Anda di halaman 1dari 6

1.

Menurut Jan Eisenson Wicara adalah suatu aktivitas manusia yang memerlukan
koordinasi yang paling besar, berbicara menggunakan seluruh potensi tubuh, saraf, otot,
kelenjar, dan darah.
2. Terapis menurut Permenkes 81 tahun 2014 yaitu seseorang yang telah lulus
pendidikan Terapi Wicara sesuai dengan peraturan perundang undangan.
3. Pengertian wicara, adalah suatu kemungkinan manusia untuk mengucapkan bunyi-
bunyi bahasa dengan alat wicara yang besifat individual.
4. Pengertian terapi wicara, Bentuk pelayanan kesehatan profesional berdasarkan ilmu
pengetahuan, teknologi dalam bidang bahasa, wicara, suara, irama/kelancaran
(komunikasi), dan menelan yang ditujukan kepada individu, keluarga dan/atau
kelompok untuk meningkatkan upaya kesehatan yang di akibatkan oleh adanya
gangguan/kelainan anatomis, fisiologis, psikologis dan sosiologis.
5. Peran Terapi Wicara
1. Peran Pelaksana
Memberikan pelayanan terapi wicara kepada orang-orang yang mengalami gangguan
kemampuan berkomunikasi meliputi gangguan wicara, bahasa, suara, dan irama
kelancaran dan menelan.
2. Peran Pengelola
Mengelola pelayanan terapi wicara secara mandiri maupun terpadu di tingkat pelayanan
dasar, pelayanan rujukan, dan pelayanan yang dilaksanakan lembaga swadaya
masyarakat.
3. Peran Pendidik
Memberikan pelayanan pendidikan kepada mesyarakat umum tentang keberadaan dan
eksistensi terapi wicara dalam upaya pembangunan kesehatan dan secara terus menerus
mengadakan proses pendidikan bagi terapis wicara untuk meningkatkan mutu
profesionalisme.
4. Peran Peneliti
Membantu melaksanakan penelitian untuk hal-hal yang berhubungan dengan gangguan
kemampuan berkomunikasi, mengumpulkan data-data empiri dari pengalaman
melaksanakan tugasnya sebagai bahan untuk dilakukan pengkajian lebih lanjut.
6. Fungsi Terapi Wicara
1. Fungsi Pelaksana
a. Melakukan identifikasi masalah-masalah keseatan yang berkaitan dengan Terapi
Wicara dan hal-hal yang berhubungan.
b. Merencanakan tindakan di bidang terapi wicara dan hal-hal yang berhubungan
dan sesuai dengan kebutuhan klien.
c. Melakukan tindakan di bidang terapi wicara dan hal-hal yang berhubungan dan
sesuai dengan kebutuhan klien agar mampu berkomunikasi dalam kehidupan
bermasyarakat.
d. Mengevalasi hasil tindakan di bidang terapi wicara dan hal-hal yang
berhubungan, dengan menggunakan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan.
e. Bekerjasama dengan sejawat (terapis wicara) khususnya dan ahli/disiplin lain
yang berhubungan dalam rangka penanganan di bidang terapi wicara dan hal-hal
yang berhubungan.
2. Fungsi Pengelola
Mengelola bidang terapi wicara di unit pelayanan di mana ia bekerja.
3. Fungsi Pendidik
Menyelenggarakan dan membina upaya penyebarluasan informasi di bidang terapi
wicara kepada pihak lain yang berhubungan.
4. Fungsi Peneliti
Mengkaji masalah-masalah yang ada dan timbul dalam rangka melaksanakan
penelitian di bidang terapi wicara dan hal-hal yang berhubungan
7. Kompetensi Utama Terapi Wicara
a. Memahami konsep normal dan tidak normal tentang wicara, bahasa, suara,
irama kelancaran, dan menelan.
b. Melakukan asesmen terhadap gangguan wicara, bahasa, suara, irama
kelancaran, dan menelan.
c. Menegakkan diagnosis gangguan wicara, bahasa, suara, irama kelancaran, dan
menelan.
d. Menegakkan prognosis gangguan wicara, bahasa, suara, irama kelancaran, dan
menelan.
e. Melakukan terapi gangguan wicara, bahasa, suara, irama kelancaran, dan
menelan.
f. Melakukan kerjasama dengan sejawat dan pihak terkait dalam memberikan
pelayanan terhadap gangguan wicara, bahasa, suara, irama kelancaran, dan
menelan
g. Mendokumentasikan data yang berhubungan dengan pelaksanaan prosedur
kerja terapi terhadap gangguan wicara, bahasa, suara, irama kelancaran, dan
menelan
8. Kompetensi Pendukung Terapi Wicara
a. Melakukan pengembangan kewirausahaan di bidang Terapi Wicara dan
manajemen pelayanan Terapi Wicara.
b. Melakukan program Rehabilitasi Bersumber Daya Masyarakat (RBM) yang
berhubungan dengan gangguan bahasa, wicara, suara, irama kelancaran dan
menelan.
c. Menggunakan berbagai macam sarana atau media komunikasi non-verbal atau
AAC (Augmentative & Alternative Communications).
d. Mampu melakukan penelitian deskriptif dalam bidang pelayanan terapi wicara.
9. Perkembangan Terapi Wicara
a. Tahun 1971: Diadakan kursus yang diberi nama kursus Speech Correction
tingkat A dan B masing-masing ditempuh dalam waktu 6 bulan, bagi yang lulus
tingkat A berhak mengikuti pembelajaran di tingkat B.
b. Tahun 1973: Didirikan lembaga pendidikan setingkat akademi, dengan lama
pendidikan 3 tahun. Lembaga ini bernama Lembaga Pendidikan Bina Wicara
Vacana Mandira
c. Tahun 1985: Lembaga Pendidikan Bina Wicara Vacana Mandira bergabung
dengan ARM (Akademi Rehabilitasi Medik) yang berada di bawah naungan
Yayasan Institut Rehabilitasi Medik, sehingga Akademi Rehabilitasi Medik
menyelenggarakan 2 Program Studi yaitu Program Studi Fisio Terapi dan
Program Studi Speech Terapi.
d. Tahun 1987: Pemerintah member kebijakan bahwa dimana pada satu Akademi
hanya dibenarkan menyelenggarakan satu Program Studi saja, maka Akademi
Rehabilitasi Medik dikembangkan menjadi Akademi Fisio Terapi dan Akademi
Speech Terapi.
e. Tahun 1987: Pendidikan Program Diploma III Terapi Wicara menjadi salah
satu Pendidikan Program Diploma III Kesehatan dengan nama Akademi Terapi
Wicara Vacana Mandira di bawah naungan Yayasan Bina Wicara sampai tahun
sekarang.
f. Tahun 2006: Program Studi Terapi Wicara berkembang juga di Bandung,
lembaga yang menyelengarakan Program Studi Terapi Wicara ini adalah
Politeknik Al Islam yang di bawah naungan Yayasan RS Islam KSWI Jawa
Barat, di jalan Soekarno-Hatta No.644 Bandung.
g. Tahun 2007: Program Studi Terapi Wicara berkembang juga di Solo Jawa
Tengah, lembaga yang menyelengarakan Program Studi Terapi Wicara ini
adalah Poltekes Surakarta, tepatnya di Jalan Adi Sumarmo Tohudan Colomadu
Jawa Tengah, Sehingga sampai tahun 2007 sudah ada 3 (tiga) institusi
pendidikan Terapi Wicara di Indonesia.
h. Tahun 2012: Dengan diterbitkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI
No.HK.03.05/I.2/03067/2012, pendidikan D-IV Terapi Wicara siap
diselenggarakan di Jurusan Terapi Wicara Poltekes Surakarta
10. Sejarah IKATWI
a. Tahun 1971 Cikal bakal berdirinya IKATWI dimulai dengan terbentuknya
Ikatan Bina Wicara Indonesia (IKABWI).
b. Tahun 1993 IKABWI berubah nama sekaligus berubah
kepengurusan menjadi IKATWI. Mulai tahun 1993 sampi tahun 2001
kepengurusan IKATWI dipimpin oleh Dudung Abdurachman, A.Md.TW.,
S.Pd.
c. Tahun 2001 IKATWI baru menjadi organisasi formal setelah memiliki
AD/ART yang disyahkan melalui MUNAS I IKATWI di Jakarta.
d. Tahun 2007 Pada Munas II IKATWI di Surabaya, dipilih dan ditetapkan
kembali Kadek Pandreadi, A.Md.TW., S.Pd.,MM sebagai Ketua Umum DPP
IKATWI untuk periode 2006 -2011.
e. Tahun 2012 memilih dan menetapkan Dwi Suharyana, A.Md.TW., S.Pd
sebagai Ketua Umum DPP IKATWI untuk periode 2012 -2017.
f. Tahun 2017 memilih dan menetapkan Waspada, A.Md.TW., sebagai Ketua
Umum DPP IKATWI untuk periode 2017 -2022.
11. Sekitar tahun 1987 pendidikan terapi wicara ini berdiri sendiri lagi dengan nama
Akademi Speech Therapy. Dan melalui SK Menkes RI No. 221/Kep/Dinakes/XII/88
pendidikan terapi wicara ini resmi dibawah pembinaan Menteri Kesehatan.
12. Peranan Dudung Abdurahman, A.Md. Tw, S.Pd, yaitu menjadikan IKATWI sebagai
organisasi formal setelah memiliki AD/ART.
13. Ketua IKABWI: Bambang Setyono, Sp.Th
14. Bidang Garap Terapi Wicara
1. Bicara
a. Disglosia adalah hambatan bicara yang diakibatkan adanya kelainan struktur
organ artikulasi.
b. Disaudia adalah gangguan bicara yang diakibatkan karena gangguan
pendengaran. Penyebab terjadinya gangguan pendengaran itu sendiri dari factor
keturunan/genetic, inveksi virus rubella saat melahirkan, otitis media, dan
meningitis. Derajat ketulian:
1. Ketunarunguan ringan, masih dapat mendengar bunyi dengan intensitas 20-
40 desibel.
2. Ketunarunguan sedang, masih dapat mendengar bunyi dengan intensitas 40-
65 desibel.
3. Ketunarunguan berat, hanya dapat mendengar bunyi dengan intensitas 65-
95 desibel.
4. Ketunarunguan parah, hanya dapat mendengar bunyi dengan intensitas 95
desibel atau lebih keras.
c. Dislogia yaitu kesulitan bicara yang disebabkan oleh kemampuan kapasitas
berfikir atau kecerdasan di bawah normal
d. Dislalia adalah gangguan artikulasi yang disebabkan tidak normalnya diluar
organ wicara, merupakan gangguan fungsi artikulasi.
e. Disartria adalah ganguan bicara yang diakibatkan cedera neuromuskuler.
Gangguan bicara ini diakibatkan luka pada sistem saraf, yang pada gilirannya
mempengaruhi bekerja baiknya satu atau beberapa otot yang diperlukan untuk
berbicara.
2. Bahasa
Afasia adalah gangguan fungsi bahasa pasif atau aktif yang terjadi akibat adanya
kerusakan di pusat bahasa otak. Penyebabnya: Gangguan Peredaran Darah Otak
(Trombosis, Emboli, Pendarahan Otak), Tumor Otak, Trauma, Infeksi.
3. Suara
a. Afonia adalah suatu ketidakmampuan yang sempurna untuk memproduksi
suara.
b. Disfonia adalah gangguan suara dimana penderita masih mampu memproduksi
suara, tetapi bunyi tersebut abnormal atau terdapat kenyaringan.
4. Irama Kelancaran
a. Cluttering merupakan gangguan bicara dan gangguan komunikasi dengan ciri-
ciri berbicara dengan tempo cepat sehingga sulit untuk dimengerti.
b. Stuttering adalah gangguan bicara yang ditandai dengan permasalahan pada
kelancaran dan alur bicara pengidapnya.
5. Gangguan Menelan
Disfagia merupakan kondisi yang membuat pengidapnya mengalami kesulitan
menelan.

Anda mungkin juga menyukai