Anda di halaman 1dari 106

TERAPI MODALITAS

(Disusun untuk Memenuhi Tugas Departemen Keperawatan Gerontik)

Oleh:

KELOMPOK 4

Agus Triono NIM. 175070209111073


Anjar Satria Wibawa NIM. 175070209111018
Devi Fatmawati NIM. 175070209111007
Eka Yanti Ningsi NIM. 175070209111028
Hendrimina M. H. Suki NIM. 175070209111045
Karmilah Dewi NIM. 175070209111030
Maria Yasinta Erina NIM. 175070209111063
Moh. Khoirudin NIM. 175070209111075
Nikolaus Sani Kumanireng NIM. 175070209111070
Nindya Amelia NIM. 175070209111015
Roni Hengki Agus NIM. 175070209111054
Sandi Suardi NIM. 175070209111081
Siti Raikhanah NIM. 175070209111037

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan YME atas limpahan taufiq dan hidayah-

Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan ini dengan lancar.

Penyusunan laporan ini merupakan salah satu tugas yang harus

diselesaikan dalam mata kuliah Keperawatan Gerontik. Kami menyusun laporan ini

berdasarkan sistematika yang diberikan Dosen Pengampu dengan menggunakan

beberapa literatur sebagai sumber referensi.

Kritik dan saran yang membangun selalu diterima demi penyempurnaan

laporan ini. Akhirnya ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya disampaikan

kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini,

sehingga dapat tersusun dengan baik dan kiranya membawa manfaat bagi

pembacanya.

Penyusun
Kelompok 4
DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ....................................................................................... i


Kata Pengantar ....................................................................................... ii
Daftar Isi.................................................................................................. iii
ISI :

I. DANCE/MOVEMENT THERAPY (DMT) .................... 1


II. AROMATERAPI CAMOMILE ................................................. 14
III. SHIATSU ................................................................................. 22
IV. HORTIKULTURAL TERAPI .................................................... 32
V. BIBLIOTERAPI ........................................................................ 41
VI. TERAPI BERCERITA .............................................................. 51
VII. TERAPI PSIKODRAMA ........................................................... 65
VIII. SENAM TAI CHI ............................................................... 73
IX. LIFE REVIEW THERAPY ....................................................... 85
X. TERAPI MEMORI/REMINISCENCE ........................................ 93
I. DANCE/MOVEMENT THERAPY (DMT)

A. Konsep Dasar

a. Definisi

Dance/MovemenetTherapy atau terapi menari/gerak adalah terapi dengan


gerakan dan tari untuk mendukung intelektual, emosional, fungsi motorik tubuh,
dan sosial. DMT merupakan modalitas terapi seni kreatif. Dikenal juga sebagai
terapi gerakan menari, terapi menari memanfaatkan hubungan langsung antara
gerakan tubuh dan pikiran. Aspek khusus terapi menari, seperti musik, irama,
dan gerakan yang singkron, mengubah status alam perasaan, menyadarkan
kembali ingatan dan perasaan yang lalu dan mengurangi isolasi.

b. Manfaat Terapi Tari dan Gerak

1. Meningkatkan kesadaran diri, harga diri, dan otonomi personal.


2. Meningkatkan hubungan antara pikiran, perasaan, dan tindakan.
3. Meningkatkan dan melatih kembali perilaku koping yang adaptif
4. Mengungkapkan dan mengelola pikiran atau perasaan yang berlebihan.
5. Memaksimalkan sumber-sumber komunikasi.
6. Menghubungkan sumber-sumber dari dalam melalui permainan gerak
kreatif.
7. Menguji pengaruh pada diri sendiri terhadap orang lain.
8. Menguji perasaan di dalam hati dengan kenyataan yang ada di dunia luar.
9. Memulai perubahan fisik, emosional, dan koginitif.
10. Mengembangkan dalam hal mempercayai hubungan dengan orang lain.
11. Mengatur dan mengelola perasaan yang dapat mengganggu proses
belajar.
12. Meningkatkan kemampuan interakasi sosisal.

c. Teori Terapi Tari dan Gerak

Prinsip terapi tari dan gerak bahwa bentuk refleks gerak seseorang
berasal dari pikiran dan perasaan. Melalui pengetahuan dan dukungan klien,
perawat membantu perkembangan dan pengintegrasian pola gerak adaptif baru
bersama dengan pengalaman emosional yang diiringi beberapa perubahan.

1
Terapi tari dan gerak diberikan bagi individu dan kelompok terapi dalam
konteks kesehatan, pendidikan, sosial, dan dalam latihan pribadi. Terapi tari dan
gerak tidak hanya mengajarkan kemampuan menari atau latihan tari. Terapi tari
dan gerak mempunyai dua asumsi pokok yaitu bagaimana klien dapat
mengontrol diri dan mengekspresikan perasaan serta merupakan pendekatan
holistis yang penting bagi tubuh, proses berpikir, dan bekerja mengacu pada
integrasi diri.
Individu selalu mengungkapkan diri dalam gerak dan tari,
mengungkapkan rasa terima kasih. Perilaku individu yang dikenal dengan baik
ini dapat dilihat kerangka teori digunakan untuk mendeskripsikan proses dan
hasil akhir terapi tari dan gerak.
Terapi tari dan gerak pada lansia berfokus pada tiga hal, yaitu
sosial, fisik, dan psikologis.
1. Aspek sosial, meliputi : Pengembangan interaksi sosial, berbagi
perasaan dan pengalaman, serta dukungan sosial.
2. Aspek fisik, mengacu pada kebutuhan masing-masing individu selama
proses meliputi latihan fisik dan ekspresi.
3. Aspek psikologis, meliputi : peningkatan integrasi personal, ekpresi
dari emosi dan perasaan terhadap harga diri serta kualitas hidup dari
lansia.

B. Indikasi Terapi

1) Individu yang mengalami kesulitan atau kekhawatiran dengan masalah


emosioanal, konflik, atau stres.
2) Individu yang ingin meningkatkan kemampuan komunikasi personal,
eksplorasi diri, atau pemahaman diri.
3) Individu yang mungkin menemukan beberapa perasaan atau pengalaman
yang terlalu berlebihan atau kesulitan untuk mengkomunikasikan dengan
kata-kata sendiri atau bagi mereka mungkin menghindari perasaan atau
persoalan yang membingungkan dalam penggunaan kata-kata.
4) Individu yang memiliki masalah melampaui kondisi jasmani, dalam
penyimpangan atau kekhawatiran tentang citra diri, dalam kesulitan gerak
sesungguhnya seperti tekanan dan pembatasan area dari tubuh, gangguan

2
gerak atau dalam kecemasan tentang kedekatan, kontak fisik atau
kepercayaan.
5) Individu yang mengalami gangguan atau trauma. Hal ini menyebabkan
gangguan kapasitas bagi individu tersebut atau orang lain untuk menyatakan
serta mengerti
6) Kekuatan maupun kelemahan personal.
7) Individu yang selama periode tertentu dari stres seperti individu yang
berhubungan dengan kehilangan, transisi, atau perubahan.
8) Individu yang khawatir bahwa masalah yang dirasakan akan pergi dalam
waktu sangat lama atau individu yang biasanya memiliki perasaan bahwa
berbagai hal tidak benar dalam hubungan individu atau keluarga.
9) Individu yang memiliki komunikasi verbal yang kurang tersedia.
10) Individu dengan kesulitan belajar.
11) Individu dengan sakit mental atau fisik.
12) Individu yang ingin menggunakan media ini untuk perkembangan
personal.

C. Kontra Indikasi

1) Lansia yang mengalami gangguan kardiovaskular, pusing dan disorientasi.


2) Lansia osteoporosis.

D. Prosedur

a. Persiapan Alat

1. Tape recorder / CD Player / HP music

2. Kaset / CD Lagu

b. Persiapan Lingkungan

1. Terapis dan klien lansia duduk / berdiri bersama

2. Ruangan nyaman dan tenang

3. Atur ruangan untuk mengakmodasi gerakan bebas peserta.

4. Atur kursi disekitar pinggiran bagi mereka yang tidak dapat berdiri atau
menjadi lelah selama sesi terapi.

3
c. Persiapan Pasien

1. Salam terapeutik (salam dari terapis ke klien lansia).

2. Evaluasi / Validasi (menanyakan perasaan klien saat ini).

3. Kontrak

- Terapis menjelaskan tujuan kegiatan (terapi menari / gerak).

- Terapis menjelaskan aturan main sesuai kesepakan dengan klien.

- Jelaskan tujuan sesi tersebut, dan dorong setiap lansia untuk


berpartisipasi sampai tahapan mereka mampu melakukannya.

d. Prosedur / Tahap Kerja

1. Kaji kelompok apakah ada faktor-faktor resiko. Faktor-faktor resiko untuk


pertimbangan mencakup status kardiovaskular yang buruk, riwayat penyakit
paru obstruktif, atau masalah otot degeneratif.

2. Ketika kelompok lansia telah siap, mulai musik dan posisikan diri terapis
agar menghadap kearah kelompok.

3. Jika rutinitas terstruktur digunakan, peragakan gerakan yang terapis minta


lakukan dan dorong kelompok untuk meniru gerakan terapis.

4. Jika anda meminta ekspresi yang bebas, beredarlah ke dalam kelompok


dengan memberikan dorongan dan motivasi kepada mereka yang ragu-
ragu.

5. Puji upaya peserta dan dorong mereka untuk mendiskusikan perasaan yang
mereka alami selama berdansa.

6. Pengecekan verbal (verbal checking). Durasi yang dibutuhkan selama 5


sampai 10 menit.
7. Pemanasan (warm up). Durasi yang dibutuhkan kurang lebih 10 sampai 15
menit. Tahapan ini memfasilitasi klien untuk mendapatkan sentuhan dengan
tubuh dan memberikan titik fokus.
8. Proses gerak (movement process). Durasi yang dibutuhkan kurang lebih 25
sampai 30 menit. Kemananan harus di jaga ketika klien mengekspresikan
perasaan dan berhubungan satu dengan yang lain. proses ini merupakan
proses yang tidak langsung dan klien bebas mengekspresikan perasaan dan
melakukan interaksi secara nonverbal.

4
9. Penutupan (closure). Durasi yang dibutuhkan adalah 10 sampai 15 menit.
Proses ini merupakan diskusi mengenai tema dan perasaan serta mengenai
gambaran verbal dari apa yang didapatkan selama proses gerak.
10. Setelah sesi terapi, dokumentasikan tipe aktivitas dan respons
kelompok.

e. Evaluasi

1. Perhatikan apakah ada tanda-tanda gaangguan kardiovaskular, seperti


pusing, kemerahan, keringat yang banyak, dan disorientasi. Gerakan yang
sangat cepat dapat menyebabkan pusing. Bantu lansia yang pusing untuk
duduk jika perlu dan periksa tanda-tanda vitalnya.
2. Menanyakan perasaan klien lansia setelah megikuti terapi menari.
3. Berikan pujian atas keberhasilan klien.

E. Hasil Penelitian yang Relevan

1 Judul Judul:
Penelitian “A Systematic Review of the Evidence for the Effectiveness of
Dance Therapy”

Penulis:
(Juliane K. Strassel, MSc; Daniel C. Cherkin, PhD; Lotte
Steuten, PhD; Karen J. Sherman, PhD; Hubertus J. M.
Vrijhoef, PhD)

Jurnal:
Alternative therapies in health and medicine journal · January
2012
Abstrak Latar Belakang
• Terapi tari menggunakan gerakan psikoterapeutikuntuk
mendukung kognitif, emosional, fisik, dan sosialintegrasi
seseorang. Terapi tari mungkin bermanfaat bagiorang
dengan perkembangan, medis, sosial, fisik, atau
psikologiskerusakan.

Tujuan
• Untuk mengevaluasi hipotesis yang dimiliki terapi tarimanfaat

5
terapeutik dengan menganalisis dan meringkas secara
sistematisbukti.

Metode
• Tiga belas database dicari secara sistematistinjauan dan uji
coba terkontrol secara acak (RCT) pada efektivitasterapi tari.
Penilaian Kualitas KeseluruhanKuesioner (OQAQ)
digunakan untuk menilai kualitas ulasan, danKualitas RCT
dinilai menggunakan Skala Jadad.

Hasil:
• Delapan ulasan dan 18 RCT tentang keefektifanterapi tari
memenuhi kriteria inklusi kami. MenurutOQAQ, tujuh dari
delapan ulasan itu buruk metodologiskualitas. Kualitas RCT
berkisar dari yang buruk hingga yang baik. Dikebanyakan
kasus, ulasan dan uji coba melaporkan manfaat positifterkait
dengan peningkatan kualitas hidup, harga diri, atau
mengatasidengan penyakit.

Kesimpulan
• Sebagian besar penelitian telah menemukan manfaat
terapeutikterapi tari, meskipun hasil ini didasarkan pada
umumnyabukti berkualitas buruk. Terapi tari harus dianggap
sebagaiterapi tambahan yang berpotensi relevan untuk
berbagai kondisiyang tidak merespon dengan baik
perawatan medis konvensional.RCT yang bagus dan studi
observasional sangat direkomendasikanuntuk menentukan
nilai nyata dari terapi tari.

2 Penelitian Judul:
 “Dance movement therapy with the elderly: An
internationalInternet-based survey undertaken with
practitioners”

Penulis:
 Iris Brauninger

6
Jurnal:
 An International Journal for Theory, 2014

Abstrak Latar Belakang


• Dalam beberapa dekade mendatang, diperkirakan bahwa di
negara-negara berbahasa Jerman usia 65 tahunkelompok
akan bertambah besar jumlahnya lebih dari 25% dan mereka
yang berusia 80 þ lebih dari 50%(Bundesamt fu¨r Statistik,
2010; Bundesministerium des Inneren, 2012; StatistikAustria,
2012). Dengan demikian, sejumlah besar orang tua
diharapkan untuk memasuki dunia tariterapi gerakan (DMT)
pengobatan. Artikel ini memberikan ikhtisar tentang
surveiDMT dengan lansia dan menyajikan hasil survei
berbasis internet internasionaldilakukan dengan praktisi dari
berbagai negara tentang tema, intervensi danrekomendasi.
Vinyet kasus menawarkan wawasan ke dalam praktik DMT
dengantua. Keterbatasan dan perspektif untuk proyek
penelitian masa depan dibahas.

Tujuan
• Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyajikan tema
utama yang muncul dalam sesi DMTdengan lansia dan
melaporkan intervensi DMT yang berhasil,
keduamengidentifikasi bagaimana praktisi mengevaluasi
manfaat DMT, ketiga untuk mengidentifikasistrategi
penanggulangan yang digunakan oleh terapis, keempat
untuk menyarankan kerja optimalkondisi dan akhirnya
menetapkan dasar teori dan praktek DMT denganorang tua.

Metode
•.Penelitian ini dilakukan di tiga negara berbahasa Jerman.
Penulis dihubungipresiden Asosiasi DMT Swiss dan Austria,
dan mereka mengirim email keundangan kepada anggota
mereka. Penulis mengirim undangan ke daftar email
dariAsosiasi Jerman, kepada 13 rekan dari sebuah rumah
sakit jiwa utama di Swiss dan ke10 terapis gerakan tari (lihat

7
diagram alur). Data dikumpulkan menggunakan amantautan
berbasis web (Aplikasi SurveyMonkeyw).

Hasil:
• Dua pertiganyapraktisi sepenuhnya yakin bahwa DMT
mengurangi pikiran atau risiko bunuh diri. Mereka percaya
bahwa pengalaman fisik yang positif meningkatkan mobilitas,
koneksiuntuk tubuh dan diri sendiri dan memiliki efek
penting. Praktisi menekankan suasana hati itumeningkatkan,
mengurangi keterbatasan kognitif dan sumber daya
diaktifkan. Gruppengalaman dan interaksi meningkatkan
kehidupan sosial dan partisipasi, yang mencegahisolasi dan
penarikan sosial pada lansia.

Kesimpulan
•Sekitar 90% praktisi sepenuhnya setuju bahwa DMT harus
ditawarkan padabdasar rawat jalan. Mereka yakin
peningkatan kualitias hidup lansia, mobilitas, kesehatan
psikologis, kontak sosial dan pengurangan isolasi.

3 Judul Judul:
Penelitian  “Developing relationships between care staff and people
with dementia through Music Therapy and Dance
Movement Therapy: A preliminary phenomenological study”

Penulis:
 Ruth Melhuish, Catherine Beuzeboc, Azucena Guzma´n

Jurnal:
 Dementia Journal, 2015

Abstrak Latar belakang:


•Ada peningkatan fokus pada penyediaan intervensi
psikososial yang efektifmeningkatkan kualitas hidup dalam
perawatan demensia. Penelitian ini bertujuan untuk
mengeksplorasi sikap dan persepsistaf yang berpartisipasi
secara teratur di Music Therapy (MT) dan Dance Movement
Therapy (DMT)kelompok untuk penduduk dengan demensia

8
di panti jompo.

Metode:
• Wawancara mendalam dilakukan dengan tujuh anggota staf
rumah perawatan. Data itudianalisis menggunakan
analisisfenomenologi interpretatif.

Hasil:
• Sebuah representasi pemodelan dampak MT dan DMT di
panti jompo. Tigatema utama diidentifikasi. 1) Menemukan
keterampilan dan perasaan warga; 2) Belajar dariterapis
untuk mengubah pendekatan ke praktik perawatan dengan
subtema: waktu, ruang dan kecepatan, pilihan,mengikuti
arahan warga; 3) Hubungan antara staf dan warga.

Kesimpulan:
• Model menunjukkan bahwa kedua intervensi dilakukan
secara paralel membantu staf untuktemukan keterampilan
dan perasaan warga. Meskipun ukuran sampelnya kecil,
studi ini sangat menganjurkanbahwa MT dan DMT dapat
memiliki pengaruh positif dalam membantu staf perawatan
untuk memberikan perawatan yang berartilingkungan Hidup

4 Penelitian Judul:
 “Effects of dance movement therapy and dance on health-
related psychological outcomes: A meta-analysis”
Penulis:
 Sabine Koch, Ph.D., Teresa Kunz, M.Sc., Sissy Lykou,
M.A., Robyn Cruz, Ph.D.
Jurnal:
 The Arts in Psychotherapy 41 (2014) 46–64, Elsevier
Abstrak Latar belakang:
• Dalam meta-analisis ini, kami mengevaluasi efektivitas terapi
gerakan tari (DMT) dan terapipenggunaan tari untuk
pengobatan masalah psikologis yang berhubungan dengan
kesehatan. Penelitian di bidangDMT berkembang, dan 17
tahun telah berlalu sejak meta-analisis umum terakhir dan

9
hanya pada DMT.

Metode:
• Studi ini meneliti status pengetahuan terkini tentang
keefektifanDMT dan menari dari 23 uji coba utama (N =
1078) pada variabel kualitas hidup, citra
tubuh,kesejahteraan, dan hasil klinis, dengan sub-analisis
depresi, kecemasan, dan kompetensi interpersonal.

Hasil:

•Hasilmenunjukkan bahwa DMT dan tarian efektif untuk


meningkatkan kualitas kehidupan dan mengurangi
klinisgejala seperti depresi dan kecemasan. Efek positif juga
ditemukan pada peningkatan subyektifkesehatan, mood
positif, pengaruh, dan citra tubuh. Efek untuk kompetensi
interpersonal sangat menggembirakan,tetapi karena
heterogenitas data tetap tidak meyakinkan. Kekurangan
metodologisbanyak studi primer membatasi hasil yang
menggembirakan ini dan, oleh karena itu, penyelidikan lebih
lanjut untuk memperkuatdan memperluas penelitian berbasis
bukti di DMT diperlukan. Implikasi dari temuan untuk
kesehatanperawatan, penelitian, dan praktik dibahas.

5 Penelitian Judul:
 “Psychomotor Dance Therapy Intervention (DANCIN) for
people with dementia in care homes: a multiple-baseline
single-case study”
Penulis:
 A. Guzmán, M. Freeston, L. Rochester, J. C. Hughes and I.
A. James
Jurnal:
 International Psychogeriatrics (2016), 28:10, 1695–1715 C
International Psychogeriatric Association 2016
Abstrak Latar belakang:

 A Psychomotor DANCe Therapy Intervention (DANCIN)


menggunakan Latin Ballroom (Danzón) di

10
Indonesiaperawatan rumah sebelumnya telah ditunjukkan
untuk meningkatkan kesejahteraan bagi kedua penduduk
dengan demensia dan staf. ItuTujuan dari penelitian ini
adalah untuk memahami pengaruh pendekatan ini terhadap
suasana hati dan perilaku orang-orang individuhidup
dengan demensia ringan sampai sedang.

Metode:
 Studi kasus tunggal ganda di dua rumah perawatan dan
satu panti jompo dengan 3-6 minggubaseline, 12-minggu
DANCIN (30 menit / dua kali seminggu sesi), dan 12
minggu tindak lanjut dilakukan.Tujuh belas item dari ukuran
hasil Pengukuran Skala Kematian Dementia (DMAS) telah
disesuaikan denganmasukan dari staf senior untuk
mencocokkan perilaku peserta dan gejala suasana hati.
Catatan harian pemantauan hariandikumpulkan dari staf
yang terlatih untuk melaporkan barang-barang individual
untuk sepuluh penduduk. Data dianalisis,
menggunakanmetode statistik non-parametrik yang dikenal
sebagai Persentase dari Semua Non-Tumpang Tindih Data
(PAND) yang menyediakanPhi effect size (ES).
Penggunaan obat, jatuh, dan peristiwa kehidupan
didaftarkan.

Hasil:
 Tujuh penduduk berpartisipasi di seluruh DANCIN
sementara tiga menjadi pengamat karena
kesehatankemerosotan. Satu peserta menunjukkan efek
yang merugikan dalam tiga item DMAS. Sembilan peserta,
penari danpengamat, menunjukkan kecil hingga sedang
perubahan besar (PAND) di 21 DMAS item, menunjukkan
penurunandalam frekuensi perilaku dan indeks suasana
hati yang dianggap bermasalah; delapan item tidak
menunjukkanperubahan.

Kesimpulan:
 Meskipun tantangan metodologis, model DANCIN memiliki

11
potensi untuk memfasilitasi dan
mempertahankanperubahan perilaku dan meningkatkan
suasana hati (misalnya mengurangi iritabilitas,
meningkatkan harga diri) dari penduduk yang tinggal
bersamademensia. Penelitian dilakukan di dua rumah
perawatan dan satu panti jompo, memperkuat
intervensikeabsahan. Temuan menyarankan DANCIN
sesuai untuk studi kelayakan yang lebih terkontrol.

F. Referensi

Dance/movement therapy for cancer patients. Cochrane (2015-01-07). Retrieved on


2015-12-04.

Earhart, GM (Jun 2009). "Dance as therapy for individuals with Parkinson


disease". European Journal of Physical and Rehabilitation Medicine. 45 (2):
231–8.

Iris Bräuninger (2014) Dance movement therapy with the elderly:An international
Internet-based survey undertaken with practitioners, Body, Movementand
Dance in Psychotherapy: An International Journal for Theory, Research and
Practice,9:3, 138-153,

Is dance movement therapy an effective treatment for depression? A review of the


evidence. Cochrane (2015-02-19).

Karkou, Vicky; Meekums, Bonnie (2017-02-03). "Dance movement therapy for


dementia". The Cochrane Database of Systematic Reviews

Koch, S.C.; Morlinghaus, K; Fuchs, T. 2007. "The joy dance: Specific effects of a
single dance intervention on psychiatric patients with depression". The Arts in
Psychotherapy. 34: 340–349.

Maryam, R.Siti, dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta :
Salemba Medika

Payne, Helen. 2006. Dance Movement Therapy: Theory, Research, and Practice.
Hove, East Sussex: Routledge.

Setyoadi & Kusharyadi.2011. Terapi Modalitas Keperawatan pada Klien


Psikogeriatrik. Jakarta: Salemba.

12
Strassel, JK; Cherkin, DC; Steuten, L; Sherman, KJ; Vrijhoef, HJ (May–Jun 2011).
"A systematic review of the evidence for the effectiveness of dance
therapy". Alternative therapies in health and medicine. 17 (3): 50–59

13
II. AROMATERAPI CAMOMILE

A. Konsep Dasar

a. Definisi

Aromaterapi camomile merupakan terapi modalitas atau pengobatan


alternatif dengan menggunakan sari tumbuhan aromatik murni berupa bahan
cairan tanaman yang mudah menguap dan senyawa aromatik lain dari
tumbuhan camomile. Cairan tersebut diperoleh melalui berbagai maam cara
pengolahan yang dikenal sebagai minyak esensial. Aromaterapi merupakan
terapi tambahan yang dilakukan di samping terapi konvensional (Kushariyadi,
2011). Aromaterapi bertujuan untuk mengatur fungsi kognitif, mood, dan
kesehatan.

b. Manfaat AromaTerapi Camomile

 Menetralkan kadar gula darah


 Relaksasi otot
 Detoksifikasi tubuh
 Mengatasi insomnia
 Menyembuhkan kram saat menstruasi

c. Teori Aroma Terapi Camomile

Bunga camomile sudah dikenal sejak zaman mesir kuno digunakan untuk
mengatasi berbagai masalah kesehatan. Kemudian di tahun 1600 an bangsa
Eropa menemukan kegunaan bunga camomile untuk menyembuhkan
penyakit insomnia atau sulit tidur.Kandungan yang ada dalam bungan
camomile diantaranyaamino acid trytopthan, alpha-bisalcohol, chamozulene,
polyines, flavonoid, glicine.

Teori life reviewdicetuskan oleh Erik Erikson (1950). Delapan tahapan


Erikson difokuskan pada paruh kedua kehidupan, ia membahas pentingnya
melakukan tinjauan hidup selama tahap akhir kehidupan tahap yang terkait
dengan usia lanjut. Ulasan kehidupan dapat membantu individu yang lebih
tua mendapatkan ego integritas dan menghindari keputusasaan. Tinjauan

14
kehidupan, menurut Erikson, dapat membantu menciptakan penerimaan satu
siklus hidup satu-satunya dengan sedikit atau tanpa penyesalan. Ini dapat
membantu individu mengintegrasikan kenangan ke dalam keseluruhan yang
bermakna, dan untuk menyediakan pandangan harmonis masa lalu,
sekarang, dan masa depan. Mereka yang tidak dapat menerima dan
mengintegrasikan pengalaman hidup mereka akan dipenuhi dengan
keputusasaan.

B. Indikasi Terapi
1. Depresi
2. Penyakit demensia alzheimer
3. Perawatan menjelang ajal
4. Perawatan terminal dan paliatif
C. Kontra Indikasi
1. Lansia dengan gangguan penciuman

D. Prosedur
a. Persiapan Alat
1. Tungku Aromaterapi
2. Lilin
3. Korek Api
4. Air
5. Minyak esensial camomile

b. Persiapan Lingkungan
1. Pastikan identitas pasien yang akan dilakukan tindakan
2. Kaji kondisi pasien
3. Jelaskan kepada lansia mengenai tindakan yang akan dilakukan
4. Ruangan nyaman dan tenang
5. Atur ruangan untuk mengakomodasi gerakan bebas peserta.
a) Persiapan Pasien
1. Salam terapeutik (salam dari terapis ke klien lansia).

15
2. Evaluasi / Validasi (menanyakan perasaan klien saat ini).
3. Kontrak
- Terapis menjelaskan tujuan kegiatan .
- Terapis menjelaskan aturan sesuai kesepakan dengan klien.
- Jelaskan tujuan sesi tersebut, dan dorong setiap lansia untuk
berpartisipasi sampai tahapan mereka mampu melakukannya.
b) Prosedur / Tahap Kerja
1. Mengucapkan salam terapeutik
2. Menanyakan perasaan pasien hari ini
3. Menjelaskan tujuan kegiatan
4. Beri kesempatan pada pasien untuk bertanya sebelum kegiatan dimulai.
5. Pertahankan privasi pasien selama tindakan dilakukan
6. Dekatkan peralatan ke dekat pasien
7. Tuangkan air ke dalam mangkok secukupnya
8. Hidupkan lilin dengan korek api
9. Taruh lilin yang menyala di bawah mangkok, usahakan jarak antara lilin
dan mangkok sekitar 2 inchi
10. Tuangkan minyak lavender ke dalam air hangat di dalam mangkok
sebanyak 5-10 tetes
11. Anjurkan pasien untuk menghirup uap minyak lavender pada mangkok
selama 5-10 menit
12. Setelah terapi selesai bersihkan alat dan atur posisi senyaman mungkin
untuk klien

c) Evaluasi
o Klien dapat merasakan manfaat setelah melakukan terapi ini.
o Kaji respon klien

E. Hasil Penelitian yang Relevan


1 Judul Judul:
Penelitian ”The effects of chamomile extract on sleep quality among
elderly people: A
clinical trial”
Penulis:
(Mohsen Adib-Hajbaghery, Seyedeh Nesa Mousavi)
Jurnal:
Elsevier (2017)

16
Abstrak Latar Belakang
• Kejadian insomnia meningkat seiring dengan bertambahnya
usia. Chamomile adalah salah saty dari sekian tanaman herbal
yang bisa digunakan sebagai terapi untuk mengatasi insomnia
karena mempunyai efek sedasi dan hipnotis.

Tujuan
• penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efek dari ekstrak
camomile terhadap kualitas tidur lansia
Metode
• Penelitian ini menggunakan desain Singgle-blind randomized
controled trial. Sampel terdiri dari 60 lansia yang berusia 60
tahun atau lebih yang tinggal di “Kahrizak day care nursing
home” di Iran. Sampel dibagi menjadi dua kelompok
intervensi dan kontrol. Pada kelompok intervensi diberikan
kapsul ekstrak camomile 200 mg dua kali sehari selama 28
hari, sedangkan pada kelompok kontrol mendapatkan
tepung gandum 200 mg dengan cara yang sama. Kemudian
setelah 28 hari terapi dibandingkan kualitas tidur lansia pada
kedua kelompok menggunakan Pittsburgh Sleep Quality
Index.

Hasil:
•terdapat perbedaan yang sinifikan mengenai kualitas tidur
lansia antara sebelum dan sesuadah dilakukan intervensi.

Kesimpulan
• Ekstrak camomile dapat meningkatkan kualitas tidur lansia,
sehingga dapat digunakan sebagai terapi modalitas untuk
meningkatkan kualitas tidur bagi lansia.
2 Penelitian Judul:
 “investigation effect of oral chamomile on sleep quality in
eldery people in Isfahan: A randomized control trial”
Penulis:
 Abdullahzdeh M, et al. J
Jurnal:
 Educ Health Promot, 2017
Abstrak Latar Belakang
• Lansia sering mengalami gangguan tidur. Chamomile
mempunyai banyak manfaat untuk kesehatan seperti efek
sedasi untuk memperbaiki kualitas tidur pada lansia.

17
Tujuan
• Tujuan dari eksperimen ini adalah untuk mengukur efek
ekstrak camomile pada kualitas tidur lansia yang dirawat
dirumah
Metode
• Desain dalampenelitian ini menggunakan quasy
eksperimental clinical trial. Populasi dalam penelitian ini 77
lansia yang dirawat dirumah. Responden dipilih secara acak
dan dikelompokkan menjadi kelompok kontrol dan intervensi.
Kelompok intervensi mendapat 400 mg kapsul yang diminum
2 kali sehari selama 4 minggu. Pada kelompok kontrol tidak
mendapat terapi kapsul.
Hasil:
• Hasil menunjukkan setelah dilakukan intervensi terdapat hasil
yang signifikan terhadap peningkatan kualitas tidur lansia
Kesimpulan
• Terapi oral ekstrak camomile mempunyai efek sedasi untuk
memperbaiki kualitas tidur lansia, sehingga terapi ini bisa
diaplikasikan pada lansia yang mendapat perawatan dirumah
3 Judul Judul:
Penelitian “Pengaruh Pemberian Aroma Terapi camomile Terhadap
Penurunan Hipertensi Pada Lansia Di Desa Cemagi,
Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung”

Penulis:
Suviani, N.W., Artana I.W., Kusuma Putu.

Jurnal:
 Jurnal dunia kesehatan, volume 3, nomor 1. 2010
Abstrak Latar belakang:
•. WHO tahun 2000 di Asia terdapat 38,4 juta penderita
hipertensi dan diperkirakan meningkat tahun 2025 sebesar
57%. Jumlah penderita hipertensi pada lansia di Indonesia
sebesar 38,8%. WHO tahun 2000 di Asia terdapat 38,4 juta
penderita hipertensi dan diperkirakan meningkat tahun 2025
sebesar 57%. Jumlah penderita hipertensi pada lansia di
Indonesia sebesar 38,8%. Pengobatan nonfarmakologi salah
satunya yaitu pengobatan menggunakan aroma terapi
camomile. Aroma terapi camomile adalah suatu cara
perawatan tubuh atau penyembuhan penyakit dengan
menggunakan minyak esensial (essential oil) (Jaelani, 2009).
Aroma terapi Camomile bekerja dengan mempengaruhi tidak
hanya fisik tetapi juga tingkat emosi (Setiono dan Hidayati,

18
2005). Manfaat pemberian aroma terapi l camomile bagi lansia
adalah dapat menurunkan kecemasan, nyeri sendi, tekanan
darah tinggi, frekuensi jantung, laju metabolik, dan mengatasi
gangguan tidur (insomnia), stress dan meningkatkan produksi
hormon melatonin dan seretonin.

Tujuan :
 Mengetahui skor depresi lansia sebelum dan sesudah
diberikan terapi life review

Metode:
•Penelitian ini adalah Quasi Experiment dengan rancangan
Nonequivalent Control Group Design. Populasi adalah lansia
yangberumur 60 tahun ke atas di Desa Cemagi,Kecamatan
Mengwi, Kabupaten Badungsebanyak 309 orang. Sampel
berjumlah 30orang dipilih menggunakan purposive sampling
dengan kriteria inklusi dan ekslusidibagi menjadi 15 orang
kelompok kontrolyang diberikan uap air dan 15 orangkelompok
perlakuan yang diberikan aroma terapi camomile

Hasil:
• Hasil penelitian didapatkan ada perbedaan antara penurunan
tekanan sistolik sebelum dan sesudah dilakukan terapi dengan
p= 0,001. Hal tersebut membuktikan bahwa ada pengaruh
yang signifikan antara pemberian aroma terapi camomile
terhadap penurunan tekanan darah pada lansia penderita
hipertensi.

Kesimpulan:
• aroma terapi camomile terbukti dapat menurunkan tekanan
darah pada lansia yang menderita hipertensi
4 Penelitian Judul:
 “Effect of aromaterapy massage on anxiety and self esteem
in korean eldery women: a pilot study”

Penulis:
Kook-hee Rho, Sun-hee Han, Keum-soon Kim

Jurnal:
 Informa health care: 2006
Abstrak Latar belakang:
•Depresi dan kecemasan pada lansia merupakan frekuensi
tertinggi dari gangguan mood yang sering terjadi pada lansia.
Kematian teman dan keluarga sekitar lansia, kurangnya
dukungan, penurunan pendengaran dan penglihatan,

19
memori membuat lansia mengalami depresi yang
selanjutnya mempengaruhi kesehatan lansia. Studi di Korea
menyebutkan depresi dan kecemasan terjadi pada lansia di
daerah perkotaan sekitar 26% dari total populasi lansia dan
19% di daerah pinggiran (Yi, Kim: 2000). Aromaterapi dari
minyak esensial dapat diabsorbsi ke dalam tubuh melalui
kulit dan sistem pendengaran. Aromaterapi minyak esensial
camomile yang digunakan dapat menstimulasi parameter
fisiologis berupa tekanan darah, tekanan otot, pupil dilatasi,
suhu tubuh, nadi, aktivitas otak. Sehingga aromaterapi
camomile dapat menurunkan kecemasan dan depresi pada
lansia.
Tujuan
• Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
Metode :
Penelitian ini melibatkan 36 lansia berumur 65-85 tahun yang
terbagi menjadi dua kelompok yaitu 20 lansia pada kelompok
intervensi dan 16 lansia di kelompok kontrol. Intervensi
dilakukan terhadap lansia di ruangan khusus dengan
memberikan aromaterapi camomile selama 20 menit, 3 kali
dalam satu minggu dan dilakukan selama 7 minggu.
Hasil:
•Hasil uji statistik didapatkan menunjukkan ada perubahan
signifikan antara depresi sebelum dan sesudah pemberian
aromaterapi camomile. Terapi ini direkomendasikan untuk
mengatasi depresi lansia untuk meminimalisir kejadian
tingkat depresi pada lansia.
5 Penelitian Judul:
 “Efektifitas Mandi Air Hangat Dan Aroma Terapi Lavender
Terhadap Insomnia Pada Lansia”

Penulis:
 Ika Rahmawati, Sri Sat Titi, Fitri Suciana

Jurnal:
 PROFESI, Volume 13, Nomor 1, September 2015
Abstrak Latar belakang:
Lansia mengalami perubahan antara lain perubahan fisik,
perubahan psikologi, perubahan mental dan perubahan
spiritual. Perubahan yang terjadi pada lansia akan
mengakibatkan masalah pada lansia, salah satunya yaitu
insomnia. Insomnia adalah ketidakmampuan untuk mencukupi

20
ke- butuhan tidur dan jika tidak diatasi akan berdampak pada
penurunan kualitas hidup, produktivitas dan keselamatan,
sehingga perlu penanganan yang efektif untuk
mengurangi insomnia yaitu dengan mandi air hangat dan
aromaterapi camomile.
Metode:
Desain penelitian ini menggunakan quasy eksperimen dengan
rancangan post non equivalent control group design. Populasi
peelitian ini adalah jumlah lansia di PSTW Tresna Wredha
Abiyoso Yogyakarta yang mengalami insomnia. Jumlah
sampel penelitian ini sebanyak 22 responden yang terbagi
menjadi 11 responden untuk kelompok mandi air hangat
dan 11 responden untuk kelompok aromaterapi camomile
Hasil:
Uji normalitas data menggunakan saphiro wilk dan uji statistik
menggunakan uji paired t-test dan independent t-test.Hasil
penelitian menunjukkan bahwa nilai rerata insomnia pada
kelompok mandi air hangat adalah 4,455 dan kelompok
aromaterapi lavender adalah 6,18. Simpulan dari penelitian ini
adalah kelompok aromaterapi camomile lebih efektif untuk
menurunkan insomnia daripada kelompok mandi air hangat.
Kesimpulan:
 Aromaterapi camomile dan mandi air hangat dapat
menurunkan insomnia pada lansia. Aromaterapi lebih
efektif menurunkan insomnia daripada mandi air hangat

F. Referensi
Setyoadi & Kusharyadi.2011. Terapi Modalitas Keperawatan pada Klien
Psikogeriatrik. Jakarta: Salemba.
Mohsen Adib-Hajbaghery, Seyedeh Nesa Mousavi. 2017. The effects of chamomile
extract on sleep quality among elderly people: A clinical trial. Elsevier.

Abdullahzdeh M, et al. 2017. investigation effect of oral chamomile on sleep quality


in eldery people in Isfahan: A randomized control trial. Educ Health Promot.

Srivastava N.K., Shankar E., Gupta S. Camomile: A herbal medicine of the past with
a bright future (review).

21
Kook-hee Rho, Sun-hee Han, Keum-soon Kim. 2006. Effect of aromaterapy
massage on anxiety and self esteem in korean eldery women: a pilot study.
Informa health care.
Suviani, N.W., Artana I.W., Kusuma Putu. 2010. Pengaruh Pemberian Aroma Terapi
camomile Terhadap Penurunan Hipertensi Pada Lansia Di Desa Cemagi,
Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Jurnal dunia kesehatan, volume 3,
nomor 1.
Rahmawati Ika, Titi Sri Sat, Suciana Fitri. 2015. Efektifitas Mandi Air Hangat Dan
Aroma Terapi Lavender Terhadap Insomnia Pada Lansi. PROFESI, Volume 13,
Nomor 1.

22
III. SHIATSU
A. Konsep dasar
a) Defenisi
Shiatsu adalah sebuah kata dalam Bahasa Jepang yang bila
diterjemahkan secara harfiah artinya “tekanan jari”.Hal ini berimplikasi
sebagai tekanan jari yang diberikan ke tubuh sebagai metode utama
penerapan Shiatsu untuk merangsang suatu respon
penyembuhan.Namun, Shiatsu sesungguhnya lebih dari itu.Teknik
Shiatsu tidak hanya menggunakan jari, tetapi juga ibu jari, telapak
tangan, lutut, lengan bawah, siku dan kaki.Lebih jauh lagi, karena
Shiatsu dilakukan di lantai dan bukan di dipan atau tempat tidur, maka
Shiatsu juga memberikan perhatian terhadap posisi tubuh yang benar
serta gaya berat.Hal ini bertujuan untuk agar berbagai teknik Shiatsu
dapat diterima sesuai dengan sasarannya
b) Manfaat Shiatsu
 Menaikkan tingkat energi
 Meningkatkan kesadaran tubuh
 Mengurangi ketegangan dan kepanikan yang terkait dengan kondisi
stress
 Menimbulkan relaksasi yang sangat dalam
 Menghilangkan sakit dan kesakitan
 Meningkatkan sistem kekebalan
 Menyembuhkan penyakit umum
 Meningkatkan fleksibilitas
 Membebaskan sakit punggung
 Meningkatkan stamina
 Meningkatkan pencernaan
c) Teori Pijat Shiatsu

‘Shiatsu merupakan metode pemijatan yang berasal dari Jepang. Pijat


Shiatsu dikembangkan untuk berbagai kebutuhan seperti kebugaran dan
penyembuhan. Teknik pemijatan shiatsu menggunakan metode penekan
pada jari di titik-titik pijat yang dituju.

23
Pijat siatsu mengandalkan tekanan pada telapak tangan dengan alur
yang konstan agar syaraf dan otot pasien mengendur. Metode ini begitu
alokatif hanya tertuju pada titik tertentu. Jika tekanan telapak tangan terasa
sakit, maka pasien bisa meminta untuk mengendurkan sedikit agar tak sakit
lagi.
Manfaat pijat shiatsu adalah untuk penyembuhan insomnia, stres,
nyeri pada punggung, rematik, meredakan otot yang cidera, sakit kepala dan
masih banyak lagi. Pijat ini hanya bisa dilakukan di tempat tidur atau lantai
yang datar dan pasien tidur menelungkup. Agar pijatannya lancar, bisa
memakai minyak aroma terapi dan sabun mandi.
Setelah selesai proses massage, pasien akan diberi minuman air
putih maupun teh hijau. Manfaat minum air setelah pijat adalah membantu
melancarkan sirkulasi darah dan pencernaan. Sedangkan teh hijau memiliki
zat antioksidan yang berguna mengeluarkan racun dari dalam tubuh

B. INDIKASI TERAPI
a) Individu yang mengalami stres
b) Individu yang mengalami nyeri
c) Individu yang mengalami kecemasan
d) Individu dengan sakit kepala
C. Kontra Indikasi Terapi
a) Demam akut
b) Penyakit menular
c) Darah menggumpal atau perdarahan internal
d) Fobia sentuhan
e) Permasalahan kulit yang parah Psoriasis atau eksim
f) Luka bakar, memar, atau bengkak yang parah
g) Tulang retak dan ikatan sendi yang terluka atau otot akut
h) Luka terpotong, infeksi dan peradangan setempat
i) Usus yang terbelit
j) Hamil
D. Prosedur
a) Persiapan alat
1. Kasur gulung
b) Persiapan lingkungan
1. Berikan lingkungan yang nyaman

24
2. Pastikan permukan lantai rata
3. Ruangan yang cukup luas untuk berbaring
c) Persiapan pasien
4. Salam terapeutik (salam dari terapis ke klien lansia).

5. Evaluasi / Validasi (menanyakan perasaan klien saat ini).

6. Kontrak

- Terapis menjelaskan tujuan kegiatan (terapi Shiatsu).

- Terapis menjelaskan aturan main sesuai kesepakan dengan klien.

7. Jelaskan tujuan sesi tersebut, dan dorong setiap lansia untuk


berpartisipasi sampai tahapan mereka mampu melakukannya

d) Tahap Kerja
1. Perawat mengucapkan salam,
2. memperkenalkan diri
3. membina hubungan saling percaya dengan lansia
4. Mempersiapkan lingkungan yang nyaman dengan kondisi lantai yang
datar
5. Memberikan kesempatan klien untuk bertanya prihal terapi yang
akan dikakukan
6. Jaga privasi pasien
7. Pijat daerah tubuh menggunakan ibu jari
8. Jika area yang dipijat cukup luas gunakan telapak tangan
9. Jika area yang perlu dipijat perlu tekanan yang kuat dimungkinkan
menggunakan siku tangan
10. Pemijatan dilakukan kurang lebih satu jam
11. Klien akan diberi minuman air putih maupun teh hijau setelah sesi
pemijatan
e) Evaluasi
1. Manfaat setelah dilakukan terapi Shiatsu
2. Kaji respon klien

25
E. Hasil penelitian yang relevan

No Judul Penelitian Judul :


1. “Perbedaan Pemberian Pemijatan Shiatsu Oleh Peneliti
Dengan Respon Terhadap Penurunan Sidmenore Pada
Remaja Putri Di SMA Negeri 8 Malang”
Penulis :
Nurul Windiarsih,Rita Yulifah, Ani Sutriningsih3
Abstrak Latar Belakang
lebih dari 50% wanita pernah mengalami gangguan pada
proses menstruasi. Salah satu gangguan pada proses
menstruasi adalah dismenorea. Hampir semua wanita
mengalami rasa tidak enak di perut bawah sebelum dan
selama haid dan sering kali rasa mual maka istilah dismenore
hanya dipakai jika nyeri haid demikian hebatnya, sehingga
memaksa penderita untuk istirahat dan meninggalkan
pekerjaan

Tujuan
Perbedaan Pemberian Pemijatan Shiatsu Terhadap
Dismenore Pada Remaja Putri untuk mengurangi nyeri

Metode :
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimen
semu (Quasi Eksperimen) tepatnya menggunakan rancangan
control time series design yaitu mengukur nyeri haid setelah
diberikan pemijatan shiatsu. Variabel kontrol disini adalah inti
dari metode eksperimental, karena variabel kontrol inilah yang
akan menjadi standar dalam melihat apakah ada perubahan,
maupun perbedaan yan terjadi akibat perbedaan perlakuan
yang diberikan.
.
Hasil :
Berdasarkan hasil uji analisa dengan menggunakan uji
Wilcoxon signed ranks test untuk mengetahui dari dua uji

26
yang digunakan sebelum dan sesudah dilakukan pemijatan
shiatsu, peneliti menggunakan SPPSS 17 for windows
dengan tingkat kepercayaan 95% p < 0,05 didapatkan hasil
nilai uji 0.000 < α(0,05) maka Ho ditolak, Z= -4,444 Apabila
diperoleh hasil p < 0,05 maka ≤ -1,96 menunjukan nilai
signifikan p = 0,000 pada tingkat kemaknaan p ≤ 0,05. Atau
Z= -4,444 sehingga Z < Zα/2 harga Z table (-1,96). Dengan
demikian Ho ditolak yaitu adanya pengaruh pemijatan shiatsu
terhadap penurunan nyeri haid.

Kesimpulan
hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa intensitas nyeri haid
pada remaja putri di SMA Negeri 8 malang yang mengalami
nyeri haid (disminore) sebelum dan sesudah
dilakukanpemijatan shiatsu mengalami penurunan. Ada
hubungan yang signifikan antara pengaruh pijat shiatsu pada
remaja putri di SMA Negeri 8 Malang yang mengalami nyeri
haid (disminore) sebelum dan sesudah dipijat shiatsu.

2. Judul Penelitian Judul :


“Respons Akut Shiatsu Dan Refleksi Terhadap Kadar Glukosa
Darah Penderita Diabetes Melitus Tipe Dua”
Penulis
Elrhino Valerian Saputra
Tahun: 2017
Abstrak Latar Belakang :
Shiatsu dan refleksi mampu meningkatkan sirkulasi darah,
meningkatkan produksi endorphin dan menurunkan kadar
kortisol yang menimbulkan rasa nyaman sehingga kepekaan
reseptor insulin meningkat dan kadar glukosa turun

Tujuan :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respons akut
shiatsu dan refleksi terhadap kadar glukosa darah penderita

27
diabetes mellitus tipe dua.

Metode
Desain penelitian ini adalah pre experiment design dengan
rancangan one group prepost test design. Shiatsu dan refleksi
diberikan sekali dan pengukuran kadar glukosa darah(KGD)
dilakukan sebelum dan sesudah diberikan shiatsu dan
refleksi. Glukosa darah yangdipakai adalah glukosa darah
puasa. Populasi dalam penelitian ini adalah penderita
diabetesmellitus tipe dua dalam komunitas senam diabetes
yang berjumlah 60 orang. Sampel dalampenelitian ini
berjumlah 20 responden, cara pengambilan sampel
menggunakan rumus Slovin.Teknik analisis data
menggunakan uji non-parametric (Uji Wilcoxon).

Hasil :
disimpulkan bahwa terdapat respons akut shiatsu dan refleksi
yang bermakna terhadap penurunan kadar glukosa darah
penderita diabetes mellitus tipe dua dengan hasil nilai p
sebesar 0,000 (p<0,05). Sedangkan, efektivitas shiatsu dan
refleksi terhadap KGD penderita diabetes mellitus tipe dua
sebesar 18.30%. Selain KGD, respons akut shiatsu dan
refleksi juga berdampak pada perbaikan gejala-gejala
subjektif responden, meliputi rasa nyeri pada telapak kaki,
rasa kesemutan pada telapak kaki, rasa tebal pada telapak
kaki, rasa gatalgatal, dan rasa nyaman.
3. Judul Penelitian Judul :
Pengaruh Terapi Pijat Terhadap Pengurangan Nyeri
Persalinan Kala I Fase Aktif Pada Ibu Bersalin (Studi Kasus Di
Kota Bandung

Penulis :
Noviyanti, Indria Astuti, N.Melly Nilawati Hamdah
Tahun: 2016

28
Abstrak
Nyeri persalinan merupakan nyeri yang timbul karena adanya
kontraksi otot-otot uterus, hipoksia dari otot-otot yang
mengalami kontraksi, peregangan serviks pada waktu
membuka, iskemia korpus uteri, dan peregangan segmen
bawah rahim. Salah satu cara penatalaksanaan
nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri persalinan adalah
dengan endorphin-induced massage. Pijat ini merupakan
teknik sentuhan serta pemijatan ringan yang dapat
menormalkan denyut jantung dan tekanan darah, serta
meningkatkan kondisi rileks dalam tubuh ibu hamil dengan
memicu perasaan nyaman melalui permukaan kulit. Teknik ini
dapat meningkatkan pelepasan zat oksitosin..

Tujuan :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
endorphin-induced massage terhadap nyeri persalinan kala I
fase aktif pada ibu bersalin.

Metode:
Penelitian menggunakan Pre Experimental Design dengan
One Group Pretest-Posttest. Sampel penelitian berjumlah 36
responden dengan teknik pengambilan sampling Accidental.
Pengumpulan data adalah melalui wawancara dengan
menggunakan kuesioner. Analisis data menggunakan
univariat dan bivariat uji t-dependent

Hasil:
Hasil penelitian menunjukan bahwa sebelum dilakukan
endorphin-induced massage, 33 (91,7%) responden
mengalami skala nyeri berat dan, setelah dilakukan
endorphin-induced massage, sebagian besar responden atau
32 orang (88,9%) mengalami nyeri sedang. Hal ini
menunjukkan bahwa pijat ini memiliki pengaruh terhadap nyeri

29
persalinan kala I fase aktif dengan p-value <0,05. Endorphin-
induced massage disarankan untuk memberikan sebagai
intervensi dan asuhan kebidanan pada ibu selama persalinan
kala I fase aktif.

4. Judul Penelitian Judul :


Pengaruh Teknik Akupresur Dengan Kemajuan Persalinan
Kala I

Penulis :
Hanin Safaringga, Riski Candra Karisma
Tahun: 2012

Abstrak :
Angka kematian maternal yang terkait dengan ibu bersalin
adalah partus macet atau partus kasep. Salah satu penyebab
partus kasep adalah adanya gangguan his. His merupakan
faktor yang dapat mempengaruhi kemajuan persalinan
terutama selama kala I. Kala I dimulai dari pembukaan 1 cm
sampai 10 cm. Teknik akupresur yaitu penekanan pada titik-
titik tertentu dapat digunakan untuk membantu proses
kemajuan persalinan selama kala I..
Tujuan :
Antisipasi terhadap kasus partus macet maka peneliti meneliti
pengaruh teknik akupresur dengan kemajuan persalinan kala
I.

Metode :
Desain penelitian yang digunakan adalah analitik dengan
pendekatan Cross Sectional, dengan populasi 13 orang,
besar sampel 10 orang, dan teknik sampling yang digunakan
adalah Accidental Sampling. Pengumpulan data dilakukan
dengan observasi pembukaan Pasien selama kala 1. Analisa
data menggunakan manual dan bantuan komputer program
SPSS. Jenis uji statistik Uji T(two sample t test) dengan

30
Tingkat signifikansi 5%(2,101).

Hasil :
Didapatkan hasil Uji T(two sample t test)5,728 dan SPSS
5,842 dimana nilai ini lebih besar dari t tabel. Sehingga
disimpulkan Ho ditolak yaitu ada Pengaruh Teknik Akupresur
dengan Kemajuan Persalinan Kala I di Puskesmas Singosari
Kecamatan Singosari Kabupaten Malang Tahun 2012.

Daftar Pustaka

Afrieani D. (2015).Pengaruh Terapi Pijat Terhadap Derajat Neuropati Diabetikum.


Jurnal Keperawatan Aisyah: Vol 2/no. 2
Jarmey,Chris.Prinsip- Prinsip Shiatsu .2002.Jakarta: INOVASI
Mander, Rosemary. 2004. Nyeri Persalinan. Jakarta: EGC
Setiadarma. Monty P. 2004. Terapi Alternatif, Suzana Murni dan Lusiana Aprilawati
(Eds). Jakarta: Yayasan Spiritia.
Wulandari, Ari. Dan Dr. Dito Anurogo., 2011. Cara Jitu Mengatasi Nyeri Haid.
Yogyakarta: ANDI
Haber,David. Life Review : Implementation, Theory, Research, and Therapy.
International Journal Aging and Human Development. 2006
Anonim. 2000. Ilmu Akupuntur. KSMF Akupunktur RSCM. Jakarta.

31
IV. HORTIKULTURAL TERAPI

1. Konsep Dasar Hortikultural Terapi

Hortikultural merupakan salah satu kegiatan bercocok tanam yang

menggunakan media tanaman dengan tujuan yang bermacam-macam.

Hortikultura dapat dilaksanakan sebagai suatu program terapi bagi individu.

Hortikultura terapi adalah salah satu teknik intervensi yang menggunakan media

tanaman, aktivitas berkebun dan kedekatan terhadap alam yang digunakan

sebagai program terapi dan rehabilitasi.

Pelaksanaan hortikultura terapi dapat dilakukan di beberapa setting

tempat, seperti sekolah, industri, greenhouse, rumah sakit, penjara atau panti

sosial. Kebun menawarkan sumber daya terapi yang unik. Alam dapat

menanggapi isolasi dan rasa krisis dalam penyakit yang dialami oleh beberapa

pasien, dan dapat membantu memelihara individu pada saat rentan ini dalam

kehidupan. Unsur-unsur tanah, air, tanaman, dan sinar matahari berpadu dengan

irama musim untuk memberikan sensasi dan orientasi yang dapat

mengembalikan rasa sejahtera.

2. Manfaat

Pada lansia, hortikultura terapi memberikan kesempatan bagi lansia

untuk melatih dan menjaga kemampuan motorik, seperti koordinasi mata dan

tangan, melatih otot-otot serta memberikan latihan ringan. Program hortikultura

terapi juga membantu lansia untuk meningkatkan kepercayaan diri serta

memunculkan rasa puas ketika tanaman yang mereka tanam dapat tumbuh.

Dengan hortikultura terapi, lansia akan diajak untuk lebih mampu mengontrol

hidupnya serta memberikan tujuan dalam kegiatan sehari-hari

32
Manfaat hortikultura yaitu meningkatkan perilaku mototrik, koping

terhadap keberhasilan atau kegagalan, meningkatkan kemampuan sosial dalam

kelompok, berkomitmen dan bertanggung jawab, membangun self-esteem,

meningkatkan kemampuan kognitif, sebagai self-expression dan kreativitas,

kesempatan untuk keluar (outdoor), memiliki aktivitas, dan sebagai rekreasi.

Penerapan hortikultura dapat dilaksanakan pada berbagai macam tempat,

seperti rumah sakit, institusi psikiatri, panti sosial, tempat rehabilitasi dan

sekolah. Orang yang memiliki disabilitas secara fisik maupun mental, lanjut usia,

orang dengan ketergantungan zat serta penyimpangan sosial dapat diberikan.

Selain itu manfaat terapi holtikultural bagi lansia sebagi berikut :

 Berkebun memungkinkan lansia untuk memiliki pandangan hidup yang lebih

positif

 Meningkatkan interaksi sosial

 Pandangan positif

 merasa mereka mendapatkan apa yang mereka harapkan dari kehidupan

 kegiatan berkebun dapat menggantikan kesenjangan sosial dan sangat

efektif dalam memungkinkan

 Lansia untuk melanjutkan hidup dengan kebahagiaan dan kesehatan.

 peningkatan harga diri dan kebahagiaan

Penggunaan tanaman untuk stimulasi memori dan kognitif

 Peningkatan Fisik

Kegiatan taman memberikan latihan moderat dan membangun keterampilan

motorik halus dengan menanam bibit atau bibit tanaman. Kegiatan seperti

menggali dan menyiangi meningkatkan keterampilan motorik kas

33
 Stimulasi Sensorik

Penuaan sering melibatkan kehilangan atau pengurangan kemampuan

sensorik sehingga menjadi penting untuk menstimulasi indera yang tersisa.

Tugas taman yang sederhana meningkatkan koordinasi tangan-mata dan

menyentuh tanaman dan bau herbal dan bunga dapat menstimulasi indera

dan memicu kenangan indah dari masa lalu.

 Peningkatan Status Emosional

Kegiatan taman membantu membangun kepercayaan diri dan kepercayaan

diri masing-masing peserta ketika mereka didorong untuk membuat

keputusan dan berpikir kreatif ketika menyelesaikan proyek pribadi. Bekerja

dengan tanaman menumbuhkan rasa memelihara dan tujuan dan tugas dan

proyek ini sering dapat memberikan struktur dan kegiatan yang mengurangi

depresi dan mengubah perasaan negatif.

 Keterampilan sosial

Program taman memberikan kesempatan yang sangat baik bagi peserta

untuk berinteraksi dengan pemimpin kelompok dan peserta lain melalui

berbagi materi dan ide-ide kreatif, membantu orang lain dengan tugas, dan

berbagi cerita dan kenangan pengalaman berkebun sebelumnya dengan

orang lain.

3. Indikasi dan kontra indikasi

Terapi holticultural dapat dilakukan pada semua lansia yang berusia > 60 tahun,

kecuali lansia yang memiliki masalah kognitif atau demensia, memiliki masalah

dengan self-efficacy dan Alzeimer.

34
4. Tehnik Holticultural Terapi

a. Persiapan Alat

 Pakaian, sepatu dan topi

 Peralatan Berkebun ( Gunting/pemangkas)

 Air

 Bibit Tanaman, tanah dan pot

 Pupuk

b. Tempat

 Area pertanian/kebun

c. Pasien

 Lansia usia >60 Tahun

d. Prosedur

1. Penanaman benih dalam pot

 Menyiapkan Tanaman yang akan di tanam

 Mengisi pot dengan tanah

 Bibit tanaman di masukkan ke dalam pot

 Letakkan pada tempat yang cukup cahaya dan mudah untuk

melakukan penyiraman.

2. Pembuatan kebun campuran untuk kenikmatan musiman

- Mengambil tanah dan di masukkan ke keranjang

- Menanam berbagai jenis tanaman musiman

3. Perawatan dan pembersihan tanaman

- Menggunakan gunting dan pemotong untuk memangkas daun yang

mati

- Menentukan tanaman mana mungkin perlu direposisi

35
- Mengidentifikasi tanaman mana yang disiram terlalu banyak dan terlalu

sedikit untuk menyesuaikan kebiasaan menyiram

4. Memindahkan tanaman yang terikat ke akar ke pot baru

- Siapkan pot yang sudah terisi tanah

- Mengambil akar tanaman dari pot besar dengan cara memangkasnya

- Akar tanaman tersebut di tanam lagi di pot yang baru

e. Evaluasi

 Kepuasan

 Kemampuan fungsional terkait dengan kekuatan otot, daya tahan,

fleksibilitas,

 Keseimbangan, dan kapasitas cardiopulmonary pada orang tua

 Kemampuan kognitif yang dirasakan

 Kualitas hidup

 Kesepian yang dirasakan.

5. Eviden Based

1. Persistence of memory: Scent gardens for therapeutic life review in

communities for the elderly

Penulis : Meyer, Wendy J.

Abstract

This paper links the study of olfaction and autobiographical memory with the

practices of reminiscence therapyand landscape architecture, with the goal of

bringing this life-enhancing therapy into the garden. Smells have proven to be

powerful stimulators of early, emotional childhood memories due to the

structure and evolution of the human brain. Research shows improved self-

esteem, less depression and better social integration in older adults who are

able to call up autobiographical memories in the process of

36
reminiscence therapy. Therefore, landscape architects designing gardens for

the elderly in long-term care could include aromatic plants and construction

materials, chosen either to suit a particular group of residents, or as an

expression of the regional plant and materials palette of each home site. Such

gardens could be used by horticultural therapists and nursing staff to provide

the benefits of reminiscence therapy to elderly residents in long-term care

settings.

2. Therapeutic gardens

Penulis : Kamp, David

Abstract

The Joel Schnaper Memorial Garden at the Terence Cardinal Cooke Health

Care Center provides a therapeutic environment for the adjacent AIDS care

wing. The therapeutic value of nature is considered.

3. Reduced stress and improved physical functional ability in elderly with

mental health problems following a horticultural therapy program

Penulis : Ah-Reum Han

Abstract

Objectives: This study aimed to determine the effects of a plant cultivation-

based horticultural therapy program for elderly people with mental health

problems. Design: Pre- and post-test design with experimental and control

groups. Setting: Twenty-eight elderly Korean people with mental health

problems participated from April to June 2017 at a farm located in Suwon,

South Korea. Interventions: The participants were randomly assigned to either

the control (n = 14) or horticultural therapy group (n = 14); the latter

participated in once-weekly sessions of a previously designed 10-session

37
horticultural therapy program. Main outcome measures: The pre-test occurred

1 week before starting the horticultural therapy program. The post-test was

completed within 1 week after finishing the final program session. Cortisol

levels were measured in saliva samples collected from both groups. The

Senior Fitness Test was used to assess physical functional ability in both

groups. Results: In the horticultural therapy group, the cortisol levels

decreased significantly from before to after the horticultural therapy program,

and the post-test scores for six subtests of the Senior Fitness Test improved

significantly. No significant improvements were seen in either measure in the

control group. Conclusions: This study demonstrates the potential ability of

horticultural therapy to improve the stress levels and physical functional

abilities of elderly people with mental health problems. In future studies, it

would be interesting to verify the long-term effects of this horticultural therapy

program and to compare its effects with regard to sex, age, and various

mental symptoms.

4. A horticultural therapy program for the elderly: effects on cognition,

quality of life, and loneliness

Penulis : Ah-Reum Han

Abstract

Previous studies suggest there are numerous benefits

of horticultural therapy programs. The current study explored the benefits of

a horticultural therapy program with elderly populations at two facilities in

Bowling Green, Kentucky. Fifteen participants attended a 2-hour session on

horticulture techniques once a week for four weeks. Using a pretest to posttest

study design, changes in participants’ cognition, quality of life, and loneliness

38
were assessed. The pretest was administered verbally by the researcher

before the first session and the posttest, including a series of questions about

satisfaction with the program, was administered after the last session. Items

on each assessment included the Mini-Mental State Exam, the Assessment of

Quality of Life, and the Revised UCLA Loneliness Scale. Findings suggest that

participants’ cognitive ability significantly improved after participation in the

program while quality of life and loneliness perception did not significantly

improve. Participants perceived the program as positive and enjoyable.

5. Effects of horticulture therapy on nursing home older adults in southern

Taiwan

Penulis : Baird

Abstract

Purpose This study aimed to test the effects of horticulture therapy on

activities of daily living, happiness, meaning of life, and interpersonal intimacy

of nursing home older adults in southern Taiwan. Methods A quasi-

experimental study was applied. Eighty- five older adults aged 65 or older who

lived in nursing homes in southern Taiwan were recruited conveniently. All

participants completed the study: experimental group (n = 41) and control

group (n = 44). The experimental group received horticulture therapy for 1 h

once a week for 8 weeks, while the control group continued their routine daily

activities. The following questionnaires were administered before and after the

intervention period: (1) Barthel Index (BI), (2) Chinese Happiness Inventory

short version (CHI), (3) Meaning of Life Scale (MLS), and (4) Interpersonal

Intimacy Scale (IIS). Results The BI, CHI, MLS, and IIS scores significantly

improved in the experimental group (p\.05). After 8 weeks of horticulture

therapy, the BI, CHI, and IIS scores of experimental group participants were

39
significantly better than the scores of control group participants (p\.05);

however, the MLS scores of two groups showed no significant differences (p =

.738)

Conclusions Horticulture therapy improved activities of daily living, happiness,

and interpersonal intimacy of older adults in nursing homes. We recommend

that nursing homes recruit and train personnel to lead horticultural therapy and

to incorporate the therapy as routine daily activities in the facilities.

40
V. BIBLIOTERAPI

A. Konsep Dasar Biblioterapi

1). Pengertian Biblioterapi


Biblioterapi berasal dari kata biblion artinya buku atau bahan bacaan dan
therapeia artinya penyembuhan. Biblioterapi merupakan suatu upaya
penyembuhan melalui media buku. Biblioterapi aalah dukungan psikoterapi
melalui bahan bacaan untuk membantu seseorang yang mengalami
permasalahan personal.
2) Teori Biblioterapi
Mekanisme kerja biblioterapi dengan cara membaca seseorang bisa
mengenali dirinya. Informasi dan pengetahuan yang diperoleh dari kegiatan
membaca menjadi masukan untuk memecahkan masalah yang dihadapi
seseorang. Saat membaca, pembaca menginterpretasi jalan pikiran penulis,
menerjemahkan simbol dan huruf ke dalam kata dan kalimat yang memiliki
makna tertentu, seperti rasa haru dan simpati. Perasaan ini dapat
membersihkan diri dan mendorong seseorang untuk berperilaku lebih positif.
3) Manfaat Biblioterapi
Intervensi biblioterapi dapat memberikan manfaat dalam empat tingkatan
yaitu intelektual, sosial, perilaku dan emosional.
a. Tingkat Intelektual
Individu memperoleh pengetahuan tentang perilaku yang dapat
memecahkan masalah, membantu pengertian diri, serta mendapat
wawasan intelektual. Selanjutnya, individu dapat menyadari ada banyak
pilihan dalam menangani masalah.
b. Tingkat Sosial
Individu dapat mengasah kepekaan sosialnya. Individu dapat melampaui
bingkai referensinya sendiri melalui imajinasi orang lain. Teknik ini dapat
menguatkan pola-pola sosial, budaya, menyerap nilai kemanusiaan, dan
saling memiliki.
c. Tingkat Perilaku
Individu akan mendapatkan kepercayaan diri untuk membicarakan
masalah-masalah yang sulit didiskusikan akiabt perasaan takut, malu
dan bersalah. Melalui membaca, individu didorong untuk berdiskusi
tanpa rasa malu akibat rahasia pribadinya terbongkar.

41
d. Tingkat Emosional
Individu dapat terbawa perasaannya dan mengembangkan kesadaran
menyangkut wawasan emosional. Teknik ini dapat menyediakan solusi-
solusi terbaik dari rujukan masalah sejenis yang telah dialami orang lain
sehingga merangsang kemauan yang kuat pada individu untuk
memecahkan masalahnya.
B. Indikasi Biblioterapi
1). Penderita yang sulit mengungkapkan permasalahannya secara verbal
2). Lansia yang mengalami stres, kegelisahan, kecemasan ringan dan depresi
ringan.

C. Kontraindikasi Biblioterapi
1). Lansia yang mengalami depresi berat
2). Lansia yang mengalami cemas berat
3). Lansia yang mengalami tuna aksara

D. Teknik Biblioterapi
1) Persiapan alat
 Bahan bacaan berupa buku, artikel, puisi, dan majalah.
Pemilihan bahan bacaan bergantung pada tujuan dan tingkat intervensi
yang diinginkan.
Secara garis besar, bahan bacaan dibedakan menjadi dua yaitu :
 Didaktif
Bahan bacaan didaktif memfasilitasi suatu perubahan pada individu
dalam pemahaman diri yang lebih bersifat kognitif, pustakanya bersifat
instruksional dan mendidik seperti buku ajar dan buku petunjuk. Materi-
materinya adalah bagaimana suatu perilaku baru harus dibentuk atau
dihilangkan, bagaimana mengatasi masalah, rileksasi dan imajinasi.
 Imajinatif
Bahan bacaan imajinatif atau kreatif merujuk pada presentasi perilaku
manusia dengan cara yang dramatis. Kategori ini meliputi novel, cerita
pendek, puisi dan sandiwara. Tujuannya adalah menyatukan hubungan
antara kepribadian seseorang dengan penghayatan atas pengalaman
orang lain. Dalam proses penghayatan pembaca secara simultan terlibat
sekaligus terpisah dari cerita.

42
2) Persiapan tempat/lingkungan
a. Terapis dan klien duduk bersama
b. Ruangan tenang dan nyaman

3) Persiapan klien
Sebelum dilakukan biblioterapi hendaknya terapis :
a. Mengetahui bahan bacaan yang disukai klien
b. Mencari penyebab penyakit atau stres yang dialami klien
c. Menawarkan buku yang tepat untuk bercerita
Langkah-langkah saat pelaksanaan biblioterapi:
a. Terapis memberi salam terapeutik
b. Evaluasi/Validasi perasaan klien saat akan dilakukan Biblioterapi
c. Kontrak waktu

4) Prosedur/Tahap kerja
a. Mengawali dengan motivasi
Terapis memberikan kegiatan pendahuluan, seperti permainan atau
bermain peran, yang dapat memotivasi klien untuk terlibat secara aktif
dalam kegiatan terapi.
b. Memberikan waktu yang cukup
Terapis mengajak klien untuk membaca bahan bacaan yang telah
disiapkan hingga selesai. Perawat perlu meyakinkan bahwa bahan
bacaan yang disediakan merupakan bahan yang cukup akrab.
c. Melakukan inkubasi
Terapis memberikan waktu pada klien untuk merenungkan materi yang
baru saja dibaca.
d. Tindak lanjut
Berdiskusi dengan klien. Klien mendapatkan ruang untuk bertukar
pandangan sehingga memunculkan gagasan baru. Kemudian, Terapis
membantu klien untuk merealisasikan pengetahuan tersebut dalam
hidupnya.

43
5) Evaluasi
 Klien tampak terlibat secara aktif dalam kegiatan terapi
 Klien merasakan manfaat setelah dilakukan terapis : stres, kegelisahan,
kecemasan dan depresi berkurang atau hilang
Evaluasi sebaiknya dilakukan secara mandiri oleh klien. Hal ini memancing
klien untuk memperoleh Kesimpulan yang tuntas dan memahami arti
pengalaman yang dialami.

E. Evidence Based (Penelitian yang relevan)

1). a). Judul


“A Study on the Effectiveness of Bibliotherapy Program to Reduce
Stress of the Elderly”
b). Penulis
Cho, Eun-Joo; Chang, Hye-Rhan
c). Jurnal
Journal of the Korean Society for information Management
d). Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan efektivitas
biblioterapi dalam mengurangi stres di kalangan orang tua. Program 4
minggu dikembangkan dan disediakan dalam 2 jenis, pertemuan
kelompok dan kontak telepon individu, untuk yang berusia lebih dari 60
tahun. Sebanyak 121 peserta menyelesaikan program yang ditawarkan
di 16 institusi. Persepsi stres dan respon stres partisipan diukur sebelum
biblioterapi dan pasca-tes diikuti. 17 hipotesis diuji secara statistik
dengan t-test dan ANOVA. Berikut ini adalah hasil utama. Kedua jenis
biblioterapi efektif dalam mengurangi stres yang lama. Program
pertemuan kelompok lebih efektif daripada program kontak individu.
Tidak ada perbedaan efektivitas yang signifikan di antara kelompok-
kelompok yang dibagi berdasarkan jenis kelamin, usia, dan tingkat
pendidikan. Efektivitas biblioterapi berbeda antara kelompok dibagi
dengan tingkat persepsi stres awal. Jelas, biblioterapi lebih efektif untuk
yang lama dalam tingkat stres yang tinggi daripada mereka yang berada
di tingkat stres rendah. Berdasarkan hasil, rekomendasi disarankan
untuk mempromosikan program biblioterapi.

44
2). a). Judul
“Non-pharmacological treatment for depressed older patients in primary
care: A systematic review and meta-analysis”
b). Penulis
Holvast, F., Massoudi, B., Voshaar, R.C.O. and Verhaak, P.F.,
c). Jurnal
PloS one
d). Abstrak
Latar Belakang
Depresi akhir-hidup paling sering dirawat di perawatan primer, dan
biasanya bertepatan dengan penyakit somatik kronis. Mengingat bahwa
antidepresan berkontribusi terhadap polifarmasi pada pasien ini, dan
berpotensi untuk berinteraksi dengan obat lain, perawatan non-
farmakologis sangat penting. Dalam tinjauan sistematis dan meta-
analisis ini, kami bertujuan untuk menyajikan gambaran umum tentang
perawatan non-farmakologis yang tersedia dalam perawatan primer
untuk depresi akhir-hidup.

Metode
Database PubMed, PsychINFO, dan Cochrane Central Register of
Controlled Trials secara sistematis dicari pada bulan Januari 2017
dengan kombinasi istilah MeSH dan kata-kata untuk “general practice,”
“older adults,” “depression,” and “non-pharmacological treatment”.
Semua penelitian dengan data empiris mengenai orang dewasa berusia
60 tahun atau lebih tua dimasukkan, dan hasilnya dikelompokkan
berdasarkan perawatan primer, dan pengaturan komunitas. Kami secara
naratif meninjau hasil dan melakukan meta-analisis pada terapi perilaku
kognitif dalam pengaturan perawatan primer.

Hasil
Kami menyertakan 11 penelitian yang dilakukan dalam perawatan
primer, yang meliputi lima modalitas perawatan berikut: terapi perilaku
kognitif, olahraga, terapi pemecahan masalah, aktivasi perilaku, dan

45
terapi cahaya terang. Secara keseluruhan, meta-analisis menunjukkan
efek kecil untuk terapi perilaku kognitif, dengan satu penelitian juga
menunjukkan bahwa terapi cahaya terang efektif. 18 studi lainnya, yang
mengevaluasi intervensi non-farmakologis potensial di masyarakat yang
sesuai untuk diimplementasikan, menunjukkan bahwa BIBLIOTERAPI,
tinjauan-kehidupan, terapi pemecahan masalah, dan terapi perilaku
kognitif efektif pada tindak lanjut jangka pendek.

Diskusi
Kami menyimpulkan bahwa efek dari beberapa perawatan cukup
menjanjikan, tetapi perlu direplikasi sebelum dapat diterapkan lebih luas
dalam perawatan primer. Meskipun modalitas pengobatan lebih efektif
dalam pengaturan komunitas, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk
menyelidiki apakah perawatan ini juga berlaku dalam perawatan primer.

3). a). Judul


“How effective is bibliotherapy for very old adults with subthreshold
depression? A randomized controlled trial”
b). Penulis
Joling, K. J., Van Hout, H. P., van't Veer-Tazelaar, P. J., van der Horst,
H. E., Cuijpers, P., van de Ven, P. M., & van Marwijk, H. W.
c). Jurnal
The American journal of geriatric psychiatry
d). Abstrak
Tujuan:
Gejala depresi adalah umum di antara pasien perawatan primer lansia,
dan karena mereka menghadapi hambatan yang cukup besar dalam
mencari bantuan dan mereka sering menolak rujukan ke fasilitas
kesehatan mental khusus, penting untuk mencari intervensi yang mudah
diakses dalam pengaturan perawatan primer. Biblioterapi, yang telah
ditemukan efektif di kalangan populasi yang lebih muda, mungkin
menjadi pilihan yang menarik. Dalam penelitian ini, penulis menyelidiki
efektivitas biblioterapi untuk gejala depresi pada orang dewasa yang
sangat tua.

46
Desain:
Percobaan terkontrol acak (RCT). Setelah periode 3 bulan "watchful
waiting" para peserta secara acak ditugaskan untuk kelompok
biblioterapi atau kelompok perawatan biasa.

Setting:
33 praktek umum di wilayah barat laut Belanda.

Peserta:
107 dewasa yang tinggal di komunitas, berusia 75 dan lebih tua, dengan
depresi subthreshold.

Intervensi:
Intervensi biblioterapi terdiri dari selebaran informasi dan manual self-
help "Coping with Depression" yang disesuaikan untuk orang tua.

Pengukuran:
Hasil ukur setelah 3 bulan adalah: perubahan gejala depresi menurut
Center for Epidemiologic Studies Depression Scale (CES-D) dan
proporsi peserta yang mendapatkan peningkatan signifikan pada CES-
D.

Hasil:
146 (85,9%) dari 170 peserta menyelesaikan pengukuran baseline dan
tindak lanjut. Para penulis tidak menemukan perbedaan yang secara
klinis relevan dan secara statistik signifikan antara kelompok intervensi
dan kelompok kontrol dalam tingkat keparahan gejala depresi.
Kesimpulan:
Biblioterapi sebagai intervensi yang berdiri sendiri untuk lansia (berusia
75 tahun ke atas) tidak mengurangi gejala depresi lebih dari perawatan
biasa. Ini mungkin menunjukkan bahwa biblioterapi hanya bisa efektif
untuk pasien yang termotivasi dan mengakui depresi mereka.

47
4). a). Judul
“Cognitive bibliotherapy and memory training for older adults with
depressive symptoms”
b). Penulis
Scogin, F., Fairchild, J.K., Yon, A., Welsh, D.L. and Presnell, A.c
c). Jurnal
Aging & mental health
d). Abstrak
Tujuan:
Bukti substansial menunjukkan bahwa peserta yang depresi melakukan
lebih buruk daripada peserta yang tidak depresi pada sejumlah tugas
memori. Defisit kognitif yang berhubungan dengan depresi (yaitu,
alokasi perhatian yang buruk, strategi pengkodean yang buruk), dapat
membantu menjelaskan mengapa orang dewasa yang lebih tua sangat
rentan terhadap bukti kinerja memori yang lebih buruk.

Metode:
Penelitian ini membandingkan dampak dari dua protokol perawatan
mandiri, biblioterapi kognitif untuk depresi ditambah pelatihan memori
(CBT + MT) dan biblioterapi kognitif saja (CBT), untuk kondisi kontrol
daftar tunggu pada pengukuran fungsi memori dan depresi. dalam
kelompok orang dewasa yang lebih tua mengalami gejala depresi dan
keluhan memori.

Hasil:
Hasil memberikan dukungan parsial untuk CBT sebagai pengobatan
untuk gejala depresi; Namun, augmentasi latihan memori tidak
menghasilkan perbaikan.

Kesimpulan:
Saran untuk meningkatkan retensi orang dewasa yang lebih tua dalam
perawatan yang dikelola sendiri dibahas.

48
5). a). Judul
“Read-aloud group Bibliotherapy for the elderly: An exploration of
cognitive and social transformation”
b). Penulis
Genuis, Katrina
c). Jurnal
Journal of Applied Arts & Health
d). Abstrak
Ada kekhawatiran sosial yang meningkat mengenai kurangnya sumber
daya yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan multifaset dari populasi
lansia yang sedang tumbuh di dunia barat. Dalam upaya untuk
menangani kebutuhan kognitif dan sosial dari populasi ini, penulis
menerima bimbingan dari Fakultas Kedokteran Universitas British
Columbia dalam memulai bentuk baru Biblioterapi, yang diadakan setiap
minggu di pusat perawatan rawat-kesehatan lokal. Sementara
biblioterapi konvensional - penggunaan literatur untuk meningkatkan
kesejahteraan - melibatkan pembacaan dan refleksi pribadi, program
Biblioterapi saat ini melibatkan pertemuan dalam pengaturan kelompok
kecil (dari tiga hingga dua belas individu), membaca dengan keras
berbagai jenis sastra (puisi, cerpen , artikel sains, dongeng budaya, klip
dan lelucon koran) dan merefleksikan pembacaan bersama. Waktu
refleksi termasuk berbagi interpretasi, mendiskusikan ingatan yang
dirangsang dan mempertimbangkan masalah dan tantangan hidup yang
relevan. Dalam mengamati tindakan refleksi ini, penulis mencatat bahwa
individu yang terisolasi membahas perasaan kesepian dan
ketidakrelevanan mereka, berinteraksi dengan kelompok, mengingat
ingatan yang hilang lama dan mempertimbangkan topik yang
merangsang. Keberhasilan dramatis dari program yang terstruktur
secara unik ini menunjukkan bahwa biblioterapi kelompok baca-keras
yang dilakukan di pusat perawatan untuk lansia mungkin memiliki peran
yang berdampak dalam menangani kebutuhan kognitif dan sosial yang
tidak terpenuhi dari populasi ini.

49
F. Referensi

Cho, E.J. and Chang, H.R., 2010. A Study on the Effectiveness of Bibliotherapy
Program to Reduce Stress of the Elderly. Journal of the Korean Society for
information Management, 27(4), pp.259-281.

Genuis, K., 2015. Read-aloud group Bibliotherapy for the elderly: An exploration
of cognitive and social transformation. Journal of Applied Arts & Health,
6(1), pp.77-89.

Holvast, F., Massoudi, B., Voshaar, R.C.O. and Verhaak, P.F., 2017. Non-
pharmacological treatment for depressed older patients in primary care: A
systematic review and meta-analysis. PloS one, 12(9), p.e0184666.

Joling, K. J., Van Hout, H. P., van't Veer-Tazelaar, P. J., van der Horst, H. E.,
Cuijpers, P., van de Ven, P. M., & van Marwijk, H. W. (2011). How effective
is bibliotherapy for very old adults with subthreshold depression? A
randomized controlled trial. The American journal of geriatric psychiatry,
19(3), 256-265.

Scogin, F., Fairchild, J.K., Yon, A., Welsh, D.L. and Presnell, A., 2014. Cognitive
bibliotherapy and memory training for older adults with depressive
symptoms. Aging & mental health, 18(5), pp.554-560.

Setyoadi., Kushariyadi., 2011. Terapi Modalitas Keperawatan Pada Klien


Psikogeriatrik. Jakarta: Salemba Medika.

50
VI. TERAPI BERCERITA

STANDART OPERASIONAL TERAPI BERCERITA PADA LANSIA

Pengertian Terapi bercerita adalah suatu terapi yang dilakukan pada


lansia dengan berpusat pada cerita, program intervensi
efektif pada peningkatan gejala depresi dan status
kognitif lansia. Terapi ini dilakukan selama 60–90 menit
seminggu sekali selama empat minggu.
Tujuannya:
1. Menurunkan depresi.
2. Menurunkan kecemasan.
3. Meningkatkan kognitif.
4. Meningkatkan harga diri.
5. Meningkatkan harapan dan kepuasan hidup.
6. Menurunkan gejala somatik.
7. Mengurangi stress pada lansia.
Indikasi 1. Lansia dengan depresi.
2. Lansia dengan penurunan kapasitas fungsional yang
menurun (fisiologis, emosional, kognitif, sosial).
3. Lansia dengan kecemasan.
4. Lansia dengan gejala somatik.
Kontra indikasi 1. Lansia dengan demensia.
2. Lansia dengan penyakit psikiatris.
3. Lansia dengan gangguan kognitif.
4. Lansia dengan penyakit medis yang dapat
menganggu pengobatan.
Prosedur : 1. Skala Depresi Geriatrik.
a. Persiapan alat 2. Kuesioner Status Pikiran Portabel Pendek.
3. Perangkat CheckMyHeart untuk mengukur variabilitas
detak jantung.
b. Persiapan 1. Lingkungan yang nyaman.
tempat/lingkungan 2. Pencahayaan yang terang.
3. Lingkungan yang bersih.
c. Persiapan pasien 1. Pasien dalam kondisi bersih dan nyaman.

51
2. Pasien tidak dalam kondisi stress berat.
3. Pasien mengalami gangguan kualitas tidur.
d. Prosedur 1. Perawat mengucapkan salam, memperkenalkan diri,
bangun rasa saling percaya pada klien.
2. Proses ini terdiri dari tiga konsep: dialog yang
disengaja, menghubungkan dengan self-in-relasi, dan
menciptakan kemudahan.
3. Ketika penerima perawatan menggambarkan kisah
kesehatan mereka, pemberi perawatan kesehatan
secara sensitif memperhatikan, dan mendengarkan
dengan penuh perhatian; penerima perawatan
membagikan pengalaman, pikiran, dan perasaan
masa lalu.
4. Penerima perawatan merefleksikan persepsi mereka
tentang tantangan kesehatan saat ini, dan pengasuh
membantu mereka mengubah pikiran negatif mereka,
menghasilkan makna baru pengalaman hidup,
menghubungkan "diri" dalam hubungan dengan
orang lain dan dunia luar, dan mengenali hidup pada
saat ini adalah penuh dengan harapan dan impian,
untuk mencapai tujuan penyembuhan.
5. Menentukan momen-momen kunci dari tantangan
kesehatan melalui pemahaman perasaan peserta
tentang tantangan-tantangan ini.
6. Melibatkan menerima episode cerita, yang direkam
dan dikonsolidasikan ke dalam tema plot untuk
keseluruhan cerita.
7. Memandu peserta dalam menjelaskan pendekatan
yang dapat memotivasi dia untuk menyelesaikan
tantangan kesehatan yang ada.
8. Mendorong peserta untuk menyelesaikan tantangan
dengan membentuk makna baru kehidupan untuk
meningkatkan kesejahteraan mereka secara
keseluruhan.
e. Evaluasi 1. Perubahan keparahan gejala depresi dari waktu ke

52
waktu, dinilai menggunakan 15-Item Geriatric
Depression Scale (GDS-15), di semua poin penilaian
(baseline, pasca-intervensi dan 1-dan 3 bulan follow-
up) .
2. Perubahan dalam fungsi kognitif dan HRV dari waktu
ke waktu, dinilai menggunakan Kuesioner Status
Mental Portabel Pendek (SPMSQ) dan perangkat
HRV genggam CheckMyHeart di semua poin
penilaian (baseline, pasca-intervensi dan 1 dan 3
bulan follow- naik).
3. The Short Portable Mental Status Questionnaire
(SPMSQ) digunakan untuk mengevaluasi fungsi
kognitif. SPMSQ menilai disorientasi, profil pribadi,
memori jangka pendek dan panjang, dan
kemampuan komputasi.
4. Perangkat HRV genggam CheckMyHeart (DailyCare
BioMedical, Inc., Chungli, Taiwan) yang merupakan
perekam EKG timbal (modifikasi lead I) dengan
analisis HRV perangkat lunak dan bersertifikat CE,
telah digunakan untuk mengukur HRV. Evaluasi
detak jantung dan interval detak jantung.

Evidence based Abstract


Depression is a common issue in institutionalized elderly
people. The “Attentively Embracing Story” theory is
applied to help individuals transform negative thoughts
into positive, and reflect on spiritual healing. This study
aimed to examine the effectiveness of a “Story-Centred
Care Intervention Program” based on the “Attentively
Embracing Story” theory in improving depressive
symptoms, cognitive function, and heart rate variability in
institutionalized elderly people. Seventy long-term care
residents were recruited from two long-term care facilities
and randomized into the story-centred care intervention
(n = 35) and control groups (n = 35). We excluded five

53
long-term care residents who did not complete the
posttest measures and five long-term care residents who
had interference events on the outcome measures.
Finally, sixty long-term care residents (40 women and 20
men; age 84.3 ±5.98 years) were included in the final
analysis. Data were collected at four times (pre-
intervention and post-intervention, 1 and 3-month follow-
up) and analyzed with the generalized estimating
equation approach.Instruments, including Geriatric
Depression Scale, Short Portable Mind Status
Questionnaire, and a CheckMyHeart device to measure
heart rate variability, were used in study. The degree of
improvement in depressive symptoms was significantly
higher in the story-centred care intervention group than in
the control group after providing the story-centred care
intervention program (p<.001) and at 1 and 3-month
follow-up (p = .001, p = .006, respectively; GDS-15 score
reduced 1.816 at the 3-month follow-up). Participants
receiving the story-centred care intervention program
showed significantly greater improvement than those in
the control group in the cognitive function at 1and 3-
month follow-up (p = .009, p = .024, respectively; SPMSQ
score reduced 0.345 at the 3month follow-up). The heart
rate variability parameters (SDNN, RMSSD) did not show
a statistically significant increase. However an increasing
trend in the parameters was observed in the intervention
group (SDNN increased 16.235ms at the 3-month follow-
up; RMSSD increased 16.424 ms at the 3-month follow-
up). In conclusions, the story-centred care intervention
program was effective on the improvement of depressive
symptoms and cognitive status in institutionalized elderly
people.
Referensi Chuang et.al, Effectiveness of Story-Centred Care
Intervention Program in older persons living in long-term
care facilities: A randomized, longitudinal study,

54
Department of Nursing, Tri-Service General Hospital,
Taipei, Taiwan, 2018.

E. Hasil Penelitian yang Relevan

No Judul Penelitian Judul :


1. “ Adding story-centered care to standard lifestyle intervention
for people with Stage 1 hypertension “
Penulis :
Patricia Liehr, PhD, RN, Janet C. Meininger, PhD, RN, FAAN,
Robert Vogler, DSN, RN,Wenyaw Chan, PhD, Lorraine
Frazier, DSN, RN-C,

Abstrak Latar Belakang


Pendekatan untuk mengintegrasikan perawatan yang
berpusat pada cerita ke dalam pengobatan orang dengan
hipertensi yang bertentangan tetapi perlu perhatian lebih
lanjut.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk melihat penurunan tekanan
darah baik sistolik maupun diastolik pada penderita hipertensi
grade 1 dengan cara perawatan pada cerita.

Metode :
Desain penelitian yang digunakan yaitu mengukur tekanan
darah secara acak dan berulang selama 8 minggu dalam 3
periode yaitu pra intervensi – intervensi – post intervensi
dengan subjek penelitian yaitu karyawan Universitas dan
Rumah sakit sebanyak 270 orang yang di skrining yang
memenuhi kriteria pada saat skrining yaitu 83 subjek dengan
hasil pengukuran tekanan darah hipertensi grade 1 akan
dilanjutkan pada tahap 2 dan ditahap dua akan di ukur
kembali TD pada waktu 5 menit, yaitu dengan cara subjek
didudukan di ruangan yang tenangkemudian dukur lagi TD

55
apabila hasil pengkurannya memenuhi syarat yaitu hipertensi
grade 1 maka akan diambil sebagai subjek jumlah subjek
sebanyak 37 orang. Kemudian masuk pada tahap intervensi
yaitu dengan mengintervensi gaya hidup dengan berpusat
pada cerita.dan mengukur tekanan darah sebanyak 4 kali
selama 24 jam dan berlangsung selama 6 bln.
Hasil :
Hasil peneleitian ini menunjukkan ada penurunan tekanan
darah baik diastolik maupun sistolik dari waktu ke
waktu.dengan pelajaran perawatan yang berpusat pada cerita
ditambahkan dengan intervensi gaya hidup.

2. Judul Penelitian Judul :

Reminiscence, Digital Storytelling and Maps: How Technology


Affects Loneliness of Older Adults

Penulis
Diegonis Alexandrakis PhD Student, Departement of
informatics, Lionial University, Corfu, Greece

Abstrak Latar Belakang :


Masalah yang berkaitan dengan isolasi sosial, kesepian dan
pengingatan sangat penting bagi orang tua, terutama bagi
mereka yang menderita kehilangan ingatan atau hidup jauh
dari keluarga dan teman-teman mereka. Melalui penelitian ini
sebagai mahasiswa PhD, saya akan memeriksa pengaruh
teknologi tertentu (situs jejaring sosial, chatbots, dan peta
online) tentang perasaan kesepian orang tua di bawah lingkup
pengulangan dan penceritaan daring. Tiga teknologi
komunikasi yang berbeda akan diimplementasikan: chatbot,
posting Facebook dan peta online kooperatif di mana
pengguna dapat memposting, membaca dan membuat
komentar pada kisah-kisah pribadi geotag. Metodologi studi
eksperimental ini mengimplementasikan baik kualitatif

56
(semiterstruktur wawancara mendalam) dan teknik kuantitatif
(terstruktur kuesioner, file log) untuk pengumpulan data.

Tujuan :
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh teknologi (
situs jejaring sosial) tentang perasaan kesepian orang tua
kesepian dengan lingkup pengulangan cerita dengan
mompositing atau, membaca dan komentar.

Metode
Yang direkrut menjadi sampel adalah orang lanjut usia ( usia
60 tahun keatas ) dan diambil secara acak pada empat
kelompok menggunakan model 3D visual (Sharps & Gollin,
1987), pada google streetview telah dipasang peta digital dan
pada awal ekperimen responden akan mengisi kuisioner
tentang kesepian menggunakan skala UCLA 1996. Selama
delapan minggu berikutnya, masing-masing dari tiga
kelompok pertama akan diminta untuk menggunakan (a)
posting Facebook, (b) chatbot dan (c) aplikasi peta, masing-
masing, untuk mendongeng. Instruksi yang sesuai akan
diberikan kepada setiap peserta, agar mendongeng untuk
menggambarkan kejadian yang diingat dari ingatan episodik
mereka. Kelompok keempat akan menjadi kelompok kontrol
eksperimen.
Hasil :
Hasil yang diharapkan dalam penelitian ini bagaimana
teknologi populer, seperti SNS, chatbots dan aplikasi berbasis
peta online, mempengaruhi kehidupan sehari-hari dan
kesejahteraan para lansia.

3. Judul Penelitian Judul :


Enhancing Quality of Life and Caregiver Interactions for
Persons with
Dementia Using TimeSlips Group Storytelling: a Six-Month
Longitudinal Study

57
Penulis :
Alyssa A. Vigliotti, Vernon M. Chinchilli, Daniel R. George.

Abstrak
Secara global, lebih dari 46 juta orang hidup dengan
demensia dan kami tidak memiliki perawatan yang mengubah
penyakit. Mengingat terbatasnya efektivitas intervensi
farmakologi yang disetujui, non-farmakologis berbasis bukti,
perawatan psikososial telah muncul untuk meningkatkan
perawatan dan mengurangi masalah yang dialami oleh orang
dengan demensia. Salah satu intervensi tersebut adalah
TimeSlips, inisiatif mendongeng grup yang dikembangkan
pada 1990-an yang sekarang digunakan di seluruh dunia .

Tujuan :

Untuk melihat efektifitas timeslips story telling pada penderita


demensia dalam jangka waktu lama.

4. Judul :
Judul Penelitian
How individuals with dementia in nursing homes maintain
their dignity through life storytelling – a case study

Penulis :
Anne Kari Tolo Heggestad and Ashild Slettebø

Abstrak :
Mayoritas penduduk yang tinggal di rumah jompo Norwegia
menderita demensia. Individu yang menderita demensia
sangat rentan, dan martabat identitas mereka beresiko. Oleh
karena itu sangat penting untuk mengeksplorasi bagaimana
kita dapat mempertahankan martabat identitas mereka.
Tujuan :

58
Tujuan artikel ini adalah untuk menyajikan dan mendiskusikan
temuan tentang apa yang individu dengan demensia lakukan
sendiri untuk mempertahankan atau mempromosikan
martabat identitas mereka ketika mereka tinggal di panti
jompo.

Metode :
Desain. Studi ini didasarkan pada desain fenomenologis dan
hermeneutik. Metode. Artikel ini melaporkan tiga kasus atau
kisah hidup berdasarkan pengamatan partisipan di dua panti
yang berbeda dan wawancara dengan lima penduduk dengan
demensia yang tinggal di panti jompo ini. Lima belas warga
dengan demensia dari bangsal perawatan ini dimasukkan
dalam studi keseluruhan.

Hasil :
Individu dengan demensia yang tinggal di panti jompo dapat
menggunakan penceritaan hidup atau narasi untuk mengelola
kekacauan dan untuk menemukan keselamatan dalam hidup
mereka. Bercerita juga digunakan sebagai cara untuk
menyajikan dan mempertahankan identitas. Kita dapat melihat
ini sebagai cara mempertahankan martabat identitas atau
martabat sosial.

Kesimpulan :
Mendongeng hidup dapat dilihat sebagai cara penting untuk
melestarikan penggalian bagi penderita demensia. Sangat
penting bagi para profesional perawatan kesehatan untuk
terbuka dan mendengarkan cerita-cerita kehidupan orang-
orang dengan demensia.

59
5. Judul Penelitian
Judul :
The Role of Autobiographical Story-Telling During
Rehabilitation Among Hip-Fracture Geriatric Patients.

Penulis :
Paola Iannelloa, Federica Biassonia, Laura Bertolaa,
Alessandro Antoniettia, Valerio Antonello Casertab, Lorenzo
Panellab
Abstrak
Patah tulang pinggul adalah salah satu masalah perawatan
kesehatan yang paling umum di kalangan orang tua. Literatur
menunjukkan bahwa harapan self-efficacy yang tinggi dan
pengaruh positif adalah beberapa masalah utama dalam
pemulihan fungsional setelah patah tulang pinggul. Investigasi
sekarang menguji apakah narasi diri dari peristiwa yang
merusak kehidupan memengaruhi keefektifan dan depresi
selama proses rehabilitasi. Kami merancang Perjalanan
Narasi Diri (SNJ) untuk diberikan selama rehabilitasi di rumah
sakit. Dalam Studi 1, kami menyelidiki pengaruh SNJ pada
depresi dan persepsi self-efficacy. Studi 2 bertujuan untuk
mengeksplorasi efek SNJ, depresi, dan self-efficacy pada
pemulihan fungsional kemandirian untuk melakukan kegiatan
sehari-hari selama proses rehabilitasi. Data menunjukkan
bahwa Self-Narration Journey terbukti efektif dalam
meningkatkan efikasi diri yang dirasakan dan dalam
menurunkan tingkat depresi. Pekerjaan ini menyoroti efek
signifikan dari SNJ pada proses pemulihan fungsional.

Tujuan :
Bertujuan untuk melihat pengaruh efek SNJ, depresi, self
efficacy pada pemulihan fungsional kemandirian untuk
melakukan kegiatan sehari hari dalam proses rehabilitasi.

60
Metode :
Metode I
Peserta adalah pasien rehabilitasi ortopedi berusia 60 dan
lebih tua yang dirawat di rumah sakit antara September 2015
dan Desember 2015 di departemen rehabilitasi Orthopedic
Institute "Gaetano Pini" di Milan. Semua pasien yang
menjalani operasi patah tulang pinggul dan mengikuti program
rehabilitasi di rumah sakit mereka dianggap kandidat untuk
dimasukkan dalam penelitian. Skrining awal menilai tingkat
fungsi kognitif. Delapan pasien yang mendapat skor <30 pada
Mini-Mental State Examination (MMSE) (Bellelli, Frisoni,
Turco, & Trabucchi, 2008) dikeluarkan dari penelitian. Dari 60
pasien awal, 52 menerima informasi tertulis dan lisan tentang
penelitian dan ditanya apakah mereka bersedia untuk
berpartisipasi. Sepuluh pasien menurun. Dengan demikian,
akhirnya ukuran sampel adalah 42 (30 wanita dan 12 pria,
rentang usia: 60-95 tahun; usia rata-rata = 79,67 tahun; SD =
9.03). Pasien diacak untuk intervensi (n = 21; rata-rata usia =
79,95 yrs., SD = 8,93) atau perawatan biasa (kontrol)
kelompok (n = 21; usia rata-rata = 79,31 yrs .; SD = 9,12).
Tidak ada perbedaan sosio-demografi yang terungkap antara
pasien yang diacak ke kelompok intervensi dan kelompok
kontrol.

Hasil :
Analisis statistik dari semua data dilakukan dengan SPSS
versi 23.0.

Sebelum membandingkan skor depresi dan self-efficacy


sehubungan dengan kelompok (intervensi vs kontrol) dan
waktu (pada saat masuk vs debit), normalitas distribusi
variabel dinilai dengan menghitung nilai skewness dan
kurtosis. Kedua nilai berada dalam kisaran +1 hingga -1,
menunjukkan bahwa skor pada kedua skala didistribusikan
secara normal (Marcoulides & Hershberger, 1997).

61
Konsistensi internal timbangan diperiksa dengan menghitung
koefisien reliabilitas alpha Cronbach, yang menunjukkan
konsistensi internal yang baik (GDS: α = .89; GSES: α = .83).

Metode II :
Peserta adalah 40 pasien rehabilitasi ortopedi (30 wanita dan
10 pria: rentang usia = 68-92 tahun; usia rata-rata = 80,12
tahun; SD = 7,09) yang dirawat di rumah sakit antara Februari
2016 dan Juni 2016 di departemen rehabilitasi Orthopedic
Institute “ Gaetano Pini ”di Milan setelah menjalani operasi
patah tulang pinggul.

Seperti dalam Studi 1, status kognitif awalnya dinilai untuk


memastikan bahwa hanya pasien dengan skor> 30 di MMSE
yang dimasukkan dalam penelitian (12 pasien yang mendapat
skor <30 dikeluarkan).

Setelah pemeriksaan awal, pasien diacak untuk intervensi (15


wanita dan 5 pria; usia rata-rata = 80,00 tahun; SD = 7,19)
atau kelompok kontrol (15 wanita dan 5 pria; usia rata-rata =
80,25 tahun, SD = 7,20) kondisi.

Hasil :
Distribusi normal dari skor pada semua skala dinilai dengan
menghitung nilai skewness dan kurtosis. Baik kecondongan
dan kurtosis berada dalam kisaran +1 hingga -1,
menunjukkan bahwa skor terdistribusi secara normal
(Marcoulides & Hershberger, 1997).
Koefisien reliabilitas alpha Cronbach dihitung untuk semua
skala. Koefisien untuk dua skala pertama (GDS: α = .90; GSE:
α = .83) serupa dengan yang dihitung dalam Studi 1,
mendukung konsistensi internal instrumen. BI (α = .88) dan
semua sub-skala PWB menunjukkan tingkat konsistensi
internal yang baik (Otonomi: ɑ = 0,77; Penguasaan

62
Lingkungan: ɑ = 0,73; Pertumbuhan Pribadi: ɑ = 0,73;
Hubungan Positif dengan Orang Lain: ɑ = .79; Tujuan dalam
Hidup: ɑ = .77; Penerimaan Diri: ɑ = .83).
Sebelum analisis regresi, tingkat kesejahteraan psikologis
pasien di kedua kelompok intervensi dan kontrol dinilai untuk
memverifikasi bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan
antara kedua kelompok saat masuk. T-tes untuk sampel
independen dilakukan pada semua dimensi PWB untuk
membandingkan kelompok intervensi dan kontrol. Hasilnya
menunjukkan bahwa kedua kelompok tidak berbeda dalam
subskala PWB (Otonomi: t = 1,65, p = 0,11; Penguasaan
Lingkungan: t = 0,83, p = 0,41; Pertumbuhan Pribadi: t = 0,76,
p = 0,45; Positif Hubungan dengan Orang Lain: t = 0,99, p =
0,33; Tujuan dalam Hidup: t = 1,42, p = 0,17; Penerimaan Diri:
t = 0,51, p = 0,62).

DAFTAR PUSTAKA

Alexandrakis, Diogenis. "Reminiscence, Digital Storytelling and Maps: How


Technology Affects Loneliness of Older Adults." Proceedings of 15th
European Conference on Computer-Supported Cooperative Work-
Doctoral Colloquium. European Society for Socially Embedded
Technologies (EUSSET), 2017.

Heggestad, Anne Kari Tolo, and Åshild Slettebø. "How individuals with dementia in nursing hos mai
life storytelling–a case study." Journal of clinical nursing24.15-16 (2015): 2323-2330.

Iannello, P., Biassoni, F., Bertola, L., Antonietti, A., Caserta, V. A., & Panella, L.
(2018). The Role of Autobiographical Story-Telling During Rehabilitation
Among Hip-Fracture Geriatric Patients. Europe’s Journal of
Psychology, 14(2), 424-443.

Liehr, Patricia, et al. "Adding story-centered care to standard lifestyle intervention for
people with Stage 1 hypertension." Applied Nursing Research 19.1
(2006): 16-21.

63
Vigliotti, A. A., Chinchilli, V. M., & George, D. R. (2018). Enhancing Quality of Life
and Caregiver Interactions for Persons with Dementia Using TimeSlips
Group Storytelling: A 6-Month Longitudinal Study. The American
Journal of Geriatric Psychiatry, 26(4), 507-508

Meyer, W. J. (2007). Persistence of memory: Scent gardens for therapeutic life


review in communities for the elderly (Order No. 1445711). Available from
Health & Medical Collection. (304707371). Retrieved from
https://search.proquest.com/docview/304707371?accountid=46437

Kamp, D. (1997). Therapeutic gardens. The Hastings Center Report, 27(5), 48.
Retrieved from
https://search.proquest.com/docview/222384981?accountid=46437

Ah-Reum Han, Park, S., & Byung-Eun Ahn. (2018). Reduced stress and
improved physical functional ability in elderly with mental health problems
following a horticultural therapy program. Complementary Therapies in
Medicine, 38, 19-23. doi:http://dx.doi.org/10.1016/j.ctim.2018.03.011

Baird, M. R. (2016). A horticultural therapy program for the elderly: Effects on


cognition, quality of life, and loneliness (Order No. 10141674). Available
from Health & Medical Collection. (1823193941). Retrieved from
https://search.proquest.com/docview/1823193941?accountid=46437

VII. TERAPI PSIKODRAMA

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR TERAPI PSIKODRAMA PADA LANSIA

64
Pengertian Terapi psikodrama adalah metode psikoterapi kelompok
dimana susunan kepribadian, hubungan interpersonal,
konflik, dan masalah emosional dilihat dengan
menggunakan metode dramatik spesifik.terapi ini
merupakan upaya pemecahan masalah melalui drama,
dimana masalah yang didramakan adalah masalah psikis
yang dialami oleh individu.

tujuan Mengembangkan suatu theatrical catedral bagi perilisan


spontanitas dan kreativitas yang dimiliki tiap orang
secara alami.

Indikasi 1. Individu yang mengalami kesulitan menyatakan suatu


peristiwa atau perasaan secara verbal.
2. Lansia yang mengalami depresi.

Kontra indikasi 1. Lansia dengan penyakit medis yang dapat


menganggu pengobatan.
Prosedur :
f. Persiapan alat 4. Panggung, bisa berbentuk flat resmi, bagian kamar,
dan sebagainya.
5. Perangkat CheckMyHeart untuk mengukur
variabilitas detak jantung.
g. Persiapan 4. Lingkungan yang nyaman.
tempat/lingkungan 5. Pencahayaan yang terang.
6. Lingkungan yang bersih.
h. Persiapan pasien 4. Pasien dalam kondisi bersih dan nyaman.
5. Pasien tidak dalam kondisi stress berat.
6. Pasien mengalami gangguan kualitas tidur.
i. Prosedur 9. Perawat mengucapkan salam, memperkenalkan diri,
bangun rasa saling percaya pada klien.
10. Fase pemanasan: penentuan sutradara yang siap
memimpin kelompok dan konseling. Proses ini
melibatkan verbal dan non verbal.
11. Mengundang peserta psikodrama membayangkan

65
babak dan objek yang menyenangkan serta netral.
Ide teknik ini membantu klien menjadi lebih spontan.
12. Mempersiapkan segala sesuatu untuk masuk pada
fase tindakan.
13. Protagonis memberi sesuatu monolog tentang situasi.
14. Melibatkan tindakan yang jelas kepedulian-
kepedulian protagonis. Protagonis dapat
memerankan banyak bagian, di satu saat memainkan
bagian berbeda dari dirinya sendiri, disaat lain keluar
dari babak dan mengobservasi. Unsur kunci
protagonis adalah spontanitas.
15. Protagonis mengekspresikan emosi-emosi tertekan
dan menemukan cara baru yang efektif untuk
bertindak.
16. Konseling kelompok menggunakan metode non
verbal untuk menyusun orang lain dalam kelompok
seperti kelompok orang yang signifikan sesuai
dengan keluarganya
17. Protagonis bertukar peran dengan orang lain dan
memainkan begian peran orang tersebut.
18. Konseling kelompok berbuat bertentangan dengan
apa yang dirasakan oleh klien sehingga klien dapat
melihat dari sisi yang berebeda.
19. Fase integrasi: melibatkan diskusi dan penutupan.
Umpan balik sangat penting dari setiap konseling.
j. Evaluasi 1. Hasil psikodrama dapat dikemukakan seperti
penciptaan katarsis, pemahaman, dan resolusi
emosional.
2. Hasil psikodrama adalah pembelajaran yang terjadi
ketika seseorang bukan protagonis utama. Ada
pengaruh pemindahan dan pendekatan yang
membantu dan memperhatikan karakter orang,
terutama dalam mencapai resolusi pada persoalan
penting.

66
E. Hasil Penelitian yang Relevan

No Judul Penelitian Judul :


1. “ Impact of Partisipant in a Theatre Programe on Quality of
Life among Older Adults with Chronic Condition: aPilot
Study “

Penulis :
Hon Keung Yuen, Kris Mueller, Ellise Mayor & Andreas
Azuero

Abstrak Latar Belakang


Pendekatan untuk mengintegrasikan perawatan yang
berpusat pada cerita ke dalam pengobatan orang dengan
hipertensi yang bertentangan tetapi perlu perhatian lebih
lanjut.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh dari
partisipan pada program “Seasoned Art At the Samford for
You” (SAASY)

Metode :
Desain penelitian yang digunakan yaitu kelas akting
bertemu selama 2 jam kelas mingguan selama enam
minggu. Peserta menyelesaikan jadwa kesejahteraan
umum dan 36 item Short Form Healthy Survey baik diawal
program dan satu bulan setelah program berakhir. Selain
itu peserta diwawancarai secara individual untuk
mengeksplorasi dampak yang dirasakan dari program
teater pada kesejahteraan mereka.
Hasil :
Peserta melaporkan skor yang lebih tinggi secara signifikan
pada kesejahteraan umum dan Short Form healthy Survey

67
pada program pasca SAASY. Analisis isi dari transkrip
wawancara mengungkapkan bahwa peserta mencapai
rasa harga diri dan advokasi diri dan mengatasi
pembatasan yang dikenakan sendiri. Hasil menunjukkan
perbaikan dalam kesejahteraan psikologis dan kualitas
hidup yang berhubungan dengan kesehatan, terutama
dalam komponen kesehatan fisik setelah berpartisipasi
dalam program.

2. Judul Penelitian Judul :

“Life-crossroads on stage: integrating life review and drama


therapy for older adults”
Penulis
Shoshi Keisari and Yuval Palgi
Tahun: 2016
Abstrak Latar Belakang :
Intervensi termasuk elemen naratif bersama dengan terapi
drama. Penelitian ini memeriksa kontribusi kelompok baru
intervensi terapiutik pada lansi, berdasarkan pada
intervensi kesejahteraan yang belum sempurna.

Tujuan :
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh dari
intervensi terapiutik terhadap indikator kesehatan mental
dan kesejahteraan psikologi pada lansia..

Metode
55 partisipan, berumur antara 62 hingga 93 tahun, desain
studi dengan mengunakan pre dan post mengikuti indeks:
hidup yang berarti, penerimaan diri, hubungan dengan
lainnya, gejala depresi, dan pengalaman penuaan. Semua
di bandingkan antara kelompok intervensi dan kelompok
kontrol

68
Hasil :
Analisis pengukuran dari variabel menunjukkan ada
perbaikan signifikan berulang pada kelompok intervensi.
Hasil juga menunjukkan kelompok interaksi mengenai
terapi efektif terhadap penerimaan diri, hubungan dengan
orang lain, perasaan berarti dalam hidup, perasaan lansia
yang sukses dan gejala depresi.

3. Judul Penelitian Judul :


Art therapies and dementia care: a systematic review

Penulis :
Renee L. Beard
Tahun: 2011

Abstrak
Meskipun sudah mantap penggunaannya art terapi dengan
orang yang memiliki demensia pada tipe Alzheimer’s,
sistematic review pada literatur masih belum dilakukan.

Tujuan :
Tujuan dari penelitian ini untuk mengkritik evidence base,
termasuk music, seni visual, drama, dan menari/ gerakan.

Metode:
Literatur Systematic review, didokumentasikan dan
dievaluasi

Hasil:
Mereka dengan demensia menerima layanan yang mereka
inginkan, karena metodologi allopathic sepenuhnya akan
terus gagal dalam mengevaluasi secara memadai masalah
psikososial.

69
4. Judul :
Judul Penelitian
Drama therapy with older people with dementia- does it
improve quality of life?

Penulis :
Joanna Jaaniste, PhD, Sheridan Linnell, PhD, Richard L.
Ollerton, PhD,
Shameran Slewa-Younan, PhD

Tahun: 2014

Abstrak :
Mayoritas penduduk yang tinggal di rumah jompo Norwegia
menderita demensia. Individu yang menderita demensia
sangat rentan, dan martabat identitas mereka beresiko.
Oleh karena itu sangat penting untuk mengeksplorasi
bagaimana kita dapat mempertahankan martabat identitas
mereka.
Tujuan :
Tujuan artikel ini adalah untuk mengevaluasi efek terapi
drama pada kualitas kehidupan (QoL) dari orang tua
dengan demensia rengan sampai sedang.

Metode :
Desain Studi ini menggunakan mixed metode yaitu
kuantitaif dan kualitatif. Kelompok terapi drama
dibandingkan dengan kelompok peserta yang menonton
film selama periode empat bulan. Semua peserta dinilai
kualitas hidup menggunakan Quality of Life Alzeimer’s
Disease (QoL-AD) skala logsdon, Gibbons, Mc Curry
&Teri.
Sebelum dan sesudah pertemuan kelompok. Data kualitatif

70
dihasilkan dan diperiksa menggunakan metode
fenomenologis termasuk merekam dan mentranskripsikan
bahasa tubuh dan dialog, baik sebagai narasi, etnografi,
tema kelompok dan metafora.

Hasil :
Meskipun tidak berbeda statistik secara signifikan, skor
QoL-AD rata-rata meningkat untuk kelompok terapi drama
sementara itu menurun untuk kelompok film. Temuan
kualitatif membentuk suatu kemampuan peserta yang tidak
ambigu untuk mengekspresikan ide dan perasaan.

Kesimpulan :
melalui terapi drama serta membuka kesadaran akan
kesejahteraan dan kualitas hidup peserta. Temuan ini juga
menunjukkan nilai potensial studi masa depan yang lebih
besar.

DAFTAR PUSTAKA

Jaaniste, Joanna. " Drama therapy with older people with dementia- does it
improve quality of life?. ELSEVIER. 2014.

Renee L. Beard. " Art therapies and dementia care: a systematic review" .
http://www.sagepublications.com. 2012

Shoshi Keisari and Yuval Palgi. (2018). Life-crossroads on stage: integrating life
review and drama therapy for older adults. Aging and Mental Health. 2016.

Hon Keung Yuen1, Kris Mueller, Ellise Mayor & Andres Azuero. "Impact of
Participation in a Theatre Programme onQuality of Life among Older Adults with
Chronic Conditions: A Pilot Study." Wileyonlinelibrary.com (2011): 201-208.

Setyoadi & Kushariyadi. (2011). Terapi Modalitas Keperawtan pada Klien

71
Psikogeriatrik. Jakarta: Salemba Medika

VIII. SENAM TAI CHI BAGI LANSIA

A. Konsep Dasar
a. Definisi

72
Taichi adalah latihan tubuh low-impact, slow-motion, mind body exerciseyang
menggabungkan kontrol napas, meditasi, dan gerakan untuk meregangkan dan
memperkuat otot.

b. Manfaat Tai Chi


1. Cardiopulmonary
Menurunkan Tekanan Darah sistolik maupun diastolik, menjadi upaya pencegahan
primer stroke, serta adanya pernafasan yang lebih efisien dan ekspansi dada bagi usia
dewasa pertengahan dan lansia.
2. Neurologis
Memfasilitasi proprioceptive neuromuscular facilitation (PNF) dalam hal mencegah
kejadian jatuh pada lansia karena terjadi peningkatan keseimbangan tubuh, koor-
dinasi, kekuatan otot dan fleksibilitas tubuh. Membantu meringankan nyeri kronis
seperti pada osteo arthritis (OA), rheumatoid arthritis (RA), fibromyalgia, sakit
kepala tegang, dan kondisi yang menyakitkan lainnya yang sedang berlangsung
3. Muskuloskeletal
Perbaikan postur, kekuatan dan fleksibilitas peregangan otot, tendon dan ligamen dan
sering dibandingkan dengan gerakan pasif terus menerus yang digunakan untuk
meningkatkan kecepatan penyembuhan. Tai Chi juga memungkinkan untuk kompresi
ke sendi yang membantu dalam memberikan nutrisi ke tulang rawan sekitarnya
4. Endokrin
Menurunkan kadar kortisol dalam tubuh, sehingga mengurangi gangguan mood, juga
meningkatkan sekresi noradrenalin dari sistem saraf simpatik yang membantu
relaksasi fisik.
5. Pencernaan
Memperbaiki kondisi seperti ulkus duodenum, kurang nafsu makan, sakit perut, dan
prolaps perut. Hal ini diyakini bahwa "efek pijat viseral" dari beberapa gerakan juga
membantu dalam meningkatkan eliminasi.
6. Psikologi dan Mental
Membantu menghilangkan stress melalui penggunaan pernafasan diafragma dan
meditasi yang memiliki efek relaksasi pada individu, meningkatkan kualitas tidur,
meningkatkan kesadaran tubuh (body awareness), peningkatan harga diri, keper-
cayaan diri,dan kesehatan mental (depresi, kecemasan, dll), membantu mening-
katkan fungsi kognitif dan ketika dilakukan dalam setting kelompok dapat
mengurangi isolasi sosial.

73
c. Teori Terapi Tai chi
Tai Chi adalah latihan terapeutik yang berasal dari seni bela diri. Ini adalah seni
bela diri yang bergerak lambat berdasarkan pada keyakinan Timur bahwa kekuatan hidup
(chi) atau energi bersirkulasi di seluruh tubuh melalui jalur yang disebut meridian.
Gangguan dalam aliran energi ini diyakini mengakibatkan penyakit atau penyakit. Oleh
karena itu, keseimbangan chi sangat penting untuk kesehatan dan Tai Chi adalah latihan
yang mendorong aliran energi yang tepat. Namun, keduanya merupakan latihan fisik dan
mental yang diakui sebagai bentuk meditasi bergerak. Filosofinya menekankan
pentingnya hubungan antara pikiran dan tubuh individu (mind-body exercise). Tai Chi
adalah pendekatan pendekatan holistik untuk seluruh individu daripada berfokus pada
gejala lokal.
Praktek ini sudah ada sejak ribuan tahun lalu.Saat melakukan tai chi, orang
bergerak dengan lancar melalui serangkaian gerakan. Gerakan-gerakan diberi nama
sesuai dengan tingkah laku binatang, seperti "bangau putih membentangkan sayapnya,"
atau untuk seni bela diri. Ketika bergerak, orang tersebut bernapas dalam-dalam dan
alami, memfokuskan perhatian pada area tepat di bawah pusar. Dalam praktik dan teori
tai chi, area ini adalah titik penyimpanan tubuh untuk energi, atau chi.
Pada populasi Geriatri Tai Chi telah dipelajari secara ekstensif. Ini telah terbukti
menjadi cara yang aman dan menyenangkan untuk berolahraga di antara populasi ini,
sambil memberikan perbaikan di semua area tubuh. Latihan ini memberikan tingkat
rendah hingga sedang aktivitas kardiovaskular sambil meminimalkan tekanan pada sendi
yang dalam hitungan minggu telah menunjukkan manfaat fisiologis, psikologis dan sosial
yang berkembang melalui praktek rutin Tai Chi yang konsisten. Biasanya kelas tai chi
dilakukan 1 – 2 kali seminggu untuk mempelajari postur-posturnya, lalu melakukannya di
kelas atau di rumah. Satu sesi biasanya berlangsung satu jam, dimulai dengan meditasi
dan beralih ke postur, yang dilakukan secara perlahan. Postur tubuh dan pernapasan
dalam adalah elemen kunci dari tai chi yang benar. Sesi tai chi yang teratur dan
berkesinambungan memberi manfaat paling besar.
Tai Chi Chuan (TCC) adalah bentuk latihan pikiran-tubuh yang berasal dari Cina
kuno. Pada 1990-an, komunitas riset Barat mulai memeriksa efektivitas intervensi TCC,
menggunakan desain penelitian ilmiah dan ukuran hasil standar. Studi-studi ini terutama
menyelidiki efek yang disebabkan TCC pada aspek fisik, seperti pencegahan jatuh,
pengurangan hipertensi, dan rehabilitasi jantung (Lee dan Ernst, 2012) serta beberapa
manfaat untuk kesehatan mental, termasuk kualitas hidup, self-efficacy dan suasana hati
(Caldwell et al., 2009). TCC, jenis latihan motorik dan imajinasi yang kompleks, juga

74
telah terbukti memiliki efek positif pada fungsi eksekutif pada orang dewasa yang lebih
tua. Misalnya, ditemukan bahwa TCC memiliki manfaat pada tugas-tugas fungsi
eksekutif (Matthews dan Williams, 2008). Taylor-Piliae dkk. (2006) mereplikasi hasil ini,
menunjukkan bahwa ahli TCC mengalami peningkatan yang signifikan selama tugas
yang melibatkan komponen fungsi eksekutif (dari awal sampai 12 bulan selama program
TCC). Hal demikian diterapkan secara luas dalam uji coba intervensi klinis sebagai jenis
pengobatan komplementer dan alternatif (Ding, 2012).
Tai Chi Chuan juga disebut meditasi bergerak (Robins et al., 2012) karena
berfokus pada penggunaan nafas yang lambat secara sadar dan gerakan yang anggun
untuk meningkatkan relaksasi dan perhatian. Latihan integrasi pikiran-tubuh seperti itu
telah terbukti membentuk kembali pola struktur otak dan konektivitas fungsional (Cahn
dan Polich, 2006; Luders et al., 2009, 2011, 2012). Secara khusus, praktek TCC
memerlukan tingkat kesadaran yang tinggi untuk mempertahankan keadaan optimal dari
usaha selama latihan, yang menimbulkan tantangan besar - pikiran harus mengontrol
pikiran batin, menumbuhkan kemampuan mental dan mempertahankan perhatian penuh
perhatian terhadap rangsangan indera internal dan eksternal.Adalah wajar untuk
mendalilkan bahwa keterlibatan TCC berulang sebagai bentuk latihan mental dan fisik
dapat menginduksi beberapa perubahan yang dapat diandalkan dan dioptimalkan dalam
anatomi dan fungsi otak. Sebagai bagian dari bukti yang mendukung spekulasi ini,
laporan sebelumnya menunjukkan korteks serebral yang lebih tebal secara signifikan
pada praktisi TCC dibandingkan dengan kontrol usia dan gender yang sehat (Wei et al.,
2013).
Beberapa studi electroencephalography (EEG) relatif telah melaporkan bahwa
TCC dapat menghasilkan perubahan dalam kondisi mental atau pola electro-
encephalogram terkait dengan perubahan indeks kognitif atau fisik lainnya. Field dkk.
(2010) mengamati bahwa kinerja pada perhitungan matematika secara signifikan
ditingkatkan dengan kursus pelatihan TCC/Yoga 20 menit dan terkait dengan pening-
katan aktivitas theta EEG frontal. Hasil ini telah direplikasi untuk TCC dalam penelitian
praktisi TCC wanita yang terampil yang menunjukkan pola yang biasanya terjadi selama
keadaan relaksasi dan perhatian (Liu et al., 2003).

B. Indikasi Terapi

75
13) Individuyang mengalami gangguan nyeri kronis seperti pada osteo arthritis (OA),
rheumatoid arthritis (RA), fibromyalgia, sakit kepala tegang, dan kondisi yang
menyakitkan lainnya yang sedang berlangsung
14) Individu yang memiliki masalah keseimbangan, koordinasi, fleksibilitas, kekuatan
otot dan stamina.
15) Individu yang mengalami penurunan kognitif
16) Individu yang memiliki resiko jatuh
17) Individu dengan gangguan tidur.
18) Individu yangingin menggunakan media ini untuk perkembangan personal.

C. Kontra Indikasi
3) Lansia yang mengalami fase kritis paada gangguan kardiovaskular dan pulmonary
4) Lansia yang mengalami kondisi penyakit infeksi yang belum tertangani.

D. Prosedur
c. Persiapan Alat
3. Tape recorder / CD Player / HP music
4. Kaset / CD Lagu

d. Persiapan Lingkungan
6. Terapis dan klien lansia duduk / berdiri bersama
7. Ruangan nyaman dan tenang, lebih disarankan pada suasana yang asri di
taman
8. Atur lingkungan untuk mengakmodasi gerakan bebas peserta.
9. Atur kursi disekitar pinggiran bagi mereka yang tidak dapat berdiri atau
menjadi lelah selama sesi terapi.

e. Persiapan Pasien
8. Salam terapeutik (salam dari terapis ke klien lansia).
9. Evaluasi / Validasi (menanyakan perasaan klien saat ini).
10. Kontrak
- Terapis menjelaskan tujuan kegiatan (terapi tai chi).
- Terapis menjelaskan aturan main sesuai kesepakan dengan klien.
- Jelaskan tujuan sesi tersebut, dan dorong setiap lansia untuk berpartisipasi
sampai tahapan mereka mampu melakukannya.

f. Prosedur / Tahap Kerja

76
11.Kaji kelompok apakah ada faktor-faktor resiko. Faktor-faktor resiko untuk
pertimbangan mencakup status kardiovaskular yang buruk, riwayat penyakit paru
obstruktif, atau masalah otot degeneratif.

12.Ketika kelompok lansia telah siap, mulai musik dan posisikan diri terapis agar
menghadap kearah kelompok.

13.Jika rutinitas terstruktur digunakan, peragakan gerakan yang terapis minta lakukan
dan dorong kelompok untuk meniru gerakan terapis.

14.Jika anda meminta ekspresi yang bebas, beredarlah ke dalam kelompok dengan
memberikan dorongan dan motivasi kepada mereka yang ragu-ragu.

15.Puji upaya peserta dan dorong mereka untuk mendiskusikan perasaan yang mereka
alami selama berdansa.

16. Pengecekan verbal (verbal checking). Durasi yang dibutuhkan selama 5 sampai 10
menit.
17. Pemanasan (warm up). Durasi yang dibutuhkan kurang lebih 10 sampai 15 menit.
Tahapan ini memfasilitasi klien untuk mendapatkan sentuhan dengan tubuh dan
memberikan titik fokus.
18. Proses gerak (movement process). Durasi yang dibutuhkan kurang lebih 25 sampai
30 menit. Kemananan harus di jaga ketika klien mengekspresikan perasaan dan
berhubungan satu dengan yang lain. proses ini merupakan proses yang tidak
langsung dan klien bebas mengekspresikan perasaan dan melakukan interaksi secara
nonverbal.
19. Penutupan (closure). Durasi yang dibutuhkan adalah 10 sampai 15 menit. Proses ini
merupakan diskusi mengenai tema dan perasaan serta mengenai gambaran verbal
dari apa yang didapatkan selama proses gerak.
20. Setelah sesi terapi, dokumentasikan tipe aktivitas dan respons kelompok.

g. Evaluasi
4. Perhatikan apakah ada tanda-tanda gaangguan kardiovaskular, seperti pusing,
kemerahan, keringat yang banyak, dan disorientasi. Gerakan yang sangat cepat dapat
menyebabkan pusing. Bantu lansia yang pusing untuk duduk jika perlu dan periksa
tanda-tanda vitalnya.
5. Menanyakan perasaan klien lansia setelah megikuti terapi menari.
6. Berikan pujian atas keberhasilan klien.

77
E. Hasil Penelitian yang Relevan
1 Judul Penelitian Judul:
“A Pilot Cluster-Randomized Trial of a 20-Week Tai Chi Program in
Elders With Cognitive Impairment and Osteoarthritic Knee: Effects on
Pain and Other Health Outcomes”

Penulis:
Pao-Feng Tsai RN,PhD; Jason Y. Chang PhD, Cornelia Beck
RN,PhD,RAAN; Yong-Fang Kuo PhD; Francis J. Keefe PhD.

Jurnal:
Journal of Pain and Symptom Management, Elsevier · April 2013
Abstrak Konteks
Karena Tai Chi (TC) selain bermanfaat bagi lansia tanpa gangguan
kognitif (CI= Cognitive Impairment), juga dapat bermanfaat bagi
orang tua dengan CI. Tetapi para lansia dengan CI umumnya
dikeluarkan dari studi TC karena banyak alat pengukuran yang
memerlukan laporan verbal yang oleh sebagian orang tua CI tidak
dapatberikan.

Tujuan
Untuk menguji kemanjuran program TC dalam meningkatkan rasa
sakit dan hasil kesehatan lainnya pada orang tua yang tinggal di
masyarakat dengan osteoarthritis lutut (OA) dan CI.

Metode
Percobaan acak kelompok cluster ini dilakukan antara Januari 2008
dan Juni 2010 (ClinicalTrials.gov Identifier: NCT01528566).
Kelompok TC menghadiri kelas-kelas TC gaya Sun, tiga sesi
seminggu selama 20 minggu; kelompok kontrol menghadiri kelas
yang menyediakan informasi kesehatan dan budaya untuk jangka
waktu yang sama. Ukuran termasuk Western Ontario dan
McMaster Universities Osteoarthritis Index (WOMAC) nyeri,
fungsi fisik dan subskala kekakuan; tes Get Up and Go; tes Sit-to-
Stand; dan Pemeriksaan Negara Mini-Mental State Examination
(MMSE), diberikan pada awal, setiap empat minggu selama
intervensi dan pada akhir penelitian (post-test).

Hasil
8 situs berpartisipasi baik dalam kelompok TC (empat situs, 28
peserta) atau kelompok kontrol (empat situs, 27 peserta). Nyeri
WOMAC (P = 0,006) dan skor kekakuan (P = 0,010) berbeda
secara signifikan antara kedua kelompok pada post-test, sedangkan
perbedaan antara kedua kelompok dalam skor fungsi fisik
WOMAC (P = 0,071) dan MMSE (P = 0,096) menunjukkan
signifikansi batas pada post-test. Nyeri WOMAC (P = 0,001),
fungsi fisik (P = 0,021), dan kekakuan (P ≤ 0,001) skor meningkat
secara signifikan lebih dari waktu ke waktu dalam kelompok TC
daripada di kelompok kontrol. Tidak ada efek samping yang
ditemukan pada kedua kelompok.

Kesimpulan

78
Berlatih TC dapat berkhasiat dalam mengurangi rasa sakit dan
kekakuan pada lansia dengan OA (osteo arthritis) pada lutut dan CI
(cognitive impairment).
2 Penelitian Judul:

“Effect of Tai Chi on Cognitive Performance in Older Adults: Syste-


matic Review and Meta‐Analysis”

Penulis:
Peter M Wayne PhD; Jacquelyn N. Walsh BS; Ruth E. Taylor-Piliae
PhD, RN; Rebecca E. Wells MD, MPH; Kathryn V. Papp PhD;
Nancy J. Donovan MD; Gloria Y. Yeh MD, MPH.
Jurnal:
Journal of The American Geriatrics Society, January 2014
Abstrak Tujuan
Untuk meringkas dan mengevaluasi kritis penelitian tentang efek
Tai Chi pada fungsi kognitif pada orang lanjut usia.

Desain
Tinjauan sistematis (Systemic review) dengan meta-analisis.

Setting
Perawatan komunitas dan residential care.

Partisipan
Individu berusia 60 dan lebih tua (dengan pengecualian satu studi)
dengan dan tanpa gangguan kognitif.

Pengukuran
Kemampuan kognitif menggunakan berbagai tes neuropsikologis.

Hasil
Dua puluh penelitian yang memenuhi syarat dengan total 2.553
peserta diidentifikasi yang memenuhi kriteria inklusi untuk tinjauan
sistematis; 11 dari 20 penelitian yang memenuhi syarat adalah uji
coba terkontrol secara acak (RCTs=randomized controlled trial),
satu adalah penelitian nonrandomized controlled, empat adalah
studi observasional prospektif non-terkontrol, dan empat studi
cross-sectional. Secara keseluruhan kualitas RCT adalah sederhana,
dengan tiga dari 11 percobaan dikategorikan sebagai risiko bias
tinggi. Hasil Meta-analisis yang terkait dengan fungsi eksekutif di
RCT pada orang dewasa yang secara kognitif sehat menunjukkan
ukuran efek yang besar ketika peserta Tai Chi dibandingkan dengan
kontrol non-intervensi (Hedges 'g = 0,90; P = .04) dan ukuran efek
sedang bila dibandingkan dengan latihan. kontrol (Hedges 'g =
0,51; P = 0,003). Hasil Meta-analisis yang berkaitan dengan fungsi
kognitif global dalam RCT pada orang dewasa dengan gangguan
kognitif, mulai dari gangguan kognitif ringan hingga demensia,
menunjukkan efek yang lebih kecil tetapi signifikan secara statistik
ketika Tai Chi dibandingkan dengan kontrol non-intervensi

79
(Hedges 'g = 0,35; P = 0,004 ) dan intervensi aktif lainnya (Hedges
'g = 0,30; P = 0,002). Temuan dari penelitian yang tidak dilakukan
secara acak menambahkan bukti lebih lanjut bahwa Tai Chi dapat
secara positif mempengaruhi domain ini dan fungsi kognitif
lainnya.

Kesimpulan
Tai Chi menunjukkan potensi untuk meningkatkan fungsi kognitif
pada orang lanjut usia, khususnya di bidang fungsi eksekutif dan
pada individu tanpa gangguan yang signifikan. Percobaan yang
lebih besar dan tepat secara metodologi dengan periode tindak
lanjut yang lebih panjang diperlukan sebelum kesimpulan yang
lebih pasti dapat diambil.
3 Judul Penelitian Judul:
“Evidence Base of Clinical Studies on Tai Chi: A Bibliometric Analysis”

Penulis:
Guo-Yan Yang, Li-Qiong Wang, Ju Ren, Yan Zhang, Meng-Ling Li,
Yu-Ting Zhu, Jing Luo, Yan-Jun Cheng, Wen-Yuan Li, Peter M.
Wayne, Jian-Ping Liu.
Jurnal:
Plos One, March 2015
Abstrak Tujuan:
Manfaat keselamatan dan kesehatan dari latihan Tai Chi mind- body
telah didokumentasikan dalam sejumlah besar studi klinis yang
berfokus pada penyakit dan kondisi kesehatan tertentu. Tujuan dari
tinjauan sistematis ini adalah untuk secara lebih komprehensif
merangkum basis bukti dari studi klinis Tai Chi untuk perawatan
kesehatan.
Metode:
Mencari semua jenis studi klinis tentang Tai chi di PubMed,
Perpustakaan Cochrane dan empat database elektronik Cina dari
awal hingga Juli 2013. Data dianalisis menggunakan
SPSS17.0 soft ware. Sebanyak 507 penelitian yang diterbitkan antara
tahun 1958 dan 2013 diidentifikasi, termasuk 43 (8,3%) tinjauan
sistematis dari studi klinis, 255 (50,3%) uji klinis acak, 90 (17,8%)
studi klinis terkontrol non-acak, 115 (22,7%). ) seri kasus dan 4
(0,8%) laporan kasus. 10 penyakit / kondisi teratas adalah
hipertensi, diabetes, osteoarthritis, osteoporosis atau osteopenia,
kanker payudara, gagal jantung, penyakit paru obstruktif kronik,
penyakit jantung koroner, skizofrenia, dan depresi. Banyak peserta
yang sehat berlatih Tai Chi untuk tujuan promosi kesehatan atau
pelestarian. Gaya Tai Chi yang paling populer, dan Tai Chi sering
dipraktekkan dua hingga tiga sesi 1 jam per minggu selama 12
minggu. Tai Chi digunakan sendiri di lebih dari separuh penelitian
(58,6%), sedangkan dalam penelitian lain Tai Chi diterapkan dalam
kombinasi dengan terapi lain termasuk obat-obatan, pendidikan
kesehatan dan terapi fisik lainnya. Mayoritas penelitian (94,1%)
melaporkan efek positif dari Tai Chi, 5,1% studi melaporkan efek
yang tidak pasti dan 0,8% studi melaporkan efek negatif. Tidak ada

80
efek samping serius yang terkait dengan Tai Chi yang dilaporkan.

Hasil:
Dari 105 penelitian, 65 penelitian (65/507, 12,8%) menyatakan
bahwa tidak ada efek samping selama keseluruhan intervensi, dan
40 penelitian (40/507, 7,9%) melaporkan efek samping yang terkait
dengan terapi lain. seperti obat-obatan konvensional. Tidak ada
efek samping serius yang dilaporkan.
Mayoritas penelitian (477/507, 94,1%) menemukan efek positif dari
Tai Chi, 26 (5,1%) studi menemukan efek yang tidak pasti dari Tai
Chi termasuk 20 tinjauan sistematis, dan empat studi (0,8%)
menemukan efek negatif dari Tai Chi yang semua RCT, menilai
Tai Chi untuk promosi kesehatan, diabetes tipe 2 dan pencegahan
jatuh. Tinjauan sistematis yang menemukan hasil yang tidak pasti
menilai berbagai penyakit termasuk osteoarthritis, rematik rematik,
kanker payudara, penyakit Parkinson, penyakit jantung koroner,
hipertensi, dan diabetes tipe 2. Empat ulasan sistematis menilai
efek Tai Chi pada kesejahteraan psikologis pada pasien dengan
penyakit yang berbeda dan empat ulasan sistematis yang berfokus
pada pencegahan jatuh Tai Chi pada lansia.

Kesimpulan:
Basis kuantitas dan bukti dari studi klinis pada Tai Chi sangat
penting. Namun, ada variasi yang luas dalam intervensi Tai Chi
yang diteliti dan pelaporan intervensi Tai Chi perlu ditingkatkan.
Studi lebih lanjut yang direkomendasikan untuk mengkonfirmasi
efek Tai Chi untuk penyakit / kondisi yang sering dilaporkan..
4 Penelitian Judul:

“Tai chi and reduction of depressive symptoms for older adults: A


meta‐analysis of randomized trials”

Penulis:
Iris Chi, Maryalice Jordan-Marsh, Man Guo, Bin Xie, Zhenggang
Bai.

Jurnal:
Geriatrics Gerontologyc International, Singapore University of Social
Sciences, Juny 2012
Abstrak Latar belakang:
Tujuan artikel ini adalah untuk meninjau secara sistematis
efektivitas tai chi untuk mengurangi gejala depresi pada orang
dewasa yang lebih tua.

Metode:
Studi ini meneliti Database elektronik dibedah hingga Januari 2011.
Daftar referensi tinjauan sistematis dan studi yang diidentifikasi
dari strategi pencarian juga disaring. Percobaan terkontrol acak tai
chi dibandingkan dengan kontrol daftar tunggu pada orang dewasa
yang lebih tua dengan gejala depresi diukur dengan skala rating
depresi laporan diri dimasukkan. Dua penulis independen
mengidentifikasi studi yang memenuhi syarat, mengekstraksi data

81
dan menilai studi yang termasuk untuk risiko bias. Perkiraan
pengurangan gejala depresi menggunakan model efek acak, dan
statistik I2 diterapkan untuk menguji heterogenitas.
Hasil:
Empat percobaan dengan total 253 peserta memenuhi kriteria
inklusi. Dua penelitian dinilai berkualitas tinggi; dua studi sisanya
dinilai sebagai kualitas moderat. Keempat studi tersebut
membandingkan tai chi dengan kelompok kontrol daftar tunggu.
Perbedaan rata-rata standar yang dikumpulkan untuk studi ini
adalah −0.27 (95% CI −0,52 hingga −0,02, P = 0,03).

Kesimpulan:
Tai chi tampaknya memiliki dampak yang signifikan terhadap
pengurangan gejala depresi dibandingkan dengan kelompok kontrol
daftar tunggu. Penelitian lebih lanjut direkomendasikan dengan
ukuran sampel yang lebih besar, lebih banyak kejelasan tentang
desain percobaan dan intervensi, tindak lanjut jangka panjang, dan
evaluasi ekonomi secara bersamaan.
5 Penelitian Judul:
“Tai Chi Chuan optimizes the functional organization of the intrinsic
human brain architecture in older adults”

Penulis:
Gao-Xia Wei, Hao-Ming Dong, Zhi Yang, Jing Luo, Xi-Nian Zuo.

Jurnal:
Frontiers in Aging Neuroscience, April 2014
Abstrak Latar belakang:
Apakah Tai Chi Chuan (TCC) dapat mempengaruhi arsitektur
fungsional intrinsik dari otak manusia masih belum jelas. Untuk
menguji perubahan terkait-TCC dalam koneksi fungsional, gambar
resonansi magnetik fungsional keadaan istirahat diperoleh dari 40
individu yang lebih tua termasuk 22 praktisi TCC berpengalaman
(ahli) dan 18 kontrol yang secara klinis dicocokkan TCC-naif sehat,
dan homogenitas fungsional lokal mereka di seluruh mantel
kortikal.Peningkatan homogenitas fungsional di PosCG berkorelasi
dengan pengalaman TCC. Menariknya, penurunan homogenitas
fungsional (spesialisasi fungsional yang ditingkatkan) di ACC kiri
dan peningkatan homogenitas fungsional (peningkatan integrasi
fungsional) di PosCG kanan keduanya memprediksi peningkatan
kinerja pada tes perilaku jaringan perhatian.

Metode:
Empat puluh peserta kidal yang sehat mengambil bagian di bagian
studi pencitraan resonansi magnetik fungsional (MRI), termasuk 22
praktisi TCC (usia: 52,4 ± 6,8; 7 laki-laki, 15 perempuan) dan 18
kontrol (usia: 54,8 ± 6,8; 8 laki-laki , 10 wanita) yang cocok untuk
jenis kelamin, usia, dan pendidikan. Peserta kontrol tanpa latihan
fisik, yoga, atau pengalaman meditasi setidaknya 10 tahun direkrut
dari komunitas lokal, dan semua praktisi TCC direkrut dari pusat
kegiatan TCC lokal di Beijing. Rata-rata, peserta memiliki 14,6
(SD: 8,6) tahun pengalaman TCC, yang didefinisikan dalam

82
penelitian ini sebagai durasi latihan. Berdasarkan frekuensi latihan
(sesi latihan per minggu) dan durasi sesi, jumlah total pelatihan
TCC per minggu (intensitas) diperkirakan. Jam pelatihan TCC rata-
rata peserta per minggu berkisar antara 8 hingga 14. setiap subjek
dengan riwayat masalah pendengaran atau penglihatan, cedera fisik,
kejang, implan logam, trauma kepala dengan kehilangan kesadaran,
atau kehamilan dikeluarkan.

Hasil:
Dua sampel t-tes menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang
signifikan dalam usia [t (38) = 1,149; p = 0,258], jenis kelamin [t
(38) = -0,807; p = 0,425], atau tahun pendidikan [t (38) = -0,435; p
= 0,666] antara praktisi TCC dan kontrol yang sehat. Dua sampel t-
tes antara kelompok TCC dan kelompok kontrol yang berpartisipasi
dalam studi perilaku juga tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan dalam usia [t (18) = 1,571; p = 0,134], jenis kelamin [t
(18) = -1,852; p = 0,081] atau tahun pendidikan [t (18) = 0,076; p =
0,940].Mengenai RT pada tes ANT, kelompok TCC menunjukkan
lebih pendek [meskipun tidak begitu signifikan; t (18) = 1,227; p =
0,236] berarti RT relatif terhadap kelompok kontrol dalam hal
kinerja fungsi eksekutif. Kedua kelompok tidak menunjukkan
perbedaan yang signifikan dalam akurasi kinerja ANT mereka
[kelompok kontrol: 99,0 ± 0,8%; Kelompok TCC: 99,5 ± 0,6%; t
(18) = -1,421; p = 0,173]. Sebuah analisis korelasional dari
kelompok TCC menunjukkan bahwa kinerja perhatian eksekutif
berkorelasi negatif dengan pengalaman TCC (r = -0.659; p =
0,038).

Kesimpulan:
Studi ini menunjukkan bahwa fMRI kondisi istirahat dapat menjadi
pendekatan yang tepat untuk mempelajari efek TCC pada arsitektur
fungsional intrinsik otak manusia. Homogenitas daerah spesifik
kemungkinan merupakan penyumbang perbaikan baik dalam
karakteristik kontrol perilaku sensorik motorik dan eksekutif TCC
dan mendukung hipotesis bahwa pola fungsional ini adalah
penjelasan yang mungkin untuk optimalisasi fungsi kognitif tingkat
tinggi yang diamati dalam TCC. Temuan ini memberikan bukti
neuroimaging bahwa TCC berpotensi meningkatkan fungsi otak
dan kinerja kognitif pada populasi lansia.Temuan ini memberikan
bukti bagi plastisitas fungsional arsitektur intrinsik otak untuk
mengoptimalkan organisasi fungsional lokal, dengan implikasi
besar untuk memahami efek TCC pada kognisi, perilaku, dan
kesehatan pada populasi lansia.

Referensi
Chi I., Marsh M.J., Guo M., Xie B., Bai Z.., Tai chi and reduction of depressive symptoms
for older adults: A meta‐analysis of randomized trials, Geriatrics Gerontologyc
International,Singapore University of Social Sciences, 2012

83
Huang Z.G., Feng Y.H., Li Y.H., Lu C.S., Systematic review and meta-analysis:Tai Chi for
preventing falls in olderadults, BMJ Open, 2017.

Maryam, R.Siti, dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta : Salemba
Medika
Otero M., Esain I., Suarez A.M.G., Gil S.M., The effectiveness of a basic exercise intervention
to improve strength and balance in women with osteoporosis, Clinical Intervention in
Aging, DovePress, 2017.

Setyoadi & Kusharyadi.2011. Terapi Modalitas Keperawatan pada Klien Psikogeriatrik.


Jakarta: Salemba.
Tsai P.F., Chang J.Y., Beck C., Kuo Y.F., Keefe F.J., A Pilot Cluster-Randomized Trial of a
20-Week Tai Chi Program in Elders With Cognitive Impairment and Osteoarthritic Knee:
Effects on Pain and Other Health Outcomes, Journal of Pain and Symptom
Management, Elsevier, 2013

Wayne P..M., Walsh J.N., Piliae R.E.T., Wells R.E., Papp K.V., Donovan N.J.,; Yeh
G.Y,Effect of Tai Chi on Cognitive Performance in Older Adults: Systematic Review
and Meta‐Analysis”, Journal of The American Geriatrics Society, 2014

Wei G.,X., Dong H.M.,, YangZ, LuoJ, ZuoX.N., Tai Chi Chuan optimizes the functional
organization of the intrinsic human brain architecture in older adults, Frontiers in
Aging Neuroscience, 2014
Zheng G.H., Huang M., Liu F., Li S., Tao J., Chen L., Tai Chi Chuan for the Primary Prevention
of Stroke in Middle-Aged and Elderly Adults: A Systematic Review, Evidence-Based of
Complementary an Alternative Medicine, Hindawi, 2015

84
IX. LIFE REVIEW THERAPY

A. Konsep Dasar
a. Definisi
Life Review adalah salah satu dari terapi modalitas yang dapat diberikan pada lansia
dengan demensia karena terapi ini dapat membantu seseorang untuk mengaktifkan
ingatan jangka panjang dimana akan terjadi mekanisme recall tentang kejadian
masa lalu hingga sekarang.
b. Manfaat Life Review Therapy
 Mengaktifkan ingatan jangka panjang dimana akan terjadi mekanisme recall
tentang kejadian pada kehidupan masa lalu hingga sekarang.
 Memperbaiki kualitas hidup lansia.
 Mengurangi depresi
 Meningkatkan kepercayaan diri
 Meningkatkan kesejahteraan atau kesehatan psikologis
 Meningkatkan kepuasan hidup

c. Teori Life Review Therapy


Teori life reviewdicetuskan oleh Erik Erikson (1950). Delapan tahapan Erikson
difokuskan pada paruh kedua kehidupan, ia membahas pentingnya melakukan
tinjauan hidup selama tahap akhir kehidupan tahap yang terkait dengan usia lanjut.
Ulasan kehidupan dapat membantu individu yang lebih tua mendapatkan ego
integritas dan menghindari keputusasaan. Tinjauan kehidupan, menurut Erikson,
dapat membantu menciptakan penerimaan satu siklus hidup satu-satunya dengan
sedikit atau tanpa penyesalan. Ini dapat membantu individu mengintegrasikan
kenangan ke dalam keseluruhan yang bermakna, dan untuk menyediakan
pandangan harmonis masa lalu, sekarang, dan masa depan. Mereka yang tidak
dapat menerima dan mengintegrasikan pengalaman hidup mereka akan dipenuhi
dengan keputusasaan.

B. Indikasi Terapi
5. Depresi
6. Penyakit demensia alzheimer
7. Perawatan menjelang ajal
8. Perawatan terminal dan paiatif
C. Kontra Indikasi
10. Lansia yang mempunyai pengalam peristiwa hidup negatif (trauma)
11. Lansia dengan gangguan mempri jangka panjang

85
D. Prosedur
h. Persiapan Alat
1. Album foto/ gambar

2. Air secukupnya

3. Gelas

i. Persiapan Lingkungan
1. Terapis dan klien lansia duduk / berdiri bersama
2. Ruangan nyaman dan tenang
3. Atur ruangan untuk mengakomodasi gerakan bebas peserta.
4. Atur kursi disekitar pinggiran bagi mereka yang tidak dapat berdiri atau menjadi
lelah selama sesi terapi.
j. Persiapan Pasien
1. Salam terapeutik (salam dari terapis ke klien lansia).
2. Evaluasi / Validasi (menanyakan perasaan klien saat ini).
3. Kontrak
- Terapis menjelaskan tujuan kegiatan .
- Terapis menjelaskan aturan sesuai kesepakan dengan klien.
- Jelaskan tujuan sesi tersebut, dan dorong setiap lansia untuk berpartisipasi
sampai tahapan mereka mampu melakukannya.
k. Prosedur / Tahap Kerja
1. Menggunakan album foto dengan ukuran halaman yang besar sebagai media
untuk meletakkan semua gambar atau dokumen dalam berbagai ukuran. Jika
lansia mengalami gangguan penglihatan, maka sebisa mungkin gunakan ukuran
gambar yang lebih besar agar terlihat lebih jelas.
o Mengumpulkan album foto dari berbagai kehidupan masa lalu lansia mulai dari
kecil, dewasa hingga menua
o Lansia mampu menyebutkan satu persatu situasi foto yang ditampilkan
o Lansia menjelaskan situasi yang ada pada foto, seperti siapa saja yang ada
didalam foto, dimana tempatnya, kapan terjadinya, serta apa yang dilakukan
atau situasi yang terjadi pada saat mengambil foto tersebut.
2. Menjelaskan tentang nama bagian-bagian dari tingkatan kehidupan yang pernah
dijalani seperti :
o Keluarga inti (informasi kelahiran, kehidupan, dan kematian mengenai ayah,
ibu, kakek, nenek)
o Tahun awal (kelahiran dari anak yang paling mudah)
o Riwayat pekerjaan (tugas anak, riwayat pekrjaan dan pensiun)
o Bersikap ramah dan perkawinan

86
o Riwayat pasangan
o Pernikahan anak
o Keluarga dan teman
o Rekreasi, hobi, ketertarikan , dan liburan
o Memperingati hari keagamaan
3. Membuat narasi pada masing-masing kehidupan yang pernah dijalani lansia. Saat
membuat narasi dapat didampingi oleh orang yang disayangi agar lebih mudah
dikomunikasikan

1. Evaluasi
o Klien dapat merasakan manfaat setelah melakukan terapi ini.
o Kaji respon klien

E. Hasil Penelitian yang Relevan


1 Judul Penelitian Judul:
“Life Review Therapy for Older Adults with Moderate Depressive
Symptomatology : a Pragmatic Randomized Controlled Trial”
Penulis:
(J.Korte; E.T. Bohlmeijer; P.Cappeliez; F. Smit; and G.J Westerhof)
Jurnal:
Psychological Medicine (2012), 42, 1163-1173
Abstrak Latar Belakang
• Meskipun ada bukti substansial untuk kemanjuran terapi life
review sebagai pengobatan dini depresi, efektivitasnya masih
belum diteliti.
Tujuan
• Penelitian ini mengevaluasi intervensi life review dan terapi narasi,
uji coba terkontrol acak pragmatis (RCT).
Metode
• Terapi life review dibandingkan dengan perawatan seperti biasa.
Hasil utama adalah gejala depresi; hasil sekunder adalah gejala
kecemasan, kesehatan mental positif, kualitas hidup, dan episode
depresi mayor saat ini (MDE). Untuk mengidentifikasi kelompok-
kelompok yang interaksinya sangat efektif, analisis moderat
dilakukan dilakukan (pada variabel sosiodemografi, kepribadian,
fungsi memori, depresi yang relevan secara klinis) dan gejala
kecemasan, dan MDEs yang lalu).

Hasil:
• Dibandingkan dengan perawatan seperti biasa (n = 102), terapi life

87
review (n = 100) efektif dalam mengurangi gejala depresi, pada
pasca perawatan (d = 0,60, B = x5,3, p <0,001), pada 3 bulan
follow-up (d = 0,50, B = x5,0, p <0,001) dan untuk intervensi juga
pada follow-up 9 bulan (t = 5,7, p <0,001). Kemungkinan
perubahan yang signifikan secara klinis gejala depresi secara
signifikan lebih tinggi [odds ratio (OR) 3,77, p <0,001 pada pasca
perawatan; ATAU 3,76, p <0,001 pada 3 bulan follow-up]. Efek
signifikan kecil ditemukan untuk gejala kecemasan dan kesehatan
mental positif.
Kesimpulan
• Penelitian ini menunjukkan efektivitas terapi life review sebagai
intervensi awal untuk depresi pada pasien. Intervensi ini juga
efektif dalam mengurangi gejala kecemasan dan memperkuat
kesehatan mental yang positif.
2 Penelitian Judul:
 “Life Review Therapy using Autobiographical Retrieval Practice
for Older Adults with Clinical Depresion”
Penulis:
 Juan Pedro Serrano Selva, José Miguel Latorre Postigo, Laura Ros
Segura, Beatriz Navarro Bravo, María José Aguilar Córcoles,
Marta Nieto López, Jorge Javier Ricarte Trives and Margaret Gatz
Jurnal:
 Psicothema, 2012
Abstrak Latar Belakang
• Terapi life review memiliki efek signifikan dan besar pada depresi
dan kesejahteraan psikologis. Kenangan otobiografi adalah
kenangan dari peristiwa yang dialami secara pribadi. Lansia yang
depresi terbukti memiliki kesulitan dalam mengambi ingatan
otobiografi yang spesifik dibandingkan dengan lansial yang tidak
mengalami depresi.
Tujuan
• Tujuan dari eksperimen ini adalah untuk menguji efektivitas life
review berdasarkan otobiografi untuk mengobati depresi pada
lansia.
Metode
• 37 lansia yang secara klinis mengalami depresi, berusia 64-83,
yang juga menerima perawatan farmakologi, secara acak
ditempatkan untuk menjalani terapi life review atau kondisi
plasebo dengan terapi suportif.
Hasil:

88
• Hasil menunjukkan penurunan depresi untuk kedua kondisi, tanpa
perbedaan signifikan antara kedua terapi. Ada beberapa indikasi
peningkatan yang lebih besar dalam produksi memori spesifik di
antara mereka yang menjalani terapi life review.
Kesimpulan
• Terapi life review dapat diberikandi pusat perawatan kesehatan
primer bersamaam dengan farmakoterapi.
3 Judul Penelitian Judul:
 “Efek Life Review Therapy terhadap Depresi pada Lansia ”
Penulis:
 Nati Aswanira, Rumentalia, Vausta
Jurnal:
 Jurnal Keperawatan Indonesia, 2015
Abstrak Latar belakang:
• Depresi dapat dialami oleh lanjut usia (lansia) di penghujung
kehidupannya. Depresi bukan merupakan proses penuaan yang
normal, melainkan masalah psikososial yang dapat diatasi.
Prevalensi depresi berkisar antara 10–15% pada lansia di komunitas,
11–45% pada lansia yang membutuhkan rawat inap, dan sampai
50% pada residen panti jompo.

Tujuan :
 Mengetahui skor depresi lansia sebelum dan sesudah diberikan
terapi life review

Metode:
• Penelitian ini adalah jenis penelitian kuantitatif dengan desain
penelitian pre-eksperimen dengan pendekatan one group pre-post
test design. Pengambilan sampel dilakukan secara metode total
sampling, sebanyak 28 orang dengan kriteria inklusi lansia yang
mengalami depresi tingkat ringan dan sedang. Penelitian dilakukan
di Panti Sosial Tresna Werdha Palembang.

Hasil:
• Hasil penelitian diperoleh rerata skor depresi lansia sebelum life
review therapy adalah 11,61 (SD= 2,061), rerata skor depresi
sesudah life review therapy 10,07 (SD= 2,035). Hasil uji statistik
menunjukkan ada perbedaan skor depresi sebelum dan sesudah
dilakukan life review therapy (p= 0,02).

Kesimpulan:

89
• Life review therapy direkomendasikan sebagai alternatif tindakan
keperawatan jiwa untuk mengatasi depresi pada lansia
4 Penelitian Judul:
 “Pengaruh Life Review Therapy Terhadap Depresi pada Lansia di
Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Silincin 2016”
Penulis:
 Ira Sri Budiarti
Jurnal:
 Thesis Program Studi S2 Keperawatan Kekhususan Keperawatan
Jiwa Universitas Andalas
Abstrak Latar belakang:
• Jumlah penduduk lansia di dunia tumbuh dengan cepat bahkan
tercepat dibandingkan dengan kelompok usia lainya. Jumlah
penduduk lansia 9.77% dari total penduduk tahun 2010 dan
diperkirakan pada tahun 2020 menjadi 11.34%. Proses menua
akan terjadi perubahan, lansia yang tidak siap dengan perubahan
ini akan berdampak terhadap psikologisnya yang akan
menimbulkan masalah salah satunya depresi yang disebabkan oleh
penyakit fisik, stress, sumber ekonomi yang kurang dan kurang
atau tidak adanya dukungan sosial terutama pada lansia yang
berada dipanti werdha. Salah satu terapi yang dapat mengatasi
depresi pada lansia adalah Life Review Therapy.
Tujuan
• Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Life Review
Therapy terhadap depresi lansia di Panti Sosial Tresna Werdha
Sabai Nan Aluih Sicincin Tahun 2016

Metode :

 Penelitian ini menggunakan Quasi-eksperimental pretest and


posttest one-group design dengan jumlah sampel 38 orang lansia
yang mengalami depresi dengan pengambilan sampel secara total
sampling. Analisis yang digunakan adalah Wilcoxon
Hasil:
• Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0.000 ada perubahan
signifikan antara depresi sebelum dan sesudah pemberian life
review therapy. Terapi ini direkomendasikan untuk mengatasi
depresi lansia yang tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha yaitu
memberikan bantuan psikoterapi keperawatan untuk
meminimalisir kejadian tingkat depresi pada lansia.
5 Penelitian Judul:

90
 “Efektifitas Life Review Therapy terhadap Penurunan Depresi
pada Lansia Di Posyandu Kelurahan Sawojajar Kota Malang ”

Penulis:
 Melynda Dwi Kristianti

Jurnal:
 Thesis S2 Keperawatan, Universitas Muhamadiyah Malang. 2016
Abstrak Latar belakang:

 Peningkatan usia harapan hidup mempunyai dampak lebih


banyak terjadinya gangguan penyakit pada lansia. Dampak yang
sering terjadi yaitu muncul berbagai masalah baik secara fisik
biologi, mental maupun sosial ekonomi, serta persoalan hidup
yang mendera lansia seperti kematian pasangan hidup dapat
memicu terjadinya depresi. Salah satu terapi yang dapat
menurunkan depresi pada lansia adalah Life Review Therapy. Life
Review Therapy adalah fenomena gambaran pengalaman
kejadian, dimana seseorang akan melihat secara cepat tentang
totalitas riwayat kehidupannya dengan mekanisme recall.
Metode:
 Penelitian yang digunakan adalah pre eksperimental dengan
metode pengambilan data one group pre-post test design.
Dilakukan selama 4 minggu dengan 4 kali pertemuan. Teknik
sampling yang digunakan adalah purposive sampling dengan
jumlah sampel 14 orang. Analisa data dilakukan dengan uji
wilcoxon.
Hasil:

 Berdasarkan uji wilcoxon didapatkan nilai P=0,003 dan nilai α=0,05


sehingga nilai P <α dan nilai signifikan 0,003 < 0,05, maka
kesimpulan H1 diterima dengan demikian dapat dinyatakan bahwa
Life Review Therapy efektif terhadap penurunan depresi pada
lansia di Posyandu Kelurahan Sawojajar RW I Kota Malang.
Kesimpulan:

 Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Life Review Therapy


efektif terhadap penurunan depresi pada lansia di Posyandu
Sawojajar Kelurahan RW 1 Kota Malang.

91
F. Referensi
Aswanira, N, dkk.Efek Life Review Therapy terhadap Depresi pada Lansia. Jurnal
Keperawatan Indonesia. 2015
Bohlmeijer, Ernest, et all. Effects of Reminiscence and Life Review On Late-Life Depression :
A Meta-Analysis. Interbational Jpurnal of Geriatric Psychiatry. 2003.
Budiarti, Ira. Pengaruh Life Review Therapy Terhadap Depresi pada Lansia di Panti Sosial
Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Silincin 2016. Thesis. Program Studi S2 Keperawatan
Kekhususan Keperawatan Jiwa Universitas Andalas

Haber,David. Life Review : Implementation, Theory, Research, and Therapy. International


Journal Aging and Human Development. 2006

Korte, J, et all. Life Review Therapy for Older Adults with Moderate Depressive
Symptomatology : a Pragmatic Randomized Controlled Trial. Psychological
Medicine.2012, 42, 1163-1173.
Kristanti, Melinda. Efektifitas Life Review Therapy terhadap Penurunan Depresi pada Lansia
Di Posyandu Kelurahan Sawojajar Kota Malang. Thesis S2 Keperawatan, Universitas
Muhamadiyah Malang. 2016

Selva, Peedro, et all. Life Review Therapy using Autobiographical Retrieval Practice for Older
Adults with Clinical Depresion. Psicothema. 2012
Setyoadi & Kusharyadi.2011. Terapi Modalitas Keperawatan pada Klien Psikogeriatrik.
Jakarta: Salemba.

92
X. TERAPI MEMORI/REMINISCENCE
1. Pengertian Terapi reminisce adalah suatu terapi yang dilakukan
pada lansia dengan gangguan tidur, melalui metode (non
farmakologis) terapi memori sekali seminggu, dilakukan
25-30 menit, selama 12 minggu dengan sesi individual.
Tujuannya:
8. Menurunkan depresi
9. Menurunkan kecemasan
10. Meningkatkan kesejahteraan diri
11. Meningkatkan harga diri
12. Meningkatkan harapan dan kepuasan hidup
2. Indikasi 5. Lansia yang mempunyai gangguan tidur dengan
penyakit kronis
6. Lansia dengan penurunan kapasitas fungsional yang
menurun (fisiologis, emosional, kognitif, sosial)
7. Lansia dengan gangguan tidur higienis dan
peningkatan jumlah penyakit dan obat
8. Lansia yang tinggal di panti jompo
3. Kontra indikasi 5. Lansia dengan demensia
6. Lansia dengan penyakit psikiatris
4. Prosedur : 1. Formulir Informasi pendahuluan
2. Formulir Pittsburgh Sleep Quality Index
3. Formulir demografi individu (jenis kelamin, usia,
k. Persiapan alat status pendidikan), status medis (penyakit kronis dan
pengobatan), aktifitas kehidupan sehari-hari
(kebutuhan bantuan untuk aktifitas sehari-hari,
aktifitas kehidupan sehari-hari yang membutuhkan
bantuan) dan institusi (panjang tinggal, kegiatan dan
kegiatan sehari-hari di institusi)
l. Persiapan 7. Lingkungan yang nyaman
tempat/lingkunga 8. Pencahayaan yang terang
n 9. Lingkungan yang bersih
m. Persiapan 7. Pasien dalam kondisi bersih dan nyaman
pasien 8. Pasien tidak dalam kondisi stress berat
9. Pasien mengalami gangguan kualitas tidur

93
n. Prosedur Sesi Satu : berbagi pengalaman masa masa anak-
anak
- Perkenalan fasilitator sebagai leader dan semua
anggota kelompok.
- Fasilitaor memberikan penjelasan mengenai
maksud dan tujuan terapi reminiscence.
- Berbagi pengalaman tentang permainan yang
paling menyenangkan pada masa anak berkaitan
dengan teman yang paling disenangi.
- Berbagi pengalaman yang paling menyenangkan
pada masa anak berkaitan dengan teman yang
paling disenangi.
- Persilahkan pasien untuk menceritakan tentang
hari-harinya di sekolah.
- Tunjukan gambar-gambar sekolah di tahun 1920-
1960.
- Diskusikan tentang mainan favorit (paling
disenangi).
- Berikan permainan yang berhubungan dengan
masa lalu pasien dan beri kesempatan pada
pasien untuk memainkannya.
Sesi 2 : Berbagi pengalaman masa remaja
- Berbagi pengalaman tentang hobi yang paling
menyenangkan yang dilakukan bersama teman
sebaya sewaktu remaja.
- Berbagi pengalaman tentang rekreasi yang paling
menyenangkan yang dilakukan.
- Diskusikan tentang teman-teman terdektan pada
waktu masa remaja.
- Ingatkan masa lalu melalui lagu-lagu tahun 60an
- Berikan kesempatan kepada anggota untuk
menceritakan tentang lagu tersebut yang
mungkin mempunyai arti khusus bagi dirinya.
Dorong untuk bertepuk tangan dan menyanyi.

94
Sesi 3 : Berbagi pengalaman masa dewasa
- Berbagi pengalaman tentang pekerjaan yang
paling menyenangkan yang dilakukan pada usia
dewasa.
- Berbagi pengalaman yang menyenangkan
tentang makanan yang paling disukai pada waktu
usia dewasa.
- Ingatkan tentang tanggal pernikahan.
- Persilahkan pasien untuk membawa foto-foto
pernikahan.
- Dorong pasien untuk membawa sesuatu yang
patut dikenang dari karir atau pekerjaan mereka
sewaktu dewasa dan menceritakannya.
Sesi 4 : Berbagi pengalaman keluarga dan di
rumah
- Diskusikan tentang pekerjaan/kehidupan dirumah
atau kegiatan sukarela pekerjaan pertama.
- Ingatkan tentang anak-anak, keluarga dan
binatang kesayangan.
- Menceritakan tentang anggota keluarga dan
makanan yang paling disukai di rumah.
- Berbagi pengalaman yang paling menyenangkan
pada saat merayakan hari raya agama beserta
keluarga.
- Berbagi pengalaman tentang tetangga yang
paling disukai
- Dorong para anggota untuk menunjukkan foto-
foto keluarga dan menceritakan pengalaman
pribadi yang patut dikenang.
Sesi 5 : Evaluasi Integritas diri
- Menyampaikan perasaan setelah mengikuti
kegiatan terapi reminiscence dari sesi 1-4.
- Menyampaikan manfaat yang dicapai (dirasakan)
setelah mengikuti kegiatan terapi reminiscence
sampai selesai.

95
Menyampaikan harapan dan rencana kegiatan
setelah terapi selesai.

o. Evaluasi Evaluasi Sesi 1 : berbagi pengalaman masa anak


Aspek yang dinilai Nilai/tanggal
a. Memperkenalkan diri dengan baik
b. Mengungkapkan perasaan
c. Mampu menceritakan permainan
yang paling menyenangkan pada
masa anak berkaitan dengan teman
yang paling disenangi.
d. Mampu menceritakan pengalaman
yang paling menyenangkan pada
masa anak berkaitan dengan teman
yang paling disenangi
e. Mampu menceritakan tentang hari-
harinya disekolah.
f. Mampu menceritakan gambar-
gambar sekolah pada masa anak
mereka
g. Mampu mencerikan tentang mainan
favorit.
h. Mampu memainkan permainan
yang disukai berhubungan masa
lalu

Evaluasi sesi ke 2 : berbagi pengalaman masa


remaja
Aspek yang dinilai Nilai/tanggal
a. Menceritakan tentang hobi yang
paling menyenangkan yang
dilakukan bersama teman sebaya
sewaktu remaja
b. Menceritakan tentang rekreasi yang
paling menyenangkan yang

96
dilakukan
c. Mendiskusikan tentang teman-
teman terdekat pada waktu masa
remaja
d. Mampu menceritakan mengenai
masa lalu melalui lagu-lagu
e. Menceritakan tentang lagu tersebut
yang mungkin mempunyai arti
khusus bagi dirinya
f. Mampu menyimpulkan apakah
bahagia atau tidak pada masa
remaja

Evaluasi sesi 3 : Berbagi pengalamn masa dewasa


Aspek yang dinilai Nilai/tanggal
a. Berbagi pengalaman tentang
pekerjaan yang paling
menyenangkan yang dilakukan
pada usia dewasa.
b. Berbagi pengalaman yang
menyenangkan tentang makanan
yang paling disukai pada waktu
usia dewasa.
c. Ingatkan tentang tanggal
pernikahan.
d. Persilahkan pasien untuk
membawa foto-foto pernikahan.
e. Dorong pasien untuk membawa
sesuatu yang patut dikenang dari
karir atau pekerjaan mereka
sewaktu dewasa dan
menceritakannya.

97
Evaluasi Sesi 4 : Berbagi pengalaman keluarga dan
dirumah
Aspek yang dinilai Nilai/tanggal
a. Mampu menceritakan tentang
pekerjaan/kehidupan dirumah atau
kegiatan sukarela pekerjaan
pertama.
b. Mampu menceritakan tentang
anak-anak, keluarga dan binatang
kesayangan.
c. Mampu menceritakan tentang
anggota keluarga dan makanan
yang paling disukai di rumah.
d. Menceritakan pengalaman yang
paling menyenangkan pada saat
merayakan hari raya agama
beserta keluarga.
e. Menceritakan pengalaman tentang
tetangga yang paling disukai
f. Mampu menyebutkan nama
anggota keluarga yang ada di
album foto

Evaluasi Sesi ke 5 : Evaluasi Integritas Diri


Aspek yang dinilai Nilai/tanggal
a. Menyampaikan perasaan setelah
mengikuti kegiatan terapi
reminiscence dari sesi 1-4.
b. Menyampaikan manfaat yang
dicapai (dirasakan) setelah
mengikuti kegiatan terapi
reminiscence sampai selesai.
c. Menyampaikan harapan dan
rencana kegiatan setelah terapi
selesai.

98
10. Hasil Penelitian Yang relevan
1. Judul Penelitian Judul :
“Combining music and reminiscence therapy
interventions for wellbeing in elderly populations: A
systematic review”

Penulis : Lauren Istvandity, Dr

Jurnal : Complementary therapies in Clinical Practice


(2017)
Abstrak Terapi musik dan terapi memori/reminiscence saat ini
digunakan untuk meningkatkan aspek kesejahteraan
pada orang yang lebih tua, termasuk mereka dengan
penyakit memori seperti demensia, sebagai alternatif
untuk perawatan farmakologis. Ada semakin banyak
bukti yang menggabungkan terapi ini dengan cara
yang terfokus akan memberikan hasil kesejahteraan
yang unik untuk populasi ini.
Ulasan ini bertujuan untuk melaporkan studi intervensi
yang ada yang memanfaatkan kedua musik dan
aktivitas memori/reminiscence dalam ukuran yang
sama pada populasi orang lanjut usia. Tinjauan
sistematis studi berbasis intervensi yang diterbitkan
antara tahun 1996 dan 2016 dilakukan: lima studi
dimasukkan dalam tinjauan ini. Studi-studi yang
disertakan sebagian besar dilakukan pada perawatan
lansiafasilitas dengan populasi usia yang dipengaruhi
oleh berbagai kondisi; semua studi menilai aspek
kesejahteraan mental. Tinjauan tersebut menemukan
terapi musik dan memori/reminiscence memiliki efek
positif bagi peserta dalam empat dari lima penelitian.
Penelitian lebih lanjut yang menggabungkan metode
kualitatif dan pemetaan prosedur intervensi akan
melengkapi temuan yang ada.

2 Judul Penelitian Judul : “ Effect of reminiscence therapy on the sleep


quality of the elderly living in nursing homes: A
randomized clinical trial”

Penulis : Güler Duru Aşiret

Jurnal : European Journal of Integrative Medicine 20


(2018),1-5
Abstrak Pendahuluan:
Kualitas tidur yang buruk adalah masalah umum di
antara orang tua yang tinggal di panti jompo.
Penelitian kamibertujuan untuk menilai efekterapi
memori individu pada kualitas tidur orang tua Turki
yang tinggal di panti jompo.
Metode:
Ini adalah uji coba terkontrol secara acak dengan 22

99
orang di kelompok intervensi dan 24 orang di
kelompok kontrol. Kelompok intervensi menerima
terapi memori sekali seminggu selama 12 minggu
dalam bentuksesi individu berlangsung 25-30 menit.
Kelompok kontrol tidak memiliki intervensi.
Hasil:
Data studi dikumpulkan dengan menggunakan
formulir informasi pengantar dan Kualitas Tidur
PittsburghIndeks (PSQI). Sementara tidak ada
perbedaan yang signifikan secara statistik antara skor
median PSQI pretest(P> 0,05) dari kedua kelompok,
skor median PSQI mengalami penurunan yang
signifikan secara statistik setelah 12 minggu terapi
memori(p <0,05).
Kesimpulan:
Terapi memori muncul untuk meningkatkan kualitas
tidur lansia yang tinggal di panti jompo.

3 Judul Penelitian Judul : “The effect of reminiscence therapy on the


adaptation of elderly women to old age: A randomized
clinical trial”

Penulis : Güler Duru Aşiret dan Melike Dutkun

Jurnal : Complementary Therapies in Medicine


Volume 41,Desember 2018,pages 124-129

Abstrak Latar belakang dan tujuan


Perubahan dan batasan yang terjadi dalam proses
penuaan memengaruhi adaptasi orang terhadap usia
lanjut. Penelitian ini bertujuan untuk menilai efek terapi
reminiscence pada tingkat adaptasi wanita lansia yang
tidak tinggal di panti hingga usia lanjut.

Metode
Kami menggunakan desain uji coba terkontrol secara
acak. Kami melakukan penelitian dengan 50 wanita
lansia, termasuk 27 wanita dalam kelompok intervensi
dan 23 wanita dalam kelompok kontrol. Data studi
dikumpulkan kembali dengan menggunakan formulir
informasi pengantar, Mini-Mental State Examination
(MMSE) dan Assessment Scale of Adaptation
Difficulty for the Elderly(ASADE). Terapi Memori
diterapkan pada peserta dalam kelompok intervensi
melalui sesi individu selama 8 minggu dengan
membuat kunjungan rumah seminggu sekali.

Hasil
Pada akhir terapi memori yang dilakukan melalui
kunjungan rumah mingguan, kami membandingkan
nilai rata-rata ASADE dan MMSE dari kelompok
intervensi dan kontrol dan menemukan bahwa ada

100
perbedaan yang signifikan secara statistik antara skor
ASADE dan MMSE rata-rata peserta dalam kelompok
intervensi (p <0,05).

Kesimpulan
Penelitian ini menemukan bahwa terapi memori
meningkatkan adaptasi wanita lanjut usia ke usia
lanjut dan tingkat kognitif.

4 Judul Penelitian Judul: “Reminiscence Therapy Improves Cognitive


Functions and Reduces Depressive Symptoms in
Elderly People With Dementia: A Meta-Analysis of
Randomized Controlled Trials”

Penulis : Hui-Chuan Huang RN,Yu-Ting Chen RN,Pin-


Yuan Chen MD,PHD,Sophia Huey-Lan Hu RN,Fang
Liu RN,Ying Ling Kuo RN,Hsiao-Yean Chiu RN,PhD.

Jurnal : Journal Of The American Medical Directors


Association, Volume 16,Issue 12, 1 Desember
2015,Pages 1087-1094

Abstrak Objektif
Gangguan fungsi kognitif dan gejala depresi umum
terjadi pada orang tua dengan demensia. Sebelumnya
meta-analisis studi yang lama dan berskala kecil telah
melaporkan hasil yang tidak konsisten mengenai efek
terapi reminensi pada fungsi kognitif dan gejala
depresi; oleh karena itu, kami melakukan meta-
analisis dengan memasukkan uji coba terkontrol acak
terbaru (RCT) dengan ukuran sampel besar untuk
menyelidiki efek jangka pendek (jangka panjang) (6-
10 bulan) dari terapi memori pada fungsi kognitif dan
gejala depresi pada orang tua dengan demensia.

Metode Ulasan
Database elektronik, termasuk PubMed, Medline,
CINAHL, PsycINFO, Cochrane Central Register of
Controlled Trials, ProQuest, Google Scholar, dan
database Cina digeledah untuk memilih artikel yang
memenuhi syarat. Ukuran hasil primer termasuk skor
fungsi kognitif dan gejala depresi. Secara total, 12
studi RCT menyelidiki efek terapi memori pada fungsi
kognitif dan gejala depresi pada orang tua dengan
demensia dimasukkan. Dua pengulas secara
independen mengekstraksi data. Semua analisis
dilakukan menggunakan model efek-acak.

Hasil
Terapi ingatan memiliki efek ukuran kecil pada fungsi
kognitif (g = 0,18, 95% interval kepercayaan [CI] 0,05-
0,30) dan efek ukuran sedang pada gejala depresi (g

101
= −0,49, 95% CI −0,70 hingga −0,28 ) pada orang tua
dengan demensia. Efek jangka panjang dari terapi
reminiscence pada fungsi kognitif dan gejala depresi
tidak dikonfirmasi. Analisis moderator menunjukkan
bahwa orang lanjut usia yang tinggal dipanti dengan
demensia menunjukkan peningkatan yang lebih besar
dalam gejala depresi daripada orang yang tinggal di
komunitas dengan demensia (g = −0.59 vs. −0.16, P =
.003).

Kesimpulan
Meta analisis ini menegaskan bahwa terapi memori
efektif dalam meningkatkan fungsi kognitif dan gejala
depresi pada orang tua dengan demensia. Temuan
kami menunjukkan bahwa terapi memori biasa harus
dipertimbangkan untuk dimasukkan sebagai
perawatan rutin untuk peningkatan fungsi kognitif dan
gejala depresi pada orang tua dengan demensia,
terutama pada mereka yang tinggal dipanti dengan
demensia.

5 Judul Penelitian Judul : “The effectiveness of group reminiscence


therapy for loneliness, anxiety and depression in older
adults in long-term care: A systematic review”

Penulis : sharifah Munirah Syed Elias


MNSc,RN,Christine Neville,Theresa Scott

Jurnal : Geriatric Nursing,Volume 36,Issue


5,September-Oktober 2015,Pages 372-380

Abstrak Kesepian, kecemasan dan depresi adalah masalah


umum untuk lansia dalam perawatan jangka panjang.
Terapi Memori adalah intervensi non-farmakologis
yang mungkin bermanfaat. Dibandingkan dengan
terapi memori individu, terapi memori kelompok
adalah pilihan yang lebih disukai ketika berhadapan
dengan kendala sumber daya perawatan jangka
panjang. Tujuan dari makalah ini adalah untuk secara
sistematis meninjau literatur untuk mengeksplorasi
efektivitas terapi memori kelompok untuk lansia
dengan kesepian, kecemasan dan depresi dalam
perawatan jangka panjang. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terapi memori kelompok adalah
pengobatan yang efektif untuk depresi pada lansia,
namun hingga saat ini, ada dukungan penelitian
terbatas untuk keefektifannya untuk mengobati
kesepian dan kecemasan. Penelitian lebih lanjut dan
peningkatan kualitas metodologis, seperti
menggunakan pendekatan metode kualitatif dan
campuran, direkomendasikan untuk membantu
menetapkan dasar bukti dan memberikan

102
pemahaman yang lebih baik tentang efektivitas terapi
memori kelompok.

Daftar Pustaka
Güler Duru Aşiret.(2018). Effect of reminiscence therapy on the sleep quality of the
elderly living in nursing homes: A randomized clinical trial. European
Journal of Integrative Medicine 20 1-5
Güler Duru Aşiret, Melike Dutkun.(2018). The effect of reminiscence therapy on the
adaptation of elderly women to old age: A randomized clinical trial.
Complementary Therapies in Medicine Volume 41,pages 124-129.
Hui-Chuan Huang RN,Yu-Ting Chen RN,Pin-Yuan Chen MD,PHD,Sophia Huey-Lan
Hu RN,Fang Liu RN,Ying Ling Kuo RN,Hsiao-Yean Chiu
RN,PhD.(2015). Reminiscence Therapy Improves Cognitive
Functions and Reduces Depressive Symptoms in Elderly People With
Dementia: A Meta-Analysis of Randomized Controlled Trials. Journal
Of The American Medical Directors Association, Volume 16,Issue
12,Pages 1087-1094.

Lauren Istvandity.(201&) Combining music and reminiscence therapy interventions


for wellbeing in elderly populations: A systematic
review.Complementary therapies in Clinical Practice
Penulis : sharifah Munirah Syed Elias MNSc,RN,Christine Neville,Theresa
Scott.(2015) The effectiveness of group reminiscence therapy for
loneliness, anxiety and depression in older adults in long-term care: A
systematic review.Geriatric Nursing.Volume 36,Issue 5,Pages 372-
380.

Soejono, C. H. (2009). Pedoman Pengelolaan Kesehatan Pasien Geriatrik Untuk


Dokter & Perawat. Jakarta: FK UI.

103

Anda mungkin juga menyukai