Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PRAKTIKUM

KEGIATAN RONDE KEPERAWATAN


Disusun untuk memenuhi tugas pada Mata Kuliah Kepemimpinan, Manajemen,Dan
Kewirausahaan dalam Keperawatan

Oleh :
KELOMPOK 5

PRASETIYO TENTREM S (175070209111012)


NINDYA AMELIA (175070209111015)
AKMAL THARIQ (175070209111062)
MARIA YASINTA ERINA (175070209111063)
I KADE ADI GUNAWAN (175070209111064)
KLARA YUNITA INUQ T (175070209111066)
MAGDALENA YEFLEAN (175070209111067)
NEISEN MONIM (175070209111069)
NIKOLAUS SANI K (175070209111070)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
KATA PENGANTAR

Segala Puja dan Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan Rahmat dan Hidayahnya kepada penyusun makalah ini sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan tepat waktu.
Kami menyusun makalah ini dengan maksud agar pembaca dapat memahami dan
mengerti serta menambah wawasan mengenai ronde keperawatan, serta untuk memenuhi
tugas kami sebagai mahasiswa untuk menyelesaikan tugas kelompok dengan menyusun
makalah ini.
Kami selaku penyusun makalah ini mengucapkan permohonan maaf sebesar –
besarnya jika dalam penyusunan makalah ini jauh dari kesempurnaan yang diharapkan baik
bagi para pembaca maupun para pengajar.
Malang, 1November 2018

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Manajemen adalah suatu upaca kegiatan untuk mengarahkan, mengkoordinasi,
mengarahkan dan mengawasi dalam mencapai tujuan bersama dalam sebuah organisasi.
Manajemen keperawatan adalah upaya staf keperawatan dalam memberikan asuhan
keperawatan, pengobatan, dan rasa aman kepada pasien, keluarga, serta masyarakat.
Manajemen sangat penting diterapkan di dalam ruangan agar semua kegiatan tertata
rapi dan terarah, sehingga tujuan dapat dicapai bersama, yaitu menciptakan suasana yang
aman dan nyaman baik kepada sesama staf keperawatan maupun pasien.
Dalam pelaksanaan manajemen terdapat model praktik keperawatan professional
(MPKP)yang di dalamnya terdapat kegiatan ronde keperawatan. Ronde keperawatan adalah
suatu kegiatan dimana perawat primer dan perawat asosiet bekerja sama untuk
menyelesaikan masalah klien, dank lien dilibatkan secara langsung dalam proses
penyelesaian masalah tersebut.
Ronde keperawatan diperlukan agar masalah klien dapat teratasi dengan baik,
sehingga
semua kebutuhan dasar klien dapat terpenuhi. Perawat professional harus dapat
menerapkan ronde keperawatan, sehingga role play tentang ronde keperawatan ini sangat
perlu dilakukan agar mahasiswa paham mengenai ronde keperawatan dan dapat
mengaplikasikannya kelak saat bekerja.

1.2. TUJUAN
1.2.1. Tujuan Umum:
Penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Management Keperawatan.
1.2.2. Tujuan Khusus:
Adapaun tujun yang dicapai setelah penyampaian materi tentang Ronde Keperwatan
diharapkan mahasiswa mampu:

a. Mengetahui dan memahami pengertian ronde keperawatan


b. Mengetahui dan memahami karakteristik ronde keperawatan
c. Mengetahui tujuan ronde keperawatan
d. Mengetahui manfaat ronde keperawatan
e. Mengetahui dan memahami tipe-tipe ronde keperawatan
f. Mengetahui dan memahami tahapan ronde keperawatan
g. Mengetahui hal-hal yang harus dipersiapkan dalam ronde keperawatan
h. Mengetahui komponen yang terlibat dalam ronde keperawatan

1.3. Manfaat
1.3.1. Bagi penulis

Dapat menerapkan teori dan memperdalam pengetahuan terutama yang berkaitan

dengan management keperawatan

1.3.2. Bagi Akademik

 Dapat menjadi bahan bacaan dan literature khususnya mengenai ronde

keperawatan

 Pengembangan teori khususnya dalam hal proses ronde keperawatan

1.3.3. Bagi Rumah Sakit atau Instansi kesehatan

Dapat dijadikan referensi serta acuan pada pelaksanaan proses ronde keperawatan

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. PENGERTIAN RONDE KEPERAWATAN


Beberapa ahli mengungkapkan pengertian dari ronde keperawatan. Chambliss
(1996), ronde keperawatan adalah pertemuan antara staff yang usai kerja melaporkan pada
staf yang mulai kerja tentang kondisi pasien, dengan staf menjelaskan apa yang telah
dilakukan dan mengapa dilakukan yang membawa setiap kasus ke dalam kerangka kerja
berfikir staf, dan secara sistematis menegakkan kemampuan sistem untuk menangani
masalah medis.
Didalam ronde keperawatan terjadi proses interaksi antara perawat dengan perawat,
perawat dengan pasien. Kozier et al. (2004) menyatakan bahwa ronde keperawatan
merupakan
prosedur dimana dua atau lebih perawat mengunjungi pasien untuk mendapatkan informasi
yang akan membantu dalam merencanakan pelayanan keperawatan dan memberikan
kesempatan pada pasien untuk mendiskusikan masalah keperawatannya serta
mengevaluasi pelayanan keperawatan yang telah diterima pasien.
Ronde keperawatan merupakan proses interaksi antara pengajar dan perawat atau
siswa perawat dimana terjadi proses pembelajaran. Ronde keperawatan dilakukan oleh
teacher nurse atau head nurs dengan anggota stafnya atau siswa untuk pemahaman yang
jelas tentang
penyakit dan efek perawatan untuk setiap pasien (Clement, 2011).
Ronde keperawatan adalah suatu kegiatan untuk mengatasi keperawatan klien yang
dilaksanakan oleh perawat dengan melibatkan pasien untuk membahas & melaksanakan
asuhan keperawatan, yang dilakukan oleh Perawat Primer dan atau konsuler, kepala ruang,
dan Perawat pelaksana, serta melibatkan seluruh anggota tim.
Ronde keperawatan merupakan suatu metode pembelajaran klinik yang
memungkinkan
peserta didik mentransfer dan mengaplikasikan pengetahuan teoritis ke dalam peraktik
keperawatan secara langsung.

2.2. Karakteristik ronde keperawatan


Ronde keperawatan mempunyai beberapa karakteristik sebagai berikut ini:
a. Klien dilibatkan secara langsung
b. Klien merupakan fokus kegiatan
c. Perawat aosiaet, perawat primer dan konsuler melakukan diskusi bersama
d. Kosuler memfasilitasi kreatifitas
e. Konsuler membantu mengembangkan kemampuan perawat asosiet, perawat
f. Primer untuk meningkatkan kemampuan dalam mengatasi masalah.

2.3. Tujuan Ronde Keperawatan


Tujuan dari pelaksanaan ronde keperawatan terbagi menjadi 2 yaitu: tujuan bagi
perawat dan tujuan bagi pasien. Tujuan ronde keperawatan bagi perawat menurut Armola et
al. (2010) adalah:
a. Melihat kemampuan staf dalam managemen pasien
b. Mendukung pengembangan profesional dan peluang pertumbuhan
c. Meningkatkan pengetahuan perawat dengan menyajikan dalam format studi kasus
d. Menyediakan kesempatan pada staf perawat untuk belajar meningkatkan penilaian
         keterampilan klinis
e. Membangun kerjasama dan rasa hormat, serta
f. Meningkatkan retensi perawat berpengalaman dan mempromosikan kebanggaan
dalam profesi keperawatan
Ronde keperawatan selain berguna bagi perawat juga berguna bagi pasien. Hal ini
dijelaskan oleh Clement (2011) mengenai tujuan pelaksanaan ronde keperawatan bagi
pasien,
yaitu:
a. Untuk mengamati kondisi fisik dan mental pasien dan kemajuan hari ke hari
b. Untuk mengamati pekerjaan staff
c. Untuk membuat pengamatan khusus bagi pasien dan memberikan laporan kepada
dokter mengenai, missal: luka, drainasi,perdarahan, dsb.
d. Untuk memperkenalkan pasien ke petugas dan sebaliknya
e. Untuk melaksanakan rencana yang dibuat untuk perawatan pasien
f. Untuk mengevaluasi hasil pengobatan dan kepuasan pasien
g. Untuk memastikan bahwa langkah-langkah keamanan yang diberikan kepada
Pasien
h. Untuk memeriksakan kondisi pasien sehingga dapat dicegah, sepertiulcus
decubitus, foot drop, dsb
i. Untuk membandingkan manifestasi klinis penyakit pada pasien sehingga perawat
memperoleh wawasan yang lebih baik
j. Untuk memodifikasi tindakan keperawatan yang diberikan

2.4. Manfaat Ronde Keperawatan


Banyak manfaat dengan dilakukannya ronde keperawatan oleh perawat,
diantaranya:
a. Ronde keperawatan dapat meningkatkan keterampilan dan pengetahuan pada
perawat.
Clement (2011) menyebutkan manfaat ronde keperawatan adalah membantu
mengembangkan keterampilan keperawatan, selain itu menurut Wolak et al. (2008)
dengan adanya ronede keperawatan akan menguji pengetahuan perawat.
Peningkatan ini bukan hanya keterampilan dan pengetahuan keperawatan saja,
tetapi juga peningkatan secara menyeluruh. Hal ini dijelaskan oleh Wolak et al.
(2008) peninkatan kemampuan perawat bukan hanya keterampilan keperawatan
tetapi juga memberikan kesempatan pada perawat untuk tumbuh dan berkembang
secara profisonal.
b. Melalui kegiatan ronde keperwatan, perawat dapat mengevaluasi kegiatan yang telah
diberikan pada pasien berhasil atau tidak. Clement (2011) melalui ronde
keperawatan, evaluasi kegiatan,rintangan yang dihadapi oelh perawat atau
keberhasilan dalam asuhan keperawatan dapat dinilai. Hal ini juga ditegaskan oleh
O’connor (2006) pasien sebagai alat untuk menggambarkan parameter penilaian
atau teknik intervensi.
c. Ronde keperawatan merupakan sarana belajar bagi perawat dan mahasiswa
perawat.
Ronde keperawatan merupakan studi percontohan yang menyediakan sarana untuk
menilai pelaksanaan keperawatan yang dilakukan oleh perawat (Wolak et al, 2008).
Sedangkan bagi mahasiswa perawat dengan ronde keperawatan akan mendapat
pengalaman secara nyata dilapangan (Clement, 2011).
d. Manfaat ronde keperawatan yang lain adalah membanu mengorientasikan perawat
baru pada pasien. Banyak perawat yang baru masuk tidak mengetahui mengenai
pasien yang dirawat di ruangan. Dengan ronde keperawatan hal ini bisa dicegah,
ronde keperwatan membantu mengorientasikan perawat baru pada pasien (Clement,
2011).
e. Ronde keperawatan juga meningkatkan kepuasan pasien. Penelitian Febriana (2009)
ronde keperwatan meningkatkan kepuasan pasien lima kali dibanding tidak lakukan
ronde keperawatan. Chaboyer et al. (2009) dengan tindakan ronde keperawatan
menurunkan angka insiden pada pasien yang dirawat.

2.5. Tipe-tipe Ronde


Berbagai macam tipe ronde keperawatan dikenal dalam studi kepustakaan.
Diantaranya
adalah menurut Close dan Castledine (2005) ada empat tipe ronde yaitu matrons’
rounds, nurse nmanagement rounds, patient comfort rounds dan teaching nurse.
a. Matron nurse menurut Close dan Castledine (2005) seorang perawat berkeliling ke
ruangan-ruangan, menanyakan kondisi pasien sesuai jadwal rondenya. Yang
dilakukan perawat ronde ini adalah memeriksa standart pelayanan, kebersihan dan
kerapihan, dan menilai penampilan dan kemajuan perawat dalam memberikan
pelayanan pada pasien.
b. Nurse management rounds menurut Close dan Castledine (2005) ronde ini adalah
ronde manajerial yang melihat pada rencana pengobatan dan implementasi pada
sekelompok pasien. Untuk melihat prioritas tindakan yang telah dilakukan serta
melibatkan pasien dan keluarga pada proses interaksi. Pada ronde ini tidak terjadi
proses pembelajaran antara perawat dan head nurse.
c. Patient comport nurse menurut Close dan Castledine (2005) ronde disini berfokus
pada kebutuhan utama yang diperlukan pasien di rumah sakit. Fungsi perawat dalam
ronde ini adalah memenuhi semua kebutuhan pasien. Misalnya ketika ronde
dilakukan dimalam hari, perawat menyiapkan tempat tidur untuk pasien tidur.

d. Teaching rounds menurut Close dan Castledine (2005) dilakukan antara teacher
nurse dengan perawat atau mahasiswa perawat, dimana terjadi proses
pembelajaran. Teknik ronde ini biasa dilakukan oleh perawat atau mahasiswa
perawat. Dengan pembelajaran langsung. Perawat atau mahasiswa dapat langsung
mengaplikasikan ilmu yang didapat
langsung pada pasien.

2.6. TAHAPAN RONDE KEPERAWATAN


Ramani (2003), tahapan ronde keperawatan adalah :
1 Pre-rounds, meliputi: preparation (persiapan), planning (perencanaan), orientation
(orientasi).
2. Rounds,meliputi: introduction (pendahuluan), interaction(interaksi), observation
(pengamatan), instruction (pengajaran),summarizing (kesimpulan).
3. Postrounds, meliputi:debriefing(tanyajawab), feedback (saran),reflection (refleksi),
preparation (persiapan).
Langkah-langkah Ronde Keperawatan adalah sebagai berikut:
1. Persiapan
a. Penetapan kasus minimal 1 hari sebelum waktu pelaksanaan ronde.
b. Menentuka tim ronde.
c. Membuat proposal dan menentukan literature.
d. Pemberian inform consent kepada klien/ keluarga.
e. Diskusi pelaksanaan.
2. Pelaksanaan
a. Salam pembuka dan memperkenalkan anggota tim ronde (karu)
b. Memberikan salam, memperkenalkan pasien dan keluarga kepada tim ronde,
menjelasan tentang klien oleh perawat primer dalam hal ini penjelasan difokuskan
pada masalah keperawatan dan rencana tindakan yang akan/ telah dilaksanakan
dan memilih prioritas yang perlu didiskusikan.
c. Mencocokan dan menjelaskan kembali data yang telah di sampaikan (karu, PP,
perawat konselor)
d. Diskusikan antar anggota tim tentang kasus tersebut (karu, PP, perawat konselor)
e. Pemberian justifikasi oleh perawat primer/ perawat konselor/ kepala ruangan
tentang masalah klien serta tindakan yang akan dilakukan.
f. Tindakan keperawatan pada masalah prioritas yang telah dan yang akan ditetapkan
(karu)
3. Pasca Ronde
a. Mendiskusikan hasil temuan dan tindakan pada klien tersebut serta menetapkan
tindakan yang perlu dilakukan.
b. Penutup (karu, supervisor, perawat konselor, pembimbing)

2.7. HAL YANG DIPERSIAPKAN DALAM RONDE KEPERAWATAN


Supaya ronde keperawatan yang dilakukan berhasil, maka bisa dilakukan persiapan
sebagai berikut:
a. Menentukan kasus dan topik (masalah yang tidak teratasi dan masalah yang
langka).
b. Menentukan tim ronde keperawatan.
c. Mencari sumber atau literatur.
d. Membuat proposal.
e. Mempersiapkan klien : informed consent dan pengkajian.
f. Diskusi : apa diagnosis keperawatan ?; Apa data yang mendukung ?; Bagaimana
intervensi yang sudah dilakukan?; Apa hambatan yang ditemukan selama
perawatan?

2.8. KOMPONEN TERLIBAT DALAM RONDE KEPERAWATAN


Komponen yang terlibat dalam kegiatan ronde keperawatan ini adalah perawat
primer dan perawat konselor, kepala ruangan, perawat associate, yang perlu juga
melibatkan seluruh
anggota tim kesehatan lainnya.
a) Peran Ketua Tim dan Anggota Tim
1. Menjelaskan keadaan dan data demografi klien.
2. Menjelaskan masalah keperawata utama.
3. Menjelaskan intervensi yang belum dan yang akan dilakukan.
4. Menjelaskan tindakan selanjutnya.
5. Menjelaskan alasan ilmiah tindakan yang akan diambil.
b) Peran Ketua Tim Lain dan/Konselor
Perawat primer (ketua tim) dan perawat asosiet (anggota tim)
Dalam menjalankan pekerjaannya perlu adanya sebuah peranan yang bisa untuk
memaksimalkan keberhasilan yang bisa disebutkan antara lain :
1. Menjelaskan keadaan dan ada demografi klien
2. Menjelaskan masalah keperawatan utama
3. Menjelaskan intervensi yang belum dan yang akan dilakukan
4. Menjelaskan tindakan selanjtunya
5. Menjelaskan alasan ilmiah tindakan yang akan diambil
Peran perawat primer (ketua tim) lain dan atau konsuler
1. Memberikan justifikasi
2. Memberikan reinforcement
3. Menilai kebenaran dari suatu masalah, intervensi keperawatan serta tindakan yang
rasional
4. Mengarahkan dan koreksi
5. Mengintegrasikan teori dan konsep yang telah dipelajari
Selain perawat, pasien juga dilibatkan dalam kegiatan ronde keperawatan ini untuk
membahas dan melaksanakan asuhan keperawatan.

2.9. Kriteria Pasien


Pasien yang dipilih untuk yang dilakukan ronde keperawatan adalah pasien yang
memiliki kriteria sebagai berikut :
1. Mempunyai masalah keperawatan yang belum teratasi meskipun sudah
dilakukan tindakan keperawatan
2. Pasien dengan kasus baru atau langka
BAB 3
SATUAN ACARA RONDE KEPERAWATAN

Topik : Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Diagnosis Medis DM+ Ulkus,
CVA
Sasaran : Pasien Tn N /55 tahun (1-12-1963)
Hari/tangga l : Rabu, 31 Oktober 2018
Waktu : 60 menit (Pukul 10.00 s.d 11.00 WIB)

I. Tujuan:
1. Tujuan Umum
Menyelesaikan masalah pasien yang belum teratasi, yaitu gangguan integritas kulit
2. Tujuan Khusus:
a. Menjustifikasi masalah yang belum teratasi;
b. Mendiskusikan penyelesaian masalah dengan perawat primer, tim kesehatan lain;
c. Menemukan alasan ilmiah terhadap masalah pasien;
d. Merumuskan intervensi keperawatan yang tepat sesuai masalah pasien.

II. Sasaran
PasienTn N umur 55 tahun yang dirawat di Bed 3 Ruang Merpati RSUB

III. Materi
1. Teori asuhan keperawatan pasien dengan DM+Ulkus, CVA
A.    Definisi
1.      Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes
melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
kedua-duanya.
2.      Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit kronis yang membutuhkan
perawatan medis berkelanjutan pada pasien sehingga dibutuhkan pengelolaan
diri, pendidikan dan dukungan untuk mencegah komplikasi akut dan untuk
mengurangi risiko komplikasi jangka panjang (ADA, 2012) Diabetes Mellitus (DM)
adalah penyakit kronis yang membutuhkan perawatan medis berkelanjutan pada
pasien sehingga dibutuhkan pengelolaan diri, pendidikan dan dukungan untuk
mencegah komplikasi akut dan untuk mengurangi risiko komplikasi jangka
panjang (ADA, 2012).
3. Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau
mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis
atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan
volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah
penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau
penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009).
4. Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis defisiensi atau resistensi
insulin absolute atau relative yang ditandai dengan gangguan metabolism
karbohidrat,protein,lemak (Billota,2012). Sedangkan menurut Arisman dan
soegondo Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang yang di sebabkan adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat
kekurangan insulin baik absolute maupun relative (Arisman dan soegondo,2009)
B. Etiologi
Penyebab diabetes melitus belum diketahui pasti tapi umumnya diketahui
kekurangan insulin adalah penyebab utama dan faktor herediter memegang
peranan. Diabetes mellitus dapat dibedakan atas dua yaitu :
1.      Diabetes type I (Insulin Depedent Diabetes Melitus/IDDM ) tergantung
insulin dapat disebabkan karena faktor genetik, imunologi dan mungkin
lingkungan misalnya infeksi virus.
a.       Faktor genetik, penderita diabetes tidak mewarisi diabetes type 1 itu sendiri
tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik kearah terjadinya
diabetes type 1.
b.      Faktor immunologi, pada diabetes type 1 terdapat bukti adanya suatu
proses respon autoimun.
c.       Faktor lingkungan, virus ataau vaksin menurut hasil penelitian dapat
memicu destruksi sel beta atau dapat memicu proses autoimun yang dapat
menimbulkan destruksi sel beta.
2.      Diabetes type II (Non Insulin Depedent Diabetes Melitus /NIDDM) yaitu
tidak tergantung insulin. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan penting
dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Menurut Kwinahyu (2011) ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan
diabetes melitus, yaitu :
1.    Pola Makan
Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang dibutuhkan oleh
tubuh dapat memacu timbulnya diabetes melitus. Hal ini disebabkan jumlah/kadar
insulin oleh sel β pankreas mempunyai kapasitas maksimum untuk disekresikan.
Oleh karena itu, mengonsumsi makanan secara berlebihan dan tidak diimbangi
oleh sekresi insulin dalam jumlah memadai dapat menyebabkan kadar gula
dalam darah meningkat dan meyebabkan diabetes melitus.
2.    Obesitas
Orang yang gemuk dengan berat badan melebihi 90 kg mempunyai
kecenderungan yang lebih besar untuk terserang diabetes melitus dibanding
dengan orang yang tidak gemuk.
3.    Faktor genetik
Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab diabetes melitus orang tua. Biasanya,
seseorang yang menderita diabetes melitus mempunyai anggota keluarga yang
juga terkena. Jika kedua orang tua menderita diabetes, insiden diabetes pada
anak-anaknya meningkat, tergantung pada umur berapa orang tua menderita
diabetes. Risiko terbesar bagi anak-anak terserang diabetes terjadi jika salah
satu atau kedua orang tua mengalami penyakit ini sebelum berumur 40 tahun.
Riwayat keluarga pada kakek dan nenek kurang berpengaruh secara signifikan
terhadap cucunya.
4.    Bahan-bahan kimia dan obat-obatan
Bahan kimia tertentu dapat mengiritasi pankreas yang menyebabkan radang
pankreas. Peradangan pada pankreas dapat menyebabkan pankreas tidak
berfungsi secara optimal dalam mensekresikan hormon yang diperlukan unuk
metabolisme dalam tubuh, termasuk hormon insulin.
5.    Penyakit dan infeksi pada pankreas
Mikroorganisme seperti bakteri dan virus dapat menginfeksi pankreas sehingga
menimbulkan radang pankreas. Hal itu menyebabkan sel β pada pankreas tidak
bekerja optimal dalam mensekresi insulin. Beberapa penyakit tertentu, seperti
kolesterol tinggi dan dislipidemia dapat meningkatkan risiko terkena diabetes
melitus.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,
diantaranya adalah:
a.       Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
tahun)
b.      Obesitas
c.       Riwayat keluarga
d.      Kelompok etnik
c.    Klasifikasi
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2011, klasifikasi Diabetes
Melitus adalah sbb:
1.        Diabetes Melitus tipe 1
DM tipe 1 sering dikatakan sebagai diabetes “Juvenile onset” atau “Insulin
dependent” atau “Ketosis prone”, karena tanpa insulin dapat terjadi kematian
dalam beberapa hari yang disebabkan ketoasidosis. Istilah “juvenile
onset” sendiri diberikan karena onset DM tipe 1 dapat terjadi mulai dari usia 4
tahun dan memuncak pada usia 11-13 tahun, selain itu dapat juga terjadi pada
akhir usia 30 atau menjelang 40.
Karakteristik dari DM tipe 1 adalah insulin yang beredar di sirkulasi sangat
rendah, kadar glukagon plasma yang meningkat, dan sel beta pankreas gagal
berespons terhadap stimulus yang semestinya meningkatkan sekresi insulin. DM
tipe 1 sekarang banyak dianggap sebagai penyakit autoimun. Kelainan autoimun
ini diduga ada kaitannya dengan agen infeksius/lingkungan, di mana sistem imun
pada orang dengan kecenderungan genetik tertentu, menyerang molekul sel beta
pankreas yang ‘menyerupai’ protein virus sehingga terjadi destruksi sel beta dan
defisiensi insulin. Faktor-faktor yang diduga berperan memicu serangan terhadap
sel beta, antara lain virus (mumps, rubella, coxsackie), toksin kimia, sitotoksin,
dan konsumsi susu sapi pada masa bayi.
Selain akibat autoimun, sebagaian kecil DM tipe 1 terjadi akibat proses yang
idiopatik. Tidak ditemukan antibodi sel beta atau aktivitas HLA. DM tipe 1 yang
bersifat idiopatik ini, sering terjadi akibat faktor keturunan, misalnya pada ras
tertentu Afrika dan Asia.
2.        Diabetes Melitus tipe 2
Diabetes mellitus tipe II disebabkan oleh faktor keturunan dan juga gaya hidup
yang kurang sehat. Hampir seluruh penderita diabetes menderita tipe kedua ini.
Meskipun mengenai dihampir semua penderita diabetes, gejalanya sangatlah
lambat. Sehingga perkembangan penyakit ini membutuhkan waktu bertahun-
tahun. Kerja insulin di dalam tubuh tidak lagi efektif meskipun tidak perlu ada
suntikan insulin dari luar untuk membantu menjalani hidupnya. Tidak seperti pada
DM tipe 1, DM tipe 2 tidak memiliki hubungan dengan aktivitas HLA, virus atau
autoimunitas dan biasanya pasien mempunyai sel beta yang masih berfungsi
(walau terkadang memerlukan insulin eksogen tetapi tidak bergantung seumur
hidup). DM tipe 2  ini bervariasi mulai dari yang predominan resistensi insulin
disertai defisiensi insulin relatif, sampai yang predominan gangguan sekresi
insulin bersama resistensi insulin.
Pada DM tipe 2 resistensi insulin terjadi pada otot, lemak dan hati serta terdapat
respons yang inadekuat pada sel beta pankreas. Terjadi peningkatan kadar asam
lemak bebas di plasma, penurunan transpor glukosa di otot, peningkatan
produksi glukosa hati dan peningkatan lipolisis.
Defek yang terjadi pada DM tipe 2 disebabkan oleh gaya hidup  yang
diabetogenik (asupan kalori  yang berlebihan, aktivitas fisik yang rendah,
obesitas) ditambah kecenderungan secara genetik.  Nilai BMI yang dapat
memicu terjadinya DM tipe 2 adalah berbeda-beda untuk setiap ras.
3.        Diabetes Kehamilan/gestasional
Diabetes kehamilan didefinisikan sebagai intoleransi glukosa dengan onset pada
waktu kehamilan. Diabetes jenis ini merupakan komplikasi pada sekitar 1-14%
kehamilan. Biasanya toleransi glukosa akan kembali normal pada trimester
ketiga.
D.    Patofisiologi
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa di dalam darah
tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara
cukup. Sehingga mengakibatkan hiperglikemia. Glukosa secara normal
bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk di hati dari
makanan yang dikonsumsi. Insulin merupakan hormon yang diproduksi pankreas
dan mengendalikan kadar glukosadalam darah dengan mengatur produksi dan
penyimpanannya. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan
sel sehingga terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam
sel Adanya resistensi insulin pada diabetestipe II disertai dengan penurunan
reaksi intrasel membuat insulin tidak efektif dalam menstimulasi pengambilan
glukosa oleh jaringan (Kwinahyu, 2011).
Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh. Pasien – pasien yang mengalami
defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang
normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yng parah yang
melebihi ambang ginjal normal (konsentrasi glukosa darah sebesar 160 – 180
mg/100 ml), akan timbul glikosuria karena tubulus – tubulus renalis tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis
osmotik yang menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potasium,
dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat
glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan mengalami keseimbangan
protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat
yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat
telah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein
tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi.
Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan
membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan
terjadinya gangrene
PATHWAY

DM TIPE DM
1 TIPE II

Idiopatik,usia,genetik, dll
Reaksi

Jumlah sel
Sel β pancreas Defisiens pancreas menurun
hancur insulin

Katabolisme
protein meningkat
Hiperglikemia Liposis

Pembatasan Penurunan BB
Fleksibilats
darah merah

Intake Resiko
Pelepasan O2 tidak Nutrisi
adekuat kurang

Hipoksia
Poliuria Deficit Volume
cairan
Nyeri
IV.
Perfusi
Jaringan
Perifer Tidak
Efektif

E.     Manifestasi Klinis
Menurut Kwinahyu (2011) manifestasi klinik dapat digolongkn menjadi gejala akut
dan gejala kronik
1.    Gejala Akut
Gejala penyakit DM ini dari satu penderita ke penderita lainnya tidaklah sama ;
dan gejala yang disebutkan di sini adalah gejala yang umum tibul dengan tidak
mengurangi kemungkinan adanya variasi gejala lain, bahkan ada penderita
diabetes yang tidak menunjukkan gejala apa pun sampai pada saat tertentu.
Pada permulaan gejala ditunjukkan meliputi tiga serba banyak, yaitu :
a.    Banyak makan ( polifagia )
b.    Banyak minum ( polidipsia )
c.    Banyak kencing ( poliuria )
Bila keadaan tersebut tidak cepat diobati, lama-kelamaan mulai timbul gejala
yang disebabkan kurangnya insulin. Jadi, bukan 3P lagi melainkan hanya 2P saja
(polidipsia dan poliuria ) dan beberapa keluhan lain seperti nafsu makan mulai
berkurang, bhkan kadang-kadang timbul rasa mual jika kadar glukosa darah
melebihi 500 mg/ dl, disertai :
a.    Banyak minum
b.    Banyak kencing
c.    Berat badan turun dengan cepat  ( bisa 5- 10 kg dalam waktu 2-4 minggu.
d.   Mudah lelah
e.    Bila tidak lekas diobati akan timbul rasa mual, bahkan penderita akan jatuh
koma ( tidak sadarkan diri ) dan di sebut koma diabetik.
2.    Gejala Kronik
     Kadang-kadang penderita DM tidak menunjukkan gejala sesudah beberapa
bulan atau beberapa tahun mengidap penyakit DM. Gejala ini di sebut gejala
kronik atau menahun. Gejala kronik yang sering timbul adalah seorang penderita
dapat mengalami beberapa gejala, yaitu :
a.    Kesemutan
b.    Kulit terasa panas atau seperti tertusuk-tusuk jarum.
c.    Rasa tebal di kulit sehingga kalau berjalan seperti di atas bantal atau kasur.
d.   Kram
e.    Mudah mengantuk.
F.     Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Tarwoto (2012), untuk menentukan penyakit DM, di samping  di kaji ng
dan gejala yang dialami pasien juga yang penting adalah di lakukan tes
diagnostik diantarannya:
1.        Pemeriksaan gula dara puasa atau fasting Blood sugar (FBS)
Tujuan : Menentukan jumlah glukosa darah pada saat   puasa
Pembatasaan   : Tidak makan selama 12 jam sebelum tes biasanya jam  08.00
pagi sampai jam  12.00, minum boleh
Prosedur          : Darah diambil dari vena dan kirim ke laboratorium
Hasil                : Normal : 80-120 mg/ 100 ml serum
Abnormal        : 140 mg/100 ml atau lebih
2.        Pemeriksaan gula darah postprandial
Tujuan             : Menentukan gula darah setelah makan
Pembatasaan   : Tidak ada
Prosedur         : pasien diberi makan kira-kira 100 gr karbohidrat, dua jam
kemudian di ambil darah venanya
Hasil                 : Normal (kurang dari 20 mg/100 ml serum)
Abnormal         : lebih dari 120 mg/100 ml atau lebih, indikasi   DM.
3.        Pemeriksaan toleransi glukosa oral/oral glukosa tolerance tes (TTGO)
Tujuan               : Menentukan toleransi terhadap respons pemberian
                          glukosa
Pembatasan        : Pasien tidak makan 12 jam seblum tes dan selama test, boleh
minum air putih, tidak merokok, ngopi atau minum the selama pemeriksaan
(untuk mengukur respon tubuh terhadap karbohidrat), sedikit aktivitas, kurangi
sters (keadaan banyak aktivitas dan stress menstimulasi epinephrine dan kortisol
dan berpengaruh terhadap peningkatan gula darah melalui peningkatan
glukoneogenesis).
Prosedur          : Pasien di beri makan tinggi karbohidrat selama 3 hari
sebelum   tes. Kemuadian puasa selama 12 jam, ambil darah puasa dan urin
untuk pemeriksaaan. Berikan 100 gr glukosa ditambah juice lemon melalui
mulut,periksaa darah dan urine ½, 1,2,3,4, dan 5 jam setelah pemberian glukosa.
Hasil      : Normal puncaknya jam pertama setelah pemberian 140 mg/dl dan
kembali normal 2 atau 3 jam kemudian.
Abnormal : Peningkatan glukosa pada jam pertama tidak kembali setelah 2 atau
3 jam, urine positif glukosa
4.        Pemeriksaan glukosa urine
Pemeriksaan ini kurang akurat karena hasil pemeriksaan ini banyak dipengaruhi
oleh berbagai hal misalnya karena obat-obatan seperti aspirin, vitamin C dan
beberapa antibiotik, adanya kelainan ginjal pada lansia dimana ambang ginjal
meningkat. Adanya glukosuria menunjukkan bahwa ambang ginjal terhadap
glukosa  terganggu.
5.        Pemeriksaan ketone urin
Badan ketone merupakan produk sampingan proses pemecahan lemak, dan
senyawa ini akan menumpuk pada darah dan urine. Jumlah keton yang besar
pada urin akan merubah preaksi pada stirip menjadi keunguan. Adanya ketonuria
menunjukkan adanya ketoasidosis
6.        Pemeriksaan kolesterol dan kadar serum trigliserida, dapat meningkat
karena ketidakadekuatan kontrol glikemik
7.        Pemeriksaan hemoglobin glikat (HbA1c)
Pemeriksaan lain untuk memantau rata-rata kadar glukosa darah adalah
glykosytaled hemoglobin ( HbA1c). tes ini mengukur protensis glukosa yang
melekat pada hemoglobim. Pemeriksaan ini menunjukkan kadar glukosa rata-rata
selama 120 hari sebelumnya, sesuai dengan usia eritrosit. HbA1c digunakan
untuk mengkaji kontrol glukosa jangka panjang, sehingga dapat memprediksi
risiko komplikasi. Hasil HbA1c tidak berubah karna pengaruh kebiasaan makan
sehari sebelum test. Pemeriksaan HbA1c dilakukan diagnosis dan pada inteval
tertentu untul mengevaluasi penatalaksanaan DM, direkomendasikan dilakukan 2
kali dalam sethaun bagi pasien DM. kadar yang direkomendasikan oleh ADA <
7% (ADA 2003 dalam black dan hawks, 2005 : ignativicius dan workman, 2006).
Menurut Newsroom (2009) seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes
Melitus apabila menderita dua dari tiga gejala yaitu:
a.       Keluhan TRIAS: Kencing yang berlebihan ( Poliuri ), Rasa haus yang
berlebihan ( Polidipsi ), Rasa lapar berlebihan ( Polifagia ) dan Penurunan berat
badan.
b.      Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl.
c.       Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl.

F.    Komplikasi
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM (Diabetes Melitus) digolongkan
sebagai akut dan kronik (Mansjoer dkk, 2007)
1.    Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek
dari glukosa darah
a.    HIPOGLIKEMIA/ KOMA HIPOGLIKEMIA
Hipoglikemik adalah kadar gula darah yang rendah. Kadar gula darah yang
normal 60-100 mg% yang bergantung pada berbagai keadaan. Salah satu bentuk
dari kegawatan hipoglikemik adalah koma hipoglikemik. Pada kasus spoor atau
koma yang tidak diketahui sebabnya maka harus dicurigai sebagai suatu
hipoglikemik dan merupakan alasan untuk pembarian glukosa. Koma
hipoglikemik biasanya disebabkan oleh overdosis insulin. Selain itu dapat pula
disebabkan oleh karana terlambat makan atau olahraga yang berlebih.
Diagnosa dibuat dari tanda klinis dengan gejala hipoglikemik terjadi bila kadar
gula darah dibawah 50 mg% atau 40 mg% pada pemeriksaaan darah jari.
-Penatalaksanaan kegawat daruratan:
§  Pengatasan hipoglikemi dapat diberikan bolus glukosa 40% dan biasanya
kembali sadar pada pasien dengan tipe 1.
§  Tiap keadaan hipoglikemia harus diberikan 50 cc D50 W dalam waktu 3-5
menit dan nilai status pasien dilanjutkan dengan D5 W atau D10 W bergantung
pada tingkat hipoglikemia
§  Pada hipoglikemik yang disebabkan oleh pemberian long-acting insulin dan
pemberian diabetic oral maka diperlukan infuse yang berkelanjutan.
§  Hipoglikemi yang disebabkan oleh kegagalan glikoneogenesis yang terjadi
pada penyakit hati, ginjal, dan jantung maka harus diatasi factor penyebab
kegagalan ketiga organ ini.
b.    SINDROM HIPERGLIKEMIK HIPEROSMOLAR NON KETOTIK
(HHNC/ HONK).
HONK adalah keadaan hiperglikemi dan hiperosmoliti tanpa terdapatnya ketosis.
Konsentrasi gula darah lebih dari 600 mg bahkan sampai 2000, tidak terdapat
aseton, osmolitas darah tinggi melewati 350 mOsm perkilogram, tidak terdapat
asidosis dan fungsi ginjal pada umumnya terganggu dimana BUN banding
kreatinin lebih dari 30 : 1, elektrolit natrium berkisar antara 100 – 150 mEq per
liter kalium bervariasi.
Penatalaksanan kegawat daruratan:
Terapi sama dengan KAD (Ketoasidosis Diabetic) dengan skema
IV Cairan
1 sampai 12 jam NaCl 0,9% bila natrium 130 mEq/liter atau osmolitas plasma 330
mOsm/liter
NaCl 0.45% bila diatas 145 mEq/liter

Dibutuhkan 8 sampai 12 liter dari cairan selama 24 jam


menggantikan air yang hilang selama 12 jam

Bila gula darah 250 sampai 300 mg/dl berikan 5% dekstrose


Insulin
Permulaan Jam IV bolus 0.15 unit/kg RI
berikutnya 5 sampai 7 unit/jam RI
Elektrolit
Permulaan Bila serum K+ lebih besar dari 3.5
mEq/liter berikan 40 mEq/liter secara secara intravena untuk
mempertahankan kadar cairan setengahdari KCl dan setengah dari
KPO4
Jam kedua dan Bila jumlah urin cukup dan serum kalsium kurang dari 5.5 mEq/liter,
jam berikutnya berikan 20-30 mEq/liter K+

Untuk mengatasi dehidrasi diberikan cairan 2 jam pertama 1 - 2 liter NaCl 0,2 %.
Sesudah inisial ini diberikan 6 – 8 liter per 12 jam. Untuk mengatasi hipokalemi
dapat diberikan kalium. Insulin lebih sensitive dibandingkan ketoasidosis diabetic
dan harus dicegah kemungkinan hipoglikemi. Oleh karena itu, harus dimonitoring
dengan hati – hati yang diberikan adalah insulin regular, tidak ada standar
tertentu, hanya dapat diberikan 1 – 5 unit per jam dan bergantung pada reaksi.
Pengobatan tidak hanya dengan insulin saja akan tetapi diberikan infuse untuk
menyeimbangkan pemberian cairan dari ekstraseluler keintraseluler.
c.    KETOASIDOSIS DIABETIC (KAD)
Pengertian:
DM Ketoasidosis adalah komplikasi akut diabetes mellitus yang ditandai dengan
dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis.
Etiologi:
Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya  jumlah insulin yang nyata, yang dapat
disebabkan oleh :
1)   Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi
2)   Keadaan sakit atau infeksi
3)   Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak
diobati.
Patofisiologi:
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan
berkurang juga. disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali.
Kedua faktor ini akan menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya untuk
menghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan
mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium dan
kalium). Diurisis osmotik yang ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuri) akan
menyebabkan dehidrasi dan kehilangna elektrolit. Penderita ketoasidosis diabetik
yang berat dapat kehilangan kira-kira 6,5 L air dan sampai 400 hingga 500 mEq
natrium, kalium serta klorida selam periode waktu 24 jam.
Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi
asam-asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi
badan keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan keton
yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara normal akan
mencegah timbulnya keadaan tersebut. Badan keton bersifat asam, dan bila
bertumpuk dalam sirkulais darah, badan keton akan menimbulkan asidosis
metabolik.
Tanda dan Gejala:
Hiperglikemi pada ketoasidosis diabetik akan menimbulkan poliuri dan polidipsi
(peningktan rasa haus). Disamping itu pasien dapat mengalami penglihatan yang
kabur, kelemahan dan sakit kepala. Pasien dengan penurunann volume
intravaskuler yang nyata mungkin akan menderita hipotensi ortostatik (penurunan
tekanan darah sistolik sebesar 20 mmHg atau lebih pada saat berdiri).
Penurunan volume dapat menimbulkan hipotensi yang nyata disertai denyut nadi
lemah dan cepat.
Ketosisis dan asidosis  yang merupakan ciri khas diabetes ketoasidosis
menimbulkan gejala gastrointestinal seperti anoreksia, mual, muntah dan nyeri
abdomen. Nyeri abdomen dan gejala-gejala fisik pada pemeriksaan dapat begitu
berat sehingga tampaknya terjadi sesuatu proses intrabdominal yang
memerlukan tindakan pembedahan. Nafas pasien mungkin berbau aseton (bau
manis seperti buah) sebagai akibat dari meningkatnya kadar badan keton. Selain
itu hiperventilasi (didertai pernapasan yang sangat dalam tetapi tidak berat/sulit)
dapat terjadi. Pernapasan Kussmaul ini menggambarkan upaya tubuh untuk
mengurangi asidosis guna melawan efek dari pembentukan badan keton.
Perubahan status mental bervariasi antara pasien yang satu dan lainnya. Pasien
dapat sadar, mengantuk (letargik) atau koma, hal ini biasanya tergantung pada
osmolaritas plasma (konsentrasi partikel aktif-osmosis).
Pemeriksaan Penunjang
Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian pasien
mungkin memperlihatkan kadar guka darah yang lebih rendah dan sebagian
lainnya mungkin memeliki kadar sdampai setinggi 1000 mg/dl atau lebih (yang
biasanya bernagtung pada derajat dehidrasi)
·      Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan
dengan kadar glukosa darah.
·      Sebagian pasien dapat mengalami asidosi berat disertai kadar glukosa yang
berkisar dari 100 – 200 mg/dl, sementara sebagia lainnya mungkin tidak
memperlihatkan ketoasidosis diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya
mencapai 400-500 mg/dl.
Bukti adanya ketosidosis dicerminkan oleh kadar bikarbonat serum yang rendah (
0- 15 mEq/L)  dan pH yang rendah  (6,8-7,3). Tingkat pCO2 yang rendah ( 10- 30
mmHg) mencerminkan kompensasi respiratorik (pernapasan kussmaul) terhadap
asidosisi metabolik. Akumulasi badan keton (yang mencetuskan asidosis)
dicerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam darah dan urin.
Penatalaksanaan:
§  Rehidrasi
1.   Jam pertamaberi infuse 200 – 1000 cc/ jam dengan NaCl 0,9 % bergantung
pada tingkat dehidrasi
2.   Jam kedua dan jam berikutnya 200 – 1000 cc NaCl 0,45 % bergantung pada
tingkat dehidrasi
3.   12 jam pertama berikan dekstrosa 5 % bila kadar gula darah antara 200 –
300 mg/ 100 cc, ganti dengan dextrose 10 % bila kadar gula darah sampai 150
mg/ 100 cc.
§  Kehilangan elektrolit
Pemberian Kalium lewat infus harus dilakukan meskipun konsentrasi kalium
dalam plasma normal.

Elektrolit
Permulaan Bila serum K+ lebih besar dari 3.5
mEq/liter berikan 40 mEq/liter secara secara intravena
untuk mempertahankan kadar cairan setengahdari KCl
dan setengah dari KPO4
Jam kedua dan jam
berikutnya Bila jumlah urin cukup dan serum kalsium kurang dari 5.5
mEq/liter, berikan 20-30 mEq/liter K+

§  Insulin
Skema pemberian insulin adalah sebagai berikut:
2.      Komplikasi kronik
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.
1. Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi
koroner, vaskular perifer dan vaskular serebral.
2.  Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata
(retinopati) dan ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk
memperlambat atau menunda awitan baik komplikasi mikrovaskular
maupun makrovaskular.
3.  Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi
serta menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.
4.    Rentan infeksi, seperti tuberkulosis paru dan infeksi saluran kemih
5.    Ulkus/ gangren/ kaki diabetik

G.    Penatalaksanaan
Tujuan utama dari pengobatan adalah untuk mencoba menormalisasi aktivitas
insulin dan kadar gula darah untuk menurunkan perkembangan komlikasi
neuropati dan vaskular. Tujuan terapeutik dari masing-masing diabetes adalah
untuk mencapai kadar glukosa darah tanpa mengalami hipoglikemia dan tanpa
mengganggu aktivitas sehari-hari pasien dengan serius. Terdapat lima komponen
penatalaksanaan untuk diabetes, yaitu : diet, latihan, pemantauan, obat-obatan
dan penyuluhan (Tarwoto, 2012).
Menurut Tarwoto (2012) prinsip utama dalam penanganan pasien waktu sakit
yaitu :
1.    Pengobatan segera penyakit lain yang diderita pasien dengan diabetes
Pengoatan penyakit tidak berbeda dengan anak normal. Pasien sebaiknya
segera berobat karena mungkin memerlukan antibiotik atau terapi lainnya.
2.    Pemberian insulin
Insulin harus terus  diberikan dengan dosis biasa meskipun anak tidak makan.
Pada penderita diabetes yang sakit mungkin akan menimbulkan hiperglikemia
akibat glukoneogenesis atau glikolisis karena kerja  hormon anti insulin. Bila
kadar glukosa darah > 250 mg/dL, segera lakukan pemeriksaan keton darah. Bila
keton darah >1mmol/L  berarti dosis  insulin kurang dan  perlu  ditambah . Bila
kadar glukosa darah >250mg/dL dan keton darah <1 mmol/L, tidak perlu
ditambahan insulin dan periksa kembali glukosa  darah setelah 2 jam. Pemberian
insulin tambahan pada balita sebesar 1U dapat menurunkan glukosa darah rata-
rata 100 mg/dL, sedangkan pada anakn sekolah dan remaja dosis
tersebut  mungkin hanya menurunkan glukosa darah sebesar  30-50 mg/dL.
Penambahan dosis  insulin dapat juga dilakukan dengan memperhitungkan 5-
20% dari total dosis harian,tergantung situasi.
3.    Pemberian minum yang cukup
Apabila kadar glukosa darah tidak menurun dengan dosis  tambahan dosis
insulin, maka pemberian cairan untuk hidrasi tubuh pasien kemungkinan
kurang  adekuat. Berikan minum sebanyak mungkin kepada pasien. Bila glukosa
tetap tinggi, maka pada pasien masih akan  terjadi diuresis osmotik  yang
menyebabkan  kehilangan cairan. Adanya demam akan
meningkatkan  kebutuhan kesehatan pasien.
4.    Pasien harus istirahat
Anjurkan pasien agar beristirahat di rumah bila merasa tidak enak badan.
5.    Pemberian obat yang tidak mengandung gula
Penting untuk  tidak memberikan obat-obatan yang mengandung gula.
6.    Peralatan untuk mengantisipasi ‘sick-day management’ di rumah
Setiap keluarga sebaiknya dapat menyiapkan  peralatan yang diperlukan.
Misalnya insulin kerja cepat/penfill atau dalam flakon, strip test glukosa dan keton
darah , glukon-ketonmeter, jarum/lancet untuk mengambil kapiler darah, alkohol
70% , persendiaan permen, coklat, jus buah, limun rendah kalori atau soft
drink  rendah kalori  serta air mineral.
7.    Penyuluhan
Lingkungan  pasien DM tipe-1 amat penting. Kerabat pasien harus mengetahui
prinsip-prinsip menangani pasien DM tipe-1 yang sedang sakit. Insulin harus
tetap diberikan meskipun pasien DM tipe-1 yang  sedang sakit tidak mau makan
atau hanya mau makan sedikit. Glukosa darah pasien dapat meningkat selama
sakit karena glukoneogenesis. Muntah merupakan gejalah serius yang perlu
penangan segera. Adanya keton dalam urin atau darah yang disertai  kadar
glukosa darah yang tinggi merupakan tanda kurangnya kerja insulin, dan bila hal
ini tidak segera diatasi maka pasien akan jatuh ke dalam KAD yang mengancam
jiwa.
8.    Pemberian nutrisi
Bila pasien merasa mual dan tidak mau makan, maka dianjurkan untuk tetap
minum cairan berkalori.

Ada lima kategori obat hipoglikemik oral, yaitu:


a.    Sulfonilurea
1)   Secara  primer menstimulasi pelepasan insulin dari sel beta selama waktu
kerja farmakologis obat (4 sampai 24).
2)   Sulfonilurea sering berhasil jika digunakan secara tunggal.
3)   Efek samping meliputi penambahan berat badan
4)   Dikontraindikasikan pada defisiensi insulin (diabetes tipe 1), kehamilan dan
menyusui.

b.    Biguanida (metformin)
1)   Menurunkan glukosa darah dengan menurunkan absorpsi glukosa usus,
meningkatkan sensitivitas insulin dan ambilan glukosa perifer hepar.
2)   Tidak menyebabkan hipoglikemia.
3)   Keuntungan lain meliputi penurunan kadar kolesterol total, trigliserida, dan
LDL.
4)   Karena terkadang berefek samping kehilangan selera makan dan penurunan
berat badan, obat ini lebih disukai penanganan pasien obese.
5)   Efek samping meliputi gastrointestinal minor yang dapat dikontrol dengan
menurunkan dosis. Konsekuensi serius yang jarang terjadi adalah asidosis laktat,
ini biasanya muncul bila ada kontraindikasi seperti insufisiensi ginjal yang tidak
ketahuan.
6)   Dikontraindikasikan pada gangguan ginjal, kehamilan, dan ketergantungan
insulin, dan harus digunakan dengan hati-hati pada pasien hepar, jantung, atau
paru.
c.    Derivat asam benzoat (meglitinida, repaglinida)
1)   Secara struktur berbeda dari sulfonilurea, tetapi serupa dalam mekanisme
stimulasi sekresi insuli.
2)   Dirancang untuk meningkatkan sekresi insulin saat makan dan harus
diminum saat makan.
d.   Inhibitor alfa-glukosidase (acarbose, voglibose, miglitol)
1)   Mempunyai aksi memengaruhi enzim di dalam usus yang memecah gula
kompleks. Memperlambat kecepatan pencernaan polisakarida, mengakibatkan
keterbatasan absorpsi glukosa dari karbohidrat yang dikonsumsi. Tampaknya
memperbaiki kadar glukosa darah setelah makan dan menurunkan hemoglobin
terglikosilasi.
2)   Tidak menyebabkan hipoglikemia
3)   Efek samping berupa serupa degan intoleransi laktosa karena efek gula yang
tidak tercerna oleh bakteria kolon (diare, nyeri abdomen, flatus dan distensi
abdomen).
e.    Tiazolidinedion (rosiglitazon, pioglitazon)
1)   Meningkatkan sensitivitaas hepar dan menurunkan resistensi insulin.
2)   Efek sampingnya minimal dan meliputi retensi cairan dan kadang
peningkatan enzim fungsi hepar secara reversibel.
H.       Prognosis
           Sebagian besar dari pasien dengan diabetes tipe 2 meninggal dalam
waktusatu tahun dari infark, miokard akut (MI) (44,2% dari rata-
rata diabetes, 36, 9% wanita diabetes) dan sejumlah besar pasien
meninggal bahkan sebelum mereka mencapai rumah sakit. Sebuah studi terbaru
menunjukkan bahwa diabetesmenurun  harapan hidup seorang
individu dengan delapan tahun. Tingkat ketahanan hidup pada subyek diabetes
dengan penyakit arteri koroner yangangiographically terbukti mengalami
penurunan sebesar 30% dibandingkan dengan rekan-
rekan mereka nondiabetes (Ansari, 2012).
1. Masalah-masalah yang muncul pada pasien dengan DM+Ulkus, CVA serta intervensi
keperawatan pada pasien dengan DM+Ulkus, CVA khususnya pada masalah
keperawatan gangguan integritas kulit.

ANALISA DATA
Data Etiologi Masalah Keperawatan
Gangguan mobilitas fisik
DS: Penurunan kekuatan otot
Klien mengatakan sejak
terkena stroke tidak pernah
menggerakkan kaki dan
tangannya sampai tangan
dan kaki klien kaku

DO :
 Klien mengalami
kontraktur pada
kedua kaki
 Riwayat stroke
mulai januari 2017
 Aktifitas klien hanya
diatas tempat tidur
 Semua kegiatan
klien dibantu oleh
keluarga
 Kekuatan otot 4
pada ekstremi atas
dan 2 pada
ektremitas bawah
Penurunan insulin dalam Ketidakseimbangan nutrisi
DS: Keluarga Klien tubuh kurang dari kebutuhan
mengatakan klien hanya tubuh
bisa makan sedikit tapi Glukosa darah tidak dapat
sering dengan dibantu ditransfer ke jaringan
keluarga
DO
Starvasi (kelaparan sel)
 klien menghabiskan
¾ porsi makan

 keadaan umum Pemecahan lemak dan


klien lemah
protein di hati
 bising usus
10x/menit (normal)

 albumin 2,9 gr/dl Penurunan BB


(N=3,4- 5,4 gr/dl)

 Hb 10,2 gr/dl Menunjukkan nutrisi tubuh


 Ht 32% tidak adekuat

 BB 45 kg

 Diit rendah garam


1500 Kalori

 Turgor kulit kembali


kurang dari 2 detik

Kerusakan integritas
DS: Penurunan insulin tubuh jaringan
DO:

 Terdapat luka di Glukoda tidak dapat di


punggung
transfer ke jaringan
 Produksi cairan (+),
warna kuning,
merembes pada
balutan, bau (+) Peningkatan glukosa
darah
 warna dasar luka
merah (50 %),
kuning (50%).
Osmolaritas meningkat
 GDS 207 mg/dl

Nutrisi dan O2 tidak dapat


disuplai ke jaringan perifer

PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN


1.Kerusakan integritas jaringan b.d kerusakan mobilitas fisik
2.Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan untuk
memasukan atau mencerna nutrisi karena faktor biologis
3.Gangguan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot
V. Metode
Diskusi
VI. Media
1. Dokumen/status pasien.
2. Sarana diskusi: kertas, bulpen.
3. Materi yang disampaikan secara lisan.
VII. Kegiatan ronde keperawatan.

WAKTU TAHAP KEGIATAN PELAKSANA KEGIATANPASIE TEMP AT


N

1 hari PraRo PraRonde: PenanggungJ Ruangper


sebelu nde 1. Menentukankasusdant awab: awat
m opik
Ronde 2. Menentukantimrondek
eperawatan
3. Menentukan literature
4. Membuat proposal
5. Mempersiapkanpasien
denganpemberian
informed consent
6. Mempersiapkan
resume pasien

5 men it Ronde Pembukaan: KepalaRuang Ruangper


1. Salam Pembuka an awat
2. Memperkenalkantimro
nde
3. Menjelaskantujuanron
de
4. Mengenalkanmasalah
pasiensecarasepintas
30 Penyajianmasalah : Ketua Ruangper
menit 1. Memberisalamdanmem tim/perawat awat
perkenalkanpasiendank primer
eluargakepadatimronde penanggungja
2. Menjelaskanriwayatpen wabpasien
yakitdankeperawatanpa
sien
3. Menjelaskanmasalahpa
siendanrencanatindakan
yang
telahdilaksanakandanse
rtamenetapkanprioritas
yang perludidiskusikan
10 4.
Validasi data: Tim Ronde Menjawabsala KamarPa
menit 1. Mencocokkandanmcnjel mdanmendeng sien
askankembali data yang ar- kanperawat
telahdisampaikan
2. Diskusiantaranggotatim
danpasiententangmasal
ahkeperawatantersebut
3. Pemberianjustifikasioleh
ketuatimataukonselorata Memberikanres
ukepalaruangantentang pondanmenjaw
masalahpasiensertarenc abpertanyaan
anatindakan yang
akandilakukan

15 Pasca 1. Melanjutkandiskusidan Tim Ronde Ruangper


menit Ronde masukandaritim. awat
2. Menyimpulkanuntukmen
entukantindakankepera '
watanpadamasalahpriori
tas yang
telahditetapkan.
3. Merekomendasikaninter
vensikeperawatan.
4. Penutup
VII. Kriteriaevaluasi:
1. Struktur:
a. Rondekeperawatandilaksanakan di RuangMerpatiRSUB
b. Pesertarondekeperawatanhadir di tempatpelaksanaanrondekeperawatan.
c. Persiapandilakukansebelumnya.
2. Proses:
a. Pesertamengikutikegiatandariawalhinggaakhir.
b. Seluruhpesertaberperanaktifdalamkegiatanrondesesuaiperan yang
teiahditentukan.
3. Hasil:
a. Pasienpuasdenganhasilkegiatan.
b. Masalahpasiendapatteratasi.
c. Perawatdapat:
1) Menumbuhkancaraberpikir yang kritisdansistematis.
2) Meningkatkankemampuanvaliditas data pasien.
3) Meningkatkankemampuanmenentukan diagnosis keperawatan.
Menumbuhkanpemikirantentangtindakankeperawatan yang
berorientasipadamasalahpasien.
4) Meningkatkankemampuanmemodifikasirencanaasuhankeperawatan.
5) Meningkatkankemampuanjustifikasi.
6) Meningkatkankemampuanmenilaihasilkerja.

VIII. Pengorganisasian:
1. Kepala ruangan : Magdalena Yeflean
2. Katim/PP I : Prasetyo Tentrem S
3. Perawat Pelaksana/PA I : I Kade Adi
4. Konselor : Dokter : Klara Yunita I
Ahli gizi : Maria Yasinta Erina
5. Observer : Nindya Amelia
Lampiran
1. Lembar Informed Consent
2. Resume Pasien
3. Hasil Ronde
Lampiran Informed Consent

SURAT PERSETUJUAN DILAKUKAN


RONDE KEPERAWATAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama :Neisen M
Umur : 35 tahun
Alamat :.Malang

adalah suami/istri/orang tua/anak dari pasien:


Nama :Nikolaus
Umur :55 tahun
Alamat :Malang
Ruang :Merpati
No. RM :046615

Dengan ini menyatakan setuju untuk dilakukan ronde keperawatan.

Malang, 30 Noveber 2018


Perawat yang menerangkan Penanggung jawab

Prasetyo Neisen

Saksi-saksi: Tanda tangan:

1. .......................................... ......................................

2. .......................................... ......................................
Lampiran : Resume Pasien

A.IDENTITAS
Nama : Tn Niko
Umur : 55 tahun
Status : Menikah
Pendidikan :D3
Pekerjaan : PNS
Alamat : Malang
MRS : 26 November 2018

B.DIAGNOSIS : DM+ Ulkus decubitus, CVA

C.Keluhan Utama : Luka tidak sembuh-sembuh

D.RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Tanggal 25 November pukul 18.30 pasien dibawa ke RS karena tidak sadarkan diri.
Sejak saat itu pasien tidak bisa menggerakkan anggota tubuh bagian kanan. Pasien datang
di IGD pukul 19.00 disarankan untuk MRS. MRS di ruang merpati tanggal 26 November
pagi. Hari pertama MRS pasien mengeluh mual muntah dan tidak mau makan. Terdapat
luka di punggung kondisi luka kotor, bau. Hari ke dua tidak ada keluhan mual muntah, tetapi
nafsu makan masih turun, kondisi luka warna dasar kuning, bau berkurang. Hari ketiga nafsu
makan masih turun, kondisi luka warna dasar kuning, luas luka 5x 2 cm.

E.RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Pasien menderita DM sejak 2 tahun yll, pengobatan tidak teratur. Menderita CVA
sejak 6 bulan yang lalu. Ulkus dekubitus sejak 2 bulan terakhir. Hipertensi sejak 5 tahun yll,
pengobatan tidak teratur. Terakhir MRS 6 bulan yang lalu karena CVA.

F.RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Ayah pasien menderita DM

G.PEMERIKSAAN FISIK TANGGAL 30 NOVEMBER 2018


1) Keadaan Umum : Lemah
2) GCS : 4,5,6
3) TTV :
a. Tekanan darah : 140/80 mmHg
b. Nadi : 80x/menit
c. Suhu : 37,8 °C
d. RR : 20x/menit
4) Sistem pernafasan :Tidak ada keluhan sesak, tidak batuk, pola nafas teratur, tidak
ada pergerakan otot bantu pernafasan.
5) Sistem kardiovaskuker : Irama jantung reguler, bunyi jantung S1 dan S2 tunggal,
CRT < 3 detik, akral hangat, tidak terdapat sianosis
6) Sistem persayarafan : tubuh bagian kanan tidak bisa di gerakkan, keluhan
penglihatan kabur
7) Sistem pencernaan : Pasien mengeluh nafsu makan menurun, hanya habis 1/3 porsi
makanan dari rumah sakit.Tidak ada muntah dan mual. Bising usus 10x/menit. BB
saat ini 45 kg. BB sebelum MRS 55 kg.Turgor kulit buruk,.lemak subkutan tipis,
konjugtiva anemis
8) Sistem perkemihan : Terpasang kateter urin, output 700 cc/24 jam
9) Sistem muskuloskeleteal dan integumen: Kemampuan pergerakan sendi terbatas,
pasien merasa lemah
Kekuatan otot 4 1
4 1
Luka di punggung, luas 5x2 cm, warna dasar merah, terdapat pus
10) Sistem endokrin : Tiroid tidak membesar, GDS 207 mg/dl
11) Kebersihan pribadi : Pasien dibantu ADL secara total.
12) Psikososial spiritual : Pasien tidak dapat pergi ke geraja seperti biasanya, tetapi
masih rajin berdoa

H.PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium tanggal 26 November 2018
Hb : 10,2 gr/dl
LED : 3 mm/j
Leukosit : 3,220 x 103/dl
Hematokrit : 32 %
Albumin 2,9 gr/dl
Gdp : 400 mg/dl
GD 2 jam pp : 300 mg/dl
SGOT : 32
SGPT : 22

I. TERAPI
Cefotaxim 3 x 1 gr
Actrapid 3 x 4 U SC
Ranitidin 3 x 1 amp
Neurobion drip

J.DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.Kerusakan integritas jaringan b.d kerusakan mobilitas fisik
2.Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan untuk
memasukan atau mencerna nutrisi karena faktor biologis
3.Gangguan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot

K.RENCANA TINDAKAN
1. Jelaskan tentang pentingnya nutrisi, mobilisasi
2.Berikan motivasi kepada pasien umtuk menghabiskan makanan yang disediakan
3.Ajarkan keluarga untuk membantu pasien mobilisisasi.Lakukan rawat luka tiap hari
4.Monitor GDS tiap hari
5.Kolaborasi dengan ahli gizi
6.Observasi intake

L.EVALUASI
Gangguan integritas jaringan belum teratasi
DAFTAR PUSTAKA

Arisman, (2011). Diabetes Mellitus. Dalam: Arisman, ed. Buku Ajar Ilmu Gizi
Obesitas,          Diabetes Mellitus dan Dislipidemia. Jakarta: EGC, 44-54.
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Manaf, Asman. 2006. Insulin: Mekanisme Sekresi dan Aspek Metabolisme.
Dalam:     Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas        Indonesia, 1868.
Newsroom, 2009. Diagnosa dan Medis Diabetes Melitus.
Nurarif, Amin Huda, Hardhi Kusuma.2013.Aplikasi asuhan keperawatan
berdasarkan           diagnosa medis dan NANDA NIC –NOC, Jilid 1 Edisi Revisi.
Media Action Publishing
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Indriastuti, Na. 2008. Laporan Asuhan Keperawatan Pada Ny. J Dengan Efusi
Pleura dan Diabetes Mellitus Di Bougenvil 4 RSUP dr Sardjito
Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
Depkes Article. 2009. Prevalensi DM Di Indonesia. Dipublikasikan Pada :
Minggu,8 Nopember 2009
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

No Tanggal Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan

1 30/11/2018 Kerusakan Tujuan: NIC:


integritas Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan Kerusakan Perawatan luka tekan
jaringan
berhubungan jaringan teratasi 1. Catat karakteristik luka tekan
Kriteria Hasil: setiap hari
NOC: 2. Monitor warna , suhu , edema ,
Penyembuhan Luka sekunder kelembababn dan kondisi sekitar
NO Indikator Skala Keterangan luka
Saat Target skala target 3.jaga agar luka tetap lembab
pengkajian 4.berikan pelembab yang hangat
Granulasi 5 1: tidak ada disekitar lukauntuk meningkatkan
Ukuran luka 5 2: terbatas perfusi darah dan oksigen
berkurang 5 3: sedang 5.bersihkan luka dengan lembuh
Drainase purulen 5 4: besar dan lakukan debridement jika perlu
Eritema disekitarnya 5 5: sangat 6.bersihkan luka dengan cairan
Peradangan luka 5 besar yang tidak berbahaya
Kulit melepuh 5 7.catat karakteristik cairan luka
Nekrosis 5 1:Berat 8.berika salep jika dibutuhkan
Pelepasan sel 5 2: Cukup 9.lakukan pembalutan yang tepat
( sloughing 5 berat 10.berikan obat oral
Lubang pada luka 3: Sedang 11.Asupan nutris yang aderkuat
Bau busuk pada 4: Ringan 12.ubah posisi tempat tidur setiap
luka 5 5: Tidak ada 1-2 jam sekali
5 13. gunakan tempat tidur khusu
Keparahan Infeksi 5 dekubitus
1.Nyeri 5
2.kemerahan Perlindungan Infeksi
3.demam 1. Monitor adanya tanda tanda
4.peningkatan infeksi sistemik dan lokal
jumlah leukosit 2. Monitor hitung mutlak granulosit ,
WBC
3.dapatkan kultur yang diperlukan
4.jaga penggunaan antibiotik
dengan bijaksana

2 30/11/201 Ketidakseimba Tujuan: NIC:


8 ngan nutrisi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …… diharapkan Nutrition Management
kurang dari nutrisi klien terpenuhi 1.Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
kebutuhan Kriteria Hasil: menentukan jumlah kalori dan
tubuh NOC: Nutritional Status : food and Fluid Intake nutrisi yang dibutuhkan pasien.
Skala
Keterangan
2.Yakinkan diet yang dimakan
NO Indikator Saat mengandung tinggi serat untuk
Target skala target
pengkajian mencegah konstipasi
1 Adanya 1:
peningkatan berat 2: 3.Berikan makanan yang terpilih
badan sesuai 3: ( sudah dikonsultasikan dengan ahli
2 dengan tujuan 4: gizi)
Berat badan ideal 5: 4.Monitor jumlah nutrisi dan
sesuai dengan kandungan kalori
3 tinggi badan
Mampu 5.Berikan informasi tentang
mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
kebutuhan nutrisi
Tidak ada tanda Nutrition Monitoring
tanda malnutrisi 1. BB pasien dalam batas normal
Tidak terjadi 2. Monitor adanya penurunan
penurunan berat berat badan
badan yang berarti 3. Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa dilakukan
4. Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam
makan
5. Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
6. Monitor turgor kulit
7. Monitor kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah
8. Monitor mual dan muntah
Monitor makanan kesukaan
3 Hambatan Tujuan: NIC:
Mobilitas Fisik Setalah dilakukan tindakan keperawatan selama ...... diharapkan Perawatan tirah baring
ditempat tidur hambatan mobilitas fisik tertatasi dengan kriteria 1.Hindari menggunakan linen yang
b/d gangguan KriteriaHasil: kasar
neuromuskular NOC: Koordinasi pergerakan dan Status neurologi sensori tulang 2.tinggikan teralis tempat tidur
punggung 3.balikkan pasien yang setiap dua
N Indikator Skala Keteranganskala jam atau sesuai dengan jadwal
O Saatpengkajian Target target yang spesifik
4.ajarkan latihan ditempat tidur
1 Kontraksi 5 1: jelek
5.monitor komplikasi dari tirah
2 kekuatan otot 5 2:kurang
baring
3 Kecepatan 5 3:cukup
4 gerakan 5 4:baik
5 Kehalusan 5 5:sangatbaik
Terapi Latihan : Mobilitas
6 gerakan 5
Pergerakan Sendi
Kontrol
1.tentukan batas pergerakan sendi
7 gerakan 5
dan efeknya terhadap fungsi sendi
Keseimbanga
2.tentukan level motivasi untuk
n gerakan
meningkatkan atau memilihara
Gerakan
pergerakan sendi
1 kearah yang 5 1: sangat
3.Kolaborasikan dengan terapi ahli
2 diinginkan 5 terganggu
fisik
3 Gerakan 5 2: banyak
4. dukung latihan rom pasif dan
4 dengan 5 terganggu
rom dengan bantuan
5 kecepatan 5 3: cukup
5.dukung latihan rom aktif sesuai
6 yang 5 terganggu
rencana
diinginkan 4: sedikit
6.intruksikan keluarga dan pasien
Status terganggu
cara melakukan latihan rom pasif ,
Neurologi 5: tidak
dengan bantuan dan aktif
Gerakn terganggu
Kepala dan
bahu
Fungsi
otonomik
Refleks tendo
dalam
Sensasi kulit
Kekuatan
tubuh bagian
atas
Kekuatan
tubuh bagian
bawah

Anda mungkin juga menyukai