Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN OTITIS MEDIA KRONIK

Keperawatan Medika Bedah (KMB III)

Oleh:

Kelompok 1

1. Tri Anita (04111003001)


2. Jenni Pradieta (04111003002)
3. Venny Novita (04111003003)
4. Putri Mayang Sari (04111003004)
5. Mitra Pertiwi (04111003005)
6. Iis Dahlia (04111003006)
7. Tintasia (04111003007)
8. Alfi Munandar (04111003008)
9. Nabila Febriani (04111003009)
10. Wayan Hariyati (04111003010)
11. Barica Desty Rani (04111003011)
12. Fika Deartina (04111003013)

Dosen Pembimbing : Ns. Dhona Andhini, S.Kep., M.Kep

PROGRM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

INDRALAYA

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga

bagian tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis

media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif.

Masing-masing mempunyai bentuk akut dan kronis. Pada beberapa penelitian,

diperkirakan terjadinya otitis media yaitu 25% pada anak-anak. Infeksi

umumnya terjadi dua tahun pertama kehidupan dan puncaknya pada tahun

pertama masa sekolah (Djaafar, 2007).

Otitis media kronis (OMK) adalah infeksi kronis pada telinga tengah

dengan perforasi membran tympani dan sekret keluar dari telinga terus

menerus atau hilang timbul. sekret dapat encer atau kental, bening atau berupa

nanah. Jenis otitis media kronis dapat terbagi 2 jenis, yaitu OMK tipe benigna

dan OMK tipe maligna. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan otitis media

akut menjadi otitis media kronis yaitu terapi yang terlambat diberikan, terapi

tidak adekuat, virulensi kuman yang tinggi, daya tahan tubuh yang rendah

(gizi buruk) atau hygiene buruk (Soepardi & Iskandar, 2008).

Otitis media kronis merupakan penyakit THT yang paling banyak di

negara sedang berkembang. Di negara maju seperti Inggris sekitar 0, 9% dan

di Israel hanya 0, 0039%. Di negara berkembang dan negara maju prevalensi

OMSK berkisar antara 1-46%, dengan prevalensi tertinggi terjadi pada

2
populasi di Eskimo (12-46%), sedangkan prevalensi terendah terdapat pada

populasi di Amerika dan Inggeris kurang dari 1% (Helmi, 2007).

Menurut survei yang dilakukan pada 7 propinsi di Indonesia pada tahun

1996 ditemukan prevalensi Otitis Media Supuratif Kronik (atau yang oleh

awam sebagai “congek”) sebesar 3% dari penduduk Indonesia. Di Indonesia

menurut Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran, Depkes tahun

1993-1996 prevalensi OMSK adalah 3, 1%-5, 20% populasi. Usia terbanyak

penderita infeksi telinga tengah adalah usia 7-18 tahun, dan penyakit telinga

tengah terbanyak adalah OMK.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengkajian keperawatan Otitits Media Kronik ?

2. Bagaimana diagnosa keperawatan Otitits Media Kronik ?

3. Bagaimana Intervensi dan Implementasi Keperawatan Otitis Media Kronik

4. Bagiamana Evaluasi Keperawatan Otitis Media Kronik ?

C. Tujuan

1. Mengetahui Bagaimana pengkajian keperawatan Otitits Media Kronik

2. Mengetahui diagnosa keperawatan Otitits Media Kronik

3. Mengetahui Intervensi dan Implementasi Keperawatan Otitis Media

Kronik

4. Mengetahui Evaluasi Keperawatan Otitis Media Kronik ?

3
BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Pengumpulan Data

a. Identitas Pasien : Nama pasien, umur, suku/bangsa, agama,

pendidikan, pekerjaan, alamat

b. Riwayat Penyakit Sekarang : Riwayat adanya kelainan nyeri pada

telinga, penggunaan minyak, kapas lidi, peniti untuk membersihkan

telinga

c. Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat infeksi saluran atas yang berulang,

riwayat alergi, riwayat penggunaan obat( sterptomisin, salisilat, kuirin,

gentamisin ), riwayat operasi

d. Riwayat penyakit keluarga : Apakah keluarga klien pernah mengalami

penyakit telinga, sebab dimungkinkan OMK berhubungan dengan

luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik

2. Pengkajian Persistem

a. Tanda-tanda vital : Suhu meningkat, keluarnya otore

b. B2 (Blood) : Nadi meningkat

c. B3 (Brain) : Nyeri telinga, perasaan penuh dan pendengaran

menurun, vertigo, pusing, refleks kejut

d. B5 (Bowel) : Nausea vomiting

e. B6 (Bone) : Malaise, alergi

4
3. Pengkajian Psikososial

a. Nyeri otorhae berpengaruh pada interaksi

b. Aktivitas terbatas

c. Takut menghadapi tindakan pembedahan

4. Pemeriksaan diagnostik

a. Tes audiometri : pendengaran menurun

b. Xray : terhadap kondisi patologi, misal kolestetoma, kekaburan

mastoid

5. Pemeriksaan pendengaran

Tes suara bisikan, tes garpu tala

B. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri berhubungan dengan proses peradangan

2. Gangguan komunikasi berhubungan dengan efek kehilangan pendengaran

3. Perubahan persepsi / sensoris berhubungan dengan obstruksi, infeksi di

telinga tengah atau kerusakan di syaraf pendengaran

4. Cemas berhubungan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis,

anestesi, nyeri, hilangnya fungsi, kemungkinan penurunan pendengaran

lebih besar setelah operasi.

5. Isolasi sosial berhubungan dengan nyeri , otore berbau busuk

6. Kurangnya pengetahuan mengenai pengobatan dan pencegahan

kekambuhan

5
C. Intervensi dan Implementasi

1. Nyeri berhubungan dengan proses peradangan

a. Tujuan : Nyeri yang dirasakan klien berkurang rasa

b. Kriteria hasil : Klien mengungkapkan bahwa nyeri berkurang, klien

mampu melakukan metode pengalihan suasana

c. Intervensi Keperawatan:

1) Ajarkan klien untuk mengalihkan suasana dengan melakukan

metode relaksasi saat nyeri yang teramat sangat muncul, relaksasi

seperti menarik napas panjang Rasional : Metode pengalihan

suasana dengan melakukan relaksasi bisa mengurangi nyeri yang

diderita klien

2) Kompres dingin di sekitar area telinga

Rasional : Kompres dingin bertujuan mengurangi nyeri karena rasa

nyeri teralihkan oleh rasa dingin di sekitar area telinga

3) Atur posisi klien

Rasional : Posisi yang sesuai akan membuat klien merasa nyaman

4) Untuk kolaborasi, beri aspirin/analgesik sesuai instruksi, beri

sedatif sesuai indikasi

Rasional : Analgesik merupakan pereda nyeri yang efektif pada

pasien untuk mengurangi sensasi nyeri dari dalam

2. Gangguan komunikasi berhubungan dengan efek kehilangan pendengaran

a. Tujuan : Gangguan komunikasi berkurang / hilang

6
b. Kriteria hasil : Klien memakai alat bantu dengar ( jika sesuai ),

menerima pesan melalui metode pilihan ( misal: komunikasi lisan,

bahasa lambang, berbicara dengan jelas pada telinga yang baik

c. Intervensi keperawatan:

1) Dapatkan apa metode komunikasi yang diinginkan dan catat pada

rencana perawatan metode yang digunakan oleh staf dan klien,

seperti : tulisan, berbicara, bahasa isyarat.

Rasional: Dengan mengetahui metode komunikasi yang diinginkan

oleh klien maka metode yang akan digunakan dapat disesuaikan

dengan kemampuan dan keterbatasan klien

2) Pantau kemampuan klien untuk menerima pesan secara verbal.

a) Jika ia dapat mendengar pada satu telinga, berbicara dengan

perlahan dan jelas langsung ke telinga yang baik

(1) Tempatkan klien dengan telinga yang baik berhadapan

dengan pintu

(2) Dekati klien dari sisi telinga yang baik

b) Jika klien dapat membaca ucapan:

(1) Lihat langsung pada klien dan bicaralah lambat dan jelas

(2) Hindari berdiri di depan cahaya karena dapat menyebabkan

klien tidak dapat membaca bibir anda

c) Perkecil distraksi yang dapat menghambat konsentrasi klien

(1) Minimalkan percakapan jika klien kelelahan atau gunakan

komunikasi tertulis

(2) Tegaskan komunikasi penting dengan menuliskannya

7
3) Jika ia hanya mampu berbahasa isyarat, sediakan penerjemah.

Alamatkan semua komunikasi pada klien, tidak kepada

penerjemah. Jadi seolah-olah perawat sendiri yang langsung

berbicara pada klien dengan mengabaikan keberadaan penerjemah

Rasional : Pesan yang ingin disampaikan oleh perawat kepada

klien dapat diterima dengan baik oleh klien.

4) Gunakan faktor-faktor yang meningkatkan pendengaran dan

pemahaman

a) Bicara dengan jelas menghadap individu

b) Ulangi jika kilen tidak memahami seluruh isi pembicaraan

c) Gunakan rabaan dan isyarat untuk meningkatkan komunikasi

d) Validasi pemahaman individu dengan mengajukan pertanyaan

yang memerlukan jawaban lebih dair ya dan tidak

Rasional : Memungkinkan komunikasi dua arah antara perawat

dengan klien dapat berjalan dengan baik dan klien dapat menerima

pesan perawat secara tepat.

3. Perubahan persepsi / sensoris berhubungan dengan obstruksi, infeksi di

telinga tengah atau kerusakan di syaraf pendengaran

a. Tujuan : Persepsi / sensoris baik

b. Kriteria hasil : Klien akan mengalami peningkatan persepsi / sensoris

pendengaran sampai pada tingkat fungsional

c. Intervensi keperawatan :

1) Ajarkan klien menggunakan dan merawat alat pendengaran secara

tepat

8
Rasional : Keefektifan alat pendengaran tergantung pada tipe

gangguan / ketulian, pemakaian serta perawatannya yang tepat.

2) Instruksikan klien untuk menggunakan teknik-teknik yang aman

sehingga dapat mencegah terjadinya ketulian lebih jauh

Rasional : Apabila penyebab pokok ketulian tidak progresif, maka

pendengaran yang tersisa sensitif terhadap trauma dan infeksi

sehingga harus dilindungi

3) Observasi tanda-tanda awal kehilangan pendengaran yang lanjut

Rasional : Diagnosa dini terhadap keadaan telinga atau terhadap

masalah-masalah pendengaran rusak secara permanen

4) Instruksikan klien untuk menghabiskan seluruh dosis antibiotik

(baik itu antibiotik sistemik maupun lokal)

Rasional : Penghentian terapi antibiotika sebelum waktunya dapat

menyebabkan organisme sisa berkembang biak sehingga infeksi

akan berlanjut

4. Cemas berhubungan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis,

anestesi, nyeri, hilangnya fungsi, kemungkinan penurunan pendengaran

lebih besar setelah operasi.

a. Tujuan : Rasa cemas klien akan berkurang / hilang

b. Kriteria hasil : Klien mampu mengungakpkan ketakutan /

kekhawatirannya

c. Intervensi keperawatan :

9
1) Mengatakan hal sejujurnya kepada klien ketika mendiskusikan

mengenai kemungkinan kemajuan dari fungsi pendengarannya

untuk mempertahankan harapan klien dalam berkomunikasi

Rasional : Harapan-harapan yang tidak realistik tidak dapat

mengurangi kecemasan, justru malah menimbulkan

ketidakkepercayaan klien terhadap perawat. Menunjukkan kepada

klien bahwa dia dapat berkomunikasi dengan efektif tanpa

menggunakan alat khusus sehingga dapat mengurangi rasa

cemasnya

2) Berikan informasi tentang kelompok yang juga pernah mengalami

gangguan seperti yang dialami klien untuk memberikan dukungan

kepada klien

Rasional : Dukungan dari beberapa orang yang memiliki

pengalaman yang sama akan sangat membantu klien

3) Berikan informasi mengenai sumber-sumber dan alat-alat yang

tersedia yang dapat membantu klien

Rasional : Agar klien menyadari sumber-sumber apa saja yang ada

di sekitarnya yang dapat mendukung dia untuk berkomunikasi

5. Isolasi sosial berhubungan dengan nyeri , otore berbau busuk

a. Tujuan : Tetap mengembangkan hubungan dengan orang lain\

b. Kriteria Hasil : Klien tetap mengembangkan hubungan dengan orang

lain

c. Intervensi keperawatan :

1) Bina hubungan saling percaya

10
Rasionalisasi : hubungan saling percaya dapat menjadi dasar

terjadinya hubungan sosial.

2) Yakinkan klien bahwa setelah dilakukan pengobatan / pembedahan

cairan akan keluar dan bau busuk akan hilang

Rasional : Klien akan kooperatif / berpartisipasi dalam persiapan

pembedahan (tympanoplasti) dan akan mulai mengajak bicara

dengan perawat dan keluarga

6. Kurangnya pengetahuan mengenai pengobatan dan pencegahan

kekambuhan

a. Tujuan : Klien akan mempunyai pemahaman yang baik tentang

pengobatan dan cara pencegahan kekambuhan.

b. Kriteria hasil : Klien paham mengenai pengobatan dan pencegahan

kekambuhan

c. Intervensi keperawatan :

1) Ajarkan klien mengganti balutan dan menggunakan antibiotik

secara kontinyu sesuai aturan.

Rasional : pendidikan kesehatan tenyang cara mengganti balutan

dapat meningkatkan pemahaman klien sehingga dapat

berpartisipasi dalam pencegahan kekambuhan.

2) Beritahu komplikasi yang mungkin timbul dan bagaimana cara

melaporkannya

11
Rasional : pemahaman tentang komplikasi yang dapat terjadi pada

klien dapat membantu klien dan keluarga untuk melaporkan ke

tenaga kesehatan sehingga dapat dengan cepat ditangani.

3) Tekankan hal-hal yang penting yang perlu ditindak lanjuti /

evaluasi pendengaran.

Rasional : follow up sangat penting dilakukan oleh anak karena

dapat mengetahui perkembangan penyakit dan mencegah

terjadinya kekambuhan.

D. Evaluasi

1. Pasien merasakan nyerinya sudah berkurang.

2. Pasien mampu menerima pesan secara verbal.

3. Pasien merasakan persepsi dan sensroik yang cukup baik.

4. Pasien tidak mengalami cemas dan merasakan nyeri post operasi.

5. Pasien mampu berhubungan baik dan percaya diri terhadap orang lain

saat berkomunikasi.

6. Pasien maupun keluarga pasien mampu memahami dan mengetahui

pengobatan dan pencegahan dari penyakit.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga

tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Gangguan telinga

yang paling sering adalah infeksi eksterna dan media. Sering terjadi pada

anak-anak dan juga pada orang dewasa. Otitis media kronik adalah

keradangan kronik yang mengenai mukosa dan struktur tulang di dalam

kavum timpani. Otitis media kronik merupakan kondisi yang berhubungan

dengan patologi jaringan ireversibel dan biasanya disebabkan karena episode

berulang otitis media akut. Sering berhubungan dengan perforasi menetap

membran timpani. Pada asuhan keperawatan pengkajian meliputi,

pengumpulan data, pengkajian persistem sedangkan diagnosa, intervensi,

implementasi dan evaluasi diharapkan pasien merasakan nyerinya sudah

berkurang dan pasien mampu menerima pesan secara verbal.

Otitis media konik dapat disebabkan oleh Streptococcus, Stapilococcus,

Diplococcus pneumonie, Hemopilus influens, Gram Positif : S. Pyogenes, S.

Albus, Gram Negatif : Proteus spp, Psedomonas spp, E. Coli. Penaganan yang

terlambat pada Otitis media kronis dapat menyebabkan berbagai masalah yang

membahayakan diantaranya paralis nervus fasialis, kehilangan pendengaran

sensorineural dan atau gangguan keseimbangan ( akibat erosi telinga dalam )

dan abses otak.

13
B. Saran

Diharapkan makalah ini bisa memerikan masukan bagi rekan- rekan

mahasiswa calon perawat, sebagai bekal untuk dapat memahami mengenai

penyakit otitis media kronis menjadi bekalkan dalam pengaplikasian dan

praktik bila menghadapi kasus yang kami bahas ini. Penulis menyadari bahwa

dalam penulisan makalah ini jauhlah dari kesempurnaan. Oleh sebab itu

penulis meminta kepada pembaca unntuk mengirimkan kritik dan sarannya

untuk kesempurnaan makalah yang selanjutnya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Djaafar, ZA. 2007. Kelainan Telinga Tengah. Jakarta : FKUI

Soepardi EA & Iskandar N. 2008. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung

Tenggorok Kepala Leher. Edisi Keenam. Jakarta: FKUI

Helmi, 2007. Komplikasi Otitis Media Supuratif Kronis dan Mastoiditis. Jakarta:

FKUI

Haq, N.Z. (2011). Askep OMA dan OMK, (online), (http://nuzulul-fkp09.web

.unair.ac.id/artikel_detail-35547-Kep%20Sensori%20dan%20Persepsi-

Askep%20OMA%20dan%20OMK.html, diakses tanggal 3 April 2015)

15

Anda mungkin juga menyukai