(UKBM 3.9/4.9/3/5.1)
1. Identitas
a. Nama Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia XI (Wajib)
b. Semester : 3 (Ganjil)
c. Kompetensi Dasar :
3.9 Menganalisis unsur-unsur pembangun cerita pendek.
4.9 Mengonstruksi cerpen dengan memperhatikan unsur-unsur pembangunnya.
g. Materi Pembelajaran
Bacalah bacaan pada Buku Teks Pelajaran (BTP): Bahasa Indonesia Buku Siswa SMA/ MA/
SMK/ MAK Kelas XI. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, edisi revisi 2017,
halaman 118 s.d. 140.
2. Peta Konsep
Menentukan unsur-unsur
Menganalisis unsur- pembangun cerita pendek
unsur pembangun
cerita pendek
Meneladani Menelaah struktur dan
Kehidupan dari kaidah kebahasaan cerita
Cerpen pendek
Sebelum mempelajari materi ini, silakan Anda membaca dan memahami teks di bawah ini!
Cerita pendek merupakan salah satu karya sastra yang memusatkan diri pada satu
tokoh dalam satu situasi. Dalam cerita pendek, kita akan banyak menemukan berbagai
karakter tokoh, baik protagonis maupun antagonis. Keduanya merupakan cerminan
nyata dari kehidupan di dunia. Namun, dari karakter tokoh tersebut kita dapat
menemukan nilai-nilai kehidupan, yaitu perbuatan baik yang harus kita tiru dan
perbuatan buruk yang harus kita jauhi.
Untuk dapat menyelesaikan persoalan tersebut, silakan kalian lanjutkan ke kegiatan berikut dan ikuti
petunjuk yang ada dalam UKB ini.
b. Kegiatan Inti
2. Kegiatan Belajar
Ayo ikuti kegiatan belajar berikut dengan penuh kesabaran dan konsentrasi!!!
Kegiatan Belajar 1
Seperti halnya jenis teks lainnya, cerita pendek dibentuk oleh sejumlah unsur. Adapun unsur yang
berada langsung di dalam isi teksnya, dinamakan dengan unsur intrinsik, yang meliputi tema, amanat,
alur, penokohan, latar dan gaya bahasa.
Penjelasannya silakan baca dalam buku teks pelajaran (BTP) halaman 118 s.d. 121
Ayo Berlatih!
BM SMAN 1 PURWOSARI [AUTHOR NAME]
1. Unsur intrinsik apa saja yang dominan pada cuplikan-cuplikan cerita berikut? Berkelompoklah
untuk mendiskusikan unsur-unsur cerpen tersebut .
a. Kalau begitu mengapa Syarifudin meninggal pada hari kedua, setelah dia disunat? Darah tak banyak
keluar dari lukanya. Syarifudin kan juga penurut, pendiam. Setengah bulan, hampir, dia mengurung diri
karena kau mengatakan kelakuan abangnya sehari sebelum disunat itu. Aku tidak percaya jika hanya oleh
melompat-lompat dan berkejaran setengah malam penuh. Aku tidak percaya itu. Aku mulai percaya desas-
desus itu bahwa kau orang yang tamak. Orang yang kikir. Penghisap. Lintah darat. Inilah ganjarannya! Aku
mulai percaya desas-desus itu, tentang dukun-dukun yang mengilu luka sunatan anak-anak kita. Aku mulai
yakin, mereka menaruh racun dipisau dukun-dukun itu
Kalau benar begitu, apalagi yang sekarang mereka sakitkan hati?Aku telah lama mengubah sikapku.
Tiap ada derma, aku sumbang.Tiap kesusahan, aku tolong. Tidak seorang dari mereka yang tidak kuundang
tadi malam. Kaulihatkan, tiga teratak itu penuh mereka banjiri. Aku yakin mereka telah
menerimaku,memaafkanku.
2) “Kau punya anak, punya istri. Dari itu kau punya pegangan hidup,punya tujuan minimal. Tapi
yang terpenting kau punya tangan.Hingga kau dapat mencapai apa saja yang kau maui. Sebagaisuami,
sebagai ayah, sebagai lelaki, sebagai manusia juga, sepertiyang kita omongkan dulu, kau dapat mencapai
sesuatu yangkauinginkan. Alangkah indahnya hidup ini, kalau kita mampuberbuat apa yang kita inginkan.
Tapi kini aku tentu saja tak dapat berbuat apa yang kuinginkan. Masa mudaku habis sudah ditelan
kebuntungan ini.”
1)
2)
Jenis Latar
Kutipan
Waktu Tempat Suasana
1)
2)
b. Amanat
c. Penokohan
d. Latar
e. Alur
Kegiatan Belajar 2
Struktur cerpen merupakan rangkaian kejadian/ cerita yang membentuk cerpen itu sendiri. Dengan demikian,
struktur cerpen tidak lain berupa unsur yang berupa alur atau plot., yakni berupa jalinan cerita yang terbentuk
oleh hubungan sebab akibat ataupun secara kronologis. Secara umum jalan cerita terbagi ke dalam bagian-
bagian berikut.
1. Bagian abstrak merupakan ringkasan atau inti cerita. Abstrak pada sebuah teks cerita pendek bersifat
opsional/ pilihan (boleh ada, boleh tidak).
1. Abstrak
2. Orientasi
3. Komplikasi
Struktur Cerpen
4. Evaluasi
6. Koda 5. Resolusi
Cerpen tergolong ke dalam jenis teks fiksi naratif. Dengan demikian,terdapat pihak yang berperan sebagai
tukang cerita (pengarang). Terdapat beberapa kemungkinan posisi pengarang di dalam menyampaikan
ceritanya, yakni sebagai berikut.
1. Berperan langsung sebagai orang pertama, sebagai tokoh yang terlibat dalam cerita yang
bersangkutan. Dalam hal ini pengarang menggunakan kata orang pertama dalam menyampaikan ceritanya,
misalnya aku,saya, kami.
2. Berperan sebagai orang ketiga, berperan sebagai pengamat. Ia tidak terlibat di dalam cerita.
Pengarang menggunakan kata dia atau nama orang untuk tokoh-tokohnya.
Ayo Berlatih!
“Percuma bikin helat besar-besaran bila menu yang terhidang bikin malu.”
Bacalah cerita pendek di bawah ini secara saksama!
Begitu pentingnya Makaji. Tanpa campur tangannya, kendururi terasa hambar,
sehambar gulai kambing dan gulai Juru rebung karena bumbu-bumbunya tak diracik
Masak
oleh tangan dingin lelaki itu. Sejak
Karya:dulu, Makaji
Damhuri tidak pernah keberatan membantu
Muhammad
keluarga mana saja yang hendak menggelar pesta, tak peduli apakah tuan rumah
Perhelatan
hajatan bisa terpandang
itu orang kacau tanpayang kehadiran lelaki
tamunya itu. Gulaiatau
membludak kambing
orangakan
biasaterasa
yang
hambar lantaran racikan bumbu tidak meresap ke dalam daging.
hanya sanggup menggelar syukuran seadanya. Makaji tak pilih kasih, meski ia satu-Kuah gulai
kentang
satunya danmasak
juru gulai rebung bakal di
yang tersisa encer karena
Lareh menakar
Panjang. jumlah
Di usia kelapa
senja, paruttangguh
ia masih hingga
setiap menu masakan kekurangan santan.Akibatnya berseraklah
menahan kantuk. Tangannya tetap gesit meracik bumbu, masih kuat ia berjaga fitnah dan cela
yang mesti ditanggung tuan rumah. Bukan karena kenduri kurang meriah, tidak
semalam-suntuk.
pula karena pelaminan tempat bersandingnya pasangan pengantin tak sedap
***dipandang mata, tapi karena macam-macam hidangan yang tersuguh tak
menggugah selera. Nasi banyak gulai melimpah, tetapi helat tak bikin kenyang. Ini
“Separuh umur Ayah sudah habis untuk membantu setiap kenduri di kampung ini,
celakanya bila Makaji, juru masak handal itu tidak dilibatkan
bagaimana kalau tanggung jawab itu dibebankan pada yang lebih muda?” saran
Azrial, putra sulung Makaji sewaktu ia pulang kampung enam bulan lalu.
“Mungkin sudah saatnya Ayah berhenti.” “Belum! Akan Ayah pikul beban ini hingga
tangan Ayah tak lincah lagi meracik bumbu, balas Makaji waktu itu. “Kalau memang
masih ingin menjadi juru masak, bagaimana kalau ayah jadi juru masak di salah satu
rumah makan saya di Jakarta? Saya tak ingin lagi berjauhan dengan Ayah.
Sejenak Makaji diam mendengar tawaran Azrial. Tabiat orang tua memang selalu
begitu, walau terasa semanis gula, tak bakal langsung direguknya, meski sepahit
empedu tidak pula buru-buru dimuntahkannya, mesti matang ia menimbang. Makaji
memang sudah lama menunggu ajakan seperti itu. Orang tua mana yang tak mau
berkumpul dengan anaknya di hari tua? Dan kini gayung telah bersambut, sekali
saja ia mengangguk, Azrial akan segera memboyongnya ke rantau. Makaji tetap
akan mempunyai kesibukan di Jakarta, ia akan jadi juru masak di rumah makan
milik anaknya sendiri.
BM SMAN 1 PURWOSARI [AUTHOR NAME]
“Beri Ayah kesempatan satu kenduri lagi!” “Kenduri siapa?” tanya Azrial
“Mangkudun. Anak gadisnya baru dipinang orang. Sudah terlanjur Ayah sanggupi,
malu kalau tiba-tiba di batalkan.”
Merah padam muka Azrial mendengar nama itu. Siapa lagi anak gadis Mangkudun
kalau bukan Renggogeni, perempuan masa lalunya. Musabab hengkangnya ia dari
Lareh Panjang tidak lain adalah Renggogeni, anak perempuan tunggal beleng itu.
Siapa pula yang tak kenal Mangkudun? Di Lareh Panjang ia dijuluki tuan tanah,
hampir sepertiga wilayah kampung ini miliknya. Sejak dulu, orang-orang Lareh
Panjang yang kesulitan uang selalu beres di tangannya. Mereka tinggal menyebutkan
sawah, ladang, atau tambak ikan sebagai agunan. Dengan senang hati Mangkudun
akan memegang gadaian itu.
Masih segar dalam ingatan Azrial, waktu itu Renggogeni hampir tamat dan akademi
perawat di kota. Tidak banyak orang Lareh Panjang yang bisa bersekolah tinggi
seperti Renggogeni. Perempuan kuning langsat pujaan Azrial itu benar-benar akan
menjadi juru rawat. Sementara Azrial bukan siapa-siapa, hanya tamatan madrasah
aliyah yang sehari-hari bekerja honorer sebagai sekretaris di kantor kepala desa.
Ibarat emas dan loyang perbedaan mereka.
“Bahkan bila ia jadi kepala desa pun, tak sudi saya punya menantu anak juru masak!”
bentak Mangkudun. Dan tak lama berselang, kabar ini berdengung juga di telinga
Azrial.
“Dia laki-laki taat, jujur, bertanggung jawab, Renggo yakin kami berjodoh.”
Apa kau bilang? Jodoh? Saya tidak rela kau berjodoh dengan Azrial. Akan saya carikan
kau jodoh yang lebih bermartabat!”
“Apa dia salah kalau ayahnya hanya juru masak?” “Jatuh martabat keluarga kita bila
laki-laki itu jadi suamimu. Paham kau?”
***
Derajat keluarga Azrial memang seumpama lurah tak berbatu, seperti sawah tak
berpematang, tak ada yang bisa diandalkan. Tetapi tidak patut rasanya Mangkudun
memandangnya dengan sebelah mata. Maka, dengan berat hati Azrial melupakan
Renggogeni. Ia hengkang dari kampung, pergi membawa luka hati. ***
Awalnya, ia hanya tukang cuci piring di rumah makan milik seorang perantau dari
Lareh Panjang yang lebih duku mengadu untung di Jakarta. Sedikit demi sedikit
dikumpulkannya modal agar tidak selalu bergantung pada induk semang. Berkat
kegigihan dan kerja keras selama bertahun-tahun, Azrial kini sudah jadi juragan,
punya enam rumah makan dan dua puluh empat anak buah yang tiap hari sibuk
melayani pelanggan. Barangkali ada hikmahnya juga Azrial gagal mempersunting
anak gadis Mangkudun. Kini lelaki itu kerap disebut sebagai orang Lareh Panjang
paling sukses di rantau. Itu sebabnya ia ingin membawa Makaji ke Jakarta. Lagi pula
sejak ibunya meninggal, ayahnya itu sendirian saja di rumah, tak ada yang merawat.
Adik-adiknya sudah terbang hambur pula ke negeri orang.
Meski hidup Azrial sudah berada, tetapi ia masih tetap membujang. Banyak yang
BM SMAN 1 PURWOSARI [AUTHOR NAME]
ingin mengambilnya sebagai menantu, tetapi tak seorang perempuan pun yang
mampu meluluhkan hatinya. Mungkin Azrial masih sulit melupakan Renggogeni, atau
jangan-jangan ia tak sungguh-sungguh melupakan perempuan itu.
***
Kenduri di rumah Mangkudun begitu semarak. Dua kali meriam ditembakkan ke
langit, pertanda dimulainya perhelatan agung. Tak biasanya pusaka peninggalan
sesepuh adat Lareh Panjang itu dikeluarkan. Bila yang menggelar kenduri bukan
orang berpengaruh seperti Mangkudun, tentu tak sembarang dipertontonkan. Para
tetua kampung menyiapkan pertunjukan pencak guna menyambut kedatangan
mempelai pria. Para pesilat turut ambil bagian memeriahkan pesta perkawinan anak
gadis orang terkaya di Lareh Panjang itu. Maklumlah, menantu Mangkudun bukan
orang kebanyakan, tetapi perwira muda kepolisian yang baru dua tahun bertugas,
anak bungsu pensiunan tentara, orang disegani di kampung sebelah. Kabarnya,
Mangkudun sudah banyak membantu laki-laki itu sejak dari sebelum ia lulus di
akademi kepolisian hingga resmijadi perwira muda. Terdengar kabar bahwa
perjodohan itu terjadi karena keluarga pengantin pria hendak membalas jasa yang
dilakukan Mangkudun di masa lalu. Aih, perkawinan atas dasar hutang budi.
“Gulai kambingnya tak ada rasa,”bisik seorang tamu. “Kuah gulai rebungnya encer
seperti sayur toge. Kembung perut kami dibuatnya.” “Masakannya tak
mengenyangkan, tak mengundang selera.” “Pasti juru masaknya bukan Makaji!”
“Kenapa Makaji tidak turun tangan dalam kenduri sepenting ini?” begitu mereka
bertanya-tanya. “Sia-sia saja kenduri itu bila bukan Makaji yang meracik bumbu.”
“Ah, menyesal kami datang ke pesta itu.”
Dua hari sebelum kenduri berlangsung, Azrial, anak laki-laki Makaji datang dari
Jakarta. Ia pulang untuk menjemput Makaji. Kini, juru mmasak itu sudah berada di
Jakarta, mungkintak akan kembali, sebab ia akan menghabiskan hari tua di dekat
BM SMAN 1 PURWOSARI [AUTHOR NAME]
anaknya. Orang Lareh Panjang akan kehilangan juru masak handal yang pernah ada
di kampung itu. Kabar kepergian Makaji sampai juga ke telinga pengantin baru
Renggogeni. Perempuan itu dapat membayangkan betapa terpiuhnya perasaan
Azrial setelah mendengar kekasihnya telah dipersunting lelaki lain.
Kegiatan Belajar 3
Ayo Berlatih!
1. Buatlah sebuah cerita pendek berdasarkan pengalaman hidup yang kamu alami sendiri ataupun
pengalaman orang lain.
Kegiatan Belajar 4
Menulis karangan, baik itu berupa cerita atau pun jenis karangan yang lain jarang yang bisa sekali jadi.
Akan ada saja kesalahan atau kekeliruan yang harus diperbaiki. Mungkin hal itu berkaitan dengan isi tulisan,
sistematikanya, keefektifan kalimat, kebakuan kata, atau pun ejaan/tanda bacanya. Oleh karena itu,
Ayo Berlatih!
Tak lagi dijajah oleh bangsa lain. Tidak lagi berperang gerilya keluar masuk hutan. Tapi
ia1.juga seringMarilah berlatihsetiap
meratap-ratap menyunting penggalan
kali membaca c erita
koran berikut!
yang memberitakan keadaan
negara a. ini
Perhatikanlah
semakin miskinisi, struktur, dan aspek
akibat korupsi yangkebahasaan dari cuplikan
telah dianggap wajar bagicerita berikut!
semua pengelola b.
negara. Dengan berdiskusi, perbaikilah beberapa kesalahan yang ada di dalamnya , seperti penulisan kata asing,
nama orang, kata depan, tanda baca, atau pun kalimat tidak efektif.
Banyak kekayaan negara juga dikuras habis-habisan oleh perusahaan-perusahaan asing
yang Bacakanlah
berkolaborasi hasil perbaikan
dengan kelompokmu
elite politik. terhadap
Kini, semua elitecuplikan novel dalam
politik hidup tersebut untuk mendapatkan
kemewahan,
persistanggapan dari pengkhianat
seperti para kelompok lain. bangsa sebelum negara ini merdeka. Dulu, pada masa
penjajahan, para pengkhianat bangsa menjadi mata-mata Kompeni.
Mereka tega mengorbankan anak bangsa sendiri demi keuntunganpribadi. Mereka
mendapat berbagai fasilitas mewah. Seperti rumah, mobil dan juga perempuan-
perempuan cantik. Ia tiba-tiba teringat pengalamannya membantai sejumlah pengkhianat
bangsa dimasa penjajahan.
Saat itu ia ditugaskan oleh jenderal sudirman untuk membersihkan negara ini dari
pengkhianat bangsa yang telah tega mengorbankan siapa saja demi keuntungan pribadi.
”Para pengkhianat bangsa adalah musuh yang lebih berbahaya dibanding Kompeni.
Mereka
lelakitaktua
pantas
itu hidup
selalu disuka
negara sendiri. Kitalencana
mengenakan harus menumpasnya
merah putih sampai
yang dihabis. Mereka
sematkan
tak mungkin
dibajunya. bisa diajak
Dimana berjuang
saja berada, karenamerah
lencana sudahputihnyataselalu
nyatamenghiasi
berkhianat, jenderal sudirman
penampilannya.
berbisik di telinganya
Ia memang seorangketika
pejuangia ikut bergerilya
yang di tengah hutan.
pernah berperang bersama para pahlawan di masa
Ia kemudian
penjajahan bergerilya
sebelum bangsa kedan
kota-kota
negaramenumpas
ini merdeka. kaum
Kinipengkhianat
semua temanbangsa. Ia berjuang
seperjuangannya
sendirian menumpas kaum pengkhianat bangsa. Dengan menyamar
telah tiada. Sering ia bersyukur karena mendapat karunia umur panjang. Ia bisa sebagai penjual tape
singkong dan air perasan tape
menyaksikan rakyat hidup dalam kedamaian. singkong yang bisa diminum sebagai pengganti arak atau
tuak . ia mendatangi rumah-rumah kaum pengkhianat bangsa. Banyak pengkhianat bangsa
yang gemar membeli air perasan tape singkong.
Dasar kaum pengkhianat, senangnya hanya mengumbar nafsu saja , ia bergumam. Ia
begitu dendam kepada kaum pengkhianat bangsa. Mereka harus ditumpas habis dengan
cara apa saja. Dan ia memilih cara paling mudah tapi sangat ampuh untuk menumpas
kaum pengkhianat bangsa. Air perasan tape singkong sengaja dibubuhi racun yang
diperoleh dari seorang sahabatnya berkebangsaan Tionghoa yang sangat mendukung
perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Entah terbuat dari bahan apa, racun itu sangat berbahaya. Jika dicampur dengan air
perasan tape singkong, lalu diminum, maka dalam waktu dua jam setelah meminumnya,
maka si peminum akan tertidur untuk selamanya. Tak ada yang tahu, betapa kaum
pengkhianat bangsa tewas satu persatu setelah menenggak air perasan tape singkong yang
telah dicampur dengan racun.
Dokter-dokter yang menolong mereka menduga mereka matiakibat serangan jantung.
Dukun-dukun yang mencoba menolong mereka menduga mereka mati akibat terkena
santet. Pemukapemuka agama yang mencoba menolong mereka menduga mereka mati
akibat kutukan Tuhan karena mereka telah banyak berbuat dosa.
BM SMAN 1 PURWOSARI [AUTHOR NAME]
c. Penutup
ika menjawab “TIDAK” pada salah satu pertanyaan di atas, maka pelajarilah kembali materi tersebut dalam
Buku Teks Pelajaran (BTP) dan pelajari ulang kegiatan belajar 1, 2, 3, atau 4 yang sekiranya perlu Anda ulang
dengan bimbingan Guru atau teman sejawat. Jangan putus asa untuk mengulang lagi!. Apabila Anda
menjawab “YA” pada semua pertanyaan, maka lanjutkan berikut.
Di mana posisimu?
Ukurlah diri Anda dalam menguasai materi Teks Cerpen dalam rentang 0 – 100, tuliskan ke dalam kotak yang
ersedia.
etelah kalian menuliskan penguasaan terhadap materi Teks Cerita Pendek, lanjutkan kegiatan berikut untuk
mengevaluasi penguasaan kalian!
Agar dapat dipastikan bahwa kalian telah menguasai materi Teks Cerita Pendek, maka kerjakan soal berikut
ecara mandiri di buku kerja Anda.
Banun
Karya Damhuri Muhammad
Bila ada yang bertanya, siapa makhluk yang paling kikir di kampung itu, tidak akan
da yang menyanggah bahwa perempuan ringkih yang punggungnya telah melengkung
erupa sabut kelapa itulah jawabannya. Semula ia hanya dipanggil Banun. Namun, lantaran
ifat kikirnya dari tahun ke tahun semakin mengakar. Pada sebuah pergunjingan yang
penuh dengan kedengkian, seseorang menembahkan kata “kikir” di belakang nama ringkas
tu, hingga ia ternobat sebagai Banun Kikir. Konon, hingga riwayat ini disiarkan, belum ada
ang sanggup menumbangkan rekor kekikiran Banun.
Ada banyak Banun di perkampungan lereng bukit yang sejak dulu tanahnya subur hingga
Tapi, hanya ada satu Banun Kikir yang karena riwayat kekikiranya begitu menakjubkan,
anpa mengurangi rasa hormat pada Banun-Banun yang lain, sepatutnyalah ia menjadi
akom dalam cerita ini. ***
Di sepanjang usianya, Banun Kikir tak pernah membeli minyak tanah untuk mengasapi
dapur keluarganya.Perempuan itu menanak nasi dengan cara menyorongkan seikat daun
elapa kering ke dalam tungku dan setelah api menyala lekas disorongnya pula beberapa
eping kayu bakar yang selalu tersedia di bawah lumbungnya. Saban petang, selepas
bergelimang dengan lumpur sawah, daun-daun kelapa kering itu dipikulnyadari kebun
ang sejak lama telah digarapnya. Mungkin sudah tak terhitung berapa jumlah simpanan
Banun selama ia menahan diri untuk tidak membeli minyak tanah guna menyalakan
ungku. Sebab, daun-daun kelapa kering di kebunnya tiada bakal pernah berhenti
berjatuhan.
“Hasil sawah yang tak seberapa itu hendak dibawa mati, Mak?” tanya Rimah suatu
etika. Kuping anak gadis Banun itu panas karena gunjing perihal Banun Kikir tak kunjung
eda. “Mak tak hanya kikir pada orang lain, tapi juga kikir pada perut sendiri,” gerutu
Nami, anak kedua Banun.
“Tak usah hiraukan gunjinagan orang! Kalau benar apa yang mereka tuduhkan, kalian tak
bakal mengenyam bangku sekolah dan seumur-umur akan jadi orang tani,” bentak Banun.
“Sebagai anak yang lahir dari rahim orang tani, semestinya kalian paham bagaimana tabiat
petani sejati.”
ejak itulah Banun menyingkapkan rahasia hidupnya pada anak-anaknya, termasuk pada
Rimah, anak bungsunya itu. Ia menjelaskan kata “tani” sebagai penyempitan dari “tahani”,
ang bila diterjemahkan ke dalambahasa orang kini berarti: “menahan diri”. Menahan diri
untuk tidak membeli segala sesuatu yang dapat diperoleh dengan cara bercocok tanam.
ebutlah misalnya, sayur-mayur, cabai, bawang seledri, kunyit, lengkuas, jahe. Di sepanjang
iwayatnya dalam menyelenggarakan hidup, orang tani hanya akan membeli garam.
Minyak goreng sekali pun, sedapat-dapatnya dibikin sendiri. Begitu ajaran mendiang suami
Banun, yang meninggalkan perempuan itu ketika anak-anaknya belum bisa mengelap
Maka, selepas kesibukannya menanam, menyiangi, dan menuai padi di sawah milik sendiri,
dengan segenap tenaga yang tersisa, Banun menghijaukan pekarangannya dengan
bermacam-macam sayuran, cabai, seledri, bawang, lengkuas, jahe, kunyit, gardamunggu,
eruk nipis, hingga kebutuhannya untuk memasak tersedia hanya beberapa jengkal dari
dapurnya. Bila kebutuhan memasak harus dibeli Banun dengan penghasilan sebagai petani
padi, tentu akan jauh dari memadai. Bagi Banun segala sesuatu yang dapat tumbuh di
anahnya, akan ditanamnya agar ia terhindar dari keharusan membeli. Dengan begitu,
penghasilan dari panen padi kelak bakal terkumpul guna membeli lahan sawah yang lebih
uas lagi. Dan, setelah bertahun-tahun menjadi petani, tengoklah keluarga Banun kini.
Hampir separuh dari lahan sawah yang terbentang di wilayah kampung tempat ia lahir dan
dibesarkan, telah jatuh ke tangannya. Orang-orang menyebutnya tuan tanah yang seolah
idak pernah kehabisan uang guna meladeni mereka yang terdesak keperluan biaya anak-
nak sekolah. Tak jarang pula untuk biaya keberangkatan anak-anak gadis mereka ke luar
negeri untuk menjadi TKW, lalu menggadaikan, bahkan menjual lahan sawah. Empat orang
nak Banun telah disarjanakan dengan kucuran peluhnya selama menjadi orang tani.
**
esungguhnya Banun tidak pernah lupa pada orang yang pertama kali menjulukinya Banun
Kikir hingga nama buruk itu melekat sampai umurnya hampir berkepala tujuh. Orang itu
dalah Palar, laki-laki ahli waris tunggal kekayaan ibu-bapaknya. Namun, karena tak
erbiasa berkubang lumpur sawah, Palar tak pernah sanggup menjalankan lelaku orang
ani. Untuk sekebat sayur kangkung pun, Zubaidah, istri Palar, harus berbelanja ke pasar.
Pekarangan rumahnya gersang. Kolamnya kering. Bahkan sebatang pohon singkong pun
menjadi tumbuhan langka. Selam masih tersedia di pasar, kenapa harus ditanam? Begitu
ira-kira prinsip hidup Palar. Baginya, bercocok tanam aneka tumbuhan untuk kebutuhan
makan sehari-hari hanya akan membuat pekerjaan di sawah jadi terbengkalai. Lagi pula
bukankah ada tauke yang selalu berkenan memberi pinjaman, selama orang tani masih
mau menyemai benih? Namun, tauke-tauke yang selalu bermurah hati itu, bahkan sebelum
awah digarap, akan mematok harga jual padi seenak perutnya dan para petani tidak
berkutik dibuatnya. Perangai lintah darat itu sudah merajalela, bahkan sejak Banun belum
mahir menyemai benih. Palar salah satu korbannya. Dua pertiga lahan sawah yang
ddiwarisinya telah berpindah tangan pada seorang tauke, lantaran dari musim ke
musimhasil panennya merosot.
Palar juga terpaksa melego beberapa petak sawah guna membiayai kuliah Rustam, anak
aki-laki satu-satunya, yang kelak bakal menyandang gelar insinyur pertanian. Dalam
belitan hutang yang entah kapan bakal terlunasi, Palar mendatangi rumah Banun, hendak
meminang Rimah untuk Rustam.
Karena kita sama-sama orang tani, bagaimana kalau Rimah kita nikahkan dengan
Rustam?” bujuk Palar masa itu. “Pinanganmu terlambat. Rimah sudah punya calon suami,”
balas Banun dengan sorot mata sinis.
Keluargamu beruntung bila menerima Rustam. Ia akan menjadi satu-satunya insinyur
pertanian di kampung ini dan hendak menerapkan cara bertani zaman kini, hingga orang-
rang tani tidak lagi terpuruk dalam kesusahan,” ungkap Palar sebelum meninggalkan
Rupanya penolakan Banun telah menyinggung perasaan Palar. Lelaki itu merasa terhina.
Mentang-mentang sudah kaya, Banun mentah-mentah menolak pinangannya. Dan, yang
ebih menyakitakan, ini bukan penolakan yang pertama. Tiga bulan setelah suami Banun
meninggal, Palar menyampaikan niatnya hendak mempersunting janda kembang itu. Tapi,
Banun bertekad akan membesarkan anak-anaknya tanpa suami baru. Itu sebabnya, Palar
menggunakan segala siasat dan muslihat agar Banun termaklumatkan sebagai perempuan
paling kikir di kampung itu. Palar hendak membuat Banun menanggung malu, bila perlu
ampai ajal datang menjemputnya. ***
Meski kini sudah zaman gas elpiji, Banun masih mengasapi dapur dengan daun kelapa
ering dan kayu bakar, hingga hingga ia menyandang julukan si Banun Kikir. “Nasi tak
erasa sebagai nasi bila dimasak dengan elpiji,” kilah Banun saat menolak tawaran Rimah
ang hendak akan membelikannya kompor gas. Rimah sudah hidup berkecukupan
bersama suaminya yang bekerja sebagai guru di ibu kota kabupaten. Begitu pula dengan
Nami dan dua anak Banun yang lain. Sejak menikah, mereka tinggal di rumah masing-
masing. Setiap Jumat, Banun datang berkunjung, menjenguk cucu secara bergiliran.
Kalau Mak menerima pinangan Rustam, tentu julukan buruk itu tak pernah ada,” sesal
Rimah suatu hari. “Masa itu kenapa Mak mengatakan bahwa aku sudah punya calon suami,
padahal belum, bukan?”
Bukankah calon menantu Mak calon insinyur?”
Tak usah kau ungkit-ungkit lagi cerita lama. Mungkin Rustam bukan jodohmu!” sela
Banun. “Tapi seandainya kami berjodoh, Mak tak akan dinamai Banun Kikir!”
esaat Banun diam. Tanya-tanya nyinyir Rimah mengingatkan ia pada Palar yang begitu
bangga punya anak bertitel insinyur pertanian, yang katanya dapat melipatgandakan hasil
panen dengan mengjarkan teori-teori pertanian. Tapi, bagaimana mungkin Rustam akan
memberi contoh cara bertani modern, sementara sawahnya sudah ludes terjual? Kalau
memang benar Palar orang tani yang sesungguhnya, ia tidak akan gampang menjual lahaqn
awah, meski untuk mencetak insinyur pertanianbila tidak mengamalkan laku orang tani?
Banun menolak pinangan itu bukan karena Palar sedang terbelit hutang, tidak pula karena
a sudah jadi tuan tanah, tapi karena perangai buruk Palar yang dianggapnya sebagai
penghinaan pada jalan hidup orang tani. (*)
. Tunjukkanlah bagian abstrak, orientasi, komplikasi, evaluasi, resolusi, dan koda dalam teks
cerita pendek tersebut di atas! b. Jelaskan
makna kosakata teknik dalam cerpen tersebut!
. Identifikasilah kalimat yang berupa majas dan termasuk majas apakah kalimat tersebut! dal
etelah menyelesaikan soal di atas dan mengikuti kegiatan belajar 1, 2, 3, dan 4, silakan Anda berdiskusi dengan
eman sebangku atau teman lain jika memang masih ada beberapa hal yang perlu dikaji ulang.
ni adalah akhir dari UKBM materi Meneladani Kehidupan dari Cerita Pendek, mintalah tes formatif kepada
Guru Anda sebelum belajar ke UKBM berikutnya.