantikan nama orang
atau beberapa orang. Contoh: Nurul mengikuti olimpiade matematika.
Ia mewakili Kalimantan Selatan.
2. Kata ganti tempat adalah kata yang dapat menggantikan kata yang
menunjuk pada tempat tertentu.
Contoh: Kabupaten Paser merupakan penghasil minyak terbesar di
Kalimantan Timur. Di sana banyak terdapat pabrik sawit sebagai alat
untuk mengolah buah sawit menjadi minyak mentah.
3. Dalam pemakaian Bahasa untuk mempersingkat suatu ujaran yang
panjang yang digunakan lagi, dapat dilakukan dengan menggunakan
kata ganti hal. Sesuatu yang diuraikan dengan panjang lebar dapat
digantikan dengan sebuah atau beberapa buah kata.

Contoh:
Pembukaan UUD 1945 dengan jelas menyatakan bahwa Pancasila
adalah dasar negara. Dengan demikian, Pancasila merupakan nilai dasar
yang normatif terhadap seluruh penyelenggaraan negara Repubublik
Indonesia.
Kata demikian pada contoh di atas merupakan kata ganti hal
yang menggantikan seluruh preposisi yang disebutkan sebelumnya.
C. Elipsis (penghilangan/ pelepasan)
Elipsis adalah proses penghilangan kata atau satuan-satuan kebahasaan
lain. Elipsis juga merupakan penggantian unsur kosong (zero), yaitu unsur
yang sebenarnya ada tetapi sengaja dihilangkan atau disembunyikan.

Contoh:
Tuhan selalu memberikan kekuatan, ketenangan, ketika saya menghadapi
saat-saat yang menentukan dalam penyusunan skripsi ini. (Saya
mengucapkan) terima kasih Tuhan.
D. Piranti Konjungsi (kata sambung)
Konjungsi termasuk salah satu jenis kata yang digunakan untuk
menghubungkan kalimat. Piranti konjungsi dalam bahasa Indonesia
dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu sebagai berikut.
a. Piranti urutan waktu
Proposisi-proposisi yang menunjukkan tahapan-tahapan seperti awal,
pelaksanaan, dan penyelesaian dapat disusun dengan menggunakan
urutan waktu. Berikut ini beberapa konjungsi urutan waktu. Setelah itu,
sebelum itu, sesudah itu, lalu, kemudian, akhirnya, waktu itu, sejak itu
dan ketika itu. Contoh:

7
Ani memberikan sambutan di Kantor Walikota Balikpapan. Setelah itu
dia akan berkunjung ke Pulau Kumala.
b. Piranti Pilihan
Untuk menyatakan dua proposisi berurutan yang menunjukan hubungan
pilihan.
Contoh: Pergi ke Pasar Lama atau ke Pasar Baru.
c. Piranti Alahan
Hubungan alahan antara dua proposisi dihubungkan dengan frasa-frasa
seperti meski(pun) demikian, meski(pun) begitu, kedati(pun) demikian,
kedatipun begitu, biarpun demikian, dan biarpun begitu.
Contoh: Rumi tetap pergi ke Kampus, meskipun hujan.
d. Piranti Parafrase
Parafrase merupakan suatu ungkapan lain yang lebih mudah dimengerti.
Contoh:
Perlu juga diperhatikan bahwa sejumlah teori dan pendekatan yang ada
tersebut, bagi pembaca justru saling melengkapi. Dengan kata lain,
apabila tujuan pembaca ingin memahami keseluruhan aspek dalam
karya satra, tidak mungkin mereka hanya memiliki satu pendekatan.
e. Piranti Ketidaserasian
Ketidakserasian itu pada umumnya ditandai dengan perbedaan proposisi
yang terkandung di dalamnya, bahkan sampai pada pertentangan.
Contoh: Nyasar di Martapura, padahal saya sudah melihat penunjuk
jalan.
f. Piranti Serasian
Piranti keserasian digunakan apabila dua buah ide atau proposisi itu
menunjukkan hubungan yang selaras atau sama.
Contoh: Nia sangat dermawan, demikian juga dengan ibunya.
g. Piranti Tambahan (Aditif)
Piranti Tambahan berguna untuk menghubungkan bagian yang bersifat
menambahkan informasi dan pada umumnya digunakan untuk
merangkaikan dua proposisi atau lebih. Piranti konjungsi tambahan
antara lain: pula, juga, selanjutnya, dan, di samping itu, tambahan lagi,
dan selain itu.
Contoh:
Masukkan kentang dan wortel, selanjutnya beri garam dan gula
secukupnya. Selain itu, kita juga bisa menambahkan brokoli dan jagung
manis.
h. Piranti Pertentangan (Kontras)
Piranti ini digunakan untuk menghubungkan proposisi yang
bertentangan atau kontras dengan bagian lain. Piranti yang biasa
digunakan misalnya (akan) tetapi, sebaliknya, namun, dsb.

Contoh: Diky sangat nakal, tetapi ia pintar.

8
i. Piranti Perbandingan (Komparatif)
Piranti ini digunakan untuk menunjukkan dua proposisi yang
menunjukkan perbandingan. Untuk mengatakan hubungan secara
eksplisit sering digunakan kata penghubung antara lain: sama halnya,
berbeda dengan itu, seperti, dalam hal seperti itu, serupa dengan itu, dan
sejalan dengan itu.
Contoh:
Pantun, puisi asli Indonesia, berbeda dengan syair. Pantun mempunyai
dua bagian setiap bait, yaitu bagian sampiran dan isi.
j. Piranti Sebab-akibat
Sebab dan akibat merupakan dua kondisi yang berhubungan. Hubungan
sebab-akibat terjadi apabila salah satu proposisi menunjukkan sebab
terjadinya suatu kondisi tertentu yang merupakan akibat atau
sebaliknya.
Contoh:
Karena sering membuang sampah ke Sungai akibatnya rumah warga di
sepanjang Jl. Yos Sudarso terendam banjir.
k. Hubungan optatif terjadi apabila ada ide atau proposisi yang
mengandung suatu harapan atau doa.

Contoh: Mudah-mudahan kejadian seperti itu tidak terulang kembali.


l. Piranti Ringkasan dan Simpulan
Piranti tersebut berguna untuk mengantarkan ringkasan dari bagian yang
berisi uraian.
Contoh:
Demikianlah beberapa informasi memngenai manfaat buah apel bagi
kesehatan yang telah saya sampaikan pada artikel ini. Jadi, mulai
sekarang sering-seringlah mengkonsumsi buah apel.
m. Piranti Misalan atau Contohan
Contohan atau misalan itu berfungsi untuk memperjelas suatu uraian,
khususnya uraian yang bersifat abstrak. Biasanya, kata yang digunakan
adalah contohnya, misalnya, umpanya, dsb.
Contoh: (Kata ganti orang pertama tunggal)
Contohnya hamba, saya, beta, aku, daku, dan sebagainya.
n. Piranti Keragu-raguan (Dubitatif)
Piranti tersebut digunakan untuk mengantarkan bagian yang masih
menimbulkan keraguan. Kata yang digunakan adalah jangan-jangan,
barangkali, mungkin, kemungkinan besar, dan sebagainya.
Contoh:
Mungkin dia sedang sedih.
o. Piranti Konsesi: memang, tentu saja
Dalam memberikan penjelasan, adakalanya, pengirim pesan mengakui
sesuatu kelemahan atau kekurangan yang terjadi di luar jalur yang
9
dibicarakan. Pengakuan itu dapat dinyatakan dengan kata memang atau
tentu saja.
Contoh:
Memang benar dia pintar.
p. Piranti Tegasan
Proposisi yang telah disebutkan perlu ditegaskan lagi agar dapat segera
dipahami dan di resapi.
Contoh:
Untuk makan sehari-hari saja susah apalagi untuk membeli rumah.
q. Piranti Jelasan
Piranti ini digunakan untuk memberikan penjelasan yang berupa
proposisi (pikiran, perasaan, peristiwa, keadaan, dan sesuatu hal)
lanjutan.
Contoh:
Yang dimaksud braille adalah sistem tulisan dan cetakan untuk orang
buta.

2. Piranti Kohesi Leksikal


Secara umum, piranti kohesi leksikal berupa kata atau frasa bebas yang mampu
mempertahankan hubungan kohesif dengan kalimat mendahului atau mengikuti.
Menurut Rentel (1986: 268-289), piranti kohesi leksikal terdiri atas dua macam yaitu:

Reiterasi (pengulangan)
Reiterasi merupakan cara untuk menciptakan hubungan yang kohesif. Jenis-jenis
reiterasi itu meliputi:
1. Repetisi Ulangan

Repetisi atau ulangan merupakan salah satu cara untuk mempertahankan


hubungan kohesif antarkaliamat. Macam-macam ulangan atau repetisi berdasarkan
data pemakaian bahasa Indonesia seperti berikut.
a. Ulangan Penuh

Ulangan penuh berarti mengulang satu fungsi dalam kalimat secara penuh,
tanpa pengurangan dan perubahan bentuk. Contoh:
Buah Apel adalah salah satu buah yang sangat tidak diragukan kelezatan
rasanya. Buah Apel memiliki kandungan vitamin, mineral dan unsur lain
seperti serat, fitokimian, baron, tanin, asam tartar, dan lain sebagainya.
b. Ulangan dengan bentuk lain

Terjadi apabila sebuah kata diulang dengan konstruksi atau bentuk kata lain
yang masih mempunyai bentuk dasar yang sama. Contoh:

10
Pengetahuan dimulai dengan rasa ingin tahu, kepastian dimulai dengan
rasa ragu-ragu dan filsafat dimulai dengan kedua-duanya. Berfilsafat didorong
untuk mengetahui apa yang telah kita tahu dan apa yang belum kita tahu.
c. Ulangan dengan Penggantian

Pengulangan dapat dilakukan dengan mengganti bentuk lain seperti dengan kata
ganti. Contoh:
Seorang yang berfilsafat dapat diumpamakan seorang yang berpijak di bumi
sedang tengadah ke bintang-bintang. Dia ingin mengetahui hakikat dirinya.
d. Ulangan dengan hiponim
Kata yang memiliki makna lebih sempit dan terliput dalam makna dari satu kata
yang lebih umum, misalnya bunga mawar, melati, dan matahari disebut hiponim
dari tanaman. Contoh:

Bila musim kemarau tiba, tanaman di halaman rumah mulai mongering. Bunga
tidak mekar seperti biasanya.
2. Kolokasi
Suatu hal yang selalu berdekatan atau berdampingan dengan yang lain, biasanya
diasosiasikan sebagai kesatuan. Contoh:
UUD 1945 dan Pancasila
Ada ikan ada air.

2.4 Piranti Koherensi


Istilah koherensi mengacu pada aspek tuturan, bagaimana proposisi yang
terselubung disimpulkan untuk menginterpretasikan tindakan ilokusinya dalam
membentuk sebuah wacana. Proposisi-proposisi di dalam suatu wacana dapat
membentuk suatu wacana yang runtut (koheren) meskipun tidak terdapat pemerkah
penghubung kalimat yang di gunakan.
Contoh:
(a) Guntur kembali bergema dan hujan menderas lebih hebat lagi.
(b) Hati Darsa makin kecut.
Biarpun tidak terdapat pemerkah hubungan yang jelas antara kalimat (a) dan
(b), tiap pembaca akan menafsirkan makna kalimat (b) mengikuti kalimat (a). Pembaca
mengandaikan adanya ‘hubungan semantik’ antara kalimat-kalimat itu, biarpun tidak
terdapat pemerkah eksplisit yang menyatakan hubungan seperti itu. Berikut ini adalah
contoh wacana yang mempunyai koherensi baik, tetapi tidak tampak hubungan
kohesifnya.
A: “ada telepon.”
B: “saya sedang mandi.”
C: “baiklah.”

11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

12
DAFTAR PUSTAKA

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

Rani, Dkk. 2004. Analisis wacana. Malang: Bayumodia Publishing.

Mulyana. 2005. Kajian Wacana.Yogyakarta: Tiara Wacana.

13

Anda mungkin juga menyukai