Anda di halaman 1dari 14

UTS Digitalisasi Perangkat Pembelajaran

Nama Anggota :
1. Rahma Nurfitri (J1D021025) Kelas A
2. Atik Rahayu (J1D021042) Kelas B

Kerangka Aplikasi Pembelajaran

Tekan ‘Mulai’ untuk menuju


halaman selanjutnya.

Halaman utama pada aplikasi pembelajaran materi


Teks Cerita Pendek.
Daftar Menu

Jika tekan ‘Suka’ maka akan


tampil beberapa contoh
buku kumpulan cerpen.
Jika tekan ‘Tidak’ maka
akan tampil motivasi untuk
gemar membaca buku
beserta contoh buku
kumpulan cerpen.

Video Belajar Kilat


(materi dibahas dengan Halaman menu utama berisi daftar menu yang dapat
animasi sehingga lebih diakses melalui aplikasi ini, yakni:
menarik dan interaktif) 1. Alur tujuan pembelajaran
2. Administrasi pembelajaran
3. Materi (sumber belajar)
4. Penilaian
Selain itu, pada halaman menu ini menyajikan akses
untuk menonton video belajar kilat mengenai materi
Teks Cerpen dan akses menuju Google Form untuk
mengerjakan kuis berupa pilihan ganda (10 soal).
MENU UTAMA
Transkip Video Belajar Kilat
Sobat Ebi : “Eh cerpen itu enggak panjang, ya? Berarti setiap tulisan yang teksnya enggak
panjang itu cerpen juga enggak, sih? Atau beda?”
Ebi : “Nah, kamu coba nonton ini deh biar lebih paham tentang cerpen!”
Sekarang, kita akan mengenal teks cerita pendek dulu, ya. Tiga hal yang akan dibahas yaitu
pengertian, ciri-ciri, dan unsur pembangun teks cerita pendek.
Pertama kita bahas pengertiannya, ya. Pernah enggak, kalian membaca cerpen?
Biasanya cerpen hanya berfokus pada tokoh utamanya saja, bukan? Jadi, teks cerita pendek
adalah tulisan yang berbentuk imajinasi pengarang yang berfokus pada kisah tokoh utama dan
peristiwa tertentu. Kalau begitu, Ebi tunjukin contoh buku-buku kumpulan cerpen, nih.
Kali ini Ebi akan fokus membahas unsur-unsur pembangun cerpen. Ebi mau
menjelaskan unsur pembangun cerpen dari dalam dulu. Ada tujuh instrinsik cerpen, di
antaranya tema, tokoh dan penokohan, latar, alur, sudut pandang, amanat, serta gaya bahasa.
Kita bahas satu per satu, ya.
Pertama, tema adalah gagasan pokok yang mendasari cerita dalam sebuah teks cerpen.
Jadi, sebelum menulis cerpen pengarang harus menentukan tema terlebih dahulu. Tema ini
dapat disimpulkan ketika pembaca sudah membaca cerpen secara keseluruhan dan menarik inti
dari cerita. Coba baca kutipan cerpen berikut.

Ada kalanya aku heran, Ayah tak pernah mengeluh di depan anak-anaknya. Aku merasa
bingung harus bagaimana. Rasanya aku tak dapat membantu Ayah yang telah bekerja
keras membanting tulang untuk membahagiakan kami. Bahkan, seberapa banyak hal
yang dia korbankan tak sebanding dengan apapun yang kami berikan. Ayah tetap
bekerja di usianya yang tak lagi muda demi menghidupi kami yang masih mencari
kerja.

Dari kutipan tersebut bisa disimpulkan temanya mengenai kasih sayang seorang ayah.
Kedua, tokoh dan penokohan. Tokoh itu pelaku yang ada di dalam cerita, sedangkan
penokohan ialah pemberian sifat kepada setiap tokoh di dalam cerita yang dilakukan oleh
pengarang. Dalam cerpen, tokoh dibagi menjadi empat, yakni tokoh protagonis yang
merupakan tokoh utama; antagonis, penentang tokoh utama; tritagonist, tokoh penengah; dan
figuran, pemeran pelengkap dalam cerita. Nah, yang banyak banget keliru ialah biasanya
protagonis diartikan sebagai tokoh yang baik, dan antagonis adalah tokoh yang jahat.
Berdasarkan penjelasan Ebi sebelumnya berarti bukan ini yang benar, ya. Sobat baca kutipan
cerpen ini.

“Kita sudah sampai, Tuan,” ucap Pak Tono, supir kepercayaan keluargaku. Tidak lama
setelah itu, aku bertemu dengan Intan. Kupikir dia adalah sekretaris dari Reyhan
Danendra, klienku. Dia sangat sopan dan ramah.
“Hallo, Pak Kenan. Senang bertemu dengan Anda. Pak Reyhan sudah menunggu di
dalam.” Suara Intan terdengar lembut selaras dengan senyumannya yang manis.
“Terima kasih.” Aku menyunggingkan senyum kepadanya. Kami kemudian memasuki
ruangan yang telah direservasi sebelumnya.

Terdapat beberapa tokoh dalam kutipan cerpen berikut. Tokoh “aku” dalam cerita, yaitu
Pak Kenan menjadi tokoh protagonis. Sedangkan, Pak Tono dan Intan ialah tokoh figuran yang
menjadi tokoh pelengkap dalam cerita.
Kita lanjut, unsur pembangun yang ketiga ialah latar. Latar berhubungan dengan tempat,
waktu, dan suasana yang ada di dalam cerita pendek. Latar tempat merujuk pada lokasi atau
tempat terjadinya cerita. Latar waktu berkaitan dengan waktu terjadinya peristiwa dalam cerita.
Kemudian, latar suasana itu merujuk pada kondisi lingkungan tempat tinggal tokoh maupun
kondisi batin tokohnya. Perhatikan kutipan ini.

Aku suka kafe ini. Kafe yang estetik dan terletak di pusat kota ini buka selama dua
puluh empat jam. Sangat mengagumkan dan dibutuhkan oleh orang-orang yang tidak
mengenal waktu sepertiku. Dimas yang pertama membawaku ke sini beberapa tahun
lalu. Setelah itu aku merasa cocok hingga mengenal beberapa barista di sini.
Aku tidak banyak berpikir rumit jika berada di sini. Apa pun yang terjadi ke depannya,
aku sudah siap. Lagi pula malam ini aku sudah terlalu lelah. Rasanya damai
membayangkan tubuh ini nantinya merebahkan diri di tempat tidur.

Latar tempatnya di kafe. Latar waktunya di malam hari dan suasananya menyenangkan
karena suka dengan kafe tersebut.
Lanjut, unsur ke empat, alur. Alur ialah rangkaian peristiwa dalam cerpen. Alur ada
beberapa jenis, nih. Pertama, pada alur maju, rangkaian cerita disajikan secara kronologis atau
sesuai urutan waktu. Umumnya alur ini yang digunakan pada cerpen. Kemudian, yang kedua
ialah alur mundur. Penggambaran cerita terlebih dahulu menyajikan peristiwa akhir kemudian
berjalan mundur hingga ke awal cerita, bisa dibilang flashback, ya. Kemudian, yang terakhir,
alur campuran. Penggambaran rangkaian cerita tidak secara kronologis, jadi disajikan
melompat-lompat antara peristiwa masa lalu dan masa kini. Alur mundur dan campuran
umumnya dipakai dalam cerita yang panjang, seperti novel atau disajikan dalam bentuk film.
Oke sekarang kita lanjut, unsur pembangun berikutnya yaitu sudut pandang. Sudut
pandang ialah cara pengarang menempatkan dirinya dalam cerita. Sudut pandang dibagi
menjadi dua, sudut pandang orang pertama dan orang ketiga. Keduanya sering dipakai dalam
cerita, lho. Dalam sudut pandang orang pertama, pengarang menggunakan kata ganti “aku”
saat bercerita dan memosisikan dirinya sebagai tokoh utama dalam cerita yang seolah-olah
cerita di dalamnya berkisah tentang diri sendiri atau si pengarang. Contohnya bisa Sobat Ebi
lihat dalam kutipan ini.

Aku seorang idola yang berparas cantik. Hanya satu kali lirik, banyak lelaki yang
tergoda dan bertekuk lutut untukku. Tanpa perlu bersusah payah, aku mendapatkan
semua yang aku inginkan. Itu semua terjadi tidak seperti sulap. Omong kosong, aku
merintis karierku dari nol.

Kalau sudut pandang orang ketiga, pengarang menggunakan kata ganti “dia” saat
bercerita dan memosisikan dirinya sebagai seseorang yang berada di luar cerita. Oleh karena
itu pengarang bercerita tentang tokoh utama yang bukan dirinya. Cerpen yang memakai sudut
pandang ini akan menampilkan nama-nama tokoh dengan kata ganti yang beragam. Untuk
contoh, Sobat Ebi lihat kutipan berikut.

Lina membuka lipatan kertas usang itu. Isinya surat penuh kasih yang terkubur lama di
kotak tua. Senyum kecil terukir dari bibirnya dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
Hampir semua tulisan itu membuatnya terharu dan merindukan kasih sayang yang tak
tergantikan. Lina menemukan beberapa hal yang membuatnya bernostalgia akan
kehidupan masa kecilnya.

Sudut pandang orang ketiga ditandai dengan penggunaan nama orang, yaitu ia, nya.
Unsur pembangun keenam, amanat. Yaitu pesan yang ingin disampaikan kepada
pembaca. Dalam cerpen umumnya disajikan secara tersirat. Coba, deh, Sobat Ebi perhatikan
kutipan berikut.

Mengapa aku selalu memberi debagian kecil yang aku miliki kepada mereka yang
membutuhkan? Sederhana saja, sebagai pengingat pribadi. Kalau-kalau suatu saat aku
kekurangan, aku dapat selalu bersyukur dan meyakini ada orang yang akan terus berbagi
dan membantu di saat merasa kesulitan.

Bisa dilihat amanat dari kutipan tersebut ialah jangan lupa beryukur dan berbagi kepada
orang yang lebih membutuhkan.
Terakhir, gaya Bahasa. Jadi gaya bahasa ialah gaya pengarang dalam menyampaikan
cerita. Umumya gaya bahasa yang dipakai dalam cerpen, yaitu majas. Ada beberapa majas
yang sering muncul, nih, Sobat!
• Majas Metafora ialah majas yang membandingkan dua hal karena adanya persamaan sifat.
Contoh kalimatnya: Dia adalah sampah masyarakat.
• Majas Hiperbola adalah majas yang menyatakan hal dengan berlebih-lebihan, seperti pada
kalimat: Suaranya membahana membelah angkasa.
• Majas Personifikasi ialah majas yang meletakkan sifat-sifat insani pada barang atau benda
yang tidak bernyawa. Contoh kalimatnya: Hanya tersisa tubuh yang dipeluk malam.
Sekarang Ebi mau menjelaskan tentang unsur pembangun dari luar cerpen atau yang
biasa disebut unsur ekstrinsik. Nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat tetapi dihadirkan
dalam cerpen, nih.
Pertama nilai agama, nilai yang berkaitan dengan ajaran agama sehingga bisa dijadikan
pelajaran dalam kehidupan nyata. Contohnya seperti ini.

Syifa rajin mengikuti kajian setiap hari libur bersama teman-temannya. Setiap kali
memiliki masalah, ia selalu bercerita dengan Tuhan-Nya dalam sujud di sepertiga
malamnya. Syifa yakin bahwa Tuhan mendengarkan doanya dan selalu memberikan
solusi terbaik dari setiap masalah yang dialaminya.

Dalam kutipan tersebut terkandung nilai agama yang mengajarkan kita untuk selalu
sabar dan yakin pada Tuhan yang akan membantu kita dalam setiap masalah.
Kedua, nilai sosial. Nilai ini adalah sesuatu yang dapat dipetik dari interaksi tokoh-tokoh yang
ada di dalam cerpen. Misalnya, interaksi dengan tokoh lain, lingkungan, dan masyarakat
sekitar. Agar lebih jelas, coba perhatikan kutipan ini.

Dina menjadi anak yang cukup terkenal karena sikapnya yang ramah dan
menyenangkan. Banyak warga di sekitar tempat tinggalnya yang merasa senang ketika
berbincang dengan Dina. Contohnya Bu Siti yang tiap pagi selalu bercengkerama manis
dengan Dina sambil berbelanja di tukang sayur keliling. Tidak hanya itu, menurut Bu
Rini, Dina anaknya sopan dan sangat ramah karena sering menyapa warga sekitar ketika
bertemu.

Interaksi yang terjadi antara Dina dengan Bu Siti maupun Bu Rini, Dina
menggambarkan adanya nilai sosial, yakni bersikap ramah dan menyapa satu sama lain.
Nilai ketiga, yaitu nilai moral. Nilai yang berkaitan dengan akhlak atau etika yang
berlaku di dalam masyarakat. Dalam cerpen, nilai ini bisa jadi nilai yang baik maupun buruk.
Coba Sobat Ebi lihat contohnya.

Kesabaranku sudah habis menghadapi kelakuannya. Anak laki-laki yang bersikap
semaunya sendiri dan tidak mendengarkan nasihat dari siapa pun membuatku sangat
kesal. Gino mulai berulah, membanting meja, memukul temannya, bahkan mengambil
barang-barang milik temannya. Setiap hari ada saja yang mengadu padaku mengenai
kelakuannya. Tetapi herannya, dia tidak pernah jengah ataupun menyesal setelah
berkali-kali memasuki ruangan BK.

Gimana nih, menurut Sobat Ebi terhadap sikap Gino? Sikap egois dan kasar yang
digambarkan tokoh Gino ini termasuk akhlak atau etika yang buruk, ya. Jadi, jangan sampai
kamu contoh.
Terakhir, nilai budaya. Berkenaan dengan kebiasaan, tradisi, dan adat istiadat yang berlaku.
Seperti yang terdapat dalam kutipan ini.

Semua orang kenal dengan anak dalang itu. Namanya Arjuna, berparas tampan seperti
penggambaran lakon Mahabarata. Dia tinggal di rumah yang selaras dengan kebudayaan
Jawa dan dipenuhi gambar wayang.

Dalam kutipan berikut, nilai budayanya ialah budaya Jawa.
Nah, itulah unsur-unsur pembangun dalam cerita pendek, Sobat Ebi. Yuk mulai membaca
cerita pendek!
Kuis

*//
ALUR TUJUAN PEMBELAJARAN

Ikon bergambar rumah ini akan


memastikan pengguna kembali
ke halaman menu utama.

Pilih ‘Alur Tujuan Pembelajaran’ pada


bar daftar menu, maka akan muncul kode
QR yang dapat dipindai sehingga
menampilkan Alur Tujuan Pembelajaran
dalam bentuk dokumen.
Untuk akses cepat dapat dilakukan
dengan menekan masing-masing
komponen yang terdapat pada alur tujuan
pembelajaran.
ADMINISTRASI PEMBELAJARAN

Pilih ‘Administrasi Pembelajaran’ pada bar daftar


menu, maka akan muncul kolom kehadiran yang
berisi pranala untuk melakukan presensi pada google
form yang telah diatur sebagai berikut.
Selain itu, terdapat kode QR yang apabila dipindai
akan menampilkan jurnal pembelajaran.
MATERI

Pilih ‘Materi’ pada bar daftar


menu, maka akan muncul tiga
subbab mengenai Cerita Pendek,
yaitu teks cerita pendek; unsur
instrinsik; dan unsur ekstrinsik.
Ketiganya dapat diakses dengan
cara klik masing-masing judul
subbab berikut.

1. Teks Cerita Pendek


Pada subbab menu ini, terdapat definisi cerpen dan ciri-ciri cerpen.

Tekan ikon gambar tanda panah ke


kanan untuk menuju halaman
berikutnya.
Sedangkan, ikon gambar tanda
panah ke kiri untuk menuju halaman
sebelumnya.

Ikon bergambar tangan menunjuk buku ini


akan memastikan pengguna kembali ke
halaman menu ‘Materi’.

2. Unsur Instrinsik pada Cerita Pendek


Pada subbab menu ini, terdapat penjelasan mengenai delapan unsur instrinsik cerita
pendek beserta contohnya.

Tekan ikon gambar tanda panah ke


kanan untuk menuju halaman
berikutnya.

Ikon bergambar tangan menunjuk buku


ini akan memastikan pengguna kembali
ke halaman menu ‘Materi’.
3. Unsur Ekstrinsik pada Cerita Pendek
Pada subbab menu ini, terdapat penjelasan mengenai empat unsur instrinsik cerita
pendek.

Ikon bergambar tangan menunjuk


buku ini akan memastikan pengguna
kembali ke halaman menu ‘Materi’.
PENILAIAN

Ikon bergambar tangan


menunjuk buku ini akan
memastikan pengguna
kembali ke halaman menu
‘Penilaian’.

1. Kunci Jawaban dan Pembahasan Kuis


Pada subbab menu ini, terdapat pembahasan soal dan jawaban benar dari kuis yang
telah ditampilkan pada halaman utama.

2. Lembar Kerja Peserta Didik


(Tugas kelompok)
Pada subbab menu ini, terdapat instruksi penugasan berkelompok berdasarkan teks
cerpen yang sudah diunduh pada halaman menu ‘Penilaian’.
Cerita Pendek
Berdamai dengan Takdir

Halaman rumah dengan bangku rakit bambu panjang dan satu meja bundar menghiasi.
Sebuah tempat yang menyimpan berjuta kenangan sangat kurindukan dan kini hanya dapat
kugenggam dalam ingatan. Dahulu setiap sore, aku dan ayah selalu bercengkerama di sana,
bersenda gurau sembari menikmati gorengan. Sangat hangat dalam balutan langit senja yang
menawan. Namun, kini tak dapat kurasakan lagi dalam tiga tahun terakhir karena tersisa aku
sendiri di sini.
Tiba-tiba ponselku berdering menampilkan nama sahabatku di layar dengan gambar
bersama orang-orang yang kukenang.
“Assalamualaikum, Risa. Ada apa?” ucapku menjawab panggilannya.
“Yo-na. Hiks… hiks…” jawabnya sambal terisak.
“Tenang dulu, Ris. Tarik napasmu dan bicaralah pelan-pelan,” ujarku menenangkan.
Tangisan Risa semakin terdengar dan aku pun sebenarnya khawatir akan keadaannya.
“Ayahku, Na. Sa-kitnya udah parah dan eng-gak bisa diselamatkan la-gi, Na,” ucap
Risa terbata-bata.
Seketika aku membeku, bibirku kelu seakan dunia terhenti sesaat. Jujur aku sangat
terkejut mendengar kabar duka ini. Baru kemarin aku menjenguk Om Fadli di rumah sakit,
dia masih sempat bergurau hingga mengundang gelak tawa kami. Sekelebat pikiranku
menerawang jauh pada kejadian tiga tahun lalu. Rasa menyesal masih terasa hingga kini
karena aku tak bisa melakukan apapun. Pembunuhan di rumah besar ini hanya meninggalkan
luka dan membuat duniaku hancur berkeping-keping. Peristiwa itu merenggut seluruh nyawa
keluargaku dan hanya aku satu-satunya yang selamat.
Duar!
Suara tembakan yang melekat dalam ingatanku meninggalkan rasa trauma mendalam
yang menghantuiku setiap malam. Seberapa pun usaha yang kulakukan, bayangan malam
nahas itu membuat diriku selalu menyalahkan takdir yang aku rasa tidaklah adil.
“Na, aku enggak siap kehilangan Ayah,” ujar Risa membuyarkan lamunanku.
Terdengar isak tangis banyak orang di sana, air mataku pun berlinang mengingat sosok Om
Fadli yang sangat baik seperti ayahku sendiri.
“Aku paham, Ris. Kehilangan memang bukanlah hal yang kita inginkan, tetapi tak
ada yang bisa kita perbuat jika sudah menjadi kehendak-Nya. Ayahmu enggak sakit lagi
sekarang, dia sudah bahagia di surga-Nya. Aku turut berdukacita dan kamu harus tetap
semangat. Ayahmu pasti enggak mau kamu sedih terus, aku tahu kamu kuat,” jawabku
menyemangatinya.
Tiga tahun lalu Risa selalu setia menghiburku dalam kesedihan. Sekarang aku juga
ingin mengupayakan hal yang sama. Risa berharap aku bisa menemaninya sampai prosesi
pemakaman ayahnya selesai. Namun, tempat itu seperti membuka luka lama dan sangat
kuhindari selama tiga tahun ini. Setelah kepergian keluargaku, aku belum pernah berziarah ke
makam karena berat bagiku melihat batu nisan bertuliskan nama mereka.
“Na, mau kan?” ujarnya lagi karena aku masih diam mempertimbangkan semuanya.
“Eh… iya, aku pasti datang,” jawabku ragu-ragu.
“Makasih banyak, Na. Nanti siang pukul 11 prosesinya akan dimulai, aku tutup
dulu,ya,” balasnya sedikit tenang sembari menutup panggilan.
Aku memutuskan untuk mandi dan bersiap ke rumah Risa. Dengan pakaian dan hijab
berwarna hitam, aku melangkah ragu memasuki mobil sembari melambaikan tangan pada
nenekku yang berdiri di teras rumah..
“Apakah aku sudah siap? Inikah saatnya berdamai dengan keadaan? Kuatkan aku ya
Allah.” Ujarku bermonolog sendiri di perjalanan. Pikiranku yang kalut menimbulkan perang
batin dalam diriku.
Sekitar 30 menit, aku tiba di rumah Risa. Papan duka cita berjejer di depan tenda
dengan bendera kuning yang terlihat jelas. Tangisan pilu menyayat hati terdengar dari
keluarga yang ditinggalkan. Tetangga mulai hadir untuk berbelasungkawa. Dengan perlahan
aku berjalan masuk seolah melewati rangkaian nostalgia tiga tahun yang lalu. Aku melihat
lelaki paruh baya yang terbaring dengan tertutup kain jarit dan seorang gadis memeluknya
sambil menangis. Aku gadis lugu yang tak pernah membayangkan semua keluargaku pergi
untuk selamanya. Aku berharap hari itu hanyalah mimpi dan disaat aku terbangun semua
akan baik-baik saja.
“Ayah! Ibu! Bangun! Siapa yang pergi tanda tangan di rapor Yona nanti? Siapa yang
bikin bakwan kesukaan Yona? Yona takut sendirian. Hiks… hiks…”
Aku pun kembali tersadar dan tak terasa pipiku sudah basah dengan air mata.
Perlahan aku mendekati Risa yang memeluk ayahnya sambil menangis dan aku berusaha
menenangkan dengan menepuk-nepuk punggungnya.
Akhirnya kami mulai ke tempat pemakaman. Setelah semua prosesi pemamakan
selesai, satu per satu orang meninggalkan makam hingga tersisa beberapa keluarga Risa saja.
“Sa, aku mau ziarah ke makam keluargaku dulu, ya,” ujarku dengan senyuman tipis.
“Kamu sudah siap, Na? Maaf jika aku membuatmu teringat kenangan pahit itu. Mau
aku temani?” ucap Risa dengan nada sedih.
“Enggak apa-apa, Ris. Aku sendiri saja, aku sudah memutuskan untuk berdamai
dengan semuanya. Kenangan memang akan selalu ada, tinggal bagaimana kita memilih untuk
mengingat hal yang indah saja dan melupakan yang buruk,” balasku sambil beranjak pergi.
Kemudian, aku berjalan ke arah makam keluargaku yang berjarak beberapa meter.
Aku menaburkan bunga yang kubeli ketika perjalanan tadi dan tak lupa mendoakan mereka
dengan mata berkaca-kaca.
“Assalamualaikum, Yah, Bu. Apa kabar? Maaf Yona enggak pernah datang ke sini.
Bukan karena Yona lupa atau enggak sayang, tapi Yona belum siap. Sekarang Yona mau
mencoba terima semuanya. Yona mau buka lembaran baru dengan berdamai akan takdir yang
harus Yona jalani. Kita akan berjumpa lagi di titik terbaik menurut takdir Tuhan. Tunggu
Yona, ya. Bahagia di sana, Yona sayang kalian. Yona pamit dulu,” ucapku lirih sembari
mengusap batu nisan.
Entah sejak kapan Risa berdiri di belakangku. Dia tersenyum seakan menyalurkan
kehangatan untuk saling menguatkan.
“Ayo kita berjuang bersama, buat mereka bangga. Jadikan duka sini sebagai awal
suka cita,” ujar Risa sambil menggenggam tanganku meninggalkan tempat pemakaman.

3. Rubrik Penilaian
Pada subbab menu ini, terdapat rubrik penilaian, antara lain:
a. Penilaian sikap, observasi dilakukan oleh teman sebaya satu kelompok.
b. Penilaian kognitif, tes tertulis dengan mengerjakan kuis di Google Form dan hasil
diskusi kelompok.

Anda mungkin juga menyukai