Oleh :
KELOMPOK 5
Segala Puja dan Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan Rahmat dan Hidayahnya kepada penyusun makalah ini sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan tepat waktu.
Kami menyusun makalah ini dengan maksud agar pembaca dapat memahami dan
mengerti serta menambah wawasan mengenai ronde keperawatan, serta untuk memenuhi
tugas kami sebagai mahasiswa untuk menyelesaikan tugas kelompok dengan menyusun
makalah ini.
Kami selaku penyusun makalah ini mengucapkan permohonan maaf sebesar –
besarnya jika dalam penyusunan makalah ini jauh dari kesempurnaan yang diharapkan baik
bagi para pembaca maupun para pengajar.
Malang, 1November 2018
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.2. TUJUAN
1.2.1. Tujuan Umum:
Penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Management Keperawatan.
1.2.2. Tujuan Khusus:
Adapaun tujun yang dicapai setelah penyampaian materi tentang Ronde Keperwatan
diharapkan mahasiswa mampu:
1.3. Manfaat
1.3.1. Bagi penulis
keperawatan
Dapat dijadikan referensi serta acuan pada pelaksanaan proses ronde keperawatan
BAB II
TINJAUAN TEORI
d. Teaching rounds menurut Close dan Castledine (2005) dilakukan antara teacher
nurse dengan perawat atau mahasiswa perawat, dimana terjadi proses
pembelajaran. Teknik ronde ini biasa dilakukan oleh perawat atau mahasiswa
perawat. Dengan pembelajaran langsung. Perawat atau mahasiswa dapat langsung
mengaplikasikan ilmu yang didapat
langsung pada pasien.
Topik : Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Diagnosis Medis DM+ Ulkus,
CVA
Sasaran : Pasien Tn N /55 tahun (1-12-1963)
Hari/tangga l : Rabu, 31 Oktober 2018
Waktu : 60 menit (Pukul 10.00 s.d 11.00 WIB)
I. Tujuan:
1. Tujuan Umum
Menyelesaikan masalah pasien yang belum teratasi, yaitu gangguan integritas kulit
2. Tujuan Khusus:
a. Menjustifikasi masalah yang belum teratasi;
b. Mendiskusikan penyelesaian masalah dengan perawat primer, tim kesehatan lain;
c. Menemukan alasan ilmiah terhadap masalah pasien;
d. Merumuskan intervensi keperawatan yang tepat sesuai masalah pasien.
II. Sasaran
PasienTn N umur 55 tahun yang dirawat di Bed 3 Ruang Merpati RSUB
III. Materi
1. Teori asuhan keperawatan pasien dengan DM+Ulkus, CVA
A. Definisi
1. Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes
melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
kedua-duanya.
2. Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit kronis yang membutuhkan
perawatan medis berkelanjutan pada pasien sehingga dibutuhkan pengelolaan
diri, pendidikan dan dukungan untuk mencegah komplikasi akut dan untuk
mengurangi risiko komplikasi jangka panjang (ADA, 2012) Diabetes Mellitus (DM)
adalah penyakit kronis yang membutuhkan perawatan medis berkelanjutan pada
pasien sehingga dibutuhkan pengelolaan diri, pendidikan dan dukungan untuk
mencegah komplikasi akut dan untuk mengurangi risiko komplikasi jangka
panjang (ADA, 2012).
3. Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau
mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis
atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan
volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah
penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau
penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009).
4. Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis defisiensi atau resistensi
insulin absolute atau relative yang ditandai dengan gangguan metabolism
karbohidrat,protein,lemak (Billota,2012). Sedangkan menurut Arisman dan
soegondo Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang yang di sebabkan adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat
kekurangan insulin baik absolute maupun relative (Arisman dan soegondo,2009)
B. Etiologi
Penyebab diabetes melitus belum diketahui pasti tapi umumnya diketahui
kekurangan insulin adalah penyebab utama dan faktor herediter memegang
peranan. Diabetes mellitus dapat dibedakan atas dua yaitu :
1. Diabetes type I (Insulin Depedent Diabetes Melitus/IDDM ) tergantung
insulin dapat disebabkan karena faktor genetik, imunologi dan mungkin
lingkungan misalnya infeksi virus.
a. Faktor genetik, penderita diabetes tidak mewarisi diabetes type 1 itu sendiri
tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik kearah terjadinya
diabetes type 1.
b. Faktor immunologi, pada diabetes type 1 terdapat bukti adanya suatu
proses respon autoimun.
c. Faktor lingkungan, virus ataau vaksin menurut hasil penelitian dapat
memicu destruksi sel beta atau dapat memicu proses autoimun yang dapat
menimbulkan destruksi sel beta.
2. Diabetes type II (Non Insulin Depedent Diabetes Melitus /NIDDM) yaitu
tidak tergantung insulin. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan penting
dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Menurut Kwinahyu (2011) ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan
diabetes melitus, yaitu :
1. Pola Makan
Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang dibutuhkan oleh
tubuh dapat memacu timbulnya diabetes melitus. Hal ini disebabkan jumlah/kadar
insulin oleh sel β pankreas mempunyai kapasitas maksimum untuk disekresikan.
Oleh karena itu, mengonsumsi makanan secara berlebihan dan tidak diimbangi
oleh sekresi insulin dalam jumlah memadai dapat menyebabkan kadar gula
dalam darah meningkat dan meyebabkan diabetes melitus.
2. Obesitas
Orang yang gemuk dengan berat badan melebihi 90 kg mempunyai
kecenderungan yang lebih besar untuk terserang diabetes melitus dibanding
dengan orang yang tidak gemuk.
3. Faktor genetik
Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab diabetes melitus orang tua. Biasanya,
seseorang yang menderita diabetes melitus mempunyai anggota keluarga yang
juga terkena. Jika kedua orang tua menderita diabetes, insiden diabetes pada
anak-anaknya meningkat, tergantung pada umur berapa orang tua menderita
diabetes. Risiko terbesar bagi anak-anak terserang diabetes terjadi jika salah
satu atau kedua orang tua mengalami penyakit ini sebelum berumur 40 tahun.
Riwayat keluarga pada kakek dan nenek kurang berpengaruh secara signifikan
terhadap cucunya.
4. Bahan-bahan kimia dan obat-obatan
Bahan kimia tertentu dapat mengiritasi pankreas yang menyebabkan radang
pankreas. Peradangan pada pankreas dapat menyebabkan pankreas tidak
berfungsi secara optimal dalam mensekresikan hormon yang diperlukan unuk
metabolisme dalam tubuh, termasuk hormon insulin.
5. Penyakit dan infeksi pada pankreas
Mikroorganisme seperti bakteri dan virus dapat menginfeksi pankreas sehingga
menimbulkan radang pankreas. Hal itu menyebabkan sel β pada pankreas tidak
bekerja optimal dalam mensekresi insulin. Beberapa penyakit tertentu, seperti
kolesterol tinggi dan dislipidemia dapat meningkatkan risiko terkena diabetes
melitus.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,
diantaranya adalah:
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik
c. Klasifikasi
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2011, klasifikasi Diabetes
Melitus adalah sbb:
1. Diabetes Melitus tipe 1
DM tipe 1 sering dikatakan sebagai diabetes “Juvenile onset” atau “Insulin
dependent” atau “Ketosis prone”, karena tanpa insulin dapat terjadi kematian
dalam beberapa hari yang disebabkan ketoasidosis. Istilah “juvenile
onset” sendiri diberikan karena onset DM tipe 1 dapat terjadi mulai dari usia 4
tahun dan memuncak pada usia 11-13 tahun, selain itu dapat juga terjadi pada
akhir usia 30 atau menjelang 40.
Karakteristik dari DM tipe 1 adalah insulin yang beredar di sirkulasi sangat
rendah, kadar glukagon plasma yang meningkat, dan sel beta pankreas gagal
berespons terhadap stimulus yang semestinya meningkatkan sekresi insulin. DM
tipe 1 sekarang banyak dianggap sebagai penyakit autoimun. Kelainan autoimun
ini diduga ada kaitannya dengan agen infeksius/lingkungan, di mana sistem imun
pada orang dengan kecenderungan genetik tertentu, menyerang molekul sel beta
pankreas yang ‘menyerupai’ protein virus sehingga terjadi destruksi sel beta dan
defisiensi insulin. Faktor-faktor yang diduga berperan memicu serangan terhadap
sel beta, antara lain virus (mumps, rubella, coxsackie), toksin kimia, sitotoksin,
dan konsumsi susu sapi pada masa bayi.
Selain akibat autoimun, sebagaian kecil DM tipe 1 terjadi akibat proses yang
idiopatik. Tidak ditemukan antibodi sel beta atau aktivitas HLA. DM tipe 1 yang
bersifat idiopatik ini, sering terjadi akibat faktor keturunan, misalnya pada ras
tertentu Afrika dan Asia.
2. Diabetes Melitus tipe 2
Diabetes mellitus tipe II disebabkan oleh faktor keturunan dan juga gaya hidup
yang kurang sehat. Hampir seluruh penderita diabetes menderita tipe kedua ini.
Meskipun mengenai dihampir semua penderita diabetes, gejalanya sangatlah
lambat. Sehingga perkembangan penyakit ini membutuhkan waktu bertahun-
tahun. Kerja insulin di dalam tubuh tidak lagi efektif meskipun tidak perlu ada
suntikan insulin dari luar untuk membantu menjalani hidupnya. Tidak seperti pada
DM tipe 1, DM tipe 2 tidak memiliki hubungan dengan aktivitas HLA, virus atau
autoimunitas dan biasanya pasien mempunyai sel beta yang masih berfungsi
(walau terkadang memerlukan insulin eksogen tetapi tidak bergantung seumur
hidup). DM tipe 2 ini bervariasi mulai dari yang predominan resistensi insulin
disertai defisiensi insulin relatif, sampai yang predominan gangguan sekresi
insulin bersama resistensi insulin.
Pada DM tipe 2 resistensi insulin terjadi pada otot, lemak dan hati serta terdapat
respons yang inadekuat pada sel beta pankreas. Terjadi peningkatan kadar asam
lemak bebas di plasma, penurunan transpor glukosa di otot, peningkatan
produksi glukosa hati dan peningkatan lipolisis.
Defek yang terjadi pada DM tipe 2 disebabkan oleh gaya hidup yang
diabetogenik (asupan kalori yang berlebihan, aktivitas fisik yang rendah,
obesitas) ditambah kecenderungan secara genetik. Nilai BMI yang dapat
memicu terjadinya DM tipe 2 adalah berbeda-beda untuk setiap ras.
3. Diabetes Kehamilan/gestasional
Diabetes kehamilan didefinisikan sebagai intoleransi glukosa dengan onset pada
waktu kehamilan. Diabetes jenis ini merupakan komplikasi pada sekitar 1-14%
kehamilan. Biasanya toleransi glukosa akan kembali normal pada trimester
ketiga.
D. Patofisiologi
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa di dalam darah
tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara
cukup. Sehingga mengakibatkan hiperglikemia. Glukosa secara normal
bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk di hati dari
makanan yang dikonsumsi. Insulin merupakan hormon yang diproduksi pankreas
dan mengendalikan kadar glukosadalam darah dengan mengatur produksi dan
penyimpanannya. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan
sel sehingga terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam
sel Adanya resistensi insulin pada diabetestipe II disertai dengan penurunan
reaksi intrasel membuat insulin tidak efektif dalam menstimulasi pengambilan
glukosa oleh jaringan (Kwinahyu, 2011).
Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh. Pasien – pasien yang mengalami
defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang
normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yng parah yang
melebihi ambang ginjal normal (konsentrasi glukosa darah sebesar 160 – 180
mg/100 ml), akan timbul glikosuria karena tubulus – tubulus renalis tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis
osmotik yang menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potasium,
dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat
glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan mengalami keseimbangan
protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat
yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat
telah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein
tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi.
Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan
membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan
terjadinya gangrene
PATHWAY
DM TIPE DM
1 TIPE II
Idiopatik,usia,genetik, dll
Reaksi
Jumlah sel
Sel β pancreas Defisiens pancreas menurun
hancur insulin
Katabolisme
protein meningkat
Hiperglikemia Liposis
Pembatasan Penurunan BB
Fleksibilats
darah merah
Intake Resiko
Pelepasan O2 tidak Nutrisi
adekuat kurang
Hipoksia
Poliuria Deficit Volume
cairan
Nyeri
IV.
Perfusi
Jaringan
Perifer Tidak
Efektif
E. Manifestasi Klinis
Menurut Kwinahyu (2011) manifestasi klinik dapat digolongkn menjadi gejala akut
dan gejala kronik
1. Gejala Akut
Gejala penyakit DM ini dari satu penderita ke penderita lainnya tidaklah sama ;
dan gejala yang disebutkan di sini adalah gejala yang umum tibul dengan tidak
mengurangi kemungkinan adanya variasi gejala lain, bahkan ada penderita
diabetes yang tidak menunjukkan gejala apa pun sampai pada saat tertentu.
Pada permulaan gejala ditunjukkan meliputi tiga serba banyak, yaitu :
a. Banyak makan ( polifagia )
b. Banyak minum ( polidipsia )
c. Banyak kencing ( poliuria )
Bila keadaan tersebut tidak cepat diobati, lama-kelamaan mulai timbul gejala
yang disebabkan kurangnya insulin. Jadi, bukan 3P lagi melainkan hanya 2P saja
(polidipsia dan poliuria ) dan beberapa keluhan lain seperti nafsu makan mulai
berkurang, bhkan kadang-kadang timbul rasa mual jika kadar glukosa darah
melebihi 500 mg/ dl, disertai :
a. Banyak minum
b. Banyak kencing
c. Berat badan turun dengan cepat ( bisa 5- 10 kg dalam waktu 2-4 minggu.
d. Mudah lelah
e. Bila tidak lekas diobati akan timbul rasa mual, bahkan penderita akan jatuh
koma ( tidak sadarkan diri ) dan di sebut koma diabetik.
2. Gejala Kronik
Kadang-kadang penderita DM tidak menunjukkan gejala sesudah beberapa
bulan atau beberapa tahun mengidap penyakit DM. Gejala ini di sebut gejala
kronik atau menahun. Gejala kronik yang sering timbul adalah seorang penderita
dapat mengalami beberapa gejala, yaitu :
a. Kesemutan
b. Kulit terasa panas atau seperti tertusuk-tusuk jarum.
c. Rasa tebal di kulit sehingga kalau berjalan seperti di atas bantal atau kasur.
d. Kram
e. Mudah mengantuk.
F. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Tarwoto (2012), untuk menentukan penyakit DM, di samping di kaji ng
dan gejala yang dialami pasien juga yang penting adalah di lakukan tes
diagnostik diantarannya:
1. Pemeriksaan gula dara puasa atau fasting Blood sugar (FBS)
Tujuan : Menentukan jumlah glukosa darah pada saat puasa
Pembatasaan : Tidak makan selama 12 jam sebelum tes biasanya jam 08.00
pagi sampai jam 12.00, minum boleh
Prosedur : Darah diambil dari vena dan kirim ke laboratorium
Hasil : Normal : 80-120 mg/ 100 ml serum
Abnormal : 140 mg/100 ml atau lebih
2. Pemeriksaan gula darah postprandial
Tujuan : Menentukan gula darah setelah makan
Pembatasaan : Tidak ada
Prosedur : pasien diberi makan kira-kira 100 gr karbohidrat, dua jam
kemudian di ambil darah venanya
Hasil : Normal (kurang dari 20 mg/100 ml serum)
Abnormal : lebih dari 120 mg/100 ml atau lebih, indikasi DM.
3. Pemeriksaan toleransi glukosa oral/oral glukosa tolerance tes (TTGO)
Tujuan : Menentukan toleransi terhadap respons pemberian
glukosa
Pembatasan : Pasien tidak makan 12 jam seblum tes dan selama test, boleh
minum air putih, tidak merokok, ngopi atau minum the selama pemeriksaan
(untuk mengukur respon tubuh terhadap karbohidrat), sedikit aktivitas, kurangi
sters (keadaan banyak aktivitas dan stress menstimulasi epinephrine dan kortisol
dan berpengaruh terhadap peningkatan gula darah melalui peningkatan
glukoneogenesis).
Prosedur : Pasien di beri makan tinggi karbohidrat selama 3 hari
sebelum tes. Kemuadian puasa selama 12 jam, ambil darah puasa dan urin
untuk pemeriksaaan. Berikan 100 gr glukosa ditambah juice lemon melalui
mulut,periksaa darah dan urine ½, 1,2,3,4, dan 5 jam setelah pemberian glukosa.
Hasil : Normal puncaknya jam pertama setelah pemberian 140 mg/dl dan
kembali normal 2 atau 3 jam kemudian.
Abnormal : Peningkatan glukosa pada jam pertama tidak kembali setelah 2 atau
3 jam, urine positif glukosa
4. Pemeriksaan glukosa urine
Pemeriksaan ini kurang akurat karena hasil pemeriksaan ini banyak dipengaruhi
oleh berbagai hal misalnya karena obat-obatan seperti aspirin, vitamin C dan
beberapa antibiotik, adanya kelainan ginjal pada lansia dimana ambang ginjal
meningkat. Adanya glukosuria menunjukkan bahwa ambang ginjal terhadap
glukosa terganggu.
5. Pemeriksaan ketone urin
Badan ketone merupakan produk sampingan proses pemecahan lemak, dan
senyawa ini akan menumpuk pada darah dan urine. Jumlah keton yang besar
pada urin akan merubah preaksi pada stirip menjadi keunguan. Adanya ketonuria
menunjukkan adanya ketoasidosis
6. Pemeriksaan kolesterol dan kadar serum trigliserida, dapat meningkat
karena ketidakadekuatan kontrol glikemik
7. Pemeriksaan hemoglobin glikat (HbA1c)
Pemeriksaan lain untuk memantau rata-rata kadar glukosa darah adalah
glykosytaled hemoglobin ( HbA1c). tes ini mengukur protensis glukosa yang
melekat pada hemoglobim. Pemeriksaan ini menunjukkan kadar glukosa rata-rata
selama 120 hari sebelumnya, sesuai dengan usia eritrosit. HbA1c digunakan
untuk mengkaji kontrol glukosa jangka panjang, sehingga dapat memprediksi
risiko komplikasi. Hasil HbA1c tidak berubah karna pengaruh kebiasaan makan
sehari sebelum test. Pemeriksaan HbA1c dilakukan diagnosis dan pada inteval
tertentu untul mengevaluasi penatalaksanaan DM, direkomendasikan dilakukan 2
kali dalam sethaun bagi pasien DM. kadar yang direkomendasikan oleh ADA <
7% (ADA 2003 dalam black dan hawks, 2005 : ignativicius dan workman, 2006).
Menurut Newsroom (2009) seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes
Melitus apabila menderita dua dari tiga gejala yaitu:
a. Keluhan TRIAS: Kencing yang berlebihan ( Poliuri ), Rasa haus yang
berlebihan ( Polidipsi ), Rasa lapar berlebihan ( Polifagia ) dan Penurunan berat
badan.
b. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl.
c. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl.
F. Komplikasi
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM (Diabetes Melitus) digolongkan
sebagai akut dan kronik (Mansjoer dkk, 2007)
1. Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek
dari glukosa darah
a. HIPOGLIKEMIA/ KOMA HIPOGLIKEMIA
Hipoglikemik adalah kadar gula darah yang rendah. Kadar gula darah yang
normal 60-100 mg% yang bergantung pada berbagai keadaan. Salah satu bentuk
dari kegawatan hipoglikemik adalah koma hipoglikemik. Pada kasus spoor atau
koma yang tidak diketahui sebabnya maka harus dicurigai sebagai suatu
hipoglikemik dan merupakan alasan untuk pembarian glukosa. Koma
hipoglikemik biasanya disebabkan oleh overdosis insulin. Selain itu dapat pula
disebabkan oleh karana terlambat makan atau olahraga yang berlebih.
Diagnosa dibuat dari tanda klinis dengan gejala hipoglikemik terjadi bila kadar
gula darah dibawah 50 mg% atau 40 mg% pada pemeriksaaan darah jari.
-Penatalaksanaan kegawat daruratan:
§ Pengatasan hipoglikemi dapat diberikan bolus glukosa 40% dan biasanya
kembali sadar pada pasien dengan tipe 1.
§ Tiap keadaan hipoglikemia harus diberikan 50 cc D50 W dalam waktu 3-5
menit dan nilai status pasien dilanjutkan dengan D5 W atau D10 W bergantung
pada tingkat hipoglikemia
§ Pada hipoglikemik yang disebabkan oleh pemberian long-acting insulin dan
pemberian diabetic oral maka diperlukan infuse yang berkelanjutan.
§ Hipoglikemi yang disebabkan oleh kegagalan glikoneogenesis yang terjadi
pada penyakit hati, ginjal, dan jantung maka harus diatasi factor penyebab
kegagalan ketiga organ ini.
b. SINDROM HIPERGLIKEMIK HIPEROSMOLAR NON KETOTIK
(HHNC/ HONK).
HONK adalah keadaan hiperglikemi dan hiperosmoliti tanpa terdapatnya ketosis.
Konsentrasi gula darah lebih dari 600 mg bahkan sampai 2000, tidak terdapat
aseton, osmolitas darah tinggi melewati 350 mOsm perkilogram, tidak terdapat
asidosis dan fungsi ginjal pada umumnya terganggu dimana BUN banding
kreatinin lebih dari 30 : 1, elektrolit natrium berkisar antara 100 – 150 mEq per
liter kalium bervariasi.
Penatalaksanan kegawat daruratan:
Terapi sama dengan KAD (Ketoasidosis Diabetic) dengan skema
IV Cairan
1 sampai 12 jam NaCl 0,9% bila natrium 130 mEq/liter atau osmolitas plasma 330
mOsm/liter
NaCl 0.45% bila diatas 145 mEq/liter
Untuk mengatasi dehidrasi diberikan cairan 2 jam pertama 1 - 2 liter NaCl 0,2 %.
Sesudah inisial ini diberikan 6 – 8 liter per 12 jam. Untuk mengatasi hipokalemi
dapat diberikan kalium. Insulin lebih sensitive dibandingkan ketoasidosis diabetic
dan harus dicegah kemungkinan hipoglikemi. Oleh karena itu, harus dimonitoring
dengan hati – hati yang diberikan adalah insulin regular, tidak ada standar
tertentu, hanya dapat diberikan 1 – 5 unit per jam dan bergantung pada reaksi.
Pengobatan tidak hanya dengan insulin saja akan tetapi diberikan infuse untuk
menyeimbangkan pemberian cairan dari ekstraseluler keintraseluler.
c. KETOASIDOSIS DIABETIC (KAD)
Pengertian:
DM Ketoasidosis adalah komplikasi akut diabetes mellitus yang ditandai dengan
dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis.
Etiologi:
Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata, yang dapat
disebabkan oleh :
1) Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi
2) Keadaan sakit atau infeksi
3) Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak
diobati.
Patofisiologi:
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan
berkurang juga. disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali.
Kedua faktor ini akan menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya untuk
menghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan
mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium dan
kalium). Diurisis osmotik yang ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuri) akan
menyebabkan dehidrasi dan kehilangna elektrolit. Penderita ketoasidosis diabetik
yang berat dapat kehilangan kira-kira 6,5 L air dan sampai 400 hingga 500 mEq
natrium, kalium serta klorida selam periode waktu 24 jam.
Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi
asam-asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi
badan keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan keton
yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara normal akan
mencegah timbulnya keadaan tersebut. Badan keton bersifat asam, dan bila
bertumpuk dalam sirkulais darah, badan keton akan menimbulkan asidosis
metabolik.
Tanda dan Gejala:
Hiperglikemi pada ketoasidosis diabetik akan menimbulkan poliuri dan polidipsi
(peningktan rasa haus). Disamping itu pasien dapat mengalami penglihatan yang
kabur, kelemahan dan sakit kepala. Pasien dengan penurunann volume
intravaskuler yang nyata mungkin akan menderita hipotensi ortostatik (penurunan
tekanan darah sistolik sebesar 20 mmHg atau lebih pada saat berdiri).
Penurunan volume dapat menimbulkan hipotensi yang nyata disertai denyut nadi
lemah dan cepat.
Ketosisis dan asidosis yang merupakan ciri khas diabetes ketoasidosis
menimbulkan gejala gastrointestinal seperti anoreksia, mual, muntah dan nyeri
abdomen. Nyeri abdomen dan gejala-gejala fisik pada pemeriksaan dapat begitu
berat sehingga tampaknya terjadi sesuatu proses intrabdominal yang
memerlukan tindakan pembedahan. Nafas pasien mungkin berbau aseton (bau
manis seperti buah) sebagai akibat dari meningkatnya kadar badan keton. Selain
itu hiperventilasi (didertai pernapasan yang sangat dalam tetapi tidak berat/sulit)
dapat terjadi. Pernapasan Kussmaul ini menggambarkan upaya tubuh untuk
mengurangi asidosis guna melawan efek dari pembentukan badan keton.
Perubahan status mental bervariasi antara pasien yang satu dan lainnya. Pasien
dapat sadar, mengantuk (letargik) atau koma, hal ini biasanya tergantung pada
osmolaritas plasma (konsentrasi partikel aktif-osmosis).
Pemeriksaan Penunjang
Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian pasien
mungkin memperlihatkan kadar guka darah yang lebih rendah dan sebagian
lainnya mungkin memeliki kadar sdampai setinggi 1000 mg/dl atau lebih (yang
biasanya bernagtung pada derajat dehidrasi)
· Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan
dengan kadar glukosa darah.
· Sebagian pasien dapat mengalami asidosi berat disertai kadar glukosa yang
berkisar dari 100 – 200 mg/dl, sementara sebagia lainnya mungkin tidak
memperlihatkan ketoasidosis diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya
mencapai 400-500 mg/dl.
Bukti adanya ketosidosis dicerminkan oleh kadar bikarbonat serum yang rendah (
0- 15 mEq/L) dan pH yang rendah (6,8-7,3). Tingkat pCO2 yang rendah ( 10- 30
mmHg) mencerminkan kompensasi respiratorik (pernapasan kussmaul) terhadap
asidosisi metabolik. Akumulasi badan keton (yang mencetuskan asidosis)
dicerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam darah dan urin.
Penatalaksanaan:
§ Rehidrasi
1. Jam pertamaberi infuse 200 – 1000 cc/ jam dengan NaCl 0,9 % bergantung
pada tingkat dehidrasi
2. Jam kedua dan jam berikutnya 200 – 1000 cc NaCl 0,45 % bergantung pada
tingkat dehidrasi
3. 12 jam pertama berikan dekstrosa 5 % bila kadar gula darah antara 200 –
300 mg/ 100 cc, ganti dengan dextrose 10 % bila kadar gula darah sampai 150
mg/ 100 cc.
§ Kehilangan elektrolit
Pemberian Kalium lewat infus harus dilakukan meskipun konsentrasi kalium
dalam plasma normal.
Elektrolit
Permulaan Bila serum K+ lebih besar dari 3.5
mEq/liter berikan 40 mEq/liter secara secara intravena
untuk mempertahankan kadar cairan setengahdari KCl
dan setengah dari KPO4
Jam kedua dan jam
berikutnya Bila jumlah urin cukup dan serum kalsium kurang dari 5.5
mEq/liter, berikan 20-30 mEq/liter K+
§ Insulin
Skema pemberian insulin adalah sebagai berikut:
2. Komplikasi kronik
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.
1. Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi
koroner, vaskular perifer dan vaskular serebral.
2. Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata
(retinopati) dan ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk
memperlambat atau menunda awitan baik komplikasi mikrovaskular
maupun makrovaskular.
3. Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi
serta menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.
4. Rentan infeksi, seperti tuberkulosis paru dan infeksi saluran kemih
5. Ulkus/ gangren/ kaki diabetik
G. Penatalaksanaan
Tujuan utama dari pengobatan adalah untuk mencoba menormalisasi aktivitas
insulin dan kadar gula darah untuk menurunkan perkembangan komlikasi
neuropati dan vaskular. Tujuan terapeutik dari masing-masing diabetes adalah
untuk mencapai kadar glukosa darah tanpa mengalami hipoglikemia dan tanpa
mengganggu aktivitas sehari-hari pasien dengan serius. Terdapat lima komponen
penatalaksanaan untuk diabetes, yaitu : diet, latihan, pemantauan, obat-obatan
dan penyuluhan (Tarwoto, 2012).
Menurut Tarwoto (2012) prinsip utama dalam penanganan pasien waktu sakit
yaitu :
1. Pengobatan segera penyakit lain yang diderita pasien dengan diabetes
Pengoatan penyakit tidak berbeda dengan anak normal. Pasien sebaiknya
segera berobat karena mungkin memerlukan antibiotik atau terapi lainnya.
2. Pemberian insulin
Insulin harus terus diberikan dengan dosis biasa meskipun anak tidak makan.
Pada penderita diabetes yang sakit mungkin akan menimbulkan hiperglikemia
akibat glukoneogenesis atau glikolisis karena kerja hormon anti insulin. Bila
kadar glukosa darah > 250 mg/dL, segera lakukan pemeriksaan keton darah. Bila
keton darah >1mmol/L berarti dosis insulin kurang dan perlu ditambah . Bila
kadar glukosa darah >250mg/dL dan keton darah <1 mmol/L, tidak perlu
ditambahan insulin dan periksa kembali glukosa darah setelah 2 jam. Pemberian
insulin tambahan pada balita sebesar 1U dapat menurunkan glukosa darah rata-
rata 100 mg/dL, sedangkan pada anakn sekolah dan remaja dosis
tersebut mungkin hanya menurunkan glukosa darah sebesar 30-50 mg/dL.
Penambahan dosis insulin dapat juga dilakukan dengan memperhitungkan 5-
20% dari total dosis harian,tergantung situasi.
3. Pemberian minum yang cukup
Apabila kadar glukosa darah tidak menurun dengan dosis tambahan dosis
insulin, maka pemberian cairan untuk hidrasi tubuh pasien kemungkinan
kurang adekuat. Berikan minum sebanyak mungkin kepada pasien. Bila glukosa
tetap tinggi, maka pada pasien masih akan terjadi diuresis osmotik yang
menyebabkan kehilangan cairan. Adanya demam akan
meningkatkan kebutuhan kesehatan pasien.
4. Pasien harus istirahat
Anjurkan pasien agar beristirahat di rumah bila merasa tidak enak badan.
5. Pemberian obat yang tidak mengandung gula
Penting untuk tidak memberikan obat-obatan yang mengandung gula.
6. Peralatan untuk mengantisipasi ‘sick-day management’ di rumah
Setiap keluarga sebaiknya dapat menyiapkan peralatan yang diperlukan.
Misalnya insulin kerja cepat/penfill atau dalam flakon, strip test glukosa dan keton
darah , glukon-ketonmeter, jarum/lancet untuk mengambil kapiler darah, alkohol
70% , persendiaan permen, coklat, jus buah, limun rendah kalori atau soft
drink rendah kalori serta air mineral.
7. Penyuluhan
Lingkungan pasien DM tipe-1 amat penting. Kerabat pasien harus mengetahui
prinsip-prinsip menangani pasien DM tipe-1 yang sedang sakit. Insulin harus
tetap diberikan meskipun pasien DM tipe-1 yang sedang sakit tidak mau makan
atau hanya mau makan sedikit. Glukosa darah pasien dapat meningkat selama
sakit karena glukoneogenesis. Muntah merupakan gejalah serius yang perlu
penangan segera. Adanya keton dalam urin atau darah yang disertai kadar
glukosa darah yang tinggi merupakan tanda kurangnya kerja insulin, dan bila hal
ini tidak segera diatasi maka pasien akan jatuh ke dalam KAD yang mengancam
jiwa.
8. Pemberian nutrisi
Bila pasien merasa mual dan tidak mau makan, maka dianjurkan untuk tetap
minum cairan berkalori.
b. Biguanida (metformin)
1) Menurunkan glukosa darah dengan menurunkan absorpsi glukosa usus,
meningkatkan sensitivitas insulin dan ambilan glukosa perifer hepar.
2) Tidak menyebabkan hipoglikemia.
3) Keuntungan lain meliputi penurunan kadar kolesterol total, trigliserida, dan
LDL.
4) Karena terkadang berefek samping kehilangan selera makan dan penurunan
berat badan, obat ini lebih disukai penanganan pasien obese.
5) Efek samping meliputi gastrointestinal minor yang dapat dikontrol dengan
menurunkan dosis. Konsekuensi serius yang jarang terjadi adalah asidosis laktat,
ini biasanya muncul bila ada kontraindikasi seperti insufisiensi ginjal yang tidak
ketahuan.
6) Dikontraindikasikan pada gangguan ginjal, kehamilan, dan ketergantungan
insulin, dan harus digunakan dengan hati-hati pada pasien hepar, jantung, atau
paru.
c. Derivat asam benzoat (meglitinida, repaglinida)
1) Secara struktur berbeda dari sulfonilurea, tetapi serupa dalam mekanisme
stimulasi sekresi insuli.
2) Dirancang untuk meningkatkan sekresi insulin saat makan dan harus
diminum saat makan.
d. Inhibitor alfa-glukosidase (acarbose, voglibose, miglitol)
1) Mempunyai aksi memengaruhi enzim di dalam usus yang memecah gula
kompleks. Memperlambat kecepatan pencernaan polisakarida, mengakibatkan
keterbatasan absorpsi glukosa dari karbohidrat yang dikonsumsi. Tampaknya
memperbaiki kadar glukosa darah setelah makan dan menurunkan hemoglobin
terglikosilasi.
2) Tidak menyebabkan hipoglikemia
3) Efek samping berupa serupa degan intoleransi laktosa karena efek gula yang
tidak tercerna oleh bakteria kolon (diare, nyeri abdomen, flatus dan distensi
abdomen).
e. Tiazolidinedion (rosiglitazon, pioglitazon)
1) Meningkatkan sensitivitaas hepar dan menurunkan resistensi insulin.
2) Efek sampingnya minimal dan meliputi retensi cairan dan kadang
peningkatan enzim fungsi hepar secara reversibel.
H. Prognosis
Sebagian besar dari pasien dengan diabetes tipe 2 meninggal dalam
waktusatu tahun dari infark, miokard akut (MI) (44,2% dari rata-
rata diabetes, 36, 9% wanita diabetes) dan sejumlah besar pasien
meninggal bahkan sebelum mereka mencapai rumah sakit. Sebuah studi terbaru
menunjukkan bahwa diabetesmenurun harapan hidup seorang
individu dengan delapan tahun. Tingkat ketahanan hidup pada subyek diabetes
dengan penyakit arteri koroner yangangiographically terbukti mengalami
penurunan sebesar 30% dibandingkan dengan rekan-
rekan mereka nondiabetes (Ansari, 2012).
1. Masalah-masalah yang muncul pada pasien dengan DM+Ulkus, CVA serta intervensi
keperawatan pada pasien dengan DM+Ulkus, CVA khususnya pada masalah
keperawatan gangguan integritas kulit.
ANALISA DATA
Data Etiologi Masalah Keperawatan
Gangguan mobilitas fisik
DS: Penurunan kekuatan otot
Klien mengatakan sejak
terkena stroke tidak pernah
menggerakkan kaki dan
tangannya sampai tangan
dan kaki klien kaku
DO :
Klien mengalami
kontraktur pada
kedua kaki
Riwayat stroke
mulai januari 2017
Aktifitas klien hanya
diatas tempat tidur
Semua kegiatan
klien dibantu oleh
keluarga
Kekuatan otot 4
pada ekstremi atas
dan 2 pada
ektremitas bawah
Penurunan insulin dalam Ketidakseimbangan nutrisi
DS: Keluarga Klien tubuh kurang dari kebutuhan
mengatakan klien hanya tubuh
bisa makan sedikit tapi Glukosa darah tidak dapat
sering dengan dibantu ditransfer ke jaringan
keluarga
DO
Starvasi (kelaparan sel)
klien menghabiskan
¾ porsi makan
BB 45 kg
Kerusakan integritas
DS: Penurunan insulin tubuh jaringan
DO:
VIII. Pengorganisasian:
1. Kepala ruangan : Magdalena Yeflean
2. Katim/PP I : Prasetyo Tentrem S
3. Perawat Pelaksana/PA I : I Kade Adi
4. Konselor : Dokter : Klara Yunita I
Ahli gizi : Maria Yasinta Erina
5. Observer : Nindya Amelia
Lampiran
1. Lembar Informed Consent
2. Resume Pasien
3. Hasil Ronde
Lampiran Informed Consent
Prasetyo Neisen
1. .......................................... ......................................
2. .......................................... ......................................
Lampiran : Resume Pasien
A.IDENTITAS
Nama : Tn Niko
Umur : 55 tahun
Status : Menikah
Pendidikan :D3
Pekerjaan : PNS
Alamat : Malang
MRS : 26 November 2018
H.PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium tanggal 26 November 2018
Hb : 10,2 gr/dl
LED : 3 mm/j
Leukosit : 3,220 x 103/dl
Hematokrit : 32 %
Albumin 2,9 gr/dl
Gdp : 400 mg/dl
GD 2 jam pp : 300 mg/dl
SGOT : 32
SGPT : 22
I. TERAPI
Cefotaxim 3 x 1 gr
Actrapid 3 x 4 U SC
Ranitidin 3 x 1 amp
Neurobion drip
J.DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.Kerusakan integritas jaringan b.d kerusakan mobilitas fisik
2.Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan untuk
memasukan atau mencerna nutrisi karena faktor biologis
3.Gangguan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot
K.RENCANA TINDAKAN
1. Jelaskan tentang pentingnya nutrisi, mobilisasi
2.Berikan motivasi kepada pasien umtuk menghabiskan makanan yang disediakan
3.Ajarkan keluarga untuk membantu pasien mobilisisasi.Lakukan rawat luka tiap hari
4.Monitor GDS tiap hari
5.Kolaborasi dengan ahli gizi
6.Observasi intake
L.EVALUASI
Gangguan integritas jaringan belum teratasi
DAFTAR PUSTAKA
Arisman, (2011). Diabetes Mellitus. Dalam: Arisman, ed. Buku Ajar Ilmu Gizi
Obesitas, Diabetes Mellitus dan Dislipidemia. Jakarta: EGC, 44-54.
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Manaf, Asman. 2006. Insulin: Mekanisme Sekresi dan Aspek Metabolisme.
Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 1868.
Newsroom, 2009. Diagnosa dan Medis Diabetes Melitus.
Nurarif, Amin Huda, Hardhi Kusuma.2013.Aplikasi asuhan keperawatan
berdasarkan diagnosa medis dan NANDA NIC –NOC, Jilid 1 Edisi Revisi.
Media Action Publishing
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Indriastuti, Na. 2008. Laporan Asuhan Keperawatan Pada Ny. J Dengan Efusi
Pleura dan Diabetes Mellitus Di Bougenvil 4 RSUP dr Sardjito
Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
Depkes Article. 2009. Prevalensi DM Di Indonesia. Dipublikasikan Pada :
Minggu,8 Nopember 2009
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN