Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KHALAF
(AL – ASY’ARI DAN AL – MATURIDI)

Disusun oleh:
REZA ANANTA YUSUF
RIHAN RELIEFA RAKSASIDIQ
SISKA SITI NURJANAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)


INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM CIAMIS
JAWA BARAT
TAHUN 202
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT., penulis merasakan
kebahagiaan karena atas izin-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul:
“Khalaf (Al – Asy’ari dan Al – Maturidi)”.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih mengandung berbagai


keterbatasan, baik susunan Bahasa maupun materi dan sistematikannya. Oleh karena itu
penulis mengharapkan masukan dan kritik yang konstruktif dari berbagai pihak untuk
upaya penyempurnaan.

Akhir kata, penulis berharap semoga paper ini bisa bermanfaat dan semoga Allah
membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu tersusunnya makalah ini

Ciamis, 18 November 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................
BAB I.........................................................................................................................................
PENDAHULUAN......................................................................................................................
A. LATAR BELAKANG....................................................................................................
B. RUMUSAN MASALAH................................................................................................
C. TUJUAN PENULISAN..................................................................................................
BAB II........................................................................................................................................
PEMBAHASAN........................................................................................................................
A. PENGERTIAN KHALAF..............................................................................................
B. AL-ASY’ARI..................................................................................................................
C. AL-MATURIDI..............................................................................................................
BAB III.....................................................................................................................................11
PENUTUP................................................................................................................................11
A. KESIMPULAN.............................................................................................................11
B. SARAN.........................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Setelah ditinggal oleh Rasulullah SAW, kepemimpinan islam diserahkan
kepada para sahabat dan berlanjut kepada para Tabi’in, serta tabi’ut tabi’in dan
generasi sesudahnya. Banyak ulama bermunculan pada masa itu. Para pakar
membedakannya menjadi dua kelompok, yakni kelompok salaf yang merupakan
sebutan untuk ulama hingga abad ke-3, serta kelompok khalaf yang merupakan
sebutan untuk ulama yang lahir setelah abad ke-3.
Ulama salaf dan khalaf memiliki karakter dan cara yang berbeda dalam
beberapa hal dan cenderung dianggap bertolak belakang. Padahal sebenarnya ahli
Khalaf merupakan gerakan ulama yang menghidupkan dan meneruskan tradisi
salaf, menolak bid'ah dan khurafat supaya kembali kepada Al-Quran dan As-
Sunnah.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu Khalaf?
2. Siapakah Al-Asy’ari dan Al-Maturidi?
3. Apa penyebab kemunculan aliran Al-Asy’ariyah dan Al-Maturidiyah?
4. Apa saja pemikiran teologi/doktrin Al-Asy’ari dan Al-Maturidi?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui arti Khalaf.
2. Untuk mengetahui siapa Al-Asy’ari dan Al-Maturidi.
3. Untuk mengetahui penyebab kemunculan aliran Al-Asy’ariyah dan Al-
Maturidiyah.
4. Untuk mengetahui pemikiran teologi/doktrin Al-Asy’ari dan Al-Maturidi.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN KHALAF
Kata Khalaf biasanya digunakan untuk merujuk para ulama yang lahir
setelah abad III H dengan karakteristik yang bertolak belakang dengan apa yang
dimiliki salaf,diantaranya tentang penakwilan terhadap sifat-sifat Tuhan yang
serupa dengan makhluk pada pengertian yang sesuai dengan ketinggian dan
kesucian-Nya.
Ahli Khalaf merupakan gerakan ulama yang menghidupkan dan
meneruskan tradisi salaf, menolak bid'ah dan khurafat supaya kembali kepada Al-
Quran dan As-Sunnah. Perkembangan zaman terutama dalam pemikiran dan
kebudayaan asing telah mula menyelinap masuk ke dalam pemikiran dan
kebudayaan umat Islam. Kehadiran golongan Khalaf juga bertujuan untuk
menangani permasalahan dalam mentafsirkan sumber agama Islam daripada
sebarang penyelewengan dan membersihkan Akidah Islam daripada pemikiran
falsafah, ketuhanan Yunani, Batiniah, Tasawuf Falsafi dan kebudayaan lama Parsi
daripada terus bertapak dalam masyarakat Islam.

B. AL-ASY’ARI
1. Riwayat hidup
Nama lengkap Al-Asy'ari adalah Abu Al-Hasan 'Ali bin Isma'il bin Ishaq
bin Salim bin Isma'il bin 'Abdillah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah bin Abi
Musa Al-Asy'ari. Menurut beberapa riwayat, Al-Asy'ari lahir di Bashrah pada
tahun 260 H/875 M. Setelah berusia lebih dari 40 tahun, ia hijrah ke kota Baghdad
dan wafat di sana pada tahun 324 H/935 M.8.
Menurut Ibn 'Asakir (w. 571 H), ayah Al-Asy'ari adalah seorang yang
berpaham Ahlussunnah dan ahli hadis. la wafat ketika Al-Asy'ari masih kecil.
Sebelum wafat, ia sempat berwasiat kepada seorang sahabatnya yang bernama
Zakaria bin Yahya As-Saji agar mendidik Al-Asy'ari. Ibunya menikah lagi dengan
seorang tokoh Mu'tazilah yang bernama Abu 'All Al-Jubba'i (w. 303 H/915 M),
2
ayah kandung Abu Hasyim Al-Jubbal (w. 321 H/932 M). Berkat didikan ayah
tinnya, Al-Asyari kemudian menjadi soko Mu'tazilah. Sebagai tokoh Mu'tazilah, la
sering menggantikan Al-Jubba dalam perdebatan menentang lawan-lawan
Mutazilah dan banyak menuli buku yang membela alirannya."
Al-Asy'ari menganut paham Mu'tazilah hanya sampai usia 40 tahun Setelah
itu, secara tiba-tiba ia mengumumkan di hadapan jamaah Masjid Bashrah bahwa
dirinya telah meninggalkan paham Mu'tazilah dan akan 12 menunjukkan
keburukan-keburukannya. Menurut Ibn 'Asakir, yang melatarbelakangi Al-Asy'ari
meninggalkan paham Mu'tazilah adalah pengakuan Al-Asy'ari telah bermimpi
bertemu dengan Rasulullah SAW. sebanyak tiga kali, yaitu pada malam ke-10, ke-
20, dan ke-30 bulan Ramadan. Dalam tiga kali mimpinya, Rasulullah SAW.
memperingatkannya agar segera meninggalkan paham Mu'tazilah dan segera
membela paham yang telah diriwayatkan dari beliau.

2. Penyebab kemunculan aliran Al-Asy’ariyah


Aliran Al-Asy’ariyah dibentuk oleh Abu Al-Hasan ‘Ali Ibn Isma’il Al-
Asy’ari yang lahir di Basrah pada tahun 873 Masehi dan wafat pada tahun 935
Masehi. Beliau masih keturunan Abu Musa Al-Asy’ari, seorang duta perantara
dalam perseteruan pasukan Ali dan Mu’awiyah. 1
Sejak kecil ia berguru pada syech Al-Jubba’i seorang tokoh mu’tazilah yang
sangat terkenal. Ia adalah murid yang cerdas dan ia menjadi kebanggaan gurunya
dan seringkali ia mewakili gurunya untuk acara bedah ilmu dan diskusi. Dengan
ilmu ke-mu’tazilahannya, ia gencar menyebar luaskan paham mu’tazilah dengan
karya-karya tulisnya.
Karena tidak sepaham dengan gurunya dan ketidak puasannya terhadap aliran
Mu’tazilah, walaupun ia sudah menganut paham Mu’tazilah selama 40 tahun, maka
ia membentuk aliran yang dikenal dengan namanya sendiri pada tahun 300
Hijriyah.
Ketidak-puasan Al-Asy’ari terhadap aliran Mu’tazilah diantaranya adalah :
a. Karena adanya keragu-raguan dalam diri Al-Asy’ari yang mendorongnya untuk
keluar dari paham Mu’tazilah. Menurut Ahmad Mahmud Subhi, keraguan itu

1
HarunNasutionTeologi Islam, UI Press, Jakarta, 1986

3
timbul karena ia menganut madzhab Syafi’i yang mempunyai pendapat berbeda
dengan aliran Mu’tazilah, misalnya syafi’i berpendapat bahwa Al-Qur’an itu
tidak diciptakan, tetapi bersifat qadim dan bahwa Tuhan dapat dilihat di akhirat
nanti. Sedangkan menurut paham Mu’tazilah, bahwa Al-Qur’an itu bukan
qadim akan tetapi hadits dalam arti baru dan diciptakan Tuhan dan Tuhan
bersifat rohani dan tidak dapat dilihat dengan mata.
b. Menurut Hammudah Ghurabah, ajaran-ajaran yang diperoleh dari Al-Juba’i,
menimbulkan persoalan-persoalan yang tidak mendapat penyelesaian yang
memuaskan, misalnya tentang mukmin, kafir dan anak kecil.
Puncak perselisihan antara Asy’ariyah dan Mu’tazilah dalam masalah keadilan
Tuhan adalah ketika Mu’tazilah tidak mampu menjawab kritik yang dilontarkan
Asy’ariyah, bahwa jika keadilan mencakup iktiar, baik dan buruk logistik serta
keterikatan tindakan Tuhan dengan tujuan-tujuan semua tindakan-Nya, maka
pendapat ini akan bertentangan dengan ke-Esaan tindakan Tuhan (Tauhid fil
Af’al) bahkan bertentang dengan ke-Esaan Tuhan itu sendiri. Karena ikhtiar
menurut Mu’tazilah merupakan bentuk penyerahan ikhtiar yang ekstrim dan
juga menafikan ikhtiar dari Dzat-Nya.
Dalam pandangan Asy’ariyah, Tuhan itu adil, sedangkan pandangan Mu’tazilah
standar adil dan tidak adil dalam pandangan manusia untuk menghukumi
Tuhan, sebab segala sesuatu yang bekenaan dengan kebaikan manusia
hukumnya wajib bagi Allah.
Tetapi bagaimanapun Al-Asy’ari meninggalkan paham Mu’tazilah ketika
golongan ini sedang berada dalam fase kemunduran dan kelemahan. Setelah Al-
Mutawakkil membatalkan putusan Al-Ma’mun tentang penerimaan aliran
Mu’tazilah sebagai madzhab Negara, kedudukan kaum Mu’tazilah mulai
menurun, apalagi setelah Al-Mutawakkil mengunjukan sikap penghargaan dan
penghormatan terhadap diri Ibn Hanbal, lawan Mu’tazilah terbesar waktu itu.
Dalam suasana demikianlah Al-Asy’ari keluar dari golongan Mu’tazilah dan
menyusun teologi baru yang sesuai dengan aliran orang yang berpegang kuat
pada hadits. Disini timbul pertanyaan, apakah tidak mungkin bahwa Al-Asy’ari
meninggalkan paham Mu’tazilah karena melihat bahwa aliran Mu’tazilah
tidak dapat diterima umumnya umat Islam yang bersifat sederhana dalam
pemikiran-pemikiran ? Dan pada waktu itu tidak ada aliran teologi lain yang
teratur sebagai gantinya untuk menjadi pegangan mereka. Dengan kata lain,
4
tidaklah mungkin bahwa Al-Asy’ari melihat bahayanya bagi umat Islam kalau
mereka ditinggalkan tidak mempunyai pegangan teologi yang teratur. Rasanya
hal inilah, ditambah dengan perasaan syak tersebut diatas yang mendorong Al-
Asy’ari untuk meninggalkan ajaran-ajaran Mu’tazilah dan membentuk teologi
baru setelah puluhan tahun ia menjadi penganut setia aliran Mu’tazilah.

3. Doktrin/Pemikiran teologi Al-Asy’ari


Formulasi pemikiran Al-Asy'ari, secara esensial menampilkan sebuah upaya
sintesis antara formulasi ortodoks ekstrem pada satu sisi dan Mu'tazilah pada sisi
lain. Dari segi etosnya, pergerakan tersebut memiliki semangat ortodoks. Aktualitas
formulasinya jelas menampakkan sifat yang reaksionis terhadap Mu'tazilah, sebuah
reaksi yang tidak bisa 100% menghindarinya.14 Corak pemikiran yang sintesis ini,
menurut Watt dipengaruhi teologi Kullabiah (teologi Sunni yang dipelopori Ibn
Kullab) (w.854 M).15

Pemikiran-pemikiran Al-Asy'ari yang terpenting adalah sebagai berikut:


a. Tuhan dan sifat-sifat-Nya
Be della synte Perbedaan pendapat di kalangan mutakalimin mengenai sifat-
sifat Allah tidak dapat dihindarkan meskipun mereka setuju bahwa
mengesakanAllah adalah wajib. Al-Asy'ari dihadapkan pada dua pandangan
yang ekstrem Pada satu pihak, ia berhadapan dengan kelompok sifatiah
(pemberi sifat kelompok mujassimah (antropomorfis), dan kelompok
musyabbihah berpendapat bahwa Allah mempunyai semua sifat yang
disebutkan dalam Al-Quran dan Sunnah bahwa sifat-sifat itu harus dipahami
menurut am harfiahnya. Pada pihak lain, ia berhadapan dengan kelompok
Murtaza yang berpendapat bahwa sifat-sifat Allah tidak lain selain ensensi-Nya,
dan tangan, kaki, telinga Allah atau Arsy atau kursi tidak boleh diartikan secara
harfiah, tetapi harus dijelaskan secara alegoris.
Menghadapi dua kelompok yang berbeda tersebut, Al-Asy'ari ber pendapat
bahwa Allah memiliki sifat-sifat (bertentangan dengan Mu'tazilah) dan sifat-
sifat itu, seperti mempunyai tangan dan kaki, tidak boleh diartikan secara
harfiah, tetapi secara simbolis (berbeda dengan pendapat kelompok sifatiah).
Selanjutnya, Al-Asy'ari berpendapat bahw sifat-sifat Allah unik dan tidak dapat
dibandingkan dengan sifat-sifat manusia yang tampaknya mirip. Sifat-sifat

5
Allah berbeda dengan Allah tetapi sejauh menyangkut realitasnya (haqiqah)-
tidak terpisah dar esensi-Nya. Dengan demikian, tidak berbeda dengan-Nya.16
b. Kebebasan dalam berkehendak (free-will)
Manusia memiliki kemampuan untuk memilih dan menentukan serta
mengaktualisasikan perbuatannya. Al-Asy'ari mengambil pendapat menengah
di antara dua pendapat yang ekstrem, yaitu Jabariah yang fatalistik dan
menganut paham pra-determinisme semata-mata, dan Mu'tazilah yang
menganut paham kebebasan mutlak dan berpendapat bahwa manusia
menciptakan perbuatannya sendiri."
Untuk menengahi dua pendapat di atas, Al-Asy'ari membedakan antara khaliq
dan kasb. Menurutnya, Allah adalah pencipta (khaliq) perbuat manusia,
sedangkan manusia adalah yang mengupayakannya (muktas Hanya Allah yang
mampu menciptakan segala sesuatu (termasuk keingi manusia).
c. Akal dan wahyu dan kriteria baik dan buruk
Meskipun Al-Asy'ari dan orang-orang Mu'tazilah mengakui pentingnya akal
dan wahyu, tetapi berbeda dalam menghadapi persoalan yang memperoleh
penjelasan kontradiktif dari akal dan wahyu. Al-Asy'ari meng utamakan wahyu,
sementara Mu'tazilah mengutamakan akal.19 Dalam menentukan baik buruk
pun terjadi perbedaan pen dapat di antara mereka. Al-Asy'ari berpendapat
bahwa baik dan buruk harus berdasarkan wahyu, sedangkan Mu'tazilah
mendasarkannya padaakal.
d. Qadimnya Al-Quran
Al-Asy'ari dihadapkan pada dua pandangan ekstrem dalam personal qadimnya
Al-Quran: Mu'tazilah yang mengatakan bahwa Al-Quran dicipta kan
(makhluk), dan tidak qadim; serta pandangan mazhab Hanbali dan Zahiriah
yang menyatakan bahwa Al-Quran adalah kalam Allah (yang qadim dan tidak
diciptakan). Bahkan, Zahiriah berpendapat bahwa semua huruf, kata-kata, dan
bunyi Al-Quran adalah qadim.21 Dalam rangka mendamaikan kedua
pandangan yang saling bertentangan itu, Al-Asy'ari mengatakan bahwa
walaupun Al-Quran terdiri atas kata-kata, huruf, dan bunyi, tetapi hal itu tidak
melekat pada esensi Allah dan tidak qadim.22 Nasution mengatakan bahwa Al-
Quran bagi Al-Asy'ari tidak diciptakan sebab apabila diciptakan, sesuai dengan
ayat.

6
"Sesungguhnya firman Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakimya,
Kami hanya mengatakan kepadanya, Jadilah! Maka jadilah sesuatu itu." (Q.S.
An-Nahl [16]: 40)
e. Melihat Allah
Al-Asy'ari tidak sependapat dengan kelompok otodoks ekstrem, terutama
Zahiriah, yang menyatakan bahwa Allah dapat dilihat di akhirat dan
memercayai bahwa Allah bersemayam di 'Arsy. Selain itu, Al-Asy'ari tidak
sependapat dengan Mu'tazilah yang mengingkari ruyatullah (melihatAllah) di
akhirat." Al-Asy'ari yakin bahwa Allah dapat dilihat dia tetapi tidak dapat
digambarkan. Kemungkinan ruyat dapat terjadi ke Allah yang menyebabkan
dapat dilihat atau la menciptakan kemampun penglihatan mansuia untuk
melihat-Nya,26 akhirat
f. Keadilan
Pada dasarnya Al-Asy'ari dan Mu'tazilah setuju bahwa Allah itu ad Mereka
hanya berbeda dalam cara pandang makna keadilan. Al-Asya tidak sependapat
dengan ajaran Mu'tazilah yang mengharuskan Alla berbuat adil sehingga la
harus menyiksa orang yang salah dan member pahala kepada orang yang
berbuat baik. Al-Asy'ari berpendapat bah Allah tidak memiliki keharusan apa
pun karena la adalah Penguasa Mutlak Jika Mu'tazilah mengartikan keadilan
dari visi manusia yang memilik dirinya, sedangkan Al-Asy'ari dari visi bahwa
Allah adalah Pemilik Mutlak
g. Kedudukan orang berdosa
Al-Asy'ari menolak ajaran posisi menengah yang dianut Mu'tazilah Mengingat
kenyataan bahwa iman merupakan lawan kufur, predikat bagi seseorang harus
satu di antaranya. Jika tidak mukmin, la kafir. Oleh karena itu, Al-Asy'ari
berpendapat bahwa mukmin yang berbuat dosa besar adalah mukmin yang fasik
sebab iman tidak mungkin hilang karena dosa selain kufut.

C. AL-MATURIDI
1. Riwayat hidup
Abu Manshur Al-Maturidi dilahirkan di Maturid, sebuah kota kecil d daerah
Samarkand, wilayah Trmsoxiana di Asia Tengah, daerah yang sekarang disebut
Uzbekistan. Tahun kelahirannya tidak diketahui secara pasti, hany diperkirakan

7
sekitar pertengahan abad ke-3 Hijriah. la wafat pada tahun 331 H/944 M.29
Gurunya dalam bidang fiqh dan teologi bernama Nasyr bin Yahya Al-Balakhi. la
wafat pada tahun 268 H.30 la hidup pada masa Khalifah Al-Mutawakil yang
memerintah tahun 232-274 H/847-861 M.
Karier pendidikan Al-Maturidi lebih dikonsentrasikan untuk menekuni
bidang teologi daripada fiqh, sebagai usaha memperkuat pengetahuannya untuk
menghadapi paham-paham teologi yang banyak berkembang dalam masyarakat
Islam, yang dipandangnya tidak sesuai dengan kaidah yang benar menurut akal dan
syara: Pemikiran-pemikirannya sudah banyak dituangkan dalam bentuk karya tulis,
di antaranya adalah Kitab Tauhid, Tawil Al-Quran, Ma'khaz Asy-Syara'i, Al-Jadi,
Ushul fi Ushul Ad-Din, Maqalatat fi Al Ahkam, Radd Awa'il Al-Adillah li Al-
Ka'bi, Radd Al-Ushul Al-Khamisah li Abu Muhammad Al-Bahili, Radd Al-
Imamah li Al-Ba'd Ar-Rawafidh, dan Kitab Radd ala Al-Qaramithah. Selain itu,
ada pula karangan-karangan yang dikatakan dan diduga ditulis oleh Al-Maturidi,
yaitu Risalah fi Al-Aqaid dan Syarh Figh Al-Akbar.
2. Latar belakang kemunculan aliran Al-Maturidiyah
Latar belakang lahirnya aliran ini, hampir sama dengan aliran Al-
Asy’ariyah, yaitu sebagai reaksi penolakan terhadap ajaran dari aliran Mu’tazilah,
walaupun sebenarnya pandangan keagamaan yang dianutnya hampir sama dengan
pandangan Mu’tazilah yaitu lebih menonjolkan akal dalam sistem teologinya.
Pendiri dari aliran ini adalah Abu Mansur Muhammad Ibn Muhammad Ibn
Mahmud al-Maturidi yang lahir di Samarkand pada pertengahan kedua dari abad
ke sembilan Masehi dan meninggal pada tahun 944 Masehi. Ia adalah pengikut Abu
Hanifah dan paham-pahamnya mempunyai banyak persamaan dengan paham-
paham yang diajarkan oleh Abu Hanifah. Aliran teologi ini dikenal dengan nama
Al-Maturidiyah, yang sesuai dengan nama pendirinya yaitu Al-Maturidi.
3. Doktrin/Pemikiran teologi Al-Maturidi
a. Akal dan Wahyu
Dalam pemikiran teologinya, Al-Maturidi mendasarkan pada Al-Qur'an dan
akal dalam bab ini ia sama dengan Al-asy’ari. Menurut Al-Maturidi,
mengetahui Tuhan dan kewajiban mengetahui Tuhan dapat diketahui dengan
akal. Kemampuan akal dalam mengetahui dua hal tersebut sesuai dengan ayat-
ayat Al-Qur'an yang memerintahkan agar manusia menggunakan akal dalam
usaha memperoleh pengetahuan dan keimanannya terhadap Allah melalui

8
pengamatan dan pemikiran yang mendalam tentang makhluk ciptaannya. Kalau
akal tidak mempunyai kemampuan memperoleh pengetahuan tersebut, tentunya
Allah tidak akan menyuruh manusia untuk melakukannya. Dan orang yang
tidak mau menggunakan akal untuk memperoleh iman dan pengetahuan
mengenai Allah berarti meninggalkan kewajiban yang diperintah ayat-ayat
tersebut. Namun akal menurut Al-Maturidi, tidak mampu mengetahui
kewajiban-kewajiban lainnya.
Dalam masalah baik dan buruk, Al-Maturidi berpendapat bahwa penentu baik
dan buruk sesuatu itu terletak pada suatu itu sendiri, sedangkan perintah atau
larangan syari’ah hanyalah mengikuti ketentuan akal mengenai baik dan
buruknya sesuatu. Dalam kondisi demikian, wahyu diperoleh untuk dijadikan
sebagai pembimbing.
Al-Maturidi membagi kaitan sesuatu dengan akal pada tiga macam, yaitu:
1. Akal dengan sendirinya hanya mengetahui kebaikan sesuatu itu.
2. Akal dengan sendirinya hanya mengetahui kebutuhan sesuatu itu.
3. Akal tidak mengetahui kebaikan dan keburukan sesuatu, kecuali dengan
petunjuk ajaran wahyu.
Jadi, yang baik itu baik karena diperintah Allah, dan yang buruk itu buruk
karena larangan Allah. Pada korteks ini, Al-Maturidi berada pada posisi tengah
dari Mutazilah dan Al-Asy’ari.
b. Perbuatan Manusia
Menurut Al-Maturidi perbuatan manusia adalah ciptaan Tuhan karena segala
sesuatu dalam wujud ini adalah ciptaannya. Dalam hal ini, Al-Maturidi
mempertemukan antara ikhtiar sebagai perbuatan manusia dan qudrat Tuhan
sebagai pencipta perbuatan manusia.
c. Kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan
Menurut Al-Maturidi qudrat Tuhan tidak sewenang-wenang (absolut), tetapi
perbuatan dan kehendaknya itu berlangsung sesuai dengan hikmah dan keadilan
yang sudah ditetapkannya sendiri.
d. Sifat Tuhan
Dalam hal ini faham Al-Maturidi cenderung mendekati faham mutzilah.
Perbedaan keduanya terletak pada pengakuan Al-Maturidi tentang adanya sifat-
sifat Tuhan, sedangkan mutazilah menolak adanya sifat-sifat Tuhan.

9
e. Melihat Tuhan
Al-Maturidi mengatakan bahwa manusia dapat melihat Tuhan. Hal ini
diberitahukan oleh Al-Qur'an, antara lain firman Allah dalam surat Al-Qiyamah
ayat 22dan 23. namun melihat Tuhan, kelak di akherat tidak dalam bentuknya
(bila kaifa), karena keadaan di akherat tidak sama dengan keadaan di dunia.
f. Kalam Tuhan
Al-Maturidi membedakan antara kalam yang tersusun dengan huruf dan
bersuara dengan kalam nafsi (sabda yang sebenarnya atau kalam abstrak).
Kalam nafsi adalah sifat qadim bagi Allah, sedangkan kalam yang tersusun dari
huruf dan suara adalah baharu (hadist).

g. Perbuatan Manusia
Menurut Al-Maturidi, tidak ada sesuatu yang terdapat dalam wujud ini, kecuali
semuanya atas kehendak Tuhan, dan tidak ada yang memaksa atau membatasi
kehendak Tuhan kecuali karena ada hikmah dan keadilan yang ditentukan oleh
kehendak-Nya sendiri.
h. Pengutusan Rasul
Pandangan Al-Maturidi tidak jauh beda dengan pandangan mutazilah yang
berpendapat bahwa pengutusan Rasul ke tengah-tengah umatnya adalah
kewajiban Tuhan agar manusia dapat berbuat baik dan terbaik dalam
kehidupannya.
i. Pelaku dosa besar
Al-Maturidi berpendapat bahwa orang yang berdosa besar tidak kafir dan tidak
kekal di dalam neraka walaupun ia mati sebelum bertobat.

10
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Persamaan Aliran Al-Asy’ariyah dan Al-Maturidiyah
a. Kedua aliran ini lahir akibat reaksi terhadap paham aliran Mu’tazilah.
b. Mengenai sifat-sifat Tuhan, kedua aliran ini menyatakan bahwa Tuhan
mempunyai sifat-sifat dan Tuhan mengetahui bukan dengan dzat-Nya tetapi
mengetahui dengan pengetahuan-Nya.
c. Keduanya menentang ajaran Mu’tazilah mengenai al-Salah wal Aslah dan
beranggapan bahwa al-Qur’an adalah kalam Tuhan yang tidak diciptakan, tetapi
bersifat qadim.
2. Perbedaan Aliran Al-Asy’ariyah dan Al-Maturidiyah
a. Tentang perbuatan manusia. Al-Asy’ari menganut paham Jabariyah sedangkan
Al-Maturidi menganut paham Jabariyah.
b. Tentang fungsi akal. Akal bagi aliran Asy’ariyah tidak mampu untuk
mengetahui kewajiban-kewajiban manusia sedangkan menurut pendapat
Maturidiyah akal dapat mengetahui kewajiban-kewajiban manusia untuk
berterima kasih kepada Tuhan.
c. Tentang Janji dan ancaman Tuhan. Al-Asy’ari berkeyakinan bahwa Allah bisa
saja menyiksa orang yang taat, memberi pahala kepada orang yang durhaka,
sedangkan Al-Maturidi beranggapan lain, bahwa orang yang taat akan
mendapatkan pahala sedangkan orang yang durhaka akan mendapat siksa,
karena Allah tidak akan salah karena Ia Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui.

11
B. SARAN
Kepada para pembaca diharapkan Dapat memahami tentang Aliran Al-
Asy’ariyah dan Al-Maturidiyah serta dapat memberikan kritik dan saran yang
bersifat membangun.

12
DAFTAR PUSTAKA

Rozak, Abdul &Rosihon Anwar, IlmuKalam. PustakaSetia. Bandung: 2009


Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta:
UI Press, 1986, hlm. 76.
Al-Maturidi, Kitab Syarh al-Akbar, Hyderabad: Dar’irah al-Ma’arif al-Nizamiah, 1321 H.

Anda mungkin juga menyukai