Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

HAKIKAT PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA PADA


TATARAN FONOLOGI DAN MORFOLOGI

Diajukan sebagai tugas mata kuliah Psikolinguistik

Disusun oleh:

ILHAM AKBAR 1854041018


AZTIANA 1854040003
FLAVIANA 1854041008
NUR AMALIYAH 1854042013
PATRICIA 1854040005

PRODI PENDIDIKAN BAHASA JERMAN


FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2021
DAFTAR ISI

SAMPUL

DAFTAR ISI .................................................................................................. i

KATA PENGANTAR .................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

A Latar Belakang ............................................................................ 1


B Rumusan Masalah ....................................................................... 1
C Tujuan ......................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A Pengertian Akuisisi Bahasa (Pemerolehan Bahasa) .................... 2
B Pemerolehan Bahasa Pertama ..................................................... 3
C Pemerolehan Bahasa dalam Tataran Fonologi ............................ 4
D Pemerolehan Bahasa dalam Tataran Morfologi ........................ 10
BAB III PENUTUP
A Simpulan ................................................................................... 15
B Saran .......................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 16

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa


memberikan rahmat, hidayah dan inayah-Nya, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Psikolinguistik
dengan judul Makalah ‗‘Hakikat Pemerolehan Bahasa Pertama pada Tatanan
Fonologi dan Morfologi‘‘ .

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk perbaikan makalah
ini kedepannya, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih
baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Makassar, 8 Maret 2021

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan setiap orang tentu saja tidak terlepas dari bahasa. Pertama kali
seorang anak memperoleh bahasa yang didengarkan langsung dari sang ibu sewaktu
anak tersebut terlahir ke dunia ini. Kemudian seiring berjalannya waktu dan seiring
pertumbuhan si anak maka ia akan memperoleh bahasa selain bahasa yang diajarkan
ibunya itu baik bahasa kedua, ketiga ataupun seterusnya yang disebut dengan akuisisi
bahasa (language acquisition) tergantungdengan lingkungan sosial dan tingkat kognitif
yang dimiliki oleh orang tersebut melalui proses pembelajaran.
Pemerolehan Bahasa merupakan sebuah hal yang sangat menakjubkan terlebih
dalam proses pemerolehan bahasa pertama yang dimiliki langsung oleh anak tanpa ada
pembelajaran khusus mengenai bahasa tersebut kepada seorang anak (Bayi). Seorang
bayi hanya akan merespon ujaran ujaran yang sering didengarnya dari lingkungan
sekitar terlebih adalah ujaran ibunya yang sangat sering didengar oleh anak tersebut.

B. Rumusan Masalah

1. Apa hakikat pemerolehan bahasa Pertama ?


2. Bagaimana pemerolehan Bahasa pertama?
3. Bagaimana tahapan pemerolehan Bahasa dalam tataran Fonologidan Morfologi?

C. TUJUAN

1. Memberikan pemaparan mengenai pemerolehan bahasa pertama


2. Memberikan pemaparan tahap pemerolehan bahasa pertama dalamtataran
Fonologi dan Morfologi.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Akuisisi Bahasa (Pemerolehan Bahasa)


Pemerolehan bahasa (language acquisition) adalah proses manusia
mendapatkan kemampuan untuk menangkap, menghasilkan, dan menggunakan kata
untuk pemahaman dan komunikasi. Kapasitas ini melibatkan berbagai kemampuan
seperti sintaksis, fonetik, dan kosakata yang luas.
Bahasa yang diperoleh bisa berupa vokal seperti pada bahasa lisan atau manual
seperti pada bahasa isyarat. Pemerolehan bahasa biasanya merujuk pada pemerolehan
bahasa pertama yang mengkaji pemerolehan anak terhadap bahasa ibu mereka serta
pemerolehan bahasa kedua yang mengkaji pemerolehan bahasa tambahan oleh anak-
anak atau orang dewasa.
Semua manusia yang sehat, berkembang secara normal, belajar menggunakan
bahasa. Anak-anak memperoleh bahasa atau bahasa yang ada disekitarnya bahasa
manapun yang mereka terima secara penuh selama masa kanak-kanak.
Perkembangannya secara esensial sama antara anak-anak yang mempelajari bahasa
isyarat atau bahasa suara. Proses belajar ini dikenal dengan akuisisi bahasa pertama,
karena tidak seperti pembelajaran lainnya ia tidak membutuhkan pembelajaran langsung
atau kajian secara khusus. Dalam The Descent of Man naturalis Charles Darwin
menyebut proses tersebut dengan, "keinginan insting untuk memperoleh suatu seni".
Akuisisi bahasa pertama berlangsung regular secara bertahap, walaupun terdapat
berbagai variasi dalam waktu untuk tingkatan-tingkatan tertentu diantara bayi yang
berkembang secara normal. Sejak lahir, bayi merespon lebih mudah pada suara manusia
daripada suara lainnya. Sekitar umur satu bulan, bayi tampak telah dapat membedakan
antara suara bicara yang berbeda. Sekitar umur enam bulan, seorang anak mulai
mengoceh, menghasilkan suara bicara dari bahasa yang digunakan disekitarnya.
Perkataan mulai muncul pada umur 12 sampai 18 bulan; rata-rata perbendaharaan
kata bayi berumur 18 bulan adalah sekitar 50 kata. Pengucapan pertama anak adalah
berbentuk Holofrase (secara harfiah "keseluruhan kalimat"), pengucapan yang hanya
menggunakan satu kata untuk mengkomunikasikan seluruh ide.

Beberapa bulan setelah anak menghasilkan kata- kata, ia akan menghasilkan


pengucapan dengan dua kata, dan dalam beberapa bulan lebih mulai berbicara telegrafis,
2
kalimat singkat yang kurang kompleks secara tatabahasa daripada orang dewasa bicara,
tetapi memperlihatkan struktur sintaks reguler. Pada umur tiga sampai lima tahun,
kemampuan anak untuk berbicara dan berisyarat yang halus yang hampir mirip dengan
bahasa dewasa.

B. Pemerolehan Bahasa Pertama

Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam
otak kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya.
Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran
bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktuseorang kanak-kanak
mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi,
pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran
bahasa berkenaan dengan bahasa kedua (Chaer, 2003:167).

Selama pemerolehan bahasa pertama, Chomsky menyebutkan bahwa ada


dua proses yang terjadi ketika seorang kanak-kanak memperoleh bahasa
pertamanya. Proses yang dimaksud adalah proses kompetensi dan proses
performansi. Kedua proses ini merupakan dua proses yang berlainan. Kompetensi
adalah proses penguasaan tata bahasa (fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik)
secara tidak disadari. Kompetensi ini dibawa oleh setiap anak sejak lahir. Meskipun
dibawa sejak lahir, kompetensi memerlukan pembinaan sehingga anak-anak
memiliki performansi dalam berbahasa.

Performansi adalah kemampuan anak menggunakan bahasa untuk


berkomunikasi. Performansi terdiri dari dua proses, yaitu proses pemahaman dan
proses penerbitan kalimat-kalimat. Proses pemahaman melibatkan kemampuan
mengamati atau mempersepsi kalimat-kalimat yang didengar, sedangkan proses
penerbitan melibatkan kemampuan menghasilkan kalimat-kalimat sendiri (Chaer
2003:167). Pemerolehan bahasa pertama erat sekali kaitannya dengan
perkembangan sosial anak dan karenanya juga erat hubungannya dengan
pembentukan identitas sosial. Mempelajari bahasa pertama merupakan salah satu
perkembanganmenyeluruh anak menjadi anggota penuh suatu masyarakat. Bahasa
memudahkan anak mengekspresikan gagasan, kemauannya dengan cara yang
benar-benar dapat diterima secara sosial. Bahasa merupakan media yang dapat
3
digunakan anak untuk memperoleh nilai-nilai budaya, moral, agama, dan nilai-nilai
lain dalam masyarakat.
Berkaitan dengan hal ini, Dardjowidjojo, (2005:) menyebutkan bahwa pada
umumnya kebanyakan ahli kini berpandangan bahwa anak di mana pun juga
memperoleh bahasa pertamanya dengan memakai strategi yang sama. Kesamaan
ini tidak hanya dilandasi oleh biologi dan neurologi manusia yang sama,tetapi juga
oleh pandangan mentalistik yang menyatakan bahwa anak telah dibekali dengan
bekal kodrati pada saat dilahirkan. Di samping itu, dalam bahasa juga terdapat
konsep universal sehingga anak secara mental telah mengetahui kodrat- kodrat yang
universal ini.

C. Pemerolehan Bahasa Dalam Tataran Fonologi

Pada saat dilahirkan, anak hanya memiliki sekitar 20% dari otak dewasanya.
Pada umur 6 minggu, anak mulai mengeluarkan bunyi-bunyi yang mirip dengan
bunyi konsonan atau vokal. Bunyi –bunyi ini belum dapat dipastikan bentuknya
karena memang belum terdengar dengan jelas. Proses mengeluarkan bunyi-bunyi
seperti ini dinamakan cooing, yang telah diterjemahkan menjadi dekutan
(Dardjowidjojo, 2000: 63). Anak mendekutkan bunyi-bunyi yang beragam dan
belum jelas identitasnya.

Pada sekitar 6 bulan, anak mulai mencampurkan konsonan dengan vokal


sehingga membentuk apa yang dalam bahasa inggris disebut babbling atau
celotehan (Dardjowidjojo, 2000: 63). Celotehan dimulai dengan konsonan dan
diikuti oleh sebuah vokal. Konsonan yang keluar pertama adalah konsonan bilabial
hambat dan bilabial nasal. Vokalnya adalah /a/. Dengan demikian, strukturnya
adalah CV. Ciri lain dari celotehan adalah bahwa CV ini kemudian diulang
sehingga muncul struktur seperti berikut.

C1 V1 C1 V1 C1 V1 → papapa mamama bababa

Orang tua akan mengaitkan kata papa dengan ayah dan mama dengan ibu
meskipun apa yang di benak anak tidaklah kita ketahui dan tidak bisa dipungkiri
bahwa celotehan itu hanya sekedar latihan artikulasi belaka. Konsonan dan
vokalnya secara bertahap berubah sehingga muncul seperti kata dadi, dida, tita, dita,
mama, mami, dan sebagainya. Konsonan pada akhir kata sampai dengan umur
4
sekitar 2;0 banyak yang tidak diucapkan sehingga kata mobil diucapkan /bi/.Sampai
sekitar umur 3;0 anak belum dapat mengucapkan kelompok konsonan sehingga
kata Eyang Putri akan disapanya dengan eyang /ti/.

a. Teori Struktural Universal

Teori Struktural dikemukakan dan dikembangkan oleh Jakobson (dalam


Chaer, 2009: 185-189), pada intinya teori ini mencoba menjelaskan pemerolehan
fonologi berdasarkan struktur-struktur universal linguistik, yakni hukum-hukum
struktural yang mengatur setiap perubahan bunyi. Dalam penelitiannya Jakobson
mengamati pengeluaran bunyi-bunyi oleh bayi-bayi pada tahap membabel
(bablling) dan menemukan bahwa bayi yang normal mengeluarkan berbagai ragam
bunyi dan vokalisasinya baik bunyi vokal maupun bunyi-bunyi konsonan. Namun,
ketika bayi mulai memperolah ―kata‖ pertamanya pada usia satu tahun. Dari
pengamatannya, Jakobson menyimpulkan adanya dua tahap pemerolehan fonologi,
yaitu (1) tahap membabel prabahasa dan (2) tahap pemerolehan bahasa murni.-

Pada tahap prabahasa bunyi-bunyi yang dihasilkan bayi tidak menunjukan


suatu urutan perkembangan tertentu, dan sama sekali tidak mempunyai hubungan
dengan masa pemerolehan bahasa berikutnya. Jadi, pada tahap membabel ini bayi
hanya melatih alat-alat vokal dengan cara mengeluarkan bunyi-bunyi tanpa tujuan
tertentu, atau bukan untuk berkomunikasi. Sebaliknya, pada tahap pemerolehan
bahasa yang sebenarnya bayi mengikuti suatu pemerolehan bunyi yang realtif
universal dan tidak berubah.

Jika tahap pemerolehan bahasa yang sebenarnya dimulai, maka akan


terdapat urutan peringkat perkembangan yang teratur dan tidak berubah,meskipun
taraf kemajuan tiap individu tidak sama. Perkembangan peringkat ini ditentukan
oleh hukum-hukum yang besrsifat universal yang oleh Jakobson disebut ―the
laws of irreversible solidarty‖.Perkembangan itu bergerak dari bentuk yang
sederhana kepada bentuk yang kompleks dan rumit. Kerumitan suatu bunyi
ditentukan oleh jumlah fitur (oposisi) yang dimiliki oleh bunyi itu dalam satu
sistem. Jadi, sebenarnya yang diperoleh oleh bayi bukanlah bunyi satu demi satu,
melainkan berupa oposisi-oposisi atau kontras fonemik, atau fitur yang
berkontras.

5
Bunyi-bunyi bahasa-bahasa yang ada di dunia ini berbeda-beda, namun
hubungan-hubungan tertentu yang ada pada bunyi-bunyi ini sifatnya tetap.
Umpamanya, apabila suatu bahasa memiliki bunyi hambat velar seperti [g] maka
bahasa itu pasti mempunyai bunyi hambat alveolar seperti [t], dan juga hambat
bilabial seperti [b]. Jika suatu bahasa mempunyai bunyi hambat alveolar [t] dan
[d], maka bahasa itu juga pasti mempunyai bunyi hambat bilabial [b] dan [p];
tetapi belum tentu bahasa itu memiliki bunyi velar [g] dan [k]. Begitu juga apabila
suatu bahasa mempunyai konsonan frikatif [v] dan [s], maka bahasa itu pasti
mempunyai konsonan hambat seperti [t] dan [b].

Berdasarkan keterangan di atas Jakobson memprediksikan bahwa bayi- bayi


akan memperoleh kontras atau oposisi antara hambat bilabial dengan hambat
dental atau hambat alveolar lebih dahulu daripada kontras-kontras diantara
bilabial dan velar atau di antara dental dengan velar konsonan hambat akandahulu
diperoleh daripada frikatif dan afrikat. Yang terakhir diperoleh adalah bunyi-
bunyi likuida seperti [l] dan [r]; dan bunyi luncuran glide [y] dan [w].

Jakobson (dalam Chaer, 2009: 185-189), menyatakan bahwa pemerolehan


bunyi konsonan dimulai dari bunyi bibir (bilabial), sedangkan pemerolehan bunyi
vokal dimulai dengan satu vokal lebar, biasanya bunyi [a]. Jadi, pada waktu yang
akan sama konsonan bilabial, biasanya [p], dan vokal lebar, biasanya [a]
membentuk satu model silabel yang universal yaitu KV (Konsonan + Vokal) yang
memcerminkan apa yang disebut ―konsonan optimal +vokal optimal‖.
Berdasarkan pola inilah nanti akan muncul satuan-satuan bermakna dalam ucapan
anak-anak yang biasanya terjadi dalam bentuk reduplikasi , misalnya (pa + pa).

Urutan pemerolehan kontras fonemik bersifat universal. Artinya, bisa


terjadi dalam bahasa apapun dan oleh anak-anak mana pun. Maka setelah
konsonan bilabial dan vokal lebar di atas, akan muncul oposisi bunyi oral dan
bunyi nasal seperti [papa] [mama].

Kemudian diikuti oleh oposisi bilabial dan dental/aveolar, sperti [papa] –


[tata] atau [mama] – [nana].

Jadi Jakobson berpendapat bahwa urutan pemerolehan konsona adalah


bilabial-dental (aveolar)– palatal – velar. Ini berarti, apabila seorang anak telah

6
membunyikan konsonan frikatif, berarti dia juga telah mampu membunyikan
bunyi-bunyi hambat. Munculnya konsonan belakang dalam ucapan anak-anak
menandakan bahwa dia juga menguasai konsonan depan. Ini disebut hukum-
hukum implikasi oleh Jakobson.

Kontras vokal pertama yang diperoleh anak adalah kontras vokal lebar
[a] dengan vokal [i]. Kemudian, diikuti oleh kontras vokal sempit depan [i]dengan
vokal sempit belakang [u]. Sesudah itu baru antara vokal [e] dan vokal[u]; vokal
[o] dengan vokal [e].

b. Teori Proses Fonologi Alamiah

Menurut Stampe proses fonologi anak bersifat nurani yang harusmengalami


penindasan (supresi), pembatasan, dan pengaturan sesuai dengan penuranian
representasi fonemik orang dewasa. Suatu proses fonologi terdiri dari kesatuan-
kesatuan yang saling bertentangan. Umpamanya, terdapat satu proses yang
menjadikan semua bunyi hambat menjadi tidak bersuara dalam semua konteks,
karena halangan oralnya menghalangi arus udara yang diperlukan untuk
menghasilkan bunyi-bunyi ini akan menjadi bersuara oleh proses lain dengan cara
asimilasi tertentu. Jika kedua proses ini terjadi bersamaan, maka keduanya akan
saling menindih, dan saling bertentangan. Sebuah bunyi hambat tidak mungkin
secara serentak bersuara dan tidak bersuara pada lingkungan yang sama. Masalah
yang bertentangan ini dapat dipecahkan dengan tiga cara sebagai berikut.

1) Menindas salah satu dari dua proses yang bertentangan itu.Umpamanya bila
anak-anak telah menguasai bunyi-bunyi hambat bersuara dalam semua
konteks, maka berarti dia telah berhasil menindas proses penghilangan
suara yang ditimbulkan oleh halangan oral bunyi itu.

2) Membatasi jumlah segmen atau jumlah konteks yang terlibat dalam proses
itu. Misalnya, proses penghilangan suara dibatasi hanya pada bunyi-bunyi
hambat longgar tidak dilibatkan.
3) Mengatur terjadinya proses penghilangan bunyi suara dan proses pengadaan
bunyi secara berurutan. Urutannya boleh dimulai dengan proses
penghilangan bunyi suara lalu diikuti oleh proses pengadaan bunyi
7
bersuara. Kedua proses ini tidak mungkin terjadi secara bersamaan.

c. Teori Kontras dan Proses

Teori ini diperkenalkan oleh Ingram, yakni suatu teori yangmenggabungkan


bagian-bagian penting dan teori Jakobson dengan teori Stampe; kemudian
menyelaraskan hasil penggabungan dengan teori perkembangan dari piaget.
Menurut Ingram, anak memperoleh sistem fonologi orang dewasa dengan cara
menciptakan struktur sendiri, kemudian mengubah struktur ini jika pengetahuannya
mengenai sistem orang dewasa semakin baik. Perkembanganfonologi ini melalui
asimilasi dan akomodasi yang terus menerus mengubah struktur untuk
menyelaraskan dengan kenyataan. Peristiwa ini dapat digambarkan sebagai berikut.

Kata orang dewasa → Sistem anak-anak → Kata anak-anak

Umpamanya pada tahap permulaan anak-anak telah menetapkan pola KV


sebagai struktur kata-kata barunya. Maka semua kata-kata baru orang dewasa
akan diasimilasikan dengan pola itu. Setelah mempelajari lebih banyak kata-kata
orang dewasa, maka struktur sistem yang telah diciptakannya akan diubah dan
disesuaikan untuk dapat menanpung kata-kata orang dewasa dengan menciptakan
satu pola baru yaitu KVK (Chaer, 2009: 192-195).

Ingram (dalam Chaer, 2009: 192-195) menemukan konsonan pertama yang


muncul bukan hanya konsonan bilabial, melainkan juga ditemukan konsonan
dental dan konsona n frikatif. Namun, konsonan bilabial lebih banyak begitu juga
dengan bunyi vokal. Selain bunyi vokal [a] yang utama, muncul juga vokal [u]
dan [i] sebagai vokal pertama. Oleh karena itu, menurut ingram kata- kata yang
didengar anak-anak sebagai masukan menentukan bunyi-bunyi pertama yang
diperoleh anak-anak itu.

Pemerolehan setiap bunyi tidak terjadi secara tiba-tiba dengan sendiri-


sendiri, melainkan secara perlahan dan berangsur-angsur. Ucapan anak-anak
selalu berubah antara ucapan yang benar dan tidak benar. Secara progresif sampai
ucapan seperti orang dewasa tercapai. Pemerolehan fonologi anak-anak terjadi
melalui beberapa proses peny ederhanaan umum yang melibatkan semua kelas
bunyi. Proses-proses itu adalah :
8
a. Proses Subtitusi : penukaran satu segmen oleh segmen lain. Proses ini
terdiri dari sebagai berikut.
1. Stopping : bunyi frikatif ditukar dengan bunyi hambat.

<pasar> : [patay]

2. Fronting : yaitu bunyi velar dan palatal dengan bunyi aveolar

< tempe > : [tepe]

<kue> : [ue]

3. Gliding : yaitu likuida ([l], [r]) ditukar dengan bunyi luncuran


(glide) [w] dan [y].
<gambar> : [gambay]

4. Vokalisasi : satu suku kata konsonan ditukar dengan satu suku kata
vokal.

<makan> : [maam]

<anggur> : [agu]

b. Proses Asimilasi, yaitu kecenderungan untuk mengasimilasikan satu


segmen kepada segmen lain dalam satu kata. Proses ini terdiri dari :
1. Penyuaraan, yakni bunyi –bunyi konsonan cenderung disuarakan
jika muncul di depan sebuah vokal, dan tidak disuarakan bila
muncul pada akhir suku kata.

<jangan> : [dangan]

2. Keharmonisan konsonan, yakni bunyi konsonan cenderung


berasimilasi satu sama lain. Pola-pola yang sering muncul adalah
konsonan apikal cenderung berasimilasi dengan konsonan velar yang
berdekatan. Contohnya adalah <duck> : [gak] . Konsonan apikal
cenderung berasimilasi dengan konsonan bilabial yang berdekatan.
Contohnya <tub> :[bab],
3. Asimilasi vokal progresif, yakni sebuah vokal yang tidak mendapat
tekanan diasimilasikan pada vokal yang mendapat tekanan suarayang
9
muncul di depan atau di belakangnya.

<hammer>: [ha : ma]

c. Proses Struktur suku kata, yaitu kecenderungan anak-anak


menyederhanakan struktur suku kata. Pada umumnya penyederhanaan
suku kata ini berlaku ke arah suku kata KV. Proses ini terdiri dari:
1. Penggunaan konsonan akhir : suku kata KVK dipendekan menjadi KV
dengan menggugurkan konsonan akhir.

<pita> : [ta]

<baju> : [ju]

2. Pengguguran satu kata yang tidak dapat mendapat tekanan suara : suku
kata yang tidak mendapat tekanan digugurkan jika satu kata
mendahului satu kata yang mendapat tekanan suara.

3. Reduplikasi : dalam kata panjang suku kata KV diulang

<hati-hati> : [ati-ati]

<lumba-lumba> : [umba-umba]

D. Pemerolehan Bahasa Dalam Tataran Morfologi

Pemerolehan morfologi pada anak adalah pemerolehan bentuk morfem pada


anak, baik morfem bebas dalam bentuk kata, maupun dalam bentuk morfemterkait.
Namun pemerolehan tersebut sering berupa morfem bebas berupa bentuk dasar.
Beberapa ahli menyatakan pendapatnya mengenai hal tersebut.

a) Bloom dan Tardif (Dardjowijojo, 2005: 259) mengatakan kelas kata kerja
diperoleh lebih awal dari pada kelas kata lainnya, dan frekuensi
penggunaannya juga lebih tinggi.
b) Dardjowijojo (2005) mengatakan pendapatnya berdasarkan penelitiannya,
bahwa selama lima tahun pemerolehan leksikon anak didominasi oleh kata
benda, diikuti kata kerja pada urutan kedua, kata sifat pada urutan ketiga,
serta kata tugas pada urutan berikutnya. Contoh kata benda adalah susu,
10
mobil, dan baju. Kata kerja seperti makan, beli, baca. Kata sifat seperti enak,
cantik, dan jelek. Kata tugas si, yang, di, dan ke.

a. Morfem, Alomorf, dan Kata Dasar

Morfem adalah satuan bahasa terkecil yang mengandung makna. Morfem ada
dua macam, yaitu morfem bebas dan morfem terikat. Morfem bebas adalah morfem
yang dapat berdiri sendiri, seperti jual, beli, duduk, dan tidur. Morfem jual, beli,
duduk, dan tidur merupakan satuan terkecil yang memiliki makna (Arifin dan
Junaiyah 2009 : 2).

Kata diperjualbelikan dapat dipotong-potong menjadi bagian-bagian terkecil


yang masih mempunyai makna masing-masing menjadi jual beli dan di-+[per-
...—kan]. Gabungan kata jual beli dapat dipecah menjadi jual dan beli yang masing-
masing memiliki arti. Jika kata jual dan beli dipotong lagi menjadi ju-al dan be-li,
potongan-potongan tersebut bukan morfem., melaikan suku kata. Kemudian,
bentuk di-, per-, dan –kan juga tergolong morfem karena merupakan satuan terkecil
yang mengandung makna, dan bentuk –bentuk itu tidak bisa dipotong menjadi lebih
kecil lagi. Proses pembentukan kata diperjualbelikan adalah sebagai berikut.

Jual beli

Jual belikan

Perjualbelikan

Berikut diberikan contoh lain dengan terangannya.

Membantu Morfem bebas : bantu

Morfem terikat : mem-

Mencari Morfem bebas : cari

Morfem terikat: men-

Contoh di atas terdapat bentuk mem- dan men- yang masing-masing


dulekatkan pada kata bantu dan cari. Baik mem- maupun men- sebenarnya

11
mempunyai fungsi dan makna yang sama, yaitu merupakan unsur yangmembentuk
verba (kata kerja) aktif (Arifin dan Junaiyah 2009 : 3).

Perbedaan wujud imbuhan meng-, mem-, men-, meny-, dan meng-


ditentukan oleh fonem pertama yang mengawali kata dasar. Jika fonem pertama
yang mengikutinya berupa fonem /b/, bentuk yang muncul adalah mem-, tetapi jika
fonem awalnya berupa fonem /c/, bentuk yang muncul adalah men-. Bentuk mem-
dan men- merupakan alomorf dari morfem yang sama, yaitu {meng-}. Jadi, alomorf
adalah anggota satuan morfem yang wujudnya berbeda, tetapi mempunyai fungsi
yang sama.

b. Afiks atau imbuhan

Bahasa indonesia memiliki empat jenis imbuhan, yaitu awalan (prefiks),


sisipan (infiks), akhiran (sufiks), dan imbuhan terbelah (konfiks). Dari keempat
imbuhan itu, tampaknya hanya infiks yang kurang produktif. Untuk itu,
perhatikanlah uraian di bawah ini. Afiks atau imbuhan di dalam bahasa indonesia
mempunyai peran yang sangat penting, sebab kehadiran imbuhan pada sebuah
dasar (kata) dapat mengubah bentuk, fungsi, kategori, dan makna dasar atau kata
yang dilekatinya itu. Misalnya kata datang (kata dasar) berbeda bentuk, fungsi,
kategori, dan maknanya dari kata kedatangan. Perbedaan itu terjadi akibat
melekatnya konfiks ke-...-an pada kata kerja datang.

Contoh :
- Bentuk datang (kata dasar)

Kedatangan (kata jadian)

- Kategori datang (verba)

Kedatangan (nomina)

- Fungsi datang (predikat)

Kedatangan (bisa subjek)

- Makna datang

Kedatangan ‗hal datang‘


12
Perhatikan perbedaan pemakaiannya berikut ini.

- Sampai hari ini ia belum juga datang.


- Kedatangannya memang sangat mengejutkan kami.

Kata dasar ‗‘datang‘‘ dan kata ‗‘kedatangannya‘‘ pada kalimat itu tentu
saja tidak dapat menghasilkan kalimat yang tidak berterima, bahkan tidak
masuk akal. Hasil pertukarannya sebagai berikut.

o Sampai hari ini ai belum juga kedatangan .


o Datang memang sangat mengejutkan kami.

Berdasarkan kenyataan itu, seharusnya para pemakai bahasa indonesia


mengetahui dengan baik bagaimana bentuk dan apa makna imbuhan yang
digunakannya ketika ia berbahasa indonesia (Arifin dan Junaiyah, 2009 : 4).

c. Prefiks atau awalan

Awalan atau prefiks adalah imbuhan yang dilekatkan di depan dasar


(mungkin kata dasar dan pula kata jadian). Di dalam bahasa indonesia terdapat
delapan awalan, yaitu ber- dan per-; meng-, dan di-; ter-, ke-, dan se-. Contohnya
adalah dilipat dan ditiru, dilihat, dan tertawa. Kedua dan keempat. Sedasa dan
setempat (Arifin dan Junaiyah, 2009 : 4).

d. Infiks atau sisipan

Sisipan adalah imbuhan yang dilekatkan di tengah dasar. Bahasa indonesia


memiliki empat buah, yaitu –el, -em, -er, dan –in seperti getar menjadi geletar dan
gemetar. Kerja menjadi kinerja. Kelut menjadi kemelut (Arifin dan Junaiyah 2009:
4).

e. Sufiks atau Akhiran

Akhiran adalah imbuhan yang dilekatkan pada akhir dasar. Bahasa


indonesia memiliki akhiran –i, -kan, -an, -man, -wan, -wati, -wi, dan –nya.

Contohnya adalah seni menjadi seniman. Warta menjadi wartawan dan wartawati.
Dunia menjadi duniawi. Turun menjadi turunnya (Arifin dan Junaiyah, 2009 : 4).

13
f. Konfiks atau imbuhan terbelah

Konfiks, lazim juga disebut imbuhan terbelah merupakan imbuhan yang


dilekatkan pada awal dan akhir dasar. Konfiks harus diletakan sekaligus pada dasar,
karena konfiks merupakan imbuhan tunggal. Contoh dari konfiks adalah konfiks
ke-..-an pada keuangan, kematian, dan keahlian. Konfiks ber-...-an pada
berhamburan, bertabrakan, dan berciuman. Konfiks peng-....-an pada pengalaman,
dan pengambilan. Konfiks per-...-an pada perjuangan, pergaulan, dan pertemuan.
Konfiks se-...-nya pada sebaik-baiknya, dan seharusnya (Arifin dan Junaiyah 2009
: 5).

g. Simulfiks atau imbuhan gabung

Simulfiks adalah dua imbuhan atau lebih yang ditambahkan pada kata dasar
tidak sekaligus tetapi bertahap. Contoh simulfiks adalah imbuhan member-kan
yang melekat pada kata memberlakukan dan memberdayakan. Afiks yang pertama
kali melekat pada kata dasar laku dan daya adalah prefiks ber- menjadi berlaku dan
berdaya, setelah itu sufiks –kan menjadi berlakuan dan berdayakan. Akhirnya baru
prefiks meng- dilekatkan pada kata tersebut menjadi memberlakukan dan
memberdayakan (Arifin dan Junaiyah, 2009 : 7).

14
BAB III
PENUTUP

A. SIMPULAN

Pemerolehan bahasa (language acquisition) adalah proses


manusia mendapatkan kemampuan untuk menangkap, menghasilkan, dan
menggunakan kata untuk pemahaman dan komunikasi. Akuisisi bahasa
pertama berlangsung regular secara bertahap, walaupun terdapat berbagai
variasi dalam waktu untuk tingkatan-tingkatan tertentu diantara bayi yang
berkembang secara normal. Pemerolehan bahasa pertama dalam tataran
fonologi pada anak yaitu dengan mulai mengeluarkan bunyi-bunyi yang mirip
dengan bunyi konsonan atau vokal. Sedangkan dalam tataran morfologi pada
anak adalah pemerolehan bentuk morfem pada anak, baik morfem bebas dalam
bentuk kata, maupun dalam bentuk morfem terkait.

B. SARAN
Penulis berharap kepada pembaca untuk mengambil sisi positif dari materi
yang disampaikan. Penulis menyadari masih terdapat banyak kesalahan di
makalah ini. Oleh karena itu, semoga apa yang penulis sampaikan dapat
bermanfaat bagi pembaca.

15
DAFTAR PUSTAKA

Rendiez (2016, 01Februari). Pemerolehan Bahasa pertama dan kedua.


Dikutip 07 maret 2020 dari Situs:
https://rendiez31.blogspot.com/2016/02/pemerolehan- bahasa-
pertama-dan-kedua.html.
Trinowismanto, Yosep. 2016. ―Pemerolehan Bahasa Pertama Anak Usia 0
S.D 3 Tahun Dalam Bahasa Sehari-Hari ‖. Skripsi. FKIP,
Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta.

16

Anda mungkin juga menyukai