Anda di halaman 1dari 9

Analisis Kontrastif

1. Pengertian
Analisis kontrastif adalah aktivitas atau kegiatan yang mencoba membandingkan
struktur B1 dengan struktur B2 untuk mengidentifikasi perbedaan-perbedaan antara kedua
bahasa. Perbedaan-perbedaan tersebut dapat digunakan sebagai landasan dalam meramalkan
atau memprediksi kesulitan-kesulitan belajar berbahasa yang akan dihadapi para siswa.[1]
Hambatan terbesar dalam proses menguasai bahasa kedua (B2) adalah tercampurnya
sistem bahasa pertama (B1) dengan sistem B2. Analisis kontrastif (Anakon) mencoba
menjembatani kesulitan tersebut dengan mengkontraskan kedua sistem bahasa tersebut untuk
meramalkan kesulitan-kesulitan yang terjadi.
1. Acuan Teori
Analisis kontrastif sering dipersamakan dengan istilah Linguistik Kontrastif.
Linguistik kontrastif adalah suatu cabang ilmu bahasa yang tugasnya membandingkan secara
sinkronis dua bahasa sedemikian rupa sehingga kemiripan dan perbedaan kedua bahasa itu
bisa dilihat.[2]
Penetapan analisis kontrastif dalam pengajaran bahasa didasarkan pada asumsi
teoritis bahwa :
a.

Materi pengajaran bahasa yang paling efektif adalah materi yang didasarkan pada deskripsi
bahasa itu (Fries, 1945).

b.

Dengan mengkontrakan bahasa pertama dengan bahasa yang akan dipelajari dapat
meramalkan dan mendeskripsikan pola-pola yang akan menyebabkan kesulitan dan
kemudahan belajar bahasa (Lado, 1957).

c.

Perubahan yang harus terjadi pada tingkah laku seseorang yang belajar bahasa asing dapat
disamakan dengan perbedaan antar struktur bahasa dan budaya murid dengan struktur
bahasa dan budaya yang akan dipelajari (Valdmans 1960, dalam Wardhaugh, 1970).

Anakon menjadi semakin populer setelah muncul karya Lado (1959) yang berjudul
Lingusitik A Cross Culture yang menguraikan secara panjang lebar mengenai cara-cara
mengkontraskan dua bahasa. Buku tersebut berisi uraian anakon antara bahasa Inggris
dengan bahasa Spanyol, dengan suplemen contoh-contoh lain dari bahasa Cina, Muangthai
dan sebagainya. Lado menganjurkan agar pengkontrasan itu dilakukan terhadap fonologi,
struktur gramatikal, kosakata serta sistem tulisan. [3]
2. Hipotesis Analisis Kontrastif
Perbandingan struktur antara dua bahasa B1 dan B2 yang akan dipelajari oleh siswa
menghasilkan identifikasi perbedaan antara kedua bahasa tersebut. Perbedaan antara dua
bahasa merupakan dasar untuk memperkirakan butir-butir yang menimbulkan kesulitan
belajar bahasa dan kesalahan yang akan dihadapi oleh siswa. Dari sinilah dijabarkan
hipotesis analisis kontrastif.
Dalam perkembangannya kita mengenal dua versi hipotesis anakon, hipotesis bentuk
kuat menyatakan bahwa Semua kesalahan dalam B2 dapat diramalkan dengan
mengidentifikasi perbedaan antara B1 dan B2 yang dipelajari oleh para siswa. Sedangkan
hipotesis bentuk lemah menyatakan bahwa anakon hanyalah bersifat diagnostik belaka.
Karena itu anakon dan analisis kesalahan (anakes) harus saling melengkapi. Anakes
mengidentifikasi kesalahan di dalam korpus bahasa siswa, kemudian anakon menetapkan
kesalahan mana yang termasuk ke dalam kategori yang disebabkan oleh perbedaan B1 dan
B2.[4]
Hipotesis bentuk kuat ini didasarkan kepada asumsi-asumsi berikut ini :
1.

Penyebab utama atau penyebab tunggal kesulitan belajar dan kesalahan dalam pengajaran
asing adalah interferensi bahasa ibu.

2. Kesulitan belajar itu sebagian atau seluruhnya disebabkan oleh perbedaan B1 dan B2.
3. Semakin besar perbedaan antara B1 dan B2 semakin akut atau gawat kesulitan belajar.

4. Hasil perbandingan antara B1 dan B2 diperlukan untuk meramalkan kesulitan dan kesalahan
yang akan terjadi dalam belajar bahasa asing.
5.

Bahan pengajaran dapat ditentukan secara tepat dengan membandingkan kedua bahasa itu,
kemudian dikurangi dengan bagian yang sama, sehingga apa yang harus dipelajari oleh siswa
adalah sejumlah perbedaan yang disusun berdasarkan kontrastif.[5]
Ada tiga sumber yang digunakan sebagai penguat hipotesis anakon, yaitu :

a. Pengalaman praktis guru bahasa asing


Setiap pengajar atau guru bahasa asing (B2) yang sudah berpengalaman pasti mengetahui
secara pasti bahwa kesalahan yang berjumlah cukup besar dan tetap atau selalu berulang
dapat dipulangkan kembali kepada tekanan B1 para siswa. Tekanan atau dorongan B1
tersebut dapat terjadi pada pelafalan, susunan kata, pembentukan kata, susunan kalimat, dan
sebagainya. Misalnya, orang Indonesia berbahasa Arab atau Inggris dengan aksen Indonesia.
b. Telaah mengenai kontak bahasa di dalam situasi kedwibahasaan (bilinguallisme)
Dwibahasaan yang mengenal atau mengetahui dua bahasa atau lebih merupakan wadah
tempat terjadinya kontak bahasa. Semakin besar kuantitas dwibahasaan yang seperti ini
semakin intensif pula kontak antara kedua bahasa. Kontak bahasa menimbulkan fenomena
saling mempengaruhi. Bahasa mana yang berpengaruh besar tergantung kepada tingkat
pengusaan bahasa asing sang dwibahasaan. Bila yang bersangkutan lebih menguasai
bahasa ibu maka bahasa ibu itulah yang banyak mempengaruhi B2. Sebaliknya, karena
suatu sebab, penguasaan B2 melebihi penguasaan B1 maka giliran B1 lah yang dipengaruhi
oleh B2. Dalam taraf permulaan pembelajaran B2 dapat dipastikan bahwa bahasa ibu sangat
menonjol terhadap B2. Bila pengaruh itu tidak sejalan dengan sistem B2 maka terjadilah
interferensi B1 terhadap B2, dan interferensi merupakan sumber kesulitan dalam belajar B2
dan juga penyebab kesalahan berbahasa.
c.

Telaah teori

Sumber ketiga sebagai penguat hipotesis anakon adalah teori belajar, terutama teori transfer.
Transfer maksudnya suatu proses yang melukiskan penggunaan tingkah laku, yang telah
dipelajari, secara otomatis, spontan dalam usaha memberikan response baru. Transfer dapat
bersifat negative atau positif. Transfer negative terjadi kalau sistem B1 yang telah dikuasai
digunakan dalam B2, sedang sistem itu berbeda dalam kedua bahasa. Sebaliknya kalau sistem
tersebut sama maka terjadilah transfer positif.[6]
3. Tuntutan Pedagogis Analisis Kontrastif
Kesulitan dalam belajar B2 serta kesalahan dalam berbahasa yang umum dialami oleh
para siswa yang mempelajari B2 atau bahasa asing menyebabkan adanya tuntutan perbaikan
pengajaran bahasa asing tersebut. Hal inilah yang merupakan tuntutan pedagogis terhadap
anakon. Ada empat langkah yang merupakan tanggapan anakon dalam usaha memperbaiki
pengajaran bahasa, yaitu:
a) Pengidentifikasian perbedaan struktur bahasa
b) Prakiraan kesulitan dan kesalahan berbahasa
c) Penyusunan urutan bahan ajaran
d) Penyampaian bahan ajaran
Kita mulai dengan langkah pertama, mengidentifikasi perbedaan struktur bahasa B1
dan B2 yang akan dipelajari siswa diperbandingkan. Perbandingan bahasa ini mengangkut
segi linguistik. Satu hal yang menjadi tujuan langkah pertama ini adalah terlukisnya
perbedaan antara B1 dan B2 yang akan dipelajari siswa.
Langkah kedua, memperbaiki atau memperkirakan kesulitan belajar dan kesalahan
berbahasa. Hasil perbandingan struktur bahasa berupa identifikasi perbedaan antara B1 dan
B2. berdasarkan identifikasi ini disusunlah perkiraan kesulitan belajar yang akan dihadapi
oleh siswa dalam belajar B2. Kesulitan belajar inilah salah satu sumber dari kesalahan
berbahasa.

Langkah ketiga, menyusun serta mengurutkan bahan ajaran. Perbandingan struktur


menghasilkan identifikasi perbedaan. Identifikasi perbedaan dipakai sebagai dasar
memperkirakan kesulitan serta kesalahan berbahasa. Hal terakhirt inilah yang dipakai sebagai
dasar untuk menentukan urutan atau susunan bahan pengekaran B2. karena isi dari
identifikasi perbedaan antara dua bahasa selalu berbeda, maka buku teks yang seragam bagi
semua siswa di semua daerah belajar B2 tidak relevan lagi.
Langkah keempat berkaitan dengan cara penyampaian bahan. Siswa yang belajar B2
sudah mempunyai kebiasaan tertentu dalam bahasa ibunya. Kebiasaan ini harus diatasi agar
tidak lagi mengintervensi ke dalam B2. pembentukan kebiasaan dalam B2 dilakukan dengan
penyampaian bahan pelajaran yang telah disusun berdasarkan langkah pertama, kedua dan
ketiga dengan cara-cara tertentu. Cara-cara yang dianggap sesuai antara lain : peniruan,
pengulangan, latihan-runtun (drills) dan penguatan (hadiah dan hukuman). Dengan cara ini,
diharapkan para siswa mempunyai kebiasaan ber-B2 yang kokoh dan dapat mengatasi
kebiasaan dalam ber-B1.[7]
5. Interferensi Dan Transfer
Dalam anakon dibedakan antara interferensi dan transfer. Istilah interferensi
digunakan pada penutur bilingual yang secara dasar dan familiar mengetahui dua
bahasa tersebut dan untuk mencapai kedekatan informasi atau untuk menunjukkan prestise,
ia menggunakan campuran dari dua bahasa tersebut. Di sini timbullah alih kode atau campur
kode.
Sedangkan istilah transfer digunakan untuk pindahan bahasa yang menyebabkan
kesalahan karena bentuk-bentuk bahasa itu tidak sama atau penggunaannya tidak sama.[8]
Untuk keperluan anakon dua konsep ini sudah sering dipakai. Proses pengalihan
kebiasaan ber-B1 ke dalam ber-B2 disebut transfer. Sedangkan kesalahan ber-B2 disebut
transfer. Sedangkan kesalahan ber-B2 sebagai akibat kebiasaan ber-B1 yang tidak sama

disebut interferensi. Dengan demikian, transfer negative menjadi sama dengan interferensi
dalam ber-B2.
6. Metodologi Analisis Kontrastif
Sebuah kesepakatan bahwa memperbandingkan kedua bahasa secara menyeluruh
tidaklah mungkin dan tidak praktis. Para pakar bahasa Inggris menganjurkan pendekatan
polisistemik yang berdasarkan asumsi bahwa bahasa itu pada hakikatnya merupakan
system of systems. Oleh karena itu, yang diperbandingkan hanyalah system kedua
bahasa, misalnya sistem fonologi, sistem morfologi.
Selain itu ada pakar linguist yang menyatakan bahwa anakon hanya berfungsi sebagai
penjelas dan bukan peramal, yang menyatakan bahwa sebaiknya anakon membatasi diri pada
perbandingan bagian-bagian bahasa dan menganalisis bagian tata bahasa yang mendatangkan
kesulitan bagi siswa. Pendekatan polisistemik diatas berkaitan dengan penyelesaian secara
umum, sedangkan masalah yang lebih pelik dan kritis adalah comparability atau
keterbandingan. Di dalamnya tersirat adanya sebuah pertanyaan apa yang harus didekatkan
atau disejajarkan untuk diperbandingkan, dalam hal ini dapat dipandang dari tiga segi yakni :
a. Kesamaan Struktur
b. Kesamaan Terjemahan
c. Kesamaan Struktur dan Terjemahan.[9]
7. Ruang Lingkup Kajian Anakon
Anakon meliputi dua aspek yaitu : aspek linguistik dan aspek psikologis. Aspek
linguistik berkaitan dengan struktur pemakaian bahasa dan yang paling mendapat perhatian
adalah kontrastif struktur fonologi, karena diasumsikan bahwa sangat berperan dalam
pengajaran B2.
Sedangkan menurut Stock Well pelafalan bukanlah yang terpenting akan tetapi yang
terpenting adalah tata bahasa dan semantik.

Adapun cakupan anakon dalam aspek linguistik, masih kurang mendapat perhatian,
Jcobovits menyatakan bahwa keterampilan berbahasa dalam bahasa kedua ditentukan oleh
banyak faktor, diantaranya adalah interferensi. Jcobovits menyatakan keterampilan berbahasa
dalam bahasa kedua adalah kumulasi fungsi dari keterampilan berbahasa ibu, latihan dalam
bahasa ibu, dan latihan dalam bahasa kedua serta hubungan struktur bahasa ibu dan bahasa
kedua.[10]
8. Kritik Terhadap Analisis Kontrastif
Walaupun anakon tetap mempunyai manfaat dalam kurun waktu tertentu, ia akhirnya
tidak luput dari kritik. Berdasarkan literatur tentang anakon dan kritik terhadap anakon,
diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Perbedaan tidak selalu menimbulkan kesukaran. Kesukaran tidak identik dengan perbedaan.
Perbedaan kesukaran berkaitan dengan deskripsi linguistik, sedangkan kesukaran berkaitan
dengan proses psikologis.
b. Kesukaran dan kesalahan berbahasa tidak selalu dapat diprediksi, terkadang kesalahan dan
kesukaran yang telah diprediksi tidak terjadi atau sebaliknya.
c. Interferensi bukan merupakan penyebab utama kesalahan berbahasa
d. Bahan pengajaran tidak utuh dan menyeluruh hanya bersifat fragmen saja.
e. Anakon kurang memperhatikan faktor-faktor non struktural
f. Aspek linguistik terlalu bersifat teoritis dan terlalu detail sehingga sukar dipahami dan
dipraktekkan kecuali oleh pakar lingustik.
g. Teori linguistik struktural yang digunakan dianggap kurang memadai karena teori linguistik
struktural tidak mempunyai kategori yang bersifat umum yang dapat digunakan dalam
mengidentifikasi setiap bahasa dengan cara yang sama.
h. Aspek bahasa yang diperbandingkan belum menyeluruh.

Para pendukung anakon memberi tanggapan terhadap kritik-kritik tersebut namun yang
perlu dipertegas pembedaan antara tata bahasa ilmiah kontrastif dan tata bahasa kontrastif
untuk pengajaran, yang pertama bersifat teoritis sedang kedua tata bahasa edukatif atau
pedagogis merupakan penerapan terhadap tata bahasa ilmiah.[11]
9. Implikasi Pedagogis Analisis Kontrastif
Pada awalnya Analisis Kontrastif dalam mengatasi berbagai persoalan pengajaran B2
tetapi harapan tersebut tidak seluruhnya terwujud, hal demikian itu sebagian disebabkan oleh
kekurangcermatan dalam mempraktekkan anakon dan kelemahan anakon itu sendiri,
selanjutnya terlepas dari anakon itu tetap memberikan kontribusi yang berarti bagi pengajaran
B2 serta keharusan untuk menyempurnakan teori dan landasan yang digunakan.
Adapun implikasi anakon dalam pengajaran B2 terlihat dalam segi-segi :
a. Penyusunan materi pengajaran yang didasarkan kepada butir-butir yang berbeda antara B1
dan B2.
b. Penyusunan tata bahasa pedagogis yang didasarkan kepada teori linguistik yang digunakan.
c. Penataan kelas secara terpadu dimana B1 digunakan sebagai pembantu dalam pengajaran B2.
d. Penyajian materi pengajaran secara langsung.
1) Menunjukkan persamaan dan perbedaan B1 dan B2
2) Menunjukkan butir-butir yang mungkin mendatangkan kesalahan dalam B2.
3) Menganjurkan cara-cara mengatasi interfensi.
4) Memberikan latihan intensif pada butir-butir yang berbeda.[12]
Jadi anakon tetaplah fungsional, anakon dapat memprediksi butir-butir tertentu dari suatu
bahasa yang potensial mendatangkan interferensi. Walaupun tidak secara tepat menunjukkan
kesalahan akibat interferensi tersebut namun anakon dapat menjelaskan sebab musabab
kesahan tersebut.

[1]Henry

Guntur Tarigan. Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa, (Bandung :


Angkasa, 1990),. hlm. 4

Pranowo, Analisis Pengajaran Bahasa, (Yogyakarta: Gadjah Mada University


Press), hal 42
[2]
[3]

Ibid, hal.42

[4]

Henry Guntur Tarigan., Op.Cit. hal. 5

[5]

Ibid, hal. 5-6

[6]
[7]

Ibid., hal. 7-8


Ibid, hal. 9-11

[8] Jos

Daniel Parera, Op.Cit., hal. 46-47

[9] Henry Guntur Tarigan,Op.Cit,


[10] Ibid, hal. 22-26.
[11] Ibid, hal. 32-33
[12] Ibid, hal. 40 41.

hal. 20

Anda mungkin juga menyukai