Anda di halaman 1dari 7

1.

Menjelaskan Alat Ucap Manusia Dalam Proses Pembentukan Bunyi


Alat ucap dan alat bicara yang dibicarakan dalam proses memproduksi bunyi
bahasa dapat dibagi atas tiga komponen, yaitu :
a. Komponen subglotal
Komponen subglotal terdiri dari paru-paru (kiri dan kanan), saluran bronkial,
dan saluran pernafasan (trakea). Di samping ketiga alat ucap ini masih ada yang
lain, yaitu otot-otot, paru-paru, dan rongga dada. Secara fisiologis komponen ini
digunakan untuk proses pernafasan. Karena itu, komponen ini disebut juga sistem
pernafasan.
b. Komponen laring

Komponen laring (tenggorok) merupakan kotak yang terbentuk dari tulang


rawan yang berbentuk lingkaran. Di dalamnya terdapat pita suara. Laring berfungsi
sebagai klep yang mengatur arus udara antara paru-paru, mulut, dan hidung.

c. Komponen supraglotal
Komponen supraglotal adalah alat-alat ucap yang berada di dalam rongga
mulut dan rongga hidung baik yang menjadi artikulator aktif maupun yang menjadi
artikulator pasif.
Ada empat macam posisi glotis pada pita suara yaitu pita suara dengan
(a) glotis terbuka lebar,
(b) glotis terbuka agak lebar,
(c) glotis terbuka sedikit, dan
(d) glotis tertutup rapat.
Secara umum titik artikulasi (pertemuan antara artikulator aktif dan artikulator
pasif) yang mungkin terjadi dalam bahasa Indonesia ialah :
a) Artikulasi bilabial (bibir bawah dan bibir atas)
b) Artikulasi labiodental (bibir bawah dan gigi atas)
c) Artikulasi interdental (gigi bawah, gigi atas, dan ujung lidah)
d) Artikulasi apikodental (ujung lidah dan gigi atas)
e) Artikulasi apikoalveolar (ujung lidah dan ceruk gigi atas)
f) Artikulasi laminodental (daun lidah dan gigi atas)
g) Artikulasi laminopalatal (daun lidah dan langit-langit keras)
h) Artikulasi lamino alveolar (daun lidah dan ceruk gigi atas)
i) Artikulasi dorsopalatal (pangkal lidah dan langit-langit keras)
j) Artikulasi dorsovelar (pangkal lidah dan langit-langit lunak)
k) Artikulasi dorsouvular (pangkal lidah dan anak tekak)
l) Artikulasi oral (penutupan arus udara ke rongga hidung)
m) Artikulasi radiko faringal (akar lidah dan dinding kerongkongan)

Cara artikulasi atau cara bagaimana bunyi bahasa itu dihasilkan, yakni :

a) Arus ujar itu dihambat pada titik tertentu, lalu dengan tiba-tiba diletupkan
sehingga terjadilah bunyi yang disebut bunyi hambat, bunyi letup atau bunyi
plosif.
b) Arus ujar itu dihambat pada titik tertentu, lalu arus ujar itu dikeluarkan melalui
rongga hidung, sehingga terjadilah bunyi nasal.
c) Arus ujar itu dihambat pada tempat tertentu, kemudian diletupkan sambil
digeser atau didesiskan sehingga terjadilah bunyi paduan atau bunyi afrikat.
d) Arus ujar itu dihambat pada tempat tertentu, kemudian digeserkan atau
didesiskan sehingga terjadilah bunyi geseran, bunyi desis atau bunyi frikatif.
e) Arus ujar itu dikeluarkan melalui samping kiri dan kanan lidah, maka terjadilah
bunyi sampingan atau bunyi lateral.
f) Arus ujar itu dikeluarkan melalui samping kiri dan kanan lidah lalu digetarkan
sehingga terjadilah bunyi getar atau tril.
g) Arus ujar itu pada awal prosesnya diganggu oleh posisi lidah tetapi kemudian
diganggu pada titik artikulasi tertentu sehingga terjadilah bunyi semi vokal
yang dikenal juga dengan nama bunyi hampiran.
Dalam membuat klasifikasi bunyi dan klasifikasi fonem digunakan tiga
patokan atau kriteria, yaitu titik artikulasi, tempat artikulasi, dan bergetar
tidaknya pita suara.
2. Mengidentifikasi Bunyi Bahasa Berdasarkan Jenisnya
1. Bunyi Vokal, Konsonan, dan Semi Vokal
Bunyi-bunyi vokal, konsonan, dan semi vokal dibedakan berdasarkan tempat
dan cara artikulasinya.
a. Vokal adalah bunyi bahasa yang dihasilkan dengan cara, setelah arus udara ke
luar dari glotis (celah pita suara), lalu arus ujar hanya diganggu atau diubah
oleh posisi lidah dan bentuk mulut. Misalnya, bunyi [i], bunyi [a], dan bunyi
[u].
b. bunyi konsonan terjadi setelah arus ujar melewati pita suara diteruskan ke
rongga mulut dengan mendapat hambatan dari artikulator aktif dan artikulator
pasif. Misalnya, bunyi [b] yang mendapat hambatan pada kedua bibir; bunyi
[d] yang mendapat hambatan pada kedua bibir; bunyi [d] yang mendapat
hambatan pada ujung lidah (apeks) dan gigi atas; atau bunyi [g] yang
mendapat hambatan pada belakang lidah (dorsum) dan langit-langit lunak
(velum).
c. bunyi semi vokal adalah bunyi yang proses pembentukannya mula-mula
secara vokal lalu diakhiri secara konsonan. Karena itu, bunyi ini sering juga
disebut bunyi hampiran (aproksiman). Bunyi semivokal hany ada dua yaitu
bunyi [w] yang termasuk bunyi bilabial dan bunyi [y] yang termasuk bunyi
laminopalatal.
2. Bunyi Oral dan Bunyi Nasal
Kedua bunyi ini dibedakan berdasarkan keluarnya arus ujar. Bila arus ujar ke
luar melalui rongga mulut maka disebut bunyi oral. Bila ke luar melalui rongga
hidung disebut bunyi nasal. Bunyi nasal yang ada hanyalah bunyi [m] yang
merupakan nasal bilabial, bunyi [n] yang merupakan nasal laminoalveolar atau
apikodental, bunyi [] yang merupakan nasal laminopalatal dan bunyi [] yang
merupakan nasal dorsovelar.
3. Bunyi Bersuara dan Bunyi tak Bersuara
Kedua bunyi ini dibedakan berdasarkan ada tidaknya getaran pada pita suara
sewaktu bunyi itu diproduksi. Bila pita suara turut bergetar pada proses
pembunyian itu, maka disebut bunyi bersuara. Hal ini terjadi karena glotis pita
suara terbuka sedikit. Yang termasuk bunyi bersuara antara lain bunyi [b], bunyi
[d], dan bunyi [g]. Bila pita suara tidak bergetar disebut bunyi tak bersuara. Dalam
bahasa Indonesia hanya ada empat buah bunyi tak bersuara, yaitu bunyi [s], bunyi
[k], bunyi [p], dan bunyi [t].
4. Bunyi Keras dan Bunyi Lunak
Pembedaan kedua bunyi ini berdasarkan ada tidaknya ketegangan kekuatan
arus udara ketika bunyi ini diartikulasikan. Sebuah bunyi disebut keras (fortis)
apabila terjadi karena pernafasan yang kuat dan otot tegang. Bunyi [t], [k], dan [s]
adalah fortis. Sebaliknya sebuah bunyi disebut lunak (lenis) apabila terjadi karena
pernafasan lembut dan otot kendur. Bunyi seperti [d], [g], dan [z] adalah lenis.
5. Bunyi Panjang dan Bunyi Pendek
Pembedaan kedua bunyi ini didasarkan pada lama dan tidaknya bunyi itu
diartikulasikan. Baik bunyi vokal maupun bunyi konsonan dapat dibagi atas bunyi
panjang dan bunyi pendek. Kasus ini tidak ada dalam bahasa Indonesia, tetapi ada
dalam bahasa Latin dan bahasa Arab.
6. Bunyi Tunggal dan Bunyi Rangkap
Pembedaan ini berdasarkan pada hadirnya sebuah bunyi yang tidak sama
sebagai satu kesatuan dalam sebuah silabel (suku kata). Bunyi vokal rangkap
disebut diftong dan bunyi tungga disebut monoftong. Bunyi rangkap konsonan
disebut klaster. Tempat artikulasi kedua konsonan dalam klaster berbeda.
7. Bunyi Nyaring dan Tak Nyaring
Pembedaan kedua bunyi ini berdasarkan derajat kenyaringan (sonoritas)
bunyi-bunyi itu yang ditentukan oleh besar kecilnya ruang resonansi pada waktu
bunyi itu diujarkan. Bunyi vokal pada umumnya mempunyai sonoritas yang lebih
tinggi daripada bunyi konsonan. Oleh karena itu, setiap bunyi vokal menjadi
puncak kenyaringan setiap silabel.
8. Bunyi Egresif dan Bunyi Ingresif
Pembedaan kedua bunyi ini berdasarkan dari mana datangnya arus udara
dalam pembentukan bunyi itu. Kalau arus udara datang dari dalam (seperti dari
paru-paru), maka bunyi tersebut disebut bunyi egresif; bila datangnya dari luar
disebut bunyi ingresif. Ada dua macam bunyi egresif, yaitu (a) bunyi egresif
pulmonik, apabila arus udara itu berasal dari paru-paru; dan (b) egresif glotalik
apabila arus udara itu berasal dari pangkal tenggorokan.
9. Bunyi Segmental dan Bunyi Suprasegmental
Pembedaan kedua bunyi ini didasarkan pada dapat tidaknya bunyi itu
disegmentasikan. Bunyi yang dapat disegmentasikan, seperti semua bunyi vokal
dan bunyi konsonan adalah bunyi segmental; sedangkan bunyi atau unsur yang
tidak dapat disegmentasikan, yang menyertai bunyi segmental itu, seperti tekanan,
nada, jeda, dan durasi (pemanjangan) disebut bunyi atau unsur suprasegmental atau
non segmental.
10. Bunyi Utama dan Bunyi Sertaan
Dalam pertuturan bunyi-bunyi bahasa itu tidak berdiri sendirisendiri,
melainkan saling pengaruh-mempengaruhi baik dari bunyi yang ada sebelumnya
maupun dari bunyi sesudahnya.

3. Mengidentifikasi Ragam Konsonan Dalam Bahasa Indonesia

Konsonan adalah bunyi bahasa yang diproduksi dengan cara, setelah arus ujar
keluar dari glotis, lalu mendapat hambatan pada alat-alat ucap tertentu di dalam rongga
mulut atau rongga hidung. Bunyi konsonan dapat diklasifikasikan berdasarkan:
Tempat artikulasi, yaitu tempat terjadinya bunyi konsonan, atau tempat bertemunya
artikulator aktif dan artikulator pasif. Tempat artikulasi disebut juga titik artikulasi.
Sebagai contoh bunyi [p] terjadi pada kedua belah bibir (bibir atas dan bibir
bawah), sehingga tempat artikulasinya disebut bilabial. Contoh lain bunyi [d]
artikulator aktifnya adalah ujung lidah (apeks) dan artikulator pasifnya adalah gigi
atas (dentum), sehingga tempat artikulasinya disebut apikodental.
Cara artikulasi yaitu bagaimana tindakan atau perlakuan terhadap arus udara yang
baru ke luar dari glotis dalam menghasilkan bunyi konsonan itu. Misalnya, bunyi
[p] dihasilkan dengan cara mula-mula arus udara dihambat pada kedua belah bibir,
lalu tiba-tiba diletupkan dengan keras. Maka bunyi [p] itu disebut bunyi hambat
atau bunyi letup. Contoh lain bunyi [h] dihasilkan dengan cara arus udara
digeserkan di laring (tempat artikulasinya). Maka, bunyi [h] disebut bunyi geseran
atau frikatif.
Bergetar tidaknya pita suara, yaitu jika pita suara dalam proses pembunyian itu
turut bergetar atau tidak. Bila pita suara itu turut bergetar maka disebut bunyi
bersuara. Jika pita suara tidak turut brgetar, maka bunyi itu disebut bunyi tak
bersuara. 4) Striktur, yaitu hubungan posisi antara artikulator aktif dan artikulator
pasif.

4. Mengidentifikasi ragam vokal dalam bahasa indonesia

Bunyi Vokal Vokal adalah jenis bunyi bahasa yang ketika dihasilkan atau
diproduksi, setelah arus ujar ke luar dari glotis tidak mendapat hambatan dari alat ucap,
melainkan hanya diganggu oleh posisi lidah, baik vertikal maupun horisontal, dan
bentuk mulut.

1. Tinggi rendahnya posisi lidah Berdasarkan tinggi rendahnya posisi lidah bunyi-
bunyi vokal dapat dibedakan atas:
a. Vokal tinggi atas, seperti bunyi [i] dan [u]
b. Vokal tinggi bawah, seperti bunyi [I] dan [U]
c. Vokal sedang atas, seperti bunyi [e] dan [o]
d. Vokal sedang bawah, seperti bunyi [] dan []
e. Vokal sedang tengah, seperti bunyi []
f. Vokal rendah, seperti bunyi [a]
g. Maju mundurnya lidah Berdasarkan maju mundurnya lidah bunyi vokal
dapat dibedakan atas :
a. Vokal depan, seperti bunyi [i], [e], dan [a]
b. Vokal tengah, seperti bunyi []
c. Vokal belakang, seperti bunyi [u] dan [o]
2. Struktur Striktur pada bunyi vokal adalah jarak antara lidah dengan langit-langit
keras (palatum). Maka, berdasarkan strikturnya bunyi vokal dapat dibedakan
menjadi :
a. Vokal tertutup, yang terjadi apabila lidah diangkat setinggi mungkin
mendekati langit-langit, seperti bunyi [i] dan bunyi [u]
b. Vokal semi tertutup, yang terjadi apabila lidah diangkat dalam ketinggian
sepertiga di bawah vokal tertutup, seperti bunyi [e], bunyi [], dan bunyi [o].
c. Vokal semi terbuka, yang terjadi apabila lidah diangkat dalam ketinggian
sepertiga di atas vokal yang paling rendah, seperti bunyi [] dan [c]
d. Vokal terbuka, yang terjadi apabila lidah berada dalam posisi serendah
mungkin, seperti bunyi [a]
e. Bentuk Mulut Berdasarkan bentuk mulut sewaktu bunyi vokal itu diproduksi
dapat dibedakan :
a. Vokal bundar, yaitu vokal yang diucapkan dengan bentuk mulut
membundar. Dalam hal ini ada yang bundar terbuka seperti bunyi [c],
dan yang bunda tertutup seperti bunyi [o] dan bunyi [u]
b. Vokal tak bundar, yaitu vokal yang diucapkan dengan bentuk mulut tidak
membundar, melainkan terbentang melebar, seperti bunyi [i],

Anda mungkin juga menyukai