Anda di halaman 1dari 9

HUBUNGAN BERBAHASA, BERFIKIR DAN BERBUDAYA

(Eric Lenneberg, dan Bruner dan Implikasinya dalam Bidang


Pembelajaran Bahasa Arab)
Disusun untuk Memenuhi Salahsatu Tugas Mata Kuliah
Ilmu Al-Lughah Al-Nafsi

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. H. D. Hidayat, M.A

Disusun Oleh:

Ahmad Busyairi (2210090007)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2022
PENDAHULUAN
Bahasa dan berpikir merupakan dua hal yang saling berkaitan dan
merupakan aspek penting dalam kehidupan. Bahasa digunakan sebagai alat
pengungkapan pikiran. Sedangkan berpikir merupakan suatu proses untuk
memunculkan bahasa. Dalam berbahasa, seseorang melakukan proses berpikir agar
terbentuknya bahasa. Sebaliknya, dalam berpikir dibutuhkan bahasa sebagai media
dalam pengungkapan apa yang sedang dipikirkan.
Bahasa merupakan hasil budaya. Budaya merupakan hasil dari berpikir.
Bahasa suatu masyarakat tertentu mencerminkan budaya atau pola perilaku
masyarakat tersebut. Oleh karenanya, dapat dikatakan bahwa keberagaman bahasa
sama dengan keberagaman budaya. Bahasa memiliki suatu sistem yang universal,
namun pada tingkat luar atau struktur luar bahasa memiliki keberagaman. Dengan
kata lain, keberagaman bahasa tersebut mencerminkan budaya atau pola perilaku
masyarakat pengguna bahasa. Pernyataan tersebut membelenggu tentang
kemunculan pertama apakah bahasa, pikiran, atau budaya.
Bahasa, pikiran, dan budaya saling berkaitan. Hal ini sesuai dengan
pendapat Chaer bahwa berbahasa, berpikir, dan berbudaya merupakan hal yang
saling berkaitan dalam kehidupan manusia1. Dengan demikian, tidak dapat
diprediksi apakah bahasa yang merupakan hasil budaya atau sebaliknya bahasa
yang membentuk budaya suatu masyarakat.
Melihat hal tersebut, maka pada makalah kali ini akan dibahas mengenai
berbahasa, berfikir dan berbudaya menurut teori-teori yang dikemukakan oleh Eric
Lenneberg dan Bruner dan implikasinya terhadap pembelajaran bidang bahasa
(Arab).

1
Chaer, A. (2019). Psikolinguistik: Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta. Hlm 51
1
PEMBAHASAN
A. Pengertian Berbahasa, Berpikir dan Berbudaya
Sejak zaman dahulu, bahkan mungkin semenjak zaman manusia diciptakan,
bahasa merupakan salah satu aspek yang tidak dapat dipi usahkan dari seluruh
kehidupan umat manusia.2 Oleh karena itulah, bahasa sampai saat ini
merupakan salah satu persoalan yang sering dimunculkan dan dicari
jawabannya. Mulai dari pertanyaan “apa itu bahasa?” sampai dengan “darimana
asal bahasa itu”.
Menurut Abdul Chair, Bahasa dalam arti berkomunikasi, dimulai dengan
membuat encode semantic dan encode gramatikal di dalam otak pembicara,
dilanjutkan dengan membuat encode fonologi. Kemudian dilanjutkan dengan
penyusunan decode fonologi, decode gramatikal, dan decode semantic padak
pihak pendengar yang terjadi di dalam otaknya.3
Bahasa adalah medium tanpa batas yang membawa segala sesuatu mampu
termuat dalam lapangan pemahaman manusia. Oleh karena itu memahami
bahasa akan memungkinkan peneliti untuk memahami bentuk-bentuk
pemahaman manusia. Bahasa adalah media manusia berpikir secara abstrak
yang memungkinkan objek-objek faktual ditransformasikan menjadi simbol-
simbol abstrak.
Terkait dengan hal di atas, dapat dikatakan sebenarnya manusia dapat
berpikir tanpa menggunakan bahasa, tetapi bahasa mempermudah kemampuan
belajar dan mengingat, memecakan persoalan dan menarik kesimpulan. Bahasa
memungkinkan individu menyandi peristiwa dan objek dalam bentuk kata-kata.
Dengan bahasa individu mampu mengabstraksikan pengalamannya dan
mengkomunikasikannya pada orang lain karena bahasa merupakan sistem
lambang yang tidak terbatas yang mampu mengungkapkan segala pemikiran

2
Asep Ahmad Hidayat. Filsafat Bahasa. Mengungkap Hakekat Bahasa, Makna dan Tanda. PT.
Remaja ROsdakarya. Bandung. 2006. hlm. 21
3
Abdul Chair. Psikolinguistik. Kajian Teoritik. PT. Rineka CIpta. Jakarta. 2019. Hlm.. 51
2
Dalam kehidupan sehari–hari kita perlu adanya sebuah komunikasi, yang
mana komunikasi tersebut bisa lewat dengan bahasa yang menjadi perantara
komunikasi antar individu–individu. Tanpa bahasa oarang tidak akan paham
maksud yang ingin disampaikan individu yang lain. Disisi lain bahasa juga
merupakan pemecah dari akar permasalahan.
Sebagaimana telah kita ketahui tentang faktor yang juga sangat penting
dalam penguasaan bahasa adalah faktor neurologis yakni kaitan antara otak
manusia dengan bahasa. Dalam hal ini kita akan membahas bagaimana struktur
dan organisasi otak manusia terhadap masalah pemerolehan, pemahaman dan
pemakaian bahasa. Proses berbahasa dimulai dari enkode semantik, enkode
gramatikal, enkode fonologi, dekode gramatika, dan diakhiri dengan dekode
semantik.
Proses berbahasa lebih bersifat dua arah, bersifat bolak-balik antara penutur
dan pendengar, maka seorang penutur bisa menjadi pendengar dan seorang
pendengar bisa menjadi penutur. Proses ini bisa berlangsung dalam waktu yang
singkat dan cepat,proses ini juga dikendalikan oleh otak yang merupakan alat
pengatur dan pengendali gerak semua aktifitas manusia.4
Pikiran adalah proses pengolahan stimulus yang berlangsung dalam domain
representasi utama.5 Dalam proses tersebut dapat dikategorikan sebagai proses
perhitungan. Pesan-pesan tidak mengalir langsung dari panca indra ke sel
motrik, tetapi lebih dahulu masuk ke dalam unit pemrosesan khusus dan di
dalam unit tersebut pesan-pesan tersebut bersaing dengan pesan-pesan lain.
Maka, pesan yang lebih kuat selanjutnya mengktifasi sel-sel motorik untuk
melakukan fungsinya.
B. Teori-Teori Para Ahli tentang Hubungan Berbahasa, Berfikir dan
Berbudaya
1. Teori Eric Lenneberg

4
Abdul Chaer. Hlm. 115
5
Arifuddin. 2010. Neuro Psikolingusitik. PT. Rajawali Press. Jakarta. hlm. 242
3
Berkenaan dengan masalah hubungan bahasa dan berfikir, Eric mengajukan
Teori Kemampuan Bahasa Khusus (Lenneberg, 1964). Menurut Lenneberg
banyak bukti yang menunjukkan bahwa manusia menerima warisan biologi asli
berupa kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang khusus
untuk manusia, dan yang tidak ada hubungannya dengan kecerdasan dan
pemikiran. Kanak-kanak menurutnya telah mempunyai biologi untuk berbahasa
pada waktu mereka masih berada pada tingkat kemampuan berpikir yang
rendah, kemampuan bercakap, dan memahami kalimat yang mempunyai
korelasi rendah dengan IQ manusia. Penelitian yang dilakukan oleh Lenneberg
telah menunjukkan bahwa bahasa-bahasa berkembang dengan cara yang sama
pada kanak-kanak yang cacat mental dan kanak-kanak yang normal.
Umpamanya kanak-kanak yang mempunyai IQ hanya 50 ketika berusia 12
tahun dan lebih kurah 30 ketika berumur 20 tahun juga mampu menguasai
bahasa dengan cukup baik, kecuali sesekali terjadi kesalahucapan dan kesalahan
tata bahasa. Menurutnya, adanya cacat kecerdasan yang parah tidak berarti akan
terjadi pula kerusakan bahasa. Sebaliknya adanya kerusakan bahasa tidak
berarti akan menimbulkan kemampuan kognitif yang rendah.
Bukti bahwa manusia telah dipersiapkan secara biologis untuk berbahasa
menurut Lenneberg adalah sebagai berikut:
a. Kemampuan berbahasa sangat erat hubungannya dengan bagian-bagian
anatomi dan fonologi manusia, seperti bagian-bagian otak tertentu yang
mendasari bahasa.
b. Jadwal perkembangan bahasa yang sama berlaku bagi semua anak-anak
normal. Semua anak-anak bisa dikatakan mengikuti strategi dan waktu
pemerolehan bahasa yang sama, yaitu lebih dulu menguasai prinsip-prinsip
pembagian dan pola persepsi.
c. Perkembangan bahasa tidak dapat dihambat meskipun poda anak-anak yang
mempunyai cacat tertentu seperti buta, tuli, atau memiliki orang tua tuli
sejak lahir. Namun, bahasa anak-anak ini tetap berkembang dengan hanya
sedikit kelambatan.
4
d. Bahasa tidak dapat diajarkan pada makhluk lain. Hingga saat ini belum
pernah ada makhluk lain yang mampu menguasai bahasa, sekalipun telah di
ajar dengan cara-cara yang luar biasa.
e. Setiap bahasa, tanpa kecuali, didasarkan pada prinsip-prinsip semantik,
sintaksis, dan fonologi yang universal.
Jadi, terdapat semacam pencabangan dalam teori Leenneberg ini. Dia
seolah-olah bermaksud membedakan perkembangan bahasa dari segi
ontogenetis (pemerolehan bahasa oleh individu) dan dari segi filogenetis
(kelahiran bahasa suatu masyarakat). Dalam hal ini pemerolehan bahasa secara
ontogenetis tidak ada hubungannya dengan kognisi; sedangkan secara
filogenetis kelahiran bahasa suatu masyarakat sebagiannya ditentukan oleh
kemampuan bahasa nurani, dan sebagian lagi oleh kemampuan kognitif nurani,
bukan bahasa yang lebih luas.
Lenneberg dalam Teori Kemampuan Bahasa Khusus telah menyimpulkan
banyak bukti yang menyatakan bahwa upaya manusia untuk berbahasa didasari
oleh biologi yang khusus untuk manusia dan bersumber pada genetik tersendiri
secara asal. Namun, dalam bukunya yang ditulis kemudian (1967), beliau mulai
cenderung beranggapan bahwa bahasa dihasilkan oleh upaya kognitif, bukan
linguistik yang lebih luas, sehingga menyerupai pandangan Piaget.
2. Teori Bruner
Bruner mengemukakan Teori Instrumentalisme tentang hubungan bahasa
dan pikiran6. menurut Bruner bahasa dan pikiran merupakan alat untuk
berlakunya aksi. Bahasa berperan dalam membantu pikiran agar lebih
sistematis. Pada prosesnya, mula-mula pikiran dan bahasa muncul bersama-
sama untuk mengatur aksi. Selanjutnya keduanya saling bekerjasama. Pikiran
memakai elemen-elemen hubungan untuk membimbing aksi yang sebenarnya,
sedangkan bahasa menyediakan representasi prosedur untuk melaksanakan
aksi.

6
Chaer, A. (2019). Psikolinguistik: Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta.
5
Teori instrumentalisme dapat dilihat pada saat berkomunikasi. Seorang
petutur terlebih dahulu berpikir untuk melaksanakan aksi (merencanakan
tuturan). Di sisi lain, bahasa menyediakan representasi prosedur (tuturan yang
akan diujarkan). Selanjutnya hasil perencanaan tersebut direalisasikan dalam
bentuk tuturan untuk menyampaikan suatu maksud tuturan tersebut. Dengan
demikian, sebelum adanya suatu aksi, bahasa telah lebih dahulu menjadi alat
sebelum aksi tersebut dilaksanakan.
Selain itu, hubungan bahasa dan pikiran dapat pula dilihat pada kecakapan
analisis. Misalnya saat petutur menafsirkan tuturan dari seorang penutur. Ia
akan melakukan proses berpikir dengan melibatkan bahasa untuk memahami
maksud si penutur. Hasil analisis itulah yang merupakan hasil dari proses
berpikir dan berbahasa. Kecakapaan seseorang dalam menganalisis sangat
bergantung pada kecakapannya dalam berkomunikasi.
C. Implikasi Teori –Teori Hubungan Berbahasa, Berfikir dan Berbudaya
pada Pembelajaran Bidang Bahasa (Arab)
1. Teori Nativisme
Istilah nativisme dihasilkan dari pernyataan mendasar bahwa pembelajaran
bahasa ditentukan oleh bakat. Bahwa setiap manusia dilahirkan sudah memiliki
bakat untuk memperoleh dan belajar bahasa. Teori tentang bakat bahasa itu
memperoleh dukungan dari berbagai sisi. Eric Lenneberg (1967) membuat
proposisi bahwa bahasa itu merupakan perilaku khusus manusia dan bahwa cara
pemahaman tertentu, pengkategorian kemampuan, dan mekanisme bahasa yang
lain yang berhubungan ditentukan secara biologis.
Berdasarkan teori kebahasaan, prinsip-prinsip mengenai pembelajaran
bahasa – dalam hal ini pembelajaran bahasa Arab berdasarkan teori Eric
Lenneberg sebagai berikut:
Pembelajar tidak mesti diberikan latihan (drill) secara intensif, tetapi hanya
dibimbing saja oleh gurunya.
1) Karena kemampuan berbahasa adalah sebuah proses kreatif, maka
pembelajar harus diberi kesempatan yang luas untuk mengkreasi ujaran-
6
ujaran dalam situasi komunikatif yang sebenarnya, bukan sekedar
menirukan dan menghafalkan.
2) Guru memberikan kaidah bahasa dan selanjutnya dikembangkan oleh
pembelajar.
3) Pemilihan materi pelajaran tidak ditekankan pada hasil analisis kontrastif,
melainkan pada kebutuhan komunikasi dan penguasaan fungsi-fungsi
bahasa.
4) Kaidah nahwu dapat diberikan sepanjang hal itu diperlukan oleh pembelajar
sebagai landasan untuk dapat mengkreasi ujaran-ujaran sesuai dengan
kebutuhan komunikasi.
5) Guru harus meyakinkan bahwa siswa mampu menginternalkan
(internalized) kaidah-kaidah yang memungkinkan siswa mampu
menghasilkan kalimat.
6) Siswa harus diterjunkan dalam situasi komunikasi nyata seperti yang terjadi
pada penutur asli.
2. Teori Instrumentalisme (Bruner)
Menurut Bruner mengajarkan bahasa tidak bisa selamanya berupa teks saja.
Ia menyampaikan bahwa mengajarkan bahasa jauh lebih efektif apabila
dilakukan dengan perilaku atau aksi (learning by doing)7. Kita tentu dapat
melihat bagaimana seorang bayi mampu menerima pelajaran bahasa dari ibunya
sejak kecil. Mulai dari bahasa dia menangis sampai besar saat dia begitu fasih
dalam melafalkan bahasa komunikasinya sehari-hari. Semua itu bukan karena
seorang ibu mengajarkan teori-teori dalam berbahasa dengan segala struktur
gramatikanya yang kaku dan cenderung rumit. Melainkan karena seorang ibu
mengajarkan bahasa-bahasa tersebut kepada anaknya sambil mempraktikan
maksud dari bahasa tersebut. Minimal sang ibu mempraktikkan atau
mengilustrasikan maksud dari bahasa tersebut.

7
Solihin, A. (2010). Teori Chomsky dan Pembelajaran Bahasa Arab. Bandung: UIN SGD.
7
Setelah diawal anak diajari bahasa dengan praktek secara langsung mereka
memasuki fase dimana pembelajaran bahasa tersebut mendapat
pengembangannya yang eksplisit yaitu model contextual teaching and learning
dengan tidak hanya bergantung pada satu konteks yang kaku.

KESIMPULAN
Bahasa, pikiran, dan budaya memiliki hubungan yang sangat erat.
Ketiganya dapat diibaratkan sebagai sebuah rantai yang saling berkaitan satu sama
lain. Dengan demikian tidak dapat diprediksi mana yang lebih dahulu antara bahasa,
pikiran, dan budaya. Mengenai hal tersebut, para ahli memiliki pandangan yang
berbeda. Lenneberg menjelaskan bahwa pemerolehan bahasa oleh individu didasari
oleh faktor biologi (ontogenetis), sedangkan kelahiran bahasa masyarakat didasari
oleh kognisi (filogenetis). Selanjutnya Bruner dengan teori instrumentalisme
menyatakan bahwa bahasa dan pikiran merupakan alat untuk berlakunya aksi.

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Chaer. (2019). Psikolinguistik: Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta.
Arifuddin. 2010. Neuro Psikolingusitik. PT. Rajawali Press. Jakarta.
Asep Ahmad Hidayat. (2006). Filsafat Bahasa. Mengungkap Hakekat Bahasa,
Makna dan Tanda. PT. Remaja ROsdakarya. Bandung.
Solihin, A. (2010). Teori Chomsky dan Pembelajaran Bahasa Arab. Bandung: UIN
SGD.

Anda mungkin juga menyukai