Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH ILMU AL-LUGHAH AN-NAFSY

“Hipotesis Pemerolehan Bahasa”

Dosen Pengampu: Bapak Jauhar Ali, M.Pd.I

Disusun Oleh:

1. Jessica Ardi 2219110


2. Siti Muflichatunnisa 2219111
3. Eka Laila Fatmawati 2219112

Kelas PBA C

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN

TAHUN PELAJARAN 2020/2021


2
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Swt Rabb pemilik langit dan bumi, kami bersaksi
bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad SAW sebagai rasul-
Nya, kami berlindung dari segala keburukan kami yang menyimpang, dan kami
memohon selalu bimbingan-Nya. Sholawat dan salam selalu tercurah atas Nabi
Muhammad SAW.

Makalah ini kami susun guna memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Al-
Lughah An-Nafsy oleh Bapak Jauhar Ali, M.Pd.I dengan tema “Hipotesis
Pemerolehan Bahasa”. Untuk itu kami telah berusaha sebaik mungkin dalam
penyusunannya, mulai dari pengumpulan sumber, pencarian informasi yang sesuai
dengan tema sampai pada tahap penyusunannya telah kami lakukan sebaik
mungkin, walaupun demikian kami selaku penyusun menyadari masih terdapat
kekurangan dalam makalah ini. Oleh sebab itu kami selaku penyusun sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna menyempurnakan
kekurangan yang tentunya ada pada makalah kami ini.

Demikianlah, semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi penyusun dan


pembaca sekalian.

Pekalongan, 20 Mei 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................ii

BAB I, PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.............................................................................................1

B. Rumusan Masalah........................................................................................1

C. Tujuan Penulisan..........................................................................................2

BAB II, PEMBAHASAN

A. Pengertian Hipotesis Nurani........................................................................3

B. Pengertian Hipotesis Tabularasa..................................................................4

C. Pengertian Hipotesis Kesemestaan Kognitif................................................10

BAB III, PENUTUP

A. Kesimpulan..................................................................................................15

B. Saran ............................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam prespektif psikolinguistik , setiap anak memiliki kemampuan untuk


memperoleh bahasa sesuai dengan perkembangan usianya. Namun
kemampuan itu tidak bisa berkembang secara maksimal tanpa dibantu oleh
lingkungan sekitarnya, terutama orang tua dan orang – orang sekitarnya.
Setiap anak melewati berbagai proses berbahasa yang kemudian sampai pada
tahap kemampuan berbahasa yang sebenarnya. Artinya setiap anak tidak serta
merta pandai berbahasa, kecuali melalui berbagai proses yang dikenal dengan
istilah mekanisme pemerolehan bahasa.

Minat terhadap bagaimana anak memperoleh bahasa sebenarnya sudah


lama sekali ada. Konon raja mesir pada abad ke-7 sebelum Masehi,
Psametichus-I menyuruh bawahannya untuk mengisolasi dua orang anaknya
untuk mengetahui bahasa apa yang akan dikuasai anak-anak itu. Sebaga raja
mesir dia mengharapkan bahasa yang keluar dari anak-anak adalah bahasa
Arab, meskipin akhirnya kecewa. Karena anak tersebut tidak bisa berbahasa,
sebab tidak pernah diajari berbahasa oleh disekelilingnya. Sebaliknya, seorang
anak yang sejak bayi hidup dan dibesarkan dilingkungan hewan atau binatang,
maka pada akhirnya, anak itu akan memperoleh bahasa seperti bahasa hewan
atau binatang. Memperhatikan dua realitas di atas dapat dipahami bahwa
kemampuan manusia berbahasa harus didukung oleh lingkungan yang bisa
membuat mereka pandai berbahasa. Dan sejauh mana pengaruh
lingkungannya, maka sejauh itu pulalah kemampuan anak dalam memperoleh
bahasa. Istilah pemerolehan bahasa di pakai untuk padanan istilah Inggris
“acquisition,” yakni proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak
secara natural pada waktu dia belajar bahasa ibunya (native language).

B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan apa itu Hipotesis Nurani?
2. Jelaskan apa itu Hipotesis Tabularasa?

1
3. Jelaskan apa itu Hipotesis Kesemestaan Kognitif?

C. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui tentang hipotesis pemerolehan bahasa yang mencakup
hipotesis nurani, hipotesis tabularasa, dan hipotesis kesemestaan kognitif.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hipotesis Nurani
Hipotesis nurani lahir dari beberapa pengamatan yang dilakukan para
pakar terhadap pemerolehan bahasa kanak-kanak, kemudian Menurut
Lenneberg dan Chomsky dalam Chaer (2009: 167). Di antara hasil
pengamatan itu adalah sebagai berikut:
a. Semua kanak-kanak yang normal akan memperoleh bahasa ibunya asal
‘diperkenalkan’ pada bahasa ibunya itu. Maksudnya, dia tidak diasingkan
dari kehidupan ibunya (keluarganya).
b. Pemerolehan bahasa tidak ada hubungannya dengan kecerdasan anak-
anak. Artinya baik anak yang cerdas maupun anak yang tidak cerdas akan
memperoleh bahasa itu.
c. Kalimat-kalimat yang didengar kanak-kanak seringkali tidak gramatikal,
tidak lengkap, dan jumlahnya sedikit, bahasa yang tidak diajarkan kepada
makhluk lain; hanya manusia yang dapat berbahasa.
d. Proses perolehan bahasa oleh kanak-kanak dimana pun sesuai dengan
jadwal yang erat kaitannya dengan proses pematangan jiwa kanak-kanak.
e. Struktur bahasa sangat rumit, kompleks, dan bersifat universal, namun
dapat dikuasai kanak-kanak dalam waktu yang relatif singkat, yaitu dalam
waktu antara tiga tau empat tahun saja.
Kemudian Mengenai hipotesis ini perlu dibedakan adanya dua macam
hipotesis nurani, yaitu hipotesis nurani bahasa dan hipotesis nurani
mekanisme.1
1. Hipotesis nurani bahasa merupakan satu asumsi yang menyatakan
bahwa sebagian atau semua bagian dari bahasa tidaklah dipelajari atau
diperoleh tetapi ditentukan oleh fitur-fitur nurani yang khusus dari
organisasi manusia.
Mengenai hipotesis nurani bahasa, Chomsky dan Miller dalam Chaer

1
Sakholid Nasuti, jurnal ilmiah bidang pendidikan dan keagamaan, hikmah: vol.10 No.1, 2013

3
(2009: 168) mengatakan adanya alat khusus yang dimiliki setiap
kanak-kanak sejak lahir untuk dapat berbahasa. Alat itu dinamakannya
language acquisition device (LAD), yang berfungsi untuk
memungkinkan seorang kanak-kanak memperoleh bahasa ibunya. Cara
kerja LAD dapat dijelaskan sebagai berikut “Apabila sejumlah ucapan
yang cukup memadai dari suatu bahasa (bahasa apa saja: Sunda, Arab,
Cina, dan sebagainya) ‘diberikan’ kepada LAD teori semantik
generatif. Yang penting untuk dikaji bukan hanya ucapan-ucapan saja
melainkan juga pesan, amanat, atau konsep yang terkandung dalam
ucapan-ucapan itu (Campbell, 1979 dalam Chaer (2009: 168).”2

2. Hipotesis nurani mekanisme menyatakan bahwa proses pemerolehan


bahasa oleh manusia ditentukan oleh perkembangan kognitif umum
atau mekanisme nurani umum yang berinteraksi dengan pengalaman.

B. Hipotesis Tabularasa
Tabularasa secara harfiah berarti kertas kosong, dalam arti belum
diisiapa - apa. Lalu, hipotesis tabularasa ini menyatakan bahwa otak bayi
pada waktu dilahirkan sama seperti kertas kosong, yang nanti akan ditulis
atau diisi dengan pengalaman - pengalaman. Hipotesis ini padamulanya
dikemukakan oleh John Locke seorang tokoh empirisme yang sangat
terkenal; kemudian dianut dan disebarluaskan oleh John Watson seorang
tokoh terkemuka aliran behaviorisme dalam psikologi.
Dalam hal ini, menurut hipotesis tabularasa, semua pengetahuan
dalam bahasa manusia yang tampak dalam perilaku berbahasa adalah
merupakan hasil dari integrasi peristiwa – peristiwa linguistik yang
dialami dan diamati oleh manusia itu.Sejalan dengan hipotesis ini,
behaviorisme menganggap bahwa pengetahuan linguistic terdiri hanya dari
rangkaian hubungan - hubungan yang dibentuk dengan cara pembelajaran
S - R (Stimulus - Respon). Cara pembelajaran S - R yang termuka adalah

2
Aji Rahmat Sentosa dkk, Pemerolehan Bahasa Pada Anak Usia Dini . Prosiding Seminar
NasionalPendidikan , 2, 1-7. https://prosiding.unma.ac.id/index.php/semnasfkip/article/view/293

4
pelazi manklasik, pelazimanoperan, dan mediasi atau penengah yang telah
dimodifikasi menjadi teori – teori pembelajaran bahasa.
Teori pembelajaran bahasa pelaziman operan menyatakan bahwa
perilaku berbahasa seseorang dibentuk olrh serentetan ganjaran yang
beragam - ragam yang muncul di sekitar orang itu. Seorang kanak - kanak
yang sedang memperoleh sistem bunyi bahasa ibunya, pada mulanya akan
"mengucapkan" semua bunyi yang ada pada semua bahasa yang ada di
dunia ini pada tahap berceloteh (babling period). Namun, orang tua si bayi
atau kanak - kanak itu hanya "memberikan" bunyi - bunyi yang ada dalam
bahasa ibunya saja. Maka dengan demikian, sibayi hanya dilazimkan
untuk menirukan dari bunyi - bunyi dari bahasa ibunya saja. Lalu, sibayi
akan menggabungkan bunyi - bunyi yang telah dilazimkan itu untuk
menirukan ucapan - ucapan orang tuanya. Jika tiruannya itu betul atau
mendekati ucapan yang sebenarnya, maka dia akan mendapatkan "hadiah"
dari ibunya berupa senyuman, tawa, ciuman, dan sebagainya. Bisa
dikatakan bahsa anak – anak itu berkembang setahap demi setahap mulai
dari bunyi, kata, frase dan kalimat.
Jenkin (1964, 1965) menjelaskan mengenai kretivitas bahasa
berdasarkan kerangka behaviorisme, jenkin memperkenalkan satu teori
yaitu teori mediasi atau pencegah yang disebut “rantaian respon”
(responce chaining). Teori rantaian respon ini didasarkan pada prinsip
mediasi atau pencegah seperti yang diperkenalkan oleh osgood, tetapi
dalam bentuk yang agak berlainan. Walau bagaimanapun jelas tampak
bahwa faktor pencegah atau mediasai yang dimainkan oleh otak telah
memegang peranan yang sangat penting dalam proses pembelajaran
“rantaian respon” itu.
Menurut prinsip mediasi, jika seseorang telah mengenal hubungan
antara meja dan kursi, dan antara hubungan meja dan lantai, maka
mengetahui hubungan antara kursi dan lantai jauh lebih lebih mudah
karenakarena peranan yang dimainkan oleh faktor penengah atau mediasi,
yaitu meja yang mempunyai hubungan dengan kursi dan lantai,

5
pembelajaran seperti inilah yang disebut “rantaian respon” oleh jenkin.
Perhatikan bagan berikut.

Meja kursi

kursi Lantai

Meja Lantai

Dari penjelasan diatas, kita kenal pula adanya dua buah prinsip baru, yaitu:

1.) Kesamaan Stimulus


2.) Kesamaan Respons

Yang dimaksud dengan kesamaan stimulus adalah prinsip, misalnya,


mempelajari hubungan antara dua benda A dan C akan jauh lebih mudah
jika hubungan diantara kedua benda itu dengan stimulus yang sama (B
misalnya) telah terlebih dahulu dipelajari atau diketahui.

A B

A C

C B

Sedangkan yang dimaksud kesamaan respons adalah prinsip bahwa


mempelajari hubungan antara dua benda A dan C juga akan jauh lebih
mudah jika hubungan diantara kedua benda itu dengan respons yang sama
(misalnya B) telah lebih dahulu dipelajari. Perhatikan bagan berikut.

B A

A C

B C

6
Menurut jenkin kata – kata yang berkategori gramatikal yang
sama dapat dikelompokan kedalam yang termasuk kesamaan stimulus atau
yang termasuk kedalam kesamaan respons. Dengan prinsip yang tampak
sederhana ini jenkin mencoba menjelaskan kemampuan manusia –
manusia membuat kalimat – kalimat baru untuk menyelamatkan teori
behaviorismenya dengan hipotesis tabularasa, seperti dibawah ini.

1. A B Bola dan baju


Bola itu Merah menjadi anggota
2. B kelas stimulus
Baju itu Merah karena kesamaan
stimulus.

3. A D Merah (pada 1, 2)
Bola itu Baru dan baru (pada 3, 4)
4. C D menjadi anggota
Baju itu Baru kelas respon karena
kesamaan respon

5. E B Kereta bergabung
Kereta itu Merah dengan kelas stimulus
(bola dan baju)

6. Kereta itu Baru Kalimat baru dibentuk


dengan cara
merantaikan satu
anggota kelas
stimulus dan satu
anggota kelas respon

7
Dari penejelasan diatas dapat kita lihat bahwa sesungguhnya
teori mediasi “rantaian respons” yang dikemukakan oleh jenkin ini belum
dapat digunkan untuk mejelaskan kreativutas manusia dalam
membentukkalimat – kalimat baru. Struktur bahasa manusia terlalu rumit
untuk dapat diterangkan pemerolehannya oleh teori rantaian respons yang
sederhana.

Jadi, usaha yang dibuat jenkin sangat kurang berkesan. Hal ini sama saja
keadaanya dengan konsep behaviorisme yang dilakukan oleh Bloomfield
dalam linguistik dan oleh skinner dalam psikologi. Bloomfield (1933)
memberikan ilustrasi tentang jack dan jill dengan buah apelnya. Mula –
mula jill merasa lapar dan dia melihat apel diatas pohin. Jill mengeluarkan
suara dengan larings, lidah, dan bibirnya. Jack memanjat pohon apel,
memetik apel dan memberikannya kepada jill. Jill memakan buah apel itu.
Kemudian Bloomfield menganalisis rantaian stimulus kata – kata dan
rantaian respons kata – kata yang berlangsung sehingga jill mendapatkan
buah apel itu. Lau, Bloomfield menyimpulkan “languange enables one
person to make a reaction (R) when another person has the stimulus (S).
(Bloomfield 1933: 26).

Dengan demikian jelas, seseorang akan dapat mengeluarkan kalimat


apabila orang lain mengeluarkan stimulus. Kreativitas seseorang untuk
mengeluarkan kalimat hanya diterangkan menurut konsep S...R, yaitu
sebagai rantaian peristiwa yang dihubungkan. Satu kalimat dianggap
sebagai satu rantaian kata yang dikeluarkan sebagai respon kepada kata –
kata yang mendahuluinya, dan selanjutnya menjadi stimulus kepada
kalimat berikutnya. Begitu juga dengan bunyi kata – kata dan kata – kata
dalam kalimat merupakan rangkaian S...R saja.

Menurut skinner (1957) berbicara merupakan satu respons operan yang


dilazimkan kepadaa sesuatu stimulus dari dalam atau dari luar, yang
sebenernya tidak jelas diketahui. Untuk menjelaskan hal ini skinner
memperkenalkan sekumpulan kategori respons bahasa yang hampir serupa

8
fungsinya dengan ucapan, yaitu mands, tacts, echoics, textuals, dan intra
verbal operant. Berikut penjelasan mengenai kelima istilah diatas:

a. Mand
Kata mand adalah akar dari kata command, demand, dan lain –
lain. Satu mand adalah satu operan bahasa dibawah pengaruh stimulus
yang bersifat menyingkirkan, merampas, atau menghabiskan. Di dalam
tata bahasa mand ini sama dengan kalimat imperatif. Mand ini muncul
sebagai kalimat imperatif, permohonan atau rayuan, hanya apabila penutur
ingin mendapatkan sesuatu. Hal ini mungkin karena dahulu kalimat seperti
ini telah pernah diamati oleh penutur ketika seseorang mengucapkan untuk
mendapatkan kembali sesuatu yang dirampas, disingkirkan, atau diambil
(manded) dari padanya.
Umpamanya kalau seorang kanak – kanak mengucapkan kata
“susu”. Dia mengucapkan perkataan ini karena adanya stimulus rasa lapar,
atau haus (stimulus yang merampas sesuatu dari kanak – kanak itu), dan
dulu kanak – kanak itu pernah mengalami atau mengamati bahwa kata
“susu” itu diucapkan, maka orang tuanya segera memberikannya (sebagai
ganjaran dan pengukuhan). Jadi, mand memerlukan satu interaksi khusus
antara keadaan dulu yang serupa dan dialami, respons bahasa, perilaku
orang yang mengukuhkan, dan jenis pengukuhan.
b. Tacts
Tact adalah benda atau peristiwa konkret yang muncul sebagai
akibat adanya stimulus. Didalam tata bahasa tact ini dapat disamakan
menamai atau menyebut nama sesuatu benda atau peristiwa. Umpamanya
kalau kita melihat sebuah mobil sebagai stimulus maka kita akan
mengeluarkan satu tact “mobil” sebagai respons.
c. Echoics
Echoics adalah satu perilaku berbahasa yang dipengaruhi oleh
respon orang lain sebagai stimulus dan kita meniru ucapan itu.
Umpamanya apabila seseorang mengatakan “mobil”, maka stimulus itu
membuat kita mengucapkan kata “mobil” sebagai sebuah respons.
d. Textual

9
Textual adalah perilaku berbahsa yang diatur oleh stimulus
tertulis sedemikian rupa sehingga bentuk perilaku itu mempunyai korelasi
dan bahasa yang tertulis itu. Korelasi yang dimaksud adalah hubungan
sistematik antara sistem penulisan (ejaan) suatu bahasa dengan respons
ucapan apabila membacanya secara langsung. Jadi, apabila kita melihat
tulisan <kucing> sebagai stimulus maka kita memberi respon [kuciŋ].
e. Intraverbal operant
Intraverbal operant adalah operan berbahasa yang diatur oleh
perilaku berbahasa terdahulu yang dilakukan atau dialami oleh penutur.
Umpamanya, kalau sebuah kata dituliskan sebagai stimulus, maka kata
lain yang ada hubunganya dengan kata itu akan diucapkan sebagai
respons, kata meja, misalnya akan membangkitkan kata kursi. Begitu juga
kata terima kasih sebagai stimulus akan membangkitkan kata kemba;i
sebagai resposnya.
Akhirnya bisa dikatakan analisis Bloomfield dan Skinner di
atas yang didasarkan pada hipotesis tabularasa dan teori hubungan S – R
behaviorisme tidak memadai untuk menerangkan proses pemerolehan
bahasa oleh kanak – kanak. Analisis mereka tidak dapat menjelaskan
kompetensi linguistik (penegtahuan tata bahasa) yang telah dinuranikan
oleh kanak – kanak dan disimpan dalam otak, dan bagaimana kompetensi
ini digunakan untuk membuat dan memahami kalimat – kalimat baru yang
belum pernah dibuatnya.3

C. Hipotesis Kesemstaan Kognitif


1) Struktur Bahasa
Menurut teori yang didasarkan pada kesemestaankognitif,
bahasa diperoleh berdasarkan struktur-strukturkognitif deriamotor.
Struktur-struktur ini diperoleh kanak-kanak melalui interaksi dengan
benda-benda atau orang-orang di sekitarnya. Urutan pemerolehan ini
secara garisbesar adalah sebagai berikut:

3
Abdul chaer, “Psikolinguistik, kajian teoritik”, (Jakarta: Rineka Cipta, 2015) h. 172 - 178

10
a) Antara usia 0 sampai 1,5 tahun (0.0- 1,6) kanak-kanakmengembangkan
pola-pola aksi dengan cara bereaksiterhadap alam sekitarnya. Pola-pola
inilah yangkemudian diatur menjadi struktur-struktur akal
(mental).Berdasarkan struktur-struktur akal ini kanak-kanak mulai
membangun satu dunia benda-benda yang kekal yang lazim disebut
kekekalan benda.
b) Setelah struktur aksi dinuranikan, maka kanak-kanakmemasuki tahap
representasi kecerdasan, yang terjadiantara usia 2 tahun sampai 7 tahun.
c) Setelah tahap representasi kecerdasan, denganrepresentasi simboliknya,
berakhir maka bahasa kanak-kanak semakin berkembang dan dengan
mendapat nilai-nilai sosialnya. Struktur-struktur linguistik mulaidibentuk
berdasarkan bentuk-bentuk kognitif umum yangtelah dibentuk ketika
berusia kurang lebih dua tahun.
2) Kompunen Bahasa
Sejalan dengan teori Chomsky (1957-1965),kompetensi itu
mencangkup tiga buah komponen tatabahasa, yaitu komponen sintaksis,
komponen semantik, dankomponen fonologi. Oleh karena itu,
pemerolehan bahasaini lazim juga dibagi menjadi pemerolehan semantik,
pemerolehan sintaksis dan pemerolehan fonologi. Ke dalampemerolehan
sintaksis dan semantik termasuk jugapemerolehan leksikon atau kosa kata.
Ketiga komponen tatabahasa ini tidaklah diperoleh secara berasingan,
yang satuterlepas dari yang lain, melainkan diperoleh secara
bersamaan. Hanya untuk memudahkan pembahasanketiganya dibicarakan
satu per satu.
a) Pemerolehan Sintaksis
Pemerolehan sintaksis dimulai ketika kanak-kanak mulai dapat
menggabungkan dua buah kata atau lebih (lebih kurang ketika berusia 2,0
tahun).12 Dalam tahap ini ada beberapa teori, diantaranya yaitu:
(1) Teori Tata Bahasa Pivot
Teori ini mengkaji bahwasannya ucapan dua kata anak-anak
ini terdiri dari dua jenis kata menurut posisi dan frekuensi munculnya

11
kata-kata itu di dalam kalimat. Kedua jenis kata ini kemudian dikenal
dengan
nama kelas pivot dan kelas terbuka. Kemudian berdasarkan kedua jenis
kata ini lahirlah teori yang disebut teori tata bahasa pivot. Pada umumnya
kata-kata yang termasuk kelas pivot adalah kata-kata fungsi (function
words), sedangkan yang termasuk kelas terbuka adalah kata-kata isi
(contents words) atau kata penuh (full words) seperti kata-kata berkategori
nomina dan verba.

(2) Teori Hubungan Tata Bahasa Nurani


Teori hubungan tata bahasa nurani ini banyak juga mendapat
kritik dari sejumlah pakar linguistik. Karena mereka beranggapan
bahwasannya teori ini menyatakan bahwa hubungan struktur (tata bahasa)
yang terdapat pada ucapan-ucapan dua kata kanak-kanak itu mungkin
sekali merupakan cermin dari konsep-konsep seperti pelaku dan tindakan
dan bukan hubungan tata bahasa subjek-of dan verb-of. Sebagian pakar
linguistik juga mendukung teori ini, karena teori ini kanak-kanak
menggunakan rumus-rumus urutan sederhana untuk kata-kata yang dapat
mengisi bermacam-macam fungsi semantik.

(3)Teori Kumulatif Kompleks


Teori ini dikemukakan oleh Brown, menurutnya urutan
pemerolehan sintaksis oleh kanak-kanak ditentukan oleh kumulatif
kompleks semantik morfemdan kumulatif kompleks tata bahasa yang
sedang diperoleh itu. Jadi sama sekali tidak ditentukan oleh frekuensi
munculnya morfem atau kata-kata itu dalam ucapan orang dewasa.

b) Pemerolehan Semantik
Untuk dapat mengkaji pemerolehan semantik kanak-kanak kita
perlu terlebih dahulu memahami apa yang dimaksud dengan makna atau
arti itu. Dan ada beberapa teori mengenai proses pemerolehan semantik,
diantaranya adalah sebagai berikut:

12
(1) Teori Hipotesis Fitur Semantik
Menurut beberapa ahli psikolinguistik perkembangan, kanak-
kanak memperoleh makna suatu kata dengan cara menguasai fitur-fitur
semantik kata itu satu demi satu sampai semua fitur semantik itu dikuasai,
seperti yang dikuasai oleh orang dewasa.
Clark secara umum menyimpulkan perkembangan
pemerolehan semantik pada teori ini ke dalam empat tahap yaitu:
- Tahap penyempitan makna kata.
- Tahap Generalisasi berlebihan.
- Tahap medan semantik.
- Tahap generalisasi.
(2)Teori Hipotesis Hubungan-hubungan Gramatikal
Teori ini diperkenalkan oleh Mc.Neil, menurutnya pada waktu
dilahirkan kanak-kanak telah dilengkapi dengan hubungan-hubungan
gramatikal dalam yang nurani. Maksudnya, jika kanak-kanak telah
mencapai tahap dua kata pada usia (± 2:0) mereka baru mulai menguasai
kamus makna kata berdasarkan makna kata untuk menggantikan kamus
makna kalimat yang telah dikuasai sebelumnya. Penyesuaian kamus
makna kata ini merupakan perkembangan kosakata kanak-kanak yang
dilakukan secara horizontal atau secara vertikal.
Secara horizontal artinya pada mulanya kanak-kanak hanya
memasukkan beberapa fitur semantik untuk setiap butir leksikal ke dalam
kamusnya. Kemudian dalam perkembangan selanjutnya barulah terjadi
penambahan fitur-fitur lainnya secara berangsur-angsur. Secara vertikal,
artinya kanak-kanak secara serentak memasukkan semua fitur semantik
sebuah kata ke dalam kamusnya; tetapi kata-kata itu terpisah satu sama
lain. Secara vertikal ini berarti fitur-fitur semantik kanak-kanak itu sama
dengan fitur-fitur semantik orang dewasa.
(3)Teori Hipotesis generalisasi
Teori ini diperkenalkan oleh Anglin, menurutnya
perkembangan semantik kanak-kanak mengikuti satu proses generalisasi,
yakni kemampuan kanak-kanak melihat hubungan-hubungan semantik

13
antara nama-nama benda mulai dari yang konkret sampai pada yang
abstrak.
c) Pemerolehan Fonologi
Ada beberapa teori mengenai pemerolehan fonologi oleh
kanak-kanak sebagai bagian dari pemerolehan bahasa ibu seutuhnya.
(1) Teori Struktural Universal
Teori ini dikemukakan oleh Jakobson, menurutnya inti dari
teori ini mencoba menjelaskan pemerolehan fonologi berdasarkan
struktur-struktur universal linguistik, yakni hukum-hukum struktural yang
mengatur setiap perubahan bunyi.21 Jakobson menyimpulkan adanya dua
tahap dalam pemerolehan fonologi, yaitu (1) tahap membabel prabahasa,
dan (2) tahap pemerolehan bahasa murni.
(2) Teori Generatif Struktural Universal
Teori ini diperkenalkan oleh Moskowitz, menurutnya ada
sebuah penemuan konsep dan pembentukan hipotesis berupa rumus-rumus
yang dibentuk oleh kanak-kanak berdasarkan datalinguistik utama (DLU),
yaitu kata-kata dan kalimat-kalimat yang didengarnya sehari-hari.
Moskowitz juga berpendapat bahwa sejak awal proses
pemerolehan bahasa, bayi telah menyadari akan perbedaan antara bunyi
bahasa manusia dengan bunyi-bunyi lain yang bukan suara manusia. Hal
ini termasuk “kemampuan nurani” yang dimiliki bayi
sejak dilahirkan.
(3) Teori Proses Fonologi Alamiah
Teori ini diperkenalkan oleh David Stampe, menurutnya proses
fonologi kanak-kanak bersifat nurani yang harus mengalami penindasan
(supresi), Pembatasan, dan pengaturan sesuai dengan penuranian
(internalization) representasi fonemik orang dewasa.4

4
Khotijah, Teori – teori proses pemerolehan bahasa dalam perspektif Al – Quran, Jurnal
Tarbawiyah Vol. 10 No. 2, 2013.

14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hipotesis nurani lahir dari beberapa pengamatan yang
dilakukan para pakar terhadap pemerolehan bahasa kanak-kanakKemudian
Mengenai hipotesis ini perlu dibedakan adanya dua macam hipotesis
nurani, yaitu hipotesis nurani bahasa dan hipotesis nurani mekanisme.
Sedangkan Tabularasa secara harfiah berarti kertas kosong,
dalam arti belum diisi apa - apa. Lalu, hipotesis tabularasa ini menyatakan
bahwa otak bayi pada waktu dilahirkan sama seperti kertas kosong, yang
nanti akan ditulis atau diisi dengan pengalaman - pengalaman. Hipotesis
ini pada mulanya dikemukakan oleh John Locke seorang tokoh empirisme
yang sangat terkenal; kemudian dianut dan disebarluaskan oleh John
Watson seorang tokoh terkemuka aliran behaviorisme dalam psikologi.
Menurut teori yang didasarkan pada kesemestaan kognitif,
bahasa diperoleh berdasarkan struktur-struktur kognitif deriamotor.
Struktur-struktur ini diperoleh kanak-kanak melalui interaksi dengan
benda-benda atau orang-orang di sekitarnya.

B. Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami buat, apabila ada
kekurangan dalam penulisan dan penyusunan makalah ini mohon
dimaklumi, kritik dan saran yang membangun masih kami harapkan guna
penyusunan makalah yang lebih baik untuk selanjutnya. Semoga makalah
ini dapat berguna dan bermanfaat bagi yang membaca dan membuatnya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Nasuti,Sakholid. 2013.“jurnal ilmiah bidang pendidikan dan keagamaan”,


hikmah: vol.10 No.1

Sentosa, Aji Rahmat dkk.2020. ” Pemerolehan Bahasa Pada Anak Usia


Dini”. Prosiding Seminar NasionalPendidikan , 2, 1-7.
https://prosiding.unma.ac.id/index.php/semnasfkip/article/view/293

Chaer,Abdul. 2015.“Psikolinguistik, kajian teoritik”, Jakarta: Rineka Cipta

Khotijah. 2013. “Teori – teori proses pemerolehan bahasa dalam perspektif Al –


Quran”. Jurnal Tarbawiyah Vol. 10 No. 2

16

Anda mungkin juga menyukai