Anda di halaman 1dari 6

Nama : Nuratun Maknun

NIM : 1606102010043

Bab II Analisis Kontrastif


2.1 Pengantar
Sejak akhir Perang Dunia II sampai pertengahan tahun 1960-an, Analisis Kontrasif
(Anakon) mendominasi pengajaran B2 dan pengajaran bahasa asing. Pemahaman terhadap
Anakon akan sangat membantu para guru bahasa untuk mengaplikasikannya di dalam kelas.
Untuk memahami konsep Anakon, ada beberapa butir penting yang harus pelajari, yaitu (1)
batasan/pengertian Anakon, (2) hipotesis Anakon, (3) tuntutan pedadogis Anakon, (4) aspek
linguistik dan psikologis Anakon, (5) metodologi Anakon, (6) kritik terhadap Anakon, (7)
implikasi pedadogis Anakon di dalam kelas, dan (8) Anakon sebagai sarana pemrediksi
kesalahan berbahasa.

2.2 Batasan dan Pengertian Analisis Kontrastif


Dasar psikologis analisis kontrastif adalah teori transfer yang diuraikan dan
diformulasikan di dalam suatu psikologi stimulus — responsi kaum Behavioris (James, 1986:
20). Dengan perkataan lain, teori belajar ilmu jiwa tingkah laku merupakan dasar analisis
kontrastif. Jika dikaitkan dengan pemerolehan bahasa, ada dua butir penting yang merupakan
inti teori belajar ilmu tingkah laku-jiwa, yaitu (1) kebiasaan berbahasa (language habit), dan
kesalahan berbahasa (language error). Kebiasaan adalah hubungan antara stimulus tertentu
dengan responsi tertentu. Kebiasaan dapat terjadi dengan cara peniruan dan penguatan.
Kebiasaan mempunyai dua karakteristik utama, yaitu kebiasaan yang dapat diamati
(observable) dan kebiasaan yang bersifat mekanisme atau otomatis. Sementara itu, kesalahan
berbahasa dapat terjadi karena transfer negatif, yaitu penggunaan penggunaan sistem B1 saat
berbicara dengan B2 padahal sistem itu berbeda dalam B2. Kesalahan berbahasa itu dapat
dihilangkan dengan cara menanamkan kebiasaan berbahasa kedua melalui latihan,
pengulangan dan penguatan (hadiah atau hukuman). Untuk menganalisis kesalahan berbahasa
B2 serta membandingkan antara struktur B1 dengan struktur B2 dapat digunakan analisis
konstratif sebagai prosedur kerja. Jadi, analisis konstratif merupakan aktivitas atau kegiatan
yang mencoba membandingkan antara struktur B1 dengan struktur B2 untuk mengidentifikasi
perbedaan-perbedaan di antara kedua bahasa.

2.3 Hipotesis Analisis Kontrastif


Penjabaran hipotesis analisis kontrastif berasal dari perbandingan antara struktur B1
dan struktur B2. Dalam perkembangannya, kita mengenal ada dua versi hipotesis Anakon, yaitu
hipotesis bentuk kuat (strong form hypothesis) dan hipotesis bentuk lemah (weak form
hypothesis). Hipotesis bentuk kuat menyatakan bahwa “Semua kesalahan dalam B2 dapat
diramalkan dengan mengidentifikasi perbedaan antara B1 dan B2 yang dipelajari oleh para
siswa” (Ellis, 1986:23). Hipotesis lemah menyatakan bahwa Anakon hanyalah bersifat
diagnostik belaka. Ada tiga sumber yang digunakan sebagai penguat atau rasional hipotesis
Anakon, yaitu (1) pengalaman praktis guru bahasa asing, (2) telaah mengenai kontak bahasa di
dalam situasi kedwibahasaan, dan (3) teori belajar. Berdasarkan pengalaman guru mengajarkan
bahasa asing atau B2 dapat disimpulkan bahwa kesalahan siswa terhadap penggunaan B2
berjumlah cukup besar dan selalu berulang karena tekanan B1 para siswa. Telaah mengenai
kontak bahasa mengajarkan bahwa kontak bahasa dapat menyebabkan timbulnya fenomena
saling mempengaruhi. Apabila pengaruh itu tidak sejalan dengan sistem B2, akan terjadi
interferensi B1 terhadap B2; dan interferensi merupakan sumber kesulitan dalam belajar bahasa
dan penyebab kesalahan berbahasa. Teori belajar yang mendukung hipotesis analisis kontrastif
adalah teori transfer. Transfer dapat dibagi menjadi dua, yaitu transfer positif dan transfer
negatif. Tranfer negatif terjadi kalau sistem yang sudah dikuasai digunakan di dalam B2,
sedang sistem itu berbeda di dalam kedua bahasa. Sebaliknya, jika sistem tersebut sama,
terjadilah tranfer positif. Ketiga sumber ini akhirnya mengacu pada kesalahan berbahasa dalam
B2.

2.4 Tuntutan Pedadogis Analisis Kontrastif


Kesulitan belajar B2 serta kesalahan dalam berbahasa yang umum dialami oleh para
siswa yang mempelajari B2 atau bahasa asing menyebabkan adanya tuntutan perbaikan
pengajaran bahasa asing tersebut. Tuntutan ini disebut dengan tuntutan pedadogis. Untuk
menjawab tuntutan pedadogis, kita dapat menggunakan analisis kontrastif. Langkah-langkah
untuk menjawab tuntutan pedadogis tersebut ada empat, yaitu memperbandingkan,
memperkirakan, menyusun bahan, dan memilih cara penyampaian. Perbandingan dilakukan
dengan cara mengidentifikasi perbedaan antara struktur B1 dan B2. Berdasarkan hasil
identifikasi, disusunlah perkiraan kesulitan belajar yang akan dihadapi oleh siswa. Perkiraan
kesulitan ini dipakai sebagai dasar untuk menentukan urutan atau susunan bahan pengajaran
B2. Setelah itu, barulah dilakukan pengajaran bahan pelajaran dengan berbagai cara, seperti
peniruan, pengulangan, latih-runtun, dan penguatan.

2.5 Aspek Linguistik dan Psikologis Anakon


Analisis kontrastif muncul sebagai jawaban terhadap tuntutan perbaikan pengajaran B2.
Para pakar menyatakan bahwa “Analisis kontrastif mempunyai dua aspek, yakni aspek
linguistik dan aspek psikologis. Aspek linguistik Anakon berkaitan dengan pemerian bahasa
dalam rangka memperbandingkan dua bahasa. Anakon sering membandingkan dua bahasa
dengan menggunakan linguisti struktural. Penggunaan linguistik struktural ini sering
mengundang kesangsian karena tidak mungkin melakukan perbandingan yang efektif kalau
dalam setiap bahasa tidak terdapat kategori yang bersifat umum. Untuk mengatasi hal ini,
Chomsky mengusulkan tata bahasa generatif sebagai dasar pelakasanaan perbandingan dua
bahasa. Salah satu aspek tata bahasa generatif adalah kesemestaan bahasa. Teori kesesmstaan
bahasa berasumsi bahwa semua bahasa mempunyai kesamaan paling tidak dalam teorinya.
Tataran linguistik yang digarap oleh pengikut Anakon belum merata. Namun, melalui
perbandingan dua bahasa banyak hal yang dapat diungkapkan. Aspek psikologis berkaitan
dengan kesulitan belajar dalam pembelajaran B2. Masalah pokok Anakon terletak dalam
jalinan hubungan antara aspek linguistik dengan aspek psikologis. Rasional psikologis yang
digunakan dalam mendukung hipotesis Anakon menyebabkan adanya dua bentuk hipotesis,
yaitu hipotesis bentuk kuat dan hipotesis bentuk lemah. Hipotesis bentuk lemah menyatakan
bahwa tidak semua kesalahan berbahasa disebabkan oleh interferensi. Variabel nonlinguistik
yang dapat membantu menentukan terjadinya interferensi adalah variabel latar atau situasi
tempat PB2 berlangsung dan variabel tahap perkembangan siswa. Siswa yang berada di situasi
masyarakat menggunakan B2 membuat siswa memperoleh B2 secara alamiah. Para siswa yang
berkumpul pada kelas tertentu dan menggunakan B1 sebagai bahasa pengantar dalam
pengajaran B2 menyebabkan B2 diperoleh secara ilmiah. Tahap perkembangan siswa
berpengarauh pula pada terhadap terjadinya interferensi.

2.6 Metodologi Analisis Kontrastif


Anakon memiliki dua aspek, yakni aspek linguistik dan aspek psikologis. Aspek
linguistik berkaitan dengan masalah perbandingan dua bahasa. Apabila kita ingin
membandingkan dua bahasa, satu syarat harus dipenuhi terlebih dahulu adalah tersedianya
deskripsi kedua bahasa tersebut. Terkait dengan perbandingan dua bahasa, pakar linguistik
menganjurkan pendekatan “polisistemik” yang berdasarkan asumsi bahwa bahasa itu pada
hakikatnya merupakan “system of system”. Namun, pendekatan ini kurang sesuai dengan
perbandingan sintaksis. Pendekatan yang lebih masuk akal dikemukakan oleh Langacker,
yakni perbandingan sintaksis (1968). Selanjutnya, Stockwell (1965) menyimpulkan bahwa
landasan yang paling tepat bagi Anakon harus bersifat teoritis. Dalam pembahasan Anakon,
masalah yang lebih pelik dan kritis adalah “comparability” atau “keterbandingan”. Masalah
keterbandingan dapat dipandang dari tiga segi, yakni (1) kesamaan struktur, (2) kesamaan
terjemahan, dan (3) kesamaan struktur dan kesamaan terjemahan. Penyusunan paradigma
terjemahan (misalnya pencacahan berbagai konfigurasi struktur) sangat penting dilakukan
sehingga setiap butir dapat diterjemahkan dengan spesifikasi pembatasan konteks yang
mengatur setiap kesamaan. Akan tetapi, hal yang harus digarisbawahi adalah bahasa cenderung
memiliki memang kesamaan dalam kalimat inti tetapi bukan pada keseluruhan konstruksi.
Bahkan, sejumlah kasus menunjukkan bahwa kalimat-kalimat tertentu dalam suatu bahasa
tidak dapat diterjemahkan sama sekali ke dalam bahasa lainnya.Selain aspek linguistik seperti
yang sudah dibahas sebelumnya, satu lagi aspek yang Anakon adalah aspek psikologis. Apabila
dibandingkan dengan aspek linguistik dalam Anakon, aspek psikologis tidak banyak
dibicarakan. Oleh karena itu, pembicaraan mengenai metodologi Anakon dari sudut pandang
aspek psikologis tidak begitu mendalam.

2.7 Cakupan Telaah Analisis Kontrastif


Dari sejumlah bahan acuan yang membicarakan Anakon, jarang kita temui uraian
eksplisit mengenai cakupan Anakon. Anakon memiliki dua aspek, yaitu aspek linguistik dan
aspek psikologis. Aspek linguistik berkaitan dengan struktur dan pemakaian bahasa. Telaah
yang paling banyak dilaksanakan adalah kontrastif struktur fonologi. Namun, di bidang
konstrastif semantik dan leksikografi kurang sekali mendapat perhatikan. Gambaran telaah
kontrastif saat ini dapat dikatakan berat ke arah fonologi, sedikit ke sintaksis, tetapi sangat
mengabaikan leksikografi, semantik, dan pemakaian bahasa. Dalam ruang lingkup aspek
psikologis, Anakon mempunyai gambaran suram yang ditandai dengan ketidakpuasan dan
pesimisme dari berbagai pihak. Beberapa di antara mereka adalah Ronald Wardhaugh dan
Newmark. Ronald Wardhaugh dalam makalahnya yang disampaikan pada TESOL
CONVENTION di San Fransisco pada 1970 menegaskan bahwa telaah konstrastif hanya
sedikit gunanya dalam pembelajaran B2. Sementara itu, Newmark menyatakan bahwa
penanganan interferensi sama dengan penanganan belajar, dua-duanya terabaikan (1970).
Melihat kecaman dan ketidakpuasaan terhadap Anakon tersebut, para penganjur Analisis
Kesalahan (Anakes) mulai bersuara lebih lantang. Hal ini menandakan adanya persaingan
antara Anakon dan Anakes. Ketidakpuasan terhadap Anakon disebabkan oleh dua hal. Pertama,
telaah Anakon semakin luas dilaksanakan dalam berbagai bahasa tetapi telaah itu sifatnya
fragmentaris. Kedua, prediksi kesalahan Anakon tidak sesuai dengan kesalahan yang dilakukan
siswa di kelas. Kesalahan, keterbatasan, dan kekurangmampuan memprediksi kesalahan itu
menyebabkan semakin besarnya rasa tidak puas terhadap studi kontrastif. Sejumlah pakar
psikologi mengakui kenyataan di atas. Mereka beranggapan bahwa transfer negatif atau
interferensi yang terjadi dalam PB2 benar-benar harus diramalkan dari kenyataan kelas, bukan
dari perbedaan antara struktur B1 dan struktur B2. Dalam kenyataannya, operasi efek transfer
itu sangat bergantung kepada berbagai faktor. Para pakar pengajar bahasa, penhanjut, atau
pengikut Anakon sering mendiskusikan masalah yang mereka hadapi tanpa memperhatikan
faktor psikologis. Mengingat betapa pentingnya faktor nonstruktural bagi operasi efek transfer,
maka terbukalah mata para pakar pengajaran bahasa bahwa yang diperlukan tidak hanya
sekadar kontarstif linguistik tetapi lebih dari itu, yaitu psikolinguistik. Meskipun banyak
pandangan negatif terhadap Anakon, pandangan tersebut tidak dapat menghilangkan peranan
Anakon bagi pengajaran B2 karena sebenarnya pandangan tersebut hanya didasari oleh
kesalahpahaman.

2.8 Kritik terhadap Analisis Kontrastif


Analisis kontrastif merupakan suatu konsep yang bertujuan menanggulangi masalah
pengajaran B2. Walaupun demikian, Anakon bukanlah konsep yang sudah sempurna benar
tanpa cacat-cela sama sekali. Aneka kritik ditijukan kepada Anakon, khususnya dari segi
aplikasi pedadogis. Kritik terhadap Anakon terjadi karena banyak konsep Anakon yang tidak
sesuai dengan kenyataan yang terjadi. Paling sedikit ada delapan hal yang sering dikritik.
Pertama, terkait dengan salah satu asumsi yang menjadi pegangan para penganjur Anakon yang
berbunyi “jenjang perbedaan bahasa berkaitan dengan taraf kesukaram belajar. Asumsi ini
dianggap tidak benar karena kenyataan menunjukkan bahwa perbedaan dan kesukaran
bukanlah konsep yang identik. Kedua, terkait dengan hipotesis kuat Anakon. Hipotesis bentuk
kuat Anakon menyatakan bahwa interferensi merupakan sumber dan penyebab utama B2. Hal
ini berbeda dengan hasil penelitian yang oleh Heidi Dulay dan Marina Burt (1973, 1974) yang
menyatakan bahwa hanya 13% kesalahan yang dibuat oleh anak-anak termasuk ke dalam
kategori kesalahan interferensi, 85% termasuk kategori kesalahan perkembangan, sedangkan
sisanya 2% lagi tidak jelas masuk ke dalam kategori interferensi atau kesalahan perkembangan.
Ketiga, mengenai asumsi bahwa konsep belajar dan kesalahan bahasa diprediksi berdasarkan
hasil kontrastif antara sistem dua bahasa. Pernyataan ini dalam praktek lapangan tidak
didukung oleh bukti yang kuat. Keempat, terkait dengan bahan pengajaran. Bahan pengajaran
menurut penganjur Anakon disusun berdasarkanan hasil kontrastif analisis. Hal ini
menyebabkan bahan pengajaran bahasa tidak menyeluruh, hanya merupakan fragmen-fragmen
tertentu saja. Kelima, Anakon kurang memperhatikan faktor-faktor nonstruktural. Keenam,
mengenai analisis linguistik yang dianggap terlalu teoritis dan terlalu terperinci sehingga sukar
dipahami dan dipraktekkan kecuali oleh pakar linguistik. Ketujuh, teori linguistik struktural
kurang memadai. Kedelapan, aspek bahasa yang diperbandingkan belu menyeluruh (baru
tertuju pada fonologi; semantik diabaikan). Terhadap kritik yang kedelapan, para
penganjur/pendukung Anakon memberi tanggapan bahwa membandingkan keseluruhan aspek
dua bahasa dianggap tidak praktis, hanya membuang-buang waktu saja.

2.9 Implikasi Pedadogis Analisis Kontrastif


Kelahiran Anakon disebabkan oleh tuntutan keadaan pengajaran B2 yan belum
memuaskan. Dalam perkembangannya, penentang Anakon berkesimpulan bahwa Anakon
tidak bermanfaat, tidak memberikan kontribusi berarti bagi pengajaran B2 atau pengajaran
bahasa asing. Menanggapi para penentang Anakon, Waldamer Marton (1985), menjawab
dengan tegas bahwa tidak benar tidak ada sumbangan Anakon bagi pengajaran B2. Pernyataan
penentang Anakon tidak benar karena disebabkan oleh kesalahpahaman belaka.
Kesalahpahaman tersebut terjadi pada empat segi, yaitu materi pengajaran, produk Anakon,
fungsi faktor nonstruktural, dan hubungan Anakon dan Anakes. Implikasi Anakon dalam kelas
pengajaran B2 terlihat pada segi-segi (1) penyusunan materi pengajaran yang didasarkan
kepada butir-butir yang berbeda antara B1 siswa dan B2 yang sedang dipelajari, (2)
penyusunan tata bahasa pedadogis yang didasarkan kepada teori linguistik yang digunakan, (3)
penataan kelas secara terpadu di mana B1 digunakan sebagai pembantu dalam pengajaran B2,
dan (4) penyajian materi secara langsung yang dapat menunjukkan perbedaan antara B1 dan
B2, menunjukkan butir-butir B1 yang mungkin mendatangkan kesalahan dalam B2,
menganjurkan cara-cara mengatasi interferensi, dan ,e,berikan latihan intensif pada butir-butir
yang berbeda.

2.10 Anakon Sebagai Pemrediksi Kesalahan


Situasi pengajaran B2 pada saat ini sangat jauh berbeda dengan situasi pada awal
kelahiran Anakon. Bahasa ibu para siswa yang belajar B2 juga berbgai ragam, tidak hanya
bahasa Ingggris atau bahasa Eropa tetapi mungkin juga bahasa Arab, bahasa Jepang, bahasa
Cina, dan sebagainya. Anakon diharapkan dapat menyelesaikan pelbagai masalah dalam
pengajaran B2. Akan tetapi, dalam perkembangannya, ternyata tidak dapat memenuhi harapan
tersebut. Para penantang Anakon berkesimpulan bahwa Anakon ridak memberikan konstribusi
apa-apa bagi pengajaran B2. Kesimpulan penentang Anakon tersebut tidak sepenuhnya benar.
Anakon masih dapat memberikan penyediaan hipotesis, membuat prediksi, dan penjelasan
mengenai tingkah-laku belajar. Berkaitan dengan pengajaran bahasa Inggris sebagai B2,
Anakon dapat menjelaskan kesalahan berbahasa Inggris siswa secara aktual, terutama
kesalahan yang timbul akibat interferensi B1 siswa (Nemser, 1985). Howard Jackson (1985)
mencoba membuktikan pernyataan di atas dengan mengetengahkan kasus pengajaran bahasa
Inggris sebagai bahasa kedua di Punjabi, India. Menurut beliau paling sedikit ada empat sistem
bahasa Punjabi yang menginterferensi pemakaian bahasa Inggris para siswa, yaitu (1) sistem
posesif, (2) bentuk tanya, (3) sistem kala (tenses), dan (4)kata ganti. Di Indonesia, ada lima
kesalahan yang biasa dibuat oleh siswa, yaitu (1) fonem g dan x di akhir kata, (2) bentuk tanya,
(3) sistem kala (tenses), (4) kata ganti, dan (5) kalimat tanya. Dengan kelima kesalahan yang
biasa ditunjukkan oleh siswa Indonesia, membuktikan bahwa Anakon dapat memprediksikan
kesalahan walaupun mungkin tidak secara tepat tetapi masih dapat menunjukkan butir-butir
perbedaan bahasa yang potensial mendatangkan interferensi B1 terhadap B2.

2.11 Rangkuman
Analisis kontrastif adalah kegiatan memperbandingkan struktur B1 dan B2 untuk
mengidentifikasi perbedaan kedua bahasa itu. Teori belajar yang berdasarkan psikologi
behavioris mendominasi Anakon. Anakon memiliki dua hipotesis, yaitu hipotesis bentuk kuat
dan hipotesis bentuk lemah. Rasional hipotesis Anakon menggunakan tiga sumber, yaitu (a
pengalaman guru bahasa kedua di lapangan, (2) kajian kontak bahasa dalam situasi
kedwibahasaan, dan (3) teroi belajar, terutama teori belajar yang berkaitan dengan trasnfer.
Hasil pengajaran B2 atau pengajaran bahasa asing belum memuaskan. Hal ini menimbulkan
tuntutan pedadogis yang tuntutan cara mengajarkan B2 yang paling efesien dan efektif.
Langkah kerja Anakon berkaitan dengan teori linguistik dan teori psikologis. Aspek linguistik
berkaitan dengan masalah perbandingan sedangkan aspek psikologis berkaitan dengan aspek
psikologis berkaitan dengan kesukaran belajar, kesalahan berbahasa, cara penyusunan bahan
pengajaran, cara penyampaian bahan pengajaran, dan penataan kelas. Pendekatan yang
berkaitan dengan linguistik ada dua, yaitu pendekatan polisistematik dan pendekatan
komparabilitas. Pendekatan linguistik juga ada dua, yaitu contack analisisin dicenti dan
pendekatan yang berkaitan dengan penyampaian yang sangat menekankan kepada
pembentukan kebiasaan. Dari pejelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Anakon memiliki
dua cakupan, yaitu cakupan linguistik dan cakupan psikologis. Kedua cakupan ini menjadi
sasaran kritik. Meskipun banyak mendapat kritik, Anakon tetap memiliki implikasi dalam kelas
pengajaran bahasa. Selain itu, Anakon juga dapat memprediksi butir tertentu dari suatu bahasa
yang potensial mendatangkan interferensi.

Anda mungkin juga menyukai