Anda di halaman 1dari 13

TOKOH-TOKOH ASWAJA DALAM BIDANG AQIDAH,AKHLAK,FIQIH SERTA

PANDANGAN-PANDANGANNYA.

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Aswaja

Dosen Pengampu : Ibu Mutiara Fahriani,M.Pd

Disusun oleh kelompok 4:

Rosyida Muhtar 2222.041.1

Mahardika Nanda Pratama 2222.049.1

Muhammad Cholil Alfany 2222.052.1

EKONOMI SYARI’AH 1B

FAKULTAS SYARI’AH

UNIVERSITAS ISLAM KH. RUHIAT CIPASUNG

TASIKMALAYA

2023

1
KATA PENGANTAR

Puji beserta syukur marilah kita panjatkan kehadirat illahirobbi, yang telah memberikan
kenikmatan yang melimpah. Sholawat beserta salam semoga tercurah limpahkan kepada
junjungan alam Nabi Muhammad SAW. Berkat limpahan rahmat-Nya penulis mampu
menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Aswaja. Dalam penyusunan
tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi, namun penulis menyadari
bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
proses penyusunan makalah ini sehingga penulis dapat merampungkannya.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang luas dan menjadi sumbangan
pemikiran kepada pembaca khususnya mahasiswa/I Universitas Islam KH.Ruhiat Cipasung.
Penulis sadar bahwa masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen
pengampu, penulis meminta masukannya demi perbaikan pembuatan makalah penulis dimasa
yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.

Tasikmalaya, 16 Mei2023

2
DAFTAR ISI
Daftar isi.................................................................................................................3
KATA PENGANTAR...........................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN
 A. Latar Belakang.........................................................................................4
 B. Rumusan Masalah....................................................................................4
 C. Tujuan.......................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
 1.Tokoh-tokoh Aswaja dalam bidang Aqidah..............................................5
 2. Tokoh-tokoh Aswaja dalam bidang Akhlak.............................................7
 3. Tokoh-tokoh Aswaja dalam bidang Fiqih.................................................8
BAB III PENUTUP
 Kesimpulan...................................................................................................11
 Saran..............................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................12

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Dalam sejarah perjalanan Islam, kondisi politik pemerintahan Islam mengalami pasang
surut. Kadang maju kadang pula mundur (Nasution 2013),

teruta
ma pada masa pertengahan
(1250-1800). Kemajuan-kemajuan yang
dicapai pada periode klasik telah dihancurkan oleh
tentara Mongol dan mengakibatkan runtuhnya Khilafah Abbasiyah di Baghdad. Runtuhnya
kekhalifahan ini mengakibatkan kekuasaan politik Islam mengalami kemunduran secara drastis.
Wilayah kekuasaan Islam terpecah-pecah dalam beberapa kerajaan-kerajaan kecil yang satu
dengan lainnya saling memerangi. Beberapa peninggalan budaya dan peradaban Islam
dihan
curkan oleh tentara-tentara Mongol. Kondisi politik tersebut terus
berlangsung hingga
muncul dan berkembangnya tiga kerajaan besar yang di antaranya adalah kerajaan
Turki
Usmani (Ottoman). Kerajaan ini berhasil memajukan dan telah membangkitkan
kembali
semangat politik Islam, meskipun kemajuan-kemajuan tersebut tidaklah secemerlang dengan
apa yang telah dicapai pada masa klasik.
Sejarah kerajaan Turki Usmani yang ditulis di dalam buku-buku
tarikh Islam sering tidak
mendapat porsi sebanyak yang diperoleh Dinasti
Umayyah dan Abbasiyah. Melihat dari hasil
budaya
Dalam sejarah perjalanan Islam, kondisi politik pemerintahan Islam mengalami pasang
surut. Kadang maju kadang pula mundur (Nasution 2013),

teruta
ma pada masa pertengahan
(1250-1800). Kemajuan-kemajuan yang
dicapai pada periode klasik telah dihancurkan oleh
tentara Mongol dan mengakibatkan runtuhnya Khilafah Abbasiyah di Baghdad. Runtuhnya
kekhalifahan ini mengakibatkan kekuasaan politik Islam mengalami kemunduran secara drastis.
Wilayah kekuasaan Islam terpecah-pecah dalam beberapa kerajaan-kerajaan kecil yang satu
dengan lainnya saling memerangi. Beberapa peninggalan budaya dan peradaban Islam
dihan
curkan oleh tentara-tentara Mongol. Kondisi politik tersebut terus

4
berlangsung hingga
muncul dan berkembangnya tiga kerajaan besar yang di antaranya adalah kerajaan
Turki
Usmani (Ottoman). Kerajaan ini berhasil memajukan dan telah membangkitkan
kembali
semangat politik Islam, meskipun kemajuan-kemajuan tersebut tidaklah secemerlang dengan
apa yang telah dicapai pada masa klasik.
Sejarah kerajaan Turki Usmani yang ditulis di dalam buku-buku
tarikh Islam sering tidak
mendapat porsi sebanyak yang diperoleh Dinasti
Umayyah dan Abbasiyah. Melihat dari hasil
budaya
Ahlussunnah wal jamaah atau aswaja adalah pemahaman tentang akidah
yangberpedoman pada Nabi Muhammad SAW, dan para sahabatnya, Atau dengan artian
lainaswaja yaitu golongan yang mengikuti perilaku Nabi Muhammad SAW, dan
parasahabatnya pada zaman pemerintahan Khulafaur Rasyidin. Pada akhir abad ke III tahun
Hijriyah, timbullah golongan aswaja yang di peloporioleh dua orang ulama besar dalam
Ushuluddin yaitu Syeikh Abu Hasan ‘Ali al Asy’aridan Syeikh Abu Mansur al Maturidi.Pada
abad-abad berikutnya muncullah Ulama-ulama besar kaum Ahlussunnah walJama’ah yang
menyebar-luaskan pengajian-pengajian Imam Abu Hasan al Asy’ari, diantaranya Imam Abu
Bakar al Qaffal (wafat 365 H), Imam Abu Ishaq Al Asfaraini(wafat 411 H), Imam al Hafizh al
Baihaqi (wafat 458 H), Imam al Gazali (wafat 505 H),Imam Fakhruddin ar Razi (wafat 606 H),
dan masih banyak lagi.

B. Rumusan masalah

1. Tokoh-tokoh Aswaja dalam bidang Aqidah serta pandangannya ?


2. Tokoh-tokoh Aswaja dalam bidang Akhlak serta pandangannya?
3. Tokoh-tokoh Aswaja dalam bidang Fikih serta pandangannya ?

C. Tujuan

1. Mahasiswa/I dapat mengetahui Tokoh-tokoh Aswaja dalam bidang Aqidah serta


Pandangannya
2. Mahasiswa/I dapat mengetahui Tokoh-tokoh Aswaja dalam bidang Akhlak serta
Pandangannya
3. Mahasiswa/I dapat mengetahui Tokoh-Tokoh Aswaja dalam bidang Fiqih serta
Pandangannya

5
BAB II
PEMBAHASAN

A.Tokoh-Tokoh Aswaja dalam bidang Aqidah


1. Abu Hasan Al-Asyâri
Nama lengkap Al-Asyâri adalah Abu Hasan âli bin Ismâil bin Ishaq bin Salim bin ismail bin
âbdillah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah bin Abi Musa Al-Asyâri. Menurut beberapa riwayat,
Al-Asyâri lahir di Bashrah pada tahun 260H/875M. Beliau wafat di Baghdad pada tahun
324H/935M. (Dr. H. Achmad Mihibbin Zuhri, 2013)
Al-Asyâri merupakan salah satu murid dari tokoh Muktazilah Abu âli AlJubbai. Namun hanya
sampai usia 40 tahun Al-Asyari menganut paham Muktazilah. Menurut Ibn âsakit latar belakang
ia keluar dari paham Muktazilah adalah ia bermimpi bertemu dengan Rasuulullah SAW
sebanyak 3 kali. Dan ia diperingatkan oleh Rasulullah agar segera meninggalkan paham tersebut
dan segera mengikuti paham/ajaran yang telah diriwayatkan Rasulullah dan sahabatnya. Alasan
lainnya karena pada saat perdebatan Al-Jubbâi diam dan tidak dapat menjawab pertanyaan dari
Al-Asyâri (muridnya) mengenai kedudukan mukmin, kafir, dan anak kecil di akhirat nanti. Hal
tersebutlah yang membuat Al-Asyâri merasa ragu dan tidak puas lagi dengan ajaran Muktazilah
lalu memutuskan untuk keluar dan menyusun teologi baru sesuai dengan ajaran Rasulullah dan
sahabat, yang dikenal dengan Al-Maturidiyah.
Berikut adalah pemikiran-pemikiran penting Al-Asyâri:
1) Tuhan dan sifat-sifatnya
Al-Asyâri berpendapat bahwa Allah mempunyai sifat-sifat (bertentangan dengan Muktazilah)
dan sifat-sifat itu tidak boleh diartikan secara harfiah tetapi secara simbolis.
2) Kebebasan dalam berkehendak
Allah adalah pencipta (khaliq) perbuatan manusia, sedangkan manusia adalah yang
mengupayakannya (muktasib).
3) Qadimnya Al-Qurân
Al-Qurân terdiri atas kata-kata, huruf dan bunyi, tetapi hal itu tidak melekat pada esensi Allah
dan tidak qadim.
4) Wahyu dan kriteria baik dan buruk

6
Dalam menghadapi persialan yang memperoleh penjelasan kontradiktif, serta dalam
menentukan baik dan buruk, Al-Asyâri lebih mengutamakan wahyu daripada akal.
5) Melihat Allah
Allah dapat dilihat di akhirat kelak, tetapi tidak dapat digambarkan. Dan kalau dikatakan Allah
dapat dilihat, itu tidak mengandung pengertian seperti bahwa apa yang bisa dilihat harus bersifat
diciptakan.
6) Kedudukan orang yang berdosa
Orang mukmin yang berdosa besar adalah mukmin yang fasik sebab iman tidak mungkin
hilang karena dosa selain kufur. Dalam kenyataan, iman adalah lawan dari kufur, predikat
seseorang harus berada satu diantaranya. Jika tidak mukmin, maka ia kafir.
7) Keadilan
Allah memiliki kekuasaan mutlak, taka da satupun yang wajib bagi-Nya dan Allah berbuat
sekehendaknya.
2. Abu Manshur al-Maturidi
Bernama lengkap Abu Manshur Muhammad Ibn Muhammad Ibn Mahmud al- Maturidi, lahir
di Maturid, daerah Samarkand (Uzbekistan). Lahir sekitar pertengahan abad ke-3H. wafat pada
tahun 333H/944M.
Murid dari Nasyr bin Yahya al-Balakhi seorang guru dalam bilang fiqh dan teologi, Abu
Manshur juga merupakan pengikut Abu Hanifah yang banyak memakai rasio dalam pandangan
keagamaannya, sehingga banyak persamaan dalam sistem teologi yang ditimbulkannya namun
termasuk dalam golongan teori Ahli Sunnah yang kemudian dikenal dengan nama al-
Maturidiyah.
Literatur dari ajaran Abu Manshur tidak sebanyak Al-Asyâri. Banyak karangan Al- Maturidi
yang belum dicetak dan kemungkinan masih dalam bentuk manuskrip antara lain kitab al-Tauhid
dan kitab Tâwil Al-Qurân. Selain itu, ada pula karangan-
karangan yang dikatakan dan diduga ditulis oleh Al-Maturidi, antara lain Risalah fi Al- Aqaid
dan Syarh Fiqh Al-Akbar.
Berikut adalah pemikiran Al-Maturidi:
1) Akal dan wahyu
Dalam pemikiran teologi, Al-Maturidi mendasar pada Al-Qurân dan akal, namun porsi yang
diberikan pada akal lebih besar daripada yang diberikan pada Al-Asyâri.
2) Perbuatan manusia

7
Perbuatan manusia adalah ciptaan Allah karena segala sesuatu dalam wujud ini adalah ciptaan-
Nya, beliau mempertemukan antara ikhtiar sebagai perbuatan manusia dengan qudrat Allah
sebagai pencipta perbuatan manusia.
3) Melihat Allah
Manusia dapat melihat Allah. Namun mellihat Allah, kelak di akhirat tidak dalam bentuknya
(bila kaifa), karena keadaan di akhirat tidak sama dengan keadaan di dunia.
4) Kalam Tuhan
Al-Maturidi membedakan antara kalam yang tersusun dengan huruf dan bersuara dengan kalam
nafsi (sabda yang sebenarnya atau kalam abstrak). Kalam nafsi adalah sifat Qadim bagi Allah,
sedangkan kalam yang tersusun dari huruf dan suara adalah baharu (hadist). Kalam nafsi tidak
dapat kita ketahui hakikatnya bagaimana Allah bersifat dengan (bila kaifa) tidak di ketahui,
kecuali dengan suatu perantara.
5) Pelaku dosa besar
Orang dengan dosa besar tidak kafir dan tidak kekal dalam neraka walaupun ia meninggal
sebelum bertaubat. Hal ini karena Allah telah menjanjikan dan akan memberikan balasan kepada
manusia sesuai dengan amal perbuatannya. Perbuatan dosa besar selain syirik tidak menjadikan
seorang kafir atau murtad.
6) Kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan
Qudrat Tuhan tidak sewenang-wenang (absolut), tetapi perbuatan dan kehendak-Nya itu
berlangsung sesuai dengan hikmah dan keadilan yang sudah ditetapkan-Nya sendiri.
Sesungguhnya ajaran-ajaran akidah Islam Imam Abu al-Hasan Al-Asyâri dan Imam Abu Mansur
berada pada jalan yang sama. Namun, terdapat beberapa perbedaan antara Asyâriyah dan
Maturidiyah yaitu pada masalah-masalah cabang akidah (Furuâ al-âqidah). Hal ini tidak
menjadikan kedua kelompok ini berdebat.
3. Imam Abu Hasan al-Basri
Beliau bernama asli Hasan Al-Basriadalah Abu Sâid Al Hasan bin Yasar. Beliau merupakan
anak dari Khoiroh dan Yasaar, budak Zaid bin Tsabit tepatnya pada tahun 21 H di kota Madinah
setahun setelah perang shiffin, sumber lain menyatakan beliau lahir dua tahun sebelum
berakhirnya masa pemerintahan Khalifah Umar bin Al- Khattab.
B. Tokoh-tokoh Aswaja dalam bidang Akhlak/Tasawuf
1. Imam al-Ghazali
Beliau bernama lengkap Abu Hamid Muhammad Ibn Muhammad Ibn Muhammad al-Ghazali.
Beliau merupakan orang Persia asli. Lahir di Thus sebuah kota kecil di Khurasan (sekarang Iran)
pada tahun 450H/1058M dan wafat pada tahun 505H/1111M.
Karya-karya Imam al-Ghazali, antara lain:

8
1) Al-Iqtisad fi Al-Itiqad (480H), karya kelam terbesar Al-Ghazali untuk mempertahankan
akidah Aswaja secara rasional.
2) Al-Risalat Al-Qudsiyyah, karya Al-Ghazali yang disajikan secara ringan untuk
mempertahankan akidah Aswaja.
3) Qowâid Al-Aqoâid, karya teologi yang mendeskripsikan materi akidah yang benar menurut
paham Aswaja.
4) Ihya Ulumuddin, karya Al-Ghazali yang terbesar yang memuat ide-ide sentral Al-Ghazali
untuk menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama Islam termasuk teologi.
2. Imam Junaid al-Baghdadi
Bernama lengkap Abu Al-Qasim Al-Junayd bin Muhammad Al-Junayd Al- Khazzaz Al-
Qawariri, lahir sekitar tahun 210 H di Baghdad, Iraq dan wafat pada tahun 297H/910M. Berasal
dari keluarga Nihawand, keluarga pedagang di Persia, yang kemudian pindah ke Iraq. Al-Junaid
merupakan seorang sufi terkemuka di samping seorang ahli fiqih.
Menurut Al-Baghdadi, tasawuf adalah hubungan antara kita dengan-Nya tiada perantara.
Ajarannya dengan melakukan semua akhlak yang baik menurut sunnah Rasul dan meninggalkan
semua akhlak yang butuk dan melepaskan hawa nafsu menurut kehendak Allah serta merasa
tiada memiliki apapun, juga tidak di miliki oleh sesiapa pun kecuali Allah. Tasawuf Al-Junaid al-
Baghdadi terkesan berusaha menciptakan keseimbangan antara syariât dan hakikat.
C. Tokoh-tokoh Aswaja dalam bidang Fiqih
Dalam bidang fiqih dan amaliah, Ahlussunnah wal jama’ah mengikuti pola bermadzhab dengan
mengikuti salah satu madzhab fiqh yang dideklarasikan oleh para ulama yang mencapai
tingkatan mujtahid mutlaq. Beberapa madzhab fiqh yang sempat eksis dan diikuti oleh kaum
Muslimin Ahlussunnah wal Jama’ah ialah madzhab Hanafi. Maliki, Syafi’i, Hanbali, madzhab
Sufyan al-Tsauri, Sufyan bin Uyainah, ibn Jarir, Dawud al-Zhahiri, al-Laits bin Sa’ad, al-Auza’i,
Abu Tsaur dan lain-lain. Namun kemudian dalam perjalanan panjang sejarah Islam, sebagian
besar madzhab-madzhab tersebut tersisih dalam kompetisi sejarah dan kehilangan pengikut,
kecuali empat madzhab yang tetap eksis dan berkembang hingga dewasa ini. Pengikut empat
madzhab tersebut, diakui sebagai kaum Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Berkaitan dengan hal tersebut, disini perlu dikemukakan sebuah pertanyaan, dimanakah letak
posisi madzhab al-Asy’ari di kalangan pengikut madzhab fiqh yang empat? Untuk menjawab
pertanyaan tersebut, marilah kita ikuti penjelasan berikut ini secara rinci tentang posisi madzhab
al-Asy’ari di kalangan pengikut madzhab fiqh yang empat.
1. Madzhab Hanafi
Madzhab Hanafi ini didirikan oleh al-Imam abu Hanifah an-Nu’man bin Tsabit al-Kufi (80 – 150
H / 699-767 M). Pada mulanya madzhab Hanafi ini diikuti oleh kaum Muslimin yang tinggal di
Irak, daerah tempat kelahiran abu Hanifah, pendirinya. Namun kemudian, setelah Abu Yusuf
menjabat sebagai hakim agung pada masa Daulah Abbasiyyah, madzhab Hanafi menjadi populer

9
di negeri-negeri Persia, Mesir, Syam dan Maroko. Dewasa ini, madzhab Hanafi diikuti oleh
kaum Muslimin di Negara-negara Asia Tengah, yang dalam referensi klasik dikenal dengan
negeri seberang Sungai Jihun (sungai Amu Daria dan Sir Daria), Negara Pakistan, Afghanistan,
India, Bangladesh, Turki, Albania, Bosnia dan lain-lain.
Dalam bidang ideologi, mayoritas pengikut madzhab Hanafi mengikuti madzhab al-Maturidi.
Sedangkan ideologi madzhab al-Maturidi sama dengan ideologi madzha al-Asy’ari. Antara
keduanya memang terjadi perbedaan dalam beberapa masalah, tetapi perbedaan tersebut hanya
bersifat verbalistik (lafzhi), tidak bersifat prinsip dan substantif (haqiqi dan ma’nawi). Oleh
karena itu dapatlah dikatakan bahwa pengikut madzhab al-Maturidi adalah pengikut madzhab al-
Asy’ari juga. Demikian pula sebaliknya, pengikut madzhab al-Asy’ari adalah pengikut madzhab
al-Maturidi juga. Dalam hal tersebut al-Imam Tajuddin as-Subki mengatakan, “Mayoritas
pengikut Hanafi adalah pengikut madzhab al-Asy’ari, kecuali sebagian kecil yang mengikuti
Mu’tazilah.”
2. Madzhab Maliki
Madzhab Maliki ini dinisbahkan kepada pendirinya, al-Imam Malik bin Anas al-Ashbahi (93-
179 H/712-795 M). Madzhab ini diikuti oleh mayoritas kaum muslimin di Negara-negara Afrika,
seperti Libya, Tunisia, Maroko, Aljazair, Sudan, Mesir, dan lain-lain. Dalam bidang teologi,
seluruh pengikut madzhab Maliki mengikuti madzhab al-Asy’ari tanpa terkecuali. Berdasarkan
penelitian al-Imam Tajuddin as-Subki, belum ditemukan di kalangan pengikut madzhab Maliki,
seorang yang mengikuti selain madzhab al-Asy’ari.
3. Madzhab Syafi’i
Madzhab Syafi’i ini didirikan oleh al-Imam Abu Abdillah Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i
(150-204 H/767-820 M). Madzhab Syafi’i ini diakui sebagai madzhab fiqh terbesar jumlah
pengikutnya di seluruh dunia. Tidak ada madzhab fiqh yang memiliki jumlah beitu besar seperti
madzhab Syafi’i, yang diikuti oleh mayoritas kaum Muslimin Asia Tenggara seperti Indonesia,
Malaysia. Filipina, Singapura, Thailand, India bagian Selatan seperti daerah Kirala dan Kalkutta,
mayoritas Negara-negara Syam seperti Syiria, Yordania, Lebanon, Palestina, sebagian besar
penduduk Kurdistan, Kaum Sunni di Iran, mayoritas penduduk Mesir dan lain-lain.
Dalam bidang ideologi, mayoritas pengikut madzhab Syafi’i mengikuti madzhab al-Asy’ari
sebagaimana ditegaskan oleh al-Imam Tajuddin as-Subki, kecuali beberapa gelintir tokoh yang
mengikuti faham Mujassimah dan Mu’tazilah.
4. Madzhab Hanbali
Madzhab Hanbali ini didirikan oleh al-Imam Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal
al-Syaibani (164-241 H/780-855 M). Madzhab Hanali ini adalah madzhab yang paling sedikit
jumlah pengikutnya, karena tersebarnya madzhab ini berjalan setelah madzhab-madzhab lain
tersosialisasi dan mengakar di tengah masyarakat. Madzhab ini diikuti oleh mayoritas penduduk
Najd, sebagian kecil penduduk Syam dan Mesir. Dalam bidang ideologi, mayoritas ulama
Hanbali yang utama (fudhala’), pada abad pertengahan dan sebelumnya, mengikuti madzhab al-
Asy’ari. Di antara tokoh-tokoh madzhab Hanbali yang mengikuti madzhab al-Asy’ari ialah al-

10
Imam ibn Sam’un al-Wa’izh, Abu Khaththab al-Kalwadzani, Abu al-Wafa bin ‘Aqil, al-Hafizh
ibn al-Jawzi dan lain-lain. Namun kemudian sejak abad pertengahan terjadi kesenjangan
hubungan antara pengikut madzhab al-Asy’ari dengan pengikut madzhab Hanbali.
Berdasarkan penelitian al-Hafizh ibn Asakir al-Dimasyqi, pada awal-awal metamorfosa
berdirinya madzhab al-Asy’ari, para ulama Hanbali bergandengan tangan dengan para ulama al-
Asy’ari dalam menghadapi kelompok-kelompok ahli id’ah seperti Mu’tazilah, Syi’ah, Khawarij,
Murji’ah dan lain-lain. Ulama Hanbali dalam melawan argumentasi kelompok-kelompok ahli
bid’ah, biasanya menggunakan senjata argumentasi ulama al-Asy’ari. Dalam bidang teologi dan
ushul fiqh, para ulama Hanbali memang belajar kepada ulama madzhab al-Asy’ari. Hingga
akhirnya terjadi perselisihan antara madzhab al-Asy’ari dan madzhab Hanbali pada masa al-
Imam Abu Nashr al-Qusyairi dan pemerintahan Perdana Menteri Nizham al-Mulk. Sejak saat itu,
mulai terpolarisasi kebencian antara pengikut madzhab al-Asy’ari dan madzhab Hanbali.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Aswaja adalah suatu golongan yang menganut syariat islam yang berdasarkan pada
al-quran dan hadis. Ajaran Aswaja berasal dari Nabi Muhammad saw melalui perantara
para sahabatnya tanpa mengalami perubahan. Aswaja sangat penting untuk kita pelajari
karena Aswaja merupakan suatu pedoman hidup yang baik.

B. Saran

Dengan selesainya makalah ini semoga bermanfaat bagi pembaca. Makalah ini jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu saya mohon kepada para pembaca agar dapat memberikan saran,
kritik, atau komentarnya demi kelancaran tugas ini.
Atas perhatiannya saya ucapkan terimakasih.

12
DAFTAR PUSTAKA

http://anikhidayahh.blogspot.com/2016/07/makalah-pengertian-sejarah-dan-tokoh.html
https://retizen.republika.co.id/posts/15615/tokoh-tokoh-ahlusunnah-wal-jamaah

13

Anda mungkin juga menyukai