EFFENDY
SITI KHADIJAH BATUBARA
2
Sampai dengan tahun 2012, telah menghasilkan lulusan sebanyak 652 orang. Para
lulusan tersebar di seluruh Indonesia. Sebagian diantaranya pegawai negeri sipil (PNS).
3
kesehatan masyarakat, tenaga gizi, tenaga keterapian fisik, dan tenaga keteknisan medik.
Tenaga keterapian fisik meliputi fisioterapis, okupasiterapis, dan terapis wicara.
Menurut keputusan menteri kesehatan RI nomor 547/MENKES/SK/VI/2008 tentang
standar profesi terapis wicara, dijelaskan bahwa terapis wicara adalah seseorang yang telah
lulus pendidikan terapi wicara baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Standar profesi terapis wicara adalah batasan kemampuan (knowledge, skill, dan
professional attitude) minimal yang harus dikuasai oleh seorang terapis wicara Indonesia
untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara mandiri yang dibuat
oleh Ikatan Terapis Wicara Indonesia (IKATWI).
Penatalaksanaan pelayanan terapis wicara adalah sebagai berikut :
Pemeriksaan dan pengumpulan data
Analisis data
Penentuan diagnosis terapis wicara
Perencanaan terapi
Pelaksanaan terapi
Evaluasi kemajuan
Dalam melaksanakan profesinya itu, terapis wicara bekerja sama dengan disiplin/ahli
lain seperti dokter, psikolog, pedagog/ortopedagog, fisioterapis, okupasi terapis, ortotetik
prostetik, dan audiologis.
4
Komunikasi akan berlangsung dengan baik apabila dilandasi adanya pengetahuan
tentang situasi komunikasi dan adanya pengetahuan mengenai latar belakang budaya orang
yang terlibat dalam komunikasi itu.
Bahasa adalah bentuk aturan atau sistem lambang yang digunakan anak dalam
berkomunikasi dan beradaptasi dengan lingkungannya yang dilakukan untuk bertukar
gagasan, pikiran dan emosi. Bahasa bisa diekspresikan melalui bicara mengacu pada symbol
verbal. Selain itu bahasa dapat juga diekspresikan melalui tulisan, tanda gestural dan musik.
Bahasa juga dapat mencakup aspek komunikasi nonverbal seperti gestikulasi, gestural atau
pantomim. Gestikulasi adalah ekspresi gerakan tangan dan lengan untuk menekankan makna
wicara. Pantomim adalah sebuah cara komunikasi yang mengubah komunikasi verbal dengan
aksi yang mencakup beberapa gestural (ekspresi gerakan yang menggunakan setiap bagian
tubuh) dengan makna yang berbeda beda.
Bahasa adalah suatu sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer, konvensional,
manusiawi, dan heuristik. Arbitrer yaitu manasuka. Kita tidak perlu mempertanyakan antara
barang yang biasa digunakan untuk menulis mengapa disebut pensil. Konvensional
merupakan hasil kesepakatan orang-orang atau masyrakat pemakai bahasa itu. Manusiawi
yaitu hanya manusia yang memiliki bahasa. Heuristik yaitu bahasa dugunakan untuk
mempelajari bahasa.
Bahasa memiliki fungsi ekspresi, informasi, eksplorasi, persuasi, dan entertainment.
Fungsi ekpresi yaitu bahasa digunakan untuk menyatakan perasaan seperti senang, marah,
jengkel, sedih, dll. Fungsi informasi yaitu bahasa digunakan untuk memberitahukan sesuatu
atau sebaliknya untuk mengetahui sesuatu. Fungsi eksplorasi yaitu bahasa untuk menjelaskan
sesuatu. Fungsi entertainment yaiut bahasa digunakan untuk menghibur.
Bicara adalah cara oral/lisan untuk mengekspresikan bahasa dengan menggunakan
aktivitas sistem gerak dari respirasi, fonasi, artikulasi, dan resonansi.
Gangguan bicara dan bahasa adalah terjadinya gangguan atau keterlambatan pada anak
dalam berbicara atau menggunakan bahasa di dalam kehidupan sehari- harinya. Anak
mengalami keterlambatan yang tidak sesuai dengan tahapan perkembangan di usianya.
Gangguan bicara dan bahasa berhubungan erat dengan area lain yang mendukung proses
tersebut, seperti fungsi otot mulut dan fungsi pendengaran. Keterlambatan ini bisa dimulai
dari bentuk yang paling sederhana, seperti bunyi suara yang ‘tidak normal’ (sengau atau
serak) sampai dengan ketidakmampuan untuk mengerti atau menggunakan bahasa, atau
ketidakmampuan mekanisme oral-motor dalam fungsinya untuk berbicara dan makan. Yang
termasuk dalam gangguan wicara dan bahasa antara lain: gangguan perkembangan artikulasi,
5
gangguan kelancaran berbicara (gagap), terlambat bicara dan bahasa, gangguan Disfasia dan
Aphasia (ketidakmampuan membentuk kata dan menangkap arti kata), gangguan disintegratif
pada kanak-kanak, gangguan “Multisystem Development Disorder” (anak yang mengalami
gangguan komunikasi, sosial, dan sensoris)
Gangguan bicara dan bahasa adalah salah satu penyebab gangguan perkembangan yang
paling sering ditemukan pada anak. Keterlambatan bicara adalah keluhan utama yang sering
dicemaskan dan dikeluhkan orang tua kepada dokter. Gangguan ini semakin hari tampak
semakin meningkat pesat. Beberapa laporan menyebutkan angka kejadian gangguan bicara
dan bahasa berkisar 5 – 10 % pada anak sekolah. Penyebab keterlambatan bicara sangat luas
dan banyak, Gangguan tersebut ada yang ringan sampai yang berat, mulai dari yang bisa
membaik hingga yang sulit untuk membaik. Keterlambatan bicara fungsional merupakan
penyebab yang sering dialami oleh sebagian anak. Keterlambatan bicara golongan ini
biasanya ringan dan hanya merupakan ketidak matangan fungsi bicara pada anak. Pada usia
tertentu terutama setelah usia 2 tahun akan membaik. Bila keterlambatan bicara tersebut
bukan karena proses fungsional maka gangguan tersebut haruis lebih diwaspadai karena
bukan sesuatu yang ringan. Semakin dini mendeteksi keterlambatan bicara, maka semakin
baik kemungkinan pemulihan gangguan tersebut Bila keterlambatan bicara tersebut
nonfungsional maka harus cepat dilakukan stimulasi dan intervensi dapat dilakukan pada
anak tersebut. Deteksi dini keterlambatan bicara harus dilakukan oleh semua individu yang
terlibat dalam penanganan anak ini. Kegiatan deteksi dini ini melibatkan orang tua, keluarga,
dokter kandungan yang merawat sejak kehamilan dan dokter anak yang merawat anak
tersebut. Sehingga dalam deteksi dini tersebut harus bias mengenali apakah keterlambatan
bicara anak kita merupakan sesuatu yang fungsional atau yang nonfungsional.
Deteksi dini dan mengenali keterlambatan bicara pada anak sejak dini sangat penting.
karena, kemampuan bicara dan bahasa adalah infestasi terbesar anak di masa depan untuk
mencapai berbagai prestasi. Keterlambatan bicara sering dialami anak dengan berbagai
penyebab. Orangtua harus mewaspadai gangguan bicara bila disebabkan karena gangguan
yang berat. Namun sebaliknya jangan meremehkan gangguan keterlambatan bicara yang
ringan. Pada gangguan keterlambatan bicara yang ringanpun akan membuat kualitas
kemampuan anak dalam berkomunkiasi di masa depan tidak optimal. Deteksi dini
keterlambatan bicara pada anak sangat penting untuk bisa segera dilakukan intervensi dan
stimulasi lebih dini.
6
D. FAKTOR RESIKO
Bayi dengan beberapa faktor resiko harus lebih diwaspadai dan dilakukan deteksi dini
lebih cermat.
Faktor resiko yang harus diwaspadai yaitu :
Bayi prematur terutama dengan kompolikasi sepsis, perdarahan otak dan komplikasi
lainnya
Bayi berat badan lahir rendah
Bayi dengan riwayat sering muntah (GER/kebiasaan muntah, diserta riwayat alergi dan
hipersensitifitas makanan)
Bayi saat paska kelahiran dirawat di NICU dengan kuning sangat tinggi, terapi tranfusi
tukar, gangguan kejang, peradarahan otak, lahir tidak menangis (asfiksia), harus lebih
diwaspadai beresiko mengalami gangguan keterlambatan bicara
Saudara mengalami gangguan pendengaran
Infeksi kehamilan TORCH pada ibu hamil
Beberapa tanda dan gejala yang harus diwaspadai bila anak mengalami keterlambatan
bicara. Berbagai gejala tersebut dapat dilakukan sesuai tahapan umur anak. Mendeteksi
gangguan perkembangan bicara sesuai tahapan, tetapi secara umum dapat dilihat dari saat
pertambahan usia kemampuan bicaranya menurun bila sebelumnya sering mengoceh
kemudian mengocehnya menghilang atau sebelumnya bisa mengucapkan kata mama dan
papa kemudian menghilang harus dicermati ada masalah dalam perkembangan bicara.
Deteksi dini lain adalah keterlambatan sesuai dengan tahapan usia sebagai berikut :
4 – 6 BULAN
Tidak menirukan suara yang dikeluarkan orang tuanya; Pada usia 6 bulan belum tertawa atau
berceloteh
8 – 10 BULAN
Usia 8 bulan tidak mengeluarkan suara yang menarik perhatian; Usia 10 bulan, belum
bereaksi ketika dipanggil namanya; 9-10 bln, tidak memperlihatkan emosi seperti tertawa
atau menangis
12 – 15 BULAN
7
12 bulan, belum menunjukkan mimik; 12 bulan, belum mampu mengeluarkan suara; 12
bulan, tidak menunjukkan usaha berkomunikasi bila membutuhkan sesuatu; 15 bulan, belum
mampu memahami arti “tidak boleh” atau “daag”; 15 bulan, tidak memperlihatkan 6 mimik
yang berbeda; 15 bulan, belum dapat mengucapkan 1-3 kata;
18 – 24 BULAN
18 bulan, belum dapat menucapkan 6-10 kata; tidak menunjukkan ke sesuatu yang menarik
perhatian; 18-20 bulan, tidak dapat menatap mata orang lain dengan baik 21 bulan, belum
dapat mengikuti perintah sederhana; 24 bulan, belum mampu merangkai 2 kata menjadi
kalimat; 24 bulan, tidak memahami fungsi alat rumah tangga seperti sikat gigi dan telepon;
24 bulan, belum dapat meniru tingkah laku atau kata-kata orang lain; 24 bulan, tidak mampu
meunjukkan anggota tubuhnya bila ditanya
30 – 36 BULAN
30 bulan, tidak dapat dipahami oleh anggota keluarga; 36 bulan, tidak menggunakan kalimat
sederhana, pertanyaan dan tidak dapat dipahami oleh orang lain selain anggota keluarga;
3 – 4 TAHUN
3 tahun, tidak mengucapkan kalimat, tidak mengerti perintah verbal dan tidak memiliki minat
bermain dengan sesamanya; 3,5 tahun, tidak dapat menyelesaikan kata seperti “ayah”
diucapkan “aya”; 4 tahun, masih gagap dan tidak dapat dimengerti secara lengkap Bila
terdapat beberapa tanda dan gejala tersebut sebaiknya orangtua harus waspada bahwa
memang anak mengalami keterlambatan bicara.
1. Gangguan Bicara
8
Gangguan bicara merupakan salah satu jenis kelainan berkomunikasi yang ditandai
adanya kesalahan proses produksi bunyi bicara, baik itu yang terjadi pada titik temu/tumpu
artikulasi POA (Point Of Articulation) dan atau cara memproduksi bunyi bahasa MOA
(Manner OF Articulation).
Gangguan bicara dapat dikelompokan menjadi :
1) Disglosia
Disglosia ialah kesulitan bicara yang disebabkan oleh kelainan bentuk atau struktur
dari organ bicara yaitu artikulator, seperti: palatoskisis (celah pada palatum), celah bibir,
maloklusi (salah temu gigi atas dan gigi bawah), anomali (penyimpangan dari nilai baku,
seperti: bentuk lidah yang tebal, tidak tumbuh velum, tali lidah pendek).
Pada kebanyakan kasus disglosia, sebabnya tidak jelas. Disglosia dapat terjadi oleh
suatu kombinasi dari faktor-faktor pembawaan dan gangguan-gangguan dari luar di antara
masa kehamilan 6 sampai 12 minggu. Penyebabnya dapat dibagi atas tiga kelompok, yaitu
a. Suatu gangguan dalam kehamilan.
Sampai pada minggu kehamilan 6 dan 9 pada semua janin ada suatu celah bibir, rahang pada
kedua sisi dan sampai minggu ke 9 dan 12, ada suatu celah langit-langit. Dalam keadaan
normal, bagian-bagian tersebut tumbuh saling mendekati dan bersatu. Apabila proses ini tidak
terjadi atau tidak sepenuhnya terjadi maka tetap akan ada celah-celah. Pada permulaan
kehamilan ada sebuah rahang atas yang pada awal perkembangannya terdiri atas tiga bagian :
dua bagian ada di sisi samping dan ada sebuah bagian di tengah
b. Faktor-faktor genetis
Yang dimaksudkan disini ialah suatu gangguan dalam bakat anak itu sendiri, yaitu :
- Terjadi pada saat pembuahan. Hal semacam ini misalnya timbul pada suatu kelainan
kromosom.
- Melalui satu atau kedua orangtua, bakat untuk disglosia diteruskan (diturunkan). Disini,
disglosia terdapat pada misalnya satu atau kedua orang tua dan atau satu atau lebih anggota
keluarga
c. Suatu kombinasi dari faktor- faktor
Hal ini yang paling sering terjadi. Biasanya disglosia terjadi oleh suatu kombinasi dari faktor-
faktor bakat dan gangguan-gangguan yang timbul pada waktu kehamilan di dalam periode
peka (trisemester pertama). Jadi, disglosia biasanya terjadi oleh lebih dari satu faktor. Maka
hal itu sering disebut juga multifaktorial.
9
Adapun manifestasi klinisnya dapat berupa :
a. Masalah makan
Pada umumnya disebabkan oleh :
- Kelainan anatomi di daerah mulut (bibir, rahang dan langit-langit yang celah). Karena celah
tersebut, maka ada pemisahan kurang baik antara rongga mulut dan rongga hidung serta
tempat akhir lekat otot-otot menyimpang.
- Kelainan fisiologi (kelainan gerakan otot, secara kompensasi ataupun tidak dan gangguan
sinkroni di dalam pengaturan tempo gerakan-gerakan otot.
b. Gigi-geligi
Pada anak ini terkadang terjadi bahwa munculnya gigi di daerah celah tidak berlangsung
sesuai pola yang diharapkan. Terkadang timbul terlalu banyak atau terlalu sedikit gigi dan
terkadang posisi atu tempatnya tidak benar. Pada gigi-geligi susu hali ini tidak usah di apa-
apakan tapi masalah sama dapat muncul pada gigi-geligi tetap.
c. Perkembangan sosial emosional
Hasil dan bukti penelitian tidak menyatakan, bahwa taraf penyesuaian sosial pada mereka
dengan celah bibir dan celah palatum adalah buruk, khususnya pada saat mencapai usia
dewasa. Tetapi tidak sukar untuk memahami bahwa bayi-bayi dengan celah, khususnya
mereka yang dibebani kelainan wajah, dapat mengalami kesulitan dalam hubungan dengan
pengembangan komunikasi.
d. Wicara
Anak belum dapat mengucapkan semua bunyi dengan baik dan masih melatihnya. Karena itu
ia butuh mendengarkan sering-sering contoh yang baik.
e. Bahasa
Harus diteliti apakah anak itu mengerti kata-kata, kalimat-kalimat, perintah-perintah.
f. Pendengaran
Hal ini akibat dari adanya hubungan antara lubang telinga dengan tuba eustachius sehingga
kurang adanya udara segar dan karena bekerjanya otot-otot/ velum/ palatum yang jelek. Otot-
otot/ velum/ palatum dapat juga kurang bekerja, sehingga tuba eustachius kurang dapat udara
segar bila menelan salah atau bila bernafas melalui mulut.
2) Disartria
10
Kelainan bicara akibat gangguan koordinasi otot-otot organ bicara sehubungan adanya
kerusakan/gangguan sistem saraf pusat maupun perifer sehingga menimbulkan kelumpuhan
atau kelemahan maupun diskoordinasi pada otot-otot yang dipersarafi.
Disamping wicara, kondisi ini juga mempengaruhi sistem pernafasan, sistem fonasi,
resonansi, dan atau irama bicara (prosodi) serta penyimpangan dalam melakukan gerakan-
gerakan.
11
monoton
kekerasan suara yang rata
7 Apraksia Verbal bicara sadar terganggu
conduit d'ecart
kesalahan tidak konsisten pada produksi fonem
Tabel 1. Jenis-jenis Disartria
3) Disaudia
Disaudia merupakan gangguan bicara/artikulasi yang berhubungan dengan adanya
kesulitan/gangguan feedback auditory, dapat terjadi karena gangguan pendengaran sehingga
penderita kurang pengalaman dalam sistem gerak artikulasi dan pengalama bunyi.
Klasifikasi gangguan pendengaran berdasarkan Northerm, J. dan Downs, M dikutip
dari Weiss, Curtis E., et al., yaitu :
1. 15-30 dB kehilangan pendengaran ringan, kesulitan menerima bicara dengan kekerasan
yang lemah
2. 31-50 dB kehilangan pendengaran sedang, kesulitan menerima bicara dengan intensitas
normal
3. 51-80 dB kehilangan pendengaran berat, kesulitan menerima bicara dengan kekerasan
yang kuat
4. 81-100 dB kehilangan pendengaran sangat berat, kesulitan untuk menerima bicara dengan
kekerasan yang sangat kuat sekalipun.
Karakteristik penderita disaudia dapat meliputi :
Aspek bahasa
Isi bahasa (semantic)
Anak-anak dengan kehilangan pendengaran menunjukan perkembangan dalam
semantik dang penggunaan bahasa mirip seperti perkembangan anak normal, tetapi
tidak dalam perkembangan berbahasa
Bentuk bahasa
Anak-anak dengan gangguan pendengaran tidak mampu mengulang-ulang bunyi suku
kata sama sekali pada usia 1 tahun
Penggunaan bahasa
Mereka mengekspresikan dalam simbol-simbol non linguistik
12
Aspek suara
Breathness, hipernasaliti, nada terlalu tinggi, monoton, dan gangguan kenyaringan.
Aspek bicara
Menurut Travis kesalahan artikulasi pada huruf konsonan dan vokal
Kesalahan huruf konsonan
Kegagalan membedakan antara konsonan bersuara
(b,d,g,h,j,l,m,n,r,v,w,z,ng,ny,kh) dan konsonan tidak bersuara
(c,f,k,p,q,s,t,x,y)
Penggantian konsonan
Sengau yang berlebihan
Ketidakmampuan artikulasi dalam penggabungan konsonan
Ketidakmampuan karena keterbatasan konsonan
Hilangnya konsonan hambatan (contoh : atap menjadi ata)
Hilangnya konsonan lepas (contoh : kipas menjadi kias)
Kesalahan huruf vokal
Penggantian vokal
Kesalahan artikulasi huruf diftong (ai,au,oi)
4) Dislogia
Dislogia merupakan suatu bentuk kelainan berkomunikasi yang disertai kerusakan
mental, dimana mental intelektual tidak sesuai dengan perkembangan anak dan akan
berdampak pada kemampuan bahasa bicara. Rendahnya kecerdasan menyebabkan kesulitan
dalam mengamati serta mengolah dalam pembentukan konsep dan pengertian bahasa. Anak
akan mengalami gangguan berkomunikasi apabila :
Anak hanya mampu berfikir secara konkrit dan sukar berpikir yang bersifat abstrak.
Anak mengalami kesulitan dalam berkonsentrasi
Anak mempunyai kemampuan asosiasi yang terbatas
Anak tidak mampu menyimpan instruksi yang sulit
Anak kurang mampu menganalisa dan menilai kejadian yang dialami
Kemampuan bahasanya akan tidak sesuai apabila dibandingkan dengan anak
seusianya. Demikian juga untuk kemampuan wicaranya akan mengalami gangguan, terlihat
adanya S.O.D.A (Substitusi, Omisi, Distorsi, Adisi) pada kata yang diujarkan.
Substitusi
13
Merupakan gangguan artikulasi dengan adanya penggantian huruf pada kata yang
diucapkan yang tidak dapat diterima lingkungan.
Contoh : rumah menjadi lumah. Makan menjadi mamam.
Omisi
Merupakan gangguan artikulasi dimana seseorang menghilangkan huruf pada suatu kata.
Contoh : kaki menjadi ai. Pintu menjadu tu.
Distorsi
Merupakan gangguan artikulasi dimana pengucapan yang kurang sempurna atau kurang
jelas.
Contoh : ibu menjadi kata yang tidak jelas diucapkannya
Adisi
Merupakan gangguan dengan penambahan huruf.
Contoh : kursi menjadi kuresi, bola menjadi bolak.
5) Dislalia
Dislalia merupakan gangguan artikulasi yang disebabkan ketidaknormalan di luar
organ wicara dan bukan dikarenakan kerusakan sistem saraf pusat maupun perifer, gangguan
pendengaran, dan psikologis, tapi merupakan gangguan fungsi artikulasi.
Masalah yang ditimbulkan berupa masalah komunikasi dan masalah perkembangan
bahasa.
2. Gangguan Suara
Gangguan suara yang utamanya disebabkan oleh aksi atau perilaku pita suara,
intensitas suara dan/atau kualitas suara yang tidak sesuai untuk individu tersebut dalam
kaitannya dengan usia, jenis kelamin atau lingkungan.
Gangguan suara secara garis besar dibedakan menjadi 2 yaitu disfonia dan afonia. :
a) Disfonia
Suatu kondisi gangguan komunikasi dalam bentuk penyimpangan atau kurang
sempurnanya di dalam produksi suara yang disebabkan oleh faktor organik maupun
fungsional. Kondisi ini meliputi :
14
(1) Gangguan nada
(a) High pitch
Nada yang dihasilkan memiliki nada yang lebih tinggi dari nada normal atau lebih tinggi dari
yang seharusnya. Nada yang normal harus sesuai dengan jenis kelamin.
(b) Low pitch
Nada yang dihasilkan memiliki nada yang lebih rendah dari yang seharusnya. Nadanya
rendah tidak sesuai dengan jenis kelamin.
(c) Monoton
Ketidakmampuan memproduksi nada suara yang bervariasi.
(d) Diplophonia
Terjadinya dua nada pada saat fonasi (memproduksi suara), karena adanya dua adukksi antara
plica vocalis dan plica ventricularis pada saat fonasi.
(e) Puberphonia
Perubahan nada, karena akibat dari perubahan struktur laring dari masa anak-anak ke dewasa,
dan pada penderita puberphonia ini mempertahankan pola fonasi lama (pola anak-anak).
(2) Gangguan kenyaringan
(a) Loud voice
Kesulitan dalam produksi suara dimana suara yang dihasilkan memiliki tingkat intensitas
yang berlebihan atau kenyaringan yang berlebihan.
(b) Soft voice
Kesulitan dalam memproduksi suara yang ditandai dengan adanya tingkat intensitas yang
minimal, sehingga penderita tidak mampu memproduksi kenyaringan yang dikehendaki.
Kenyaringan yang dihasilkan di bawah kenyaringan normal.
(3) Gangguan kualitas
(a) Breathiness
Kesulitan dalam memproduksi suara dimana pada saat fonasi hanya muncul suara desah,
timbul karena pada waktu masuk di bagian posterior dari plica vokalis tidak sempurna
disebabkan adanya celah bagian posterior.
(b) Hoarseness
Suara yang dihasilkan serak dengan nada rendah, karena adduksi plica vokalis yang tidak
optimal pada daerah anterior.
(c) Harshness
Suara yang dihasilkan serak dengan nada tinggi, karena adduksi berlebihan dari plica vokalis.
(d) Disfonia Spastis
15
Suara serak akibat adanya interupsi pada saat fonasi. Interupsi terjadi adduksi secara tiba
-tiba.
(e) Ventrikular Voice
Suara serak, lemah, nada rendah. Terjadi karena suara yang dihasilkan oleh plica vokalis,
tetapi yang adduksi plica ventrikularis.
(f) Hypernasality
Suara yang dihasilkan sengau, karena aliran udara pada saat phonasi lebih banyak ke rongga
nasopharynx.
(g) Hyponasality/Denasality
Kesulitan dalam memproduksi nasal resonance pada saat mengucapkan fonem yang Manner
Of Articulation-nya nasal.
b) Afonia
Afonia berasal dari kata konversi kehilangan suara karena tidak adanya faktor fisik,
penyakit, trauma, biasanya akibat faktor psikogenik aphonia fungsional dan histerisberselang
suku kata, suara telepon.
Afonia adalah suatu kondisi gangguan komunikasi yang disebabkan oleh kehilangan
sumber suara atau mengalami kegagalan sama sekali di dalam memproduksi suara
Afonia adalah tidak adanya bunyi fonasi yang diungkapkan sebagai suara bisikan,
yang menandakan bahwa pita suara tidak bergetar
Afonia disebabkan oleh hal-hal berikut :
1. Malformasi laring congenital
2. Trauma laring
3. Peradangan akut laring
4. Peradangan non spesifik laring kronis
5. Penyakit-Penyakit granulomatasis laring kronis
6. Kelainan laring sebagai akibat penyakit sistemik
7. Kelainan fungsional laring
8. Penyakit neurologik laring
9. Tumor-tumor laring dan larigo faring
10. Akibat operasi laringektomi
Afonia memiliki gejala-gejala seperti suara parau, yang disebabkan oleh lesi yang
mengenai daerah pita suara, sesak nafas yang disebabkan oleh tertutupnya jalan nafas oleh
16
tumor, batuk yang kadang.kadang dengan reak yang bercampur darah dikarenakan adanya
ulserasi pada tumor, dan penurunan berat badan.
3. Gangguan Bahasa
17
Afasia perkembangan merupakan afasia dimana seorang anak tidak dapat
mengembangkan kemampuan wicara atau berbahasa. Afasia perkembangan dibagi 2 yaitu
afasia perkembangan expressive dimana seorang anak dapat memahami percakapan atau
bahasa, tetapi tidak dapat untuk mengekspresikan atau menjawabnya dan afasia
perkembangan receptive dimana terdapat kesulitan dalam memahami bahasa secara dekat.
Sindrom-Sindrom Afasia
Afasia global
Afasia broca
Afasia wernicke
Afasia anomis
Afasia konduksi
Afasia transkortikal motoris
Afasia transkortikal sensoris
Afasia transkortikal campuran
Afasia subkortikal
Afasia talamus ketulian kata murni
Kebisuan kata murni
Kebutaan kata murni
4. Gangguan Irama/Kelancaran
Salah satu jenis gangguan perilaku komunikasi ditandai dengan adanya pengulangan
(repetition) bunyi atau suku kata dan perpanjangan (prolongation) serta blocking pada saat
berbicara. Adanya pengulangan, perpanjangan dan blocking pada saat berbicara
menyebabkan penderita tidak mampu berbicara dengan lancar. Pada umumnya terjadi
sehubungan dengan adanya ganggguan psikososial atau karena sebab-sebab lain yang
mengganggu/mempengaruhi fungsi neuromotor organ bicara.
Kelainan irama/kelancaran dapat dibagi menjadi 3 macam yaitu :
a) Gagap (stuttering)
Stuttering atau gagap adalah suatu keadaan di mana aliran bicara terganggu karena
adanya pengulangan dan pemanjangan suara, suku kata, kata, atau frasa, serta jeda atau
hambatan yang tidak disadari yang mengakibatkan gagalnya produksi suara. Gangguan
kelancaran yang berupa adanya pengulangan bunyi atau suku kata (repetition), perpanjangan
18
(prolongation), dan atau ketidakmampuan untuk memulai kata, meskipun sudah melakukan
usaha (blocking).
Umumnya, stuttering tidak disebabkan oleh proses fisik produksi suara atau proses
penerjemahan pikiran menjadi kata. Stuttering juga tidak berhubungan dengan tingkat
kecerdasan seseorang. Gangguan ini juga bersifat variabel, yang berarti bahwa pada situasi
tertentu, seperti berbicara melalui telpon, tingkat keparahan stuttering dapat meningkat atau
menurun. Walaupun penyebab utama dari stuttering belum diketahui secara pasti, namun
faktor genetik dan neurofisiologi diduga berperan atas timbulnya gangguan ini.
Gejala dari stuttering atau gagap dapat berupa :
Pengulangan bunyi (seperti b-b-b-bola), silabus (seperti ma-ma-makan), bagian dari kata
(seperti sepak-sepak-sepakbola), keseluruhan kata dan frase.
Pemanjangan atau pemoloran dari bunyi, (seperti, k—–ucing)
Hambatan dalam menyelesaikan kalimat, ragu-ragu dengan atau tanpa suara diantara kata.
Bicara yang terjadi seperti menyembur, dimana anak mencoba mengawali dan
memelihara
Efek dari stuttering atau gagap secara fisik mungkin tidak bergitu berpengaruh namun
secara psikologis mereka biasanya minder dan malu memiliki kekurangan dalam hal
berbicara di depan umum. Mereka mungkin akan menjadi pendiam dan hanya bicara ke
orang-orang yang dekat saja. Rasa tidak percaya diri selalu muncul secara terus-menerus dan
mungkin ada rasa putus asa jika penderita stuttering dikucilkan dan selalu dicemohkan orang
yang berada di sekitarnya.
b) Cluttering
Merupakan salah satu jenis gangguan irama, yaitu bicara dengan irama yang sangat
cepat, sehingga terjadi kesalahan artikulasi yang khas dan sulit dimengerti, yang berupa
substitusi, omisi, distorsi dan adisi, tetapi tidak menetap.
c) Latah
Latah merupakan kecenderungan mengulangi kata atau phrase pada waktu
mengucapkan kalimat tanpa disadari, yang disebabkan oleh hipersensitifitas terhadap
rangsangan yang diterima mendadak.
Menurut KBBI edisi ketiga, latah mempunyai arti menderita sakit saraf dengan suka
meniru-niru perbuatan atau ucapan orang lain. Berkelakuan seperti orang gila, misalnya;
karena kehilangan orang yang dicintai, meniru-niru sikap, perbuatan, atau kebiasaan orang
atau bangsa lain, mengeluarkan kata-kata yang tidak senonoh.
19
Menurut Robert L. Winzeler, latah adalah suatu keadaan fisik di mana penderita
secara spontanitas mengeluarkan respon (berupa ucapan kata-kata atau kalimat dan sering
disertai gerakan tubuh) terhadap suara atau gerakan yang sifatnya mengagetkan penderita.
Sejauh ini, latah baru ditemukan di budaya dan orang Asia Tenggara, terutama Indonesia dan
Malaysia. Oleh sebab itu, latah dianggap sebagai suatu sindrom khusus kebudayaan.
Menurut Dr. Rinrin R. Kaltarina, Psi,M.Si. latah adalah ucapan atau perbuatan yang
terungkap atau tidak terkendali, pasca reaksi kaget (starled reaction). Saat latah muncul yang
berkuasa adalah alam bawah sadar (subconcious).
Menurut Psikolog Eva Septiana Barlianto M.Si. latah adalah kebiasaan mengulang
kata-kata terakhir yang diucapkan berkali-kali terutama pada kondisi kaget atau situasi tidak
sesuai dengan orang yang bersangkutan. Latah bisa berupa kata lengkap atau hanya potongan
kata paling akhir.
Menurut Soenjono Dardjowidjojo, dalam bukunya latah adalah suatu tindak
kebahasaan pada waktu seseorang terkejut atau dikejutkan, tanpa sengaja mengeluarkan kata-
kata secara spontan dan tidak sadar dengan apa yang diucapkannya
Penyebab utama latah adalah kecemasan atau tertekan gara-gara stress. Ada beberapa
teori yang menyebabkan timbulnya gangguan latah, yaitu :
Teori Pemberontakan.
Dalam kondisi latah, seseorang bisa mengucapkan hal-hal yang dilarang tanpa merasa
bersalah. Gejala ini semacam gangguan tingkah laku. Lebih kearah obsesif karena ada
dorongan yang tidak terkendali untuk mengatakan atau melakukan sesuatu.
Teori Kecemasan
Gejala latah muncul karena yang bersangkutan memiliki kecemasan terhadap sesuatu
tanpa ia sadari. Rata-rata, dalam kehidupan pengidap latah selalu terdapat tokoh otoriter,
entah ayah atau ibu. Bisa jadi, latah merupakan jalan pemberontakannya terhadap
dominan orang tua yang sangat menekan. Walau demikian tokoh otoriter tidak harus
berasal dari lingkungan keluarga.
Teori Pengondisian
Inilah yang disebut latah gara-gara ketularan. Seseorang mengidap latah karena
dikondisikan oleh lingkungannya, misalnya gara-gara latah, seseorang merasa
diperhatikan dan diperhatikan oleh lingkungan. Dengan begitu, latah juga merupakan
upaya mencari perhatian. Latah semacam ini disebut ”latah gaul”.
Menurut Dr. Rinrin R. Kaltarina, Psi.,M.Si. Ada empat macam latah, yaitu :
1. Ekolalia : mengulangi perkataan orang lain
20
2. Ekopraksia : meniru gerakan orang lain
3. Koprolalia : mengucapkan kata-kata yang dianggap tabu/kotor
4. Automatic obedience : melaksanakan perintah secara spontan pada saat terkejut,
misalnya; ketika penderita dikejutkan dengan seruan perintah seperti ”sujud” atau
”peluk”, ia akan segera melakukan perintah itu.
Menurut Evi Elviati, Psi., psikolog dari Essa Consulting Group, baik buruknya anak
bersikap latah terhadap sang teman tergantung apa yang ditirunya. Jika sifatnya negatif, maka
orang tua harus segera menghentikan dengan memberinya penjelasan kepada anak.
Sebaliknya, jika yang dicontoh adalah hal-hal positif, maka orangtua justru harus
memberikan dukungan agar anak terus melakukan hal itu.
Syarat munculnya latah adalah adanya keterkejutan. Untuk mengurangi dan
menyembuhkan latah, ia harus bisa menemukan ketenangan hidup. Misalnya, keluar dari
rumah kalau orang tuanya kerap melakukan tekanan atau berganti bidang pekerjaan jika
pekerjaannya itu membuatnya stres. Untuk menyembuhkan si latah, lingkungan memang
harus berempati. Ada penderita latah yang sembuh sendiri setelah berkeluarga dan hidup
tenang. Selebihnya, penderita dianjurkan melakukan latihan relaksasi, meditasi, dan
konsentrasisecara rutin. Kegiatan ini akan membantu penderita menuju kesembuhan. Dan,
sering-seringlah melakukan aktivitas menyenangkan yang tidak membuat stres (Dr. Rinrin R.
Khaltarina, Psi., M.Si.). Terapi puasa cukup populer di Eropa maupun AS. Kabar gembira
lain, hasil riset terakhir membuktikan puasa yang dijalankan secata tepat dan benar, bisa
berfungsi sebagai terapi bagi penderita latah. Ini bersumber kepada fakta bakti bahwa puasa
dapat membuat seseorang lebih mampu menguasai dan mengendalikan diri
5. Gangguan Menelan
Gangguan menelan (disfagia) terbagi menjadi 3, yaitu fase oral (gangguan di mulut),
fase faring (gangguan di faring), dan fase osefagia (gangguan di kerongkongan atau
lambung).
REFERENSI
21
cae-indonesia.com/apa-itu-gangguan-bicara-dan-bahasa/
muktiyuhanani.blogspot.com/2012/02/stuttering-atau-gagap.html?m=1
http://poltekkes-solo.ac.id
mustwkupang.blogspot.com/2012/01/terapi-wicara.html?m=1
childrengrowup.wordpress.com/2012/02/26/deteksi-terlambat-bicara-pada-anak-normal-
atau-berbahaya/
Modul Pengantar Terapi Wicara, (Drs. Dudung Abdurrachman, S.Pd., A.Md.TW)
22