TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM
RIAU
2019
Kata Pengantar
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena penulis telah
menyelesaikan tugas mata kuliah Sejarah Peradaban Islam dalam bentuk makalah
sebagai tugas kelompok.
Dosen Mata Kuliah yang telah memberikan tugas kepada penulis sehingga
penulis termotivasi dan menyelesaikan tugas ini.
Penulis
Daftar Isi
Daftar Isi.................................................................................................................. 3
Perkembangan Islam pada zaman Nabi Muhammad SAW dan Para Sahabat
merupakan zaman keemasan Umat Islam, hal itu bisa terlihat dari bagaimana
kemurnian Islam itu sendiri dengan adanya pelaku dan faktor utamanya yaitu
Rasulullah SAW. Kemudian pada zaman para sahabat, terkhusus pada zaman
Khulafaur Rasyidin, Islam berkembang dengan pesat dimana hampir 2/3 bumi
yang kita huni ini dipegang dan dikendalikan oleh Islam. Hal itu tentunya tidak
terlepas dari para pejuang yang sangat gigih dalam mempertahankan dan juga
dalam menyebarkan Islam sebagai agama Tauhid yang diridhoi. Perkembangan
Islam pada zaman ini merupakan titik tolak perubahan peradaban kearah yang
lebih maju. Maka tidak heran para sejarawan mencatat bahwa Islam pada zaman
Nabi Muhammad SAW dan Khulafaur Rasyidin merupakan Islam yang luar biasa
pengaruhnya. Namun pada zaman sekarang ini seolah kita melupakannya.
Sehingga kita selalu mengulangi kesalahan yang pernah ada dimasa lalu. Padahal
sejarah merupakan suatu rujukan yang sangat penting saat kita akan membangun
masa depan. Oleh sebab itu, perlu kiranya kita mengkaji kembali bagaimana
sejarah Islam yang sebenarnya.
1.3 Tujuan
Secara bahasa, Khulafaur Rasyidin berasal dari kata Khulafa dan Ar-
Rasyidin. Kata Khulafa’ merupakan jamak dari kata Khalifah yang berarti
pengganti. Sedangkan Ar-Rasyidin artinya mendapat petunjuk. Artinya yaitu
orang yang ditunjuk sebagai pengganti, pemimpin atau pemimpin yang selalu
mendapat petunjuk dari Allah SWT.
1
Ahmad Amin, Islam Dari Masa ke Masa (Terjemahan dari Yaumul Islam), Bandung: Rosda,
1987, hlm. 80.
2.1.1 Abu Bakar Ash-Shiddiq (632 -634 M)
Abu Bakar, nama lengkapnya adalah Abdullah Ibnu Abi Quhafah At-
Tamimi, di zaman pra Islam bernama Abdul Ka’bah. Setelah masuk Islam, Nabi
mengganti namanya menjadi Abdullah Abu Bakar. Namun orang-orang
memanggilnya Abu Bakar. Dalam bahasa Arab, Bakar berarti dini atau pagi.
Nama ini diberikan karena ia adalah orang yang paling dini memeluk Islam. Gelar
Ash-Shiddiq diperolehnya karena ia dengan segera membenarkan nabi dalam
berbagai peristiwa, terutama Isra’ dan Mi’raj.2
Umar ibnu Khatab putera dari Nufail al Quraisy dari suku bani Adi, salah
satu kabilah suku Quraisy. Umar dilahirkan di Mekkah empat tahun sebelum
kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Umar masuk Islam setelah tahun kelima kenabian. Keislaman Umar terbukti
membawa kemajuan pesat bagi Islam. Kaum muslimin menjadi berani terang-
terangan melakukan salat dan thawaf. Umar juga tidak takut menantang paman
sendiri, yaitu Abu Jahal seorang yang paling membenci Islam. Ia menemui Abu
Jahal dan terang-terangan mengaku telah memeluk agama Islam. Karena
2
Hassan Ibrahim Hassan, Tarikhul-Islam, As-Siyasi Ad-Dini As-Saqafi Al-Ijtima’i, JIlid I, Kairo:
Maktabah An-Nahdah Al-Misriyah, Cetakan ke-9, 1979, hlm. 205.
ketegasannya itu, Umar mendapat julukan ”Al Faruq” yang artinya pembeda
antara yang baik dan buruk.
Karena sifatnya yang tegas, tak jarang Umar mendebat Rasulullah, seperti
dalam Perjanjian Hudaibiyah. Sebab, ia merasa perjanjian tersebut merugikan
kaum muslimin. Namun di balik badannya yang kekar dan kuat serta wataknya
yang keras dan tegas, Umar menyimpan sifat lembut dan perasa. Hatinya mudah
tersentuh sampai menangis terharu. Tak jarang para sahabat menyaksikan Umar
menangis setelah shalat karena teringat dosa-dosanya pada masa Jahiliyah.
Usman bin Affan enam tahun lebih muda dari pada Nabi SAW. Kabilahnya
Bani Umayyah, merupakan kabilah Quraisy yang dihormati karena kekayaannya.
Kekayaan tersebut mereka peroleh dari usaha perdagangan. Keluarga Usman juga
kaya raya. Pada usia remaja, Usman sudah mulai menjalankan usaha dagangnya
ke berbagai negeri.
3
Mun’im Majeed, Tarikh Al-Hadarah Al-Islamiyah, Mesir: Angelo, 1965, hlm. 28.
Usman menerima ajakan Rasulullah memeluk Islam tanpa ragu. Tidak
berapa lama, Usman menikah dengan Ruqayah, putri Rasululah SAW.
Keimanannya tak pernah goyah bahkan ketika ia disiksa oleh salah seorang
pamannya dari Bani Umayyah untuk meninggalkan Islam dan kembali ke
pangkuan agama nenek moyang.
Sepeninggalan Umar bin Khatab, Dewan Syura mulai bersidang untuk me-
nentukan pengganti Umar. Abdurrahman bin auf ditunjuk sebagai ketua sidang.
Sidang berjalan keras sehingga selama tiga hari lamanya. Pada hari terakhir, Ab-
durrahman bin Auf, Zubair bin Awwan, Saad bin Abi Waqash dan Thalhah bin
Ubaidillah mengundurkan diri dari pencalonan. Maka calon khalifah yang tersisa
hanyalah Ali bin Abu Thalib dan Usman bin Affan sebagai khalifah. Ketika
dibaiat, usia Usman bin Affan hampir 70 tahun. Ia terpilih mengalahkan Ali bin
Abu Thalib sebagian karena pertimbangan usia.
Ali bin Abi Thalib lahir pada hari Jum’at tanggal 13 Rajab di Kota Mekkah
sekitar tahun 600 M. Ia lahir dari pasangan Abu Thalib bin Abdull Muthalib dan
Fatimah binti Asad. Abu Thalib adalah kakak Abdullah ayah Nabi Muhammad.
Jadi Ali dan Muhammad SAW adalah saudara sepupu. Sejak kecil Ali hidup
serumah dengan Muhammad SAW, dan diasuh oleh Nabi. Nabi tentu saja ingat
bahwa dia pernah diasuh oleh pamannya, Abu Thalib. Ketika dalam asuhan
sepupunya inilah, Ali mendapat cahaya kebenaran yakni Islam. Tanpa ragu sedikit
pun ia memutuskan untuk menyatakan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Keputusan ini dilakukan ketika Ali masih kecil, ketika umurnya baru 10 tahun.
Secara keseluruhan, ia adalah orang ketiga yang memeluk Islam dan yang pertama
dari golongan anak-anak.
Dari Madinah, bersama Nabi dan kaum muslimin lainnya berjuang bersama
sama. Ali hampir tidak pernah absen di dalam mengikuti peperangan bersama
rasulullah SAW, seperti perang Badar, Uhud, Khandak, Khaibar dan pembebasan
kota Mekkah.
Beberapa sahabat terkemuka seperti Zubair bin Awwam dan Thalhah bin
Ubaidillah, ingin membaiat Ali sebagai khalifah. Mereka memandang bahwa
dialah yang pantas dan berhak menjadi seorang khalifah. Namun Ali belum
mengambil tindakan apa pun. Keadaan begitu kacau dan mengkhawatirkan
sehingga Ali pun ragu-ragu untuk membuat suatu keputusan dan tindakan. Setelah
terus menerus didesak, Ali akhirnya bersedia dibaiat menjadi khalifah pada
tanggal 24 Juni 656 M, bertempat di Masjid Nabawi. Hal ini menyebabkan
semakin banyak dukungan yang mengalir, sehingga semakin mantap saja ia
mengemban jabatan khalifah. Namun sayangnya, ternyata tidak seluruh kaum
muslimin membaiat Ali bin Abu Thalib sebagai khalifah. Selama masa
kepemimpinannya, khalifah Ali sibuk mengurusi mereka yang tidak mau
membaiat dirinya tersebut. Sama seperti pendahulunya yaitu Rasulullah, Abu
Bakar dan Umar, Usman, khalifah Ali juga hidup sederhana dan zuhud. Ia tidak
senang dengan kemewahan hidup. Ia bahkan menentang mereka yang hidup
bermewah-mewahan.
Sebagai khalifah keempat, Ali bin Abi Thalib meneruskan cita-cita Abu
Bakar dan Umar. Ia mengikuti dengan tepat prinsip-prinsip Baitul Mal dan
memutuskan untuk mengembalikan semua tanah yang diambil alih oleh Bani
Umayah ke dalam perbendaharaan negara. Demikian hibah atau pemberian
Usman kepada siapapun yang tiada beralasan, diambil kembali. Ali kemudian
bertekad unruk mengganti semua gubernur yang tidak disenangi rakyat, tetapi
Mua’wiyah, gubenur Syria, menolaknya. Oleh karenanya khalifah Ali harus
menghadapi kesulitan dengan Bani Ummayah.
5. Sistem Nepotisme
1. Pembukuan Al-Qur’an
Setelah Rasulullah SAW wafat dan Abu Bakar menjadi khalifah, terjadi
perang Yammah yang merenggut korban kurang lebih 70 orang sahabat penghafal
Al-Qur’an. Banyaknya sahabat yang gugur dalam peristiwa tersebut, timbul
kekhawatiran di kalangan para sahabat khususnya Umar bin Khathab, bahwa hal
ini akan menyebabkan hilangnya Al-Qur’an. Awalnya Abu Bakar keberatan
karena hal itu tidak dilakukan oleh Rasul. Umar menyarankan kepada Abu Bakar
agar menghimpun surat-surat dan ayat-ayat yang masih berserakan kedalam satu
mushaf. Akhirnya Abu Bakar menyetujuinya. Menurut Jalaluddin As-Suyuti
bahwa pengumpulan Alquran ini termasuk salah satu jasa besar dari Khalifah Abu
Bakar.5 Ketika Umar menjadi khalifah, mushaf itu berada dalam pengawasannya.
Sepeninggal Umar, mushaf tersebut disimpan di rumah Hafsah binti Umar, istri
Rasulullah SAW.
5
Jalaluddin As-Suyuti, Tarikh al-Khulafa, Beirut: Darul Fikr, 1979, hlm. 67 dan 72.
Dimasa Usman bin Affan, timbul perbedaan cara membaca Al-Qur’an
dikalangan umat islam. Untuk itu Usman membentuk suatu panitia yang di ketuai
oleh Zaid bin Tsabit. Sedangkan yang mengumpulkan tulisan-tulisan Al-Qur’an
antara lain adalah dari Hafsah, salah seorang istri Nabi SAW. Zaid membuat
salinan naskah Al-Quran sejumlah 6 buah. Setelah selesai mushaf dikembalikan
kepada Hafsah. Khalifah menyuruh agar salinan tersebut di kirim ke beberapa
wilayah Islam sebagai pedoman yang benar untuk masa selanjutnya.6
Pada masa permulaaan Islam, para sahabat yang utama baik dalam
kedudukannya sebagai pejabat maupun dengan sukarela, berangkat ketempat-
tempat pemukiman baru dan kota-kota lainya untuk mengajarkan agama Islam
kepada penduduk setempat. Di tempat-tempat baru itu mereka berhadapan dengan
berbagai masalah. Pemecahan masalah-masalah tersebut merupakan cikal bakal
bagi lahirnya ilmu pengetahuan, terutama dalam bidang agama.
3. Perkembangan Arsitektur
Masjid al-Haram, khalifah Umar mulai memperluas masjid yang pada masa
Rasulullah SAW masih amat sederhana, dengan membeli tembok rumah-rumah di
sekitarnya. Pada masa Usman (26 H). Masjid al-Haram di perluas.
Masjid Madinah (Nabawi), Khalifah Umar mulai memperluas masjid ini (17
H) bagian selatan ditamabah 5 meter dibuat mihrab, bagian barat di tamabah 5
meter dan bagian utara ditambah 15 meter, pintu masuk menjadi 3 buah. Masa
khalifah Usman, diperluas lagi dan diperindah. dindingnya diganti dengan batu,
bidang-bidang dinding dihiasi dengan berbagai ukiran. Tiang-tiangnya dibuat dari
beton bertulang dan ditatah dengan ukiran, plafonnya dari kayu pilihan. Unsur
estetisnya mulai diperhatikan.
6
W. Montgomery, Pengantar Studi Alquran, Jakarta: Rajawali, 1991, hlm. 64
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan