Anda di halaman 1dari 8

Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Ulumul

Hadits
June 18, 2017

      I.            PENDAHULUAN

Setelah kita tahu mengenai pengertian ilmu hadis riwayah,


dan ilmu hadis dirayah, selanjutnya kita akan membahas tentang
sejarah dan perkembangan ilmu hadis, ketika kita membahas
tentang sejarah ilmu hadits, maka yang dimaksud adalah ilmu
hadis dirayah.
Pada masa sahabat maupun tabi’in, kebutuhan terhadap
ilmu ini sangat terasa, hal ini karena Rasul saw. Sebagai sumber
untuk merujukkan hadis sudah wafat, sehingga diperlukan tolak
ukur menguji kebenaran suatu hadis, terutama hadis yang hanya
didengar atau disampaikan oleh seorang saja, hal ini sudah tentu
secara langsung atau tidak memerlukan kaidah-kaidah guna
melakukan seleksi dalam penerimaan, periwayatan atau
penyampaian hadis kepada muridnya.
       II.            RUMUSAN MASALAH
1.       Bagaimana sejarah singkat pertumbuhan dan
 

perkembangan ulumul hadits?


2.      Bagaimana tahap-tahap perkembangan ulumul hadis?
3.      Kitab-kitab yang populer dalam bidang ulumul hadis?
 
       III.            PEMBAHASAN

A.    Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan lmu Hadits


Umat Islam memberikan perhatian yang luar biasa
terhadap haidts nabi SAW sejak masa-masa awal Islam. Mereka
bersungguh-sungguh dalam menjaganya baik dari aspek
penukilan, penyampaian hingga kodifikasinya dalam bentuk apa
yang kemudian dikenal dengan sebutan tadwin al-hadits.
Sebagaimana halnya aspek peradaban Islam yang lain, ilmu
hadits pun telah melalui perjalanan panjangnya baik secara
praktis maupun teoritis sejak masa sahabat dan terus
berkembang pada masa tabi’in dan masa-masa berikutnya. Kritik
yang terjadi antar sahabat mengenai satu kasus tertentu yang
mereka dasarkan pada apa yang mereka terima dari Nabi
sebenarnya dapat disebut sebagai embiro munculnya ilmu
hadits.[1]
Secara umum karakteristik pertumbuhan Ilmu Hadist mulai
zaman Nabi SAW sampai zaman setelah Tabi’ tabi’in adalah sebagai
berikut:
1.      Masa Nabi Muhammad SAW
Sesuai dengan perkembangan hadits, ilmu hadits (IHR dan IHD)
selalu mengiringinya sejak masa Rasulullah SAW sekalipun belum
dinyatakan sebagai ilmu secara eksplisit. Pada masa Nabi masih hidup
di tengah-tengah sahabat, hadits tidak ada persoalan karena jika
menghadapi suatu masalah atau skeptis  dalam suatu masalah mereka
langsung bertemu dengan beliau untuk mengecek kebenarannya.
Pemalsuanpun tidak pernah terjadi menurut pendapat ulama ahli
hadits.
Sekalipun pada masa Nabi tidak dinyatakan adanya ilmu hadits,
tetapi para peneliti hadits memperhatikan adanya dasar – dasar dalam
Al quran dan hadits Rasulullah SAW. Misalnya anjuran pemeriksaaan
berita yang datang dan perlunya persaksian yang adil. Firman Allah
dalam Alquran surat Al Hujurat(49): 6, demikian juga dalam surat Al
Baqoroh(2): 282 dan At Thalaq(65): 2.
Ayat – ayat di atas menunjukkan pemberitaan dan persaksian
orang fasik tidak diterima. Ayat – ayat di atas berarti perintah
memeriksa, meneliti, dan mengkaji berita yang datang dibawa seorang
fasik yang tidak adil. Diperiksa untuk diverifikasi keobyektifannya dari
sumber berita tersebut. Demikian juga sabda Nabi Muhammad dalam
hadits yang artinya :
Allah menerangi (menggembirakan) seseorang yang mendengar sesuatu
daripada kami kemudian ia menyampaikannya sebagaimana ia
mendengarnya.maka banyak orang yang menyampaikan lebih mengerti
daripada yang mendengar”. (HR. Al Turmuzdi).
Ayat dan hadits di atas menjadi dasar perlunya pemeriksaan dan
penelitian  berita dan hadits yang yang dismpaikan oleh seseorang, cara
memelihara, dan cara menyampaikannya kepada orang lain. Apakah
pembawa berita memenuhi persyaratan sebagai perowi yang dapat
diterima pemberitannya atau tidak?
2.      Masa Sahabat
Setelah Rasulullah meninggal, kondisi sahabat  sangat berhati-
hati dalam meriwayatakan  hadits karena konsentrasi mereka
terhadapa alquran yang baru dikodifikasikan pada masa Abu Bakar
tahap awal  dan masa Usman tahap kedua. Masa ini terkenal dengan
masa taqlil ar riwayah (pembatasan periwayatan). Para sahabat tidak
akan meriwayatkan hadits kecuali disertai dengan saksi dan
bersumpah bahwa hadits yang ia riwayatkan benar-benar  dari
Rasulullah SAW.  Pada masa awal islam belum diperlukan sanad dalam
periwayatan hadits karena orangnya masih jujur-jujur, saling
mempercayai satu dengan yang lain. Tetapi setelah timbulnya konflik
fisik (fitnah) antar elit politik yakni antar pendukung Ali dan Muawiyah
dan umat berpecah menjadi beberapa sekte; Syiah, Khawarij, dan
Jumhur Muslimin. Setelah itu mulai terjadi pemalsuan hadits (hadits
maudlu`) dari masing – masing sekte dalam rangka mencari dukungan
politik dari massa yang lebih banyak.  Pada masa ini dapat disimpulkan
bahwa ilmu hadits sudah timbul secara lisan  dan eksplisit yang
dibuktikan dengan adanya keharusan mendatangkan saksi, bersumpah
dan sanad (bila diperlukan).
3.      Masa Tabi`in
Melihat kondisi seperti hal diatas para ulama` bangkit
membendung  hadits dari pemalsuan dengan berbagai cara
diantaranya mengecek kebenaran hadits dan mempersyaratkan kepada
siapa saja yang mengaku mendapatkan hadits harus disertai dengan
sanad. Keharusan sanad dalam periwayatan bahkan menjadi tuntutan
yang sangat kuat ketika Ibnu Syihab Az Zuhri menghimpun hadits dari
para ulama diatas lembaran kodifikasi. Sanad adalah merupakan syarat
mutlak bagi yang meriwayatkan hadits, maka dapat disimpulkan
bahwa pada saat itu telah timbul pembicaraan periwayat mana yang
adil dan mana yang cacat (ilm jarh wa ta`dil), sanad mana yang
terputus (munqothi`)  dan yang tersambung (muttashil), dan cacat (illat)
yang tersembunyi.
Perkembangan ilmu hadits semakin berkembang pesat ketika
ahli hadits membicarakan tentang daya ingat para pembawa dan
perowi hadits kuat apa tidak (dlobith), bagaimana metode penerimaan
dan penyampaiannya (tahammul wa ada`), hadits yang kontra berisifat
menghapus (nasikh dan mansukh)  atau kompromi, kalimat hadis  yang
sulit dipahami (gharib al hadits) dan lain-lain. Akan tetapi, aktifitas
seperti itu dalam perkembangannya baru berjalan secara lisan
(syafawi)   dari mulut ke mulut dan tidak tertulis. Baru ketika pada 
pertengahan abad kedua sampai dengan  ketiga hijriyah ilmu hadits
mulai ditulis dan dikodifikasikan dalam bentuk yang sederhana, belum
terpisah dari ilmu-ilmu lain, belum berdiri sendiri, masih campur
dengan ilmu – ilmu lain atau berbagai buku  atau berdiri secara
terpisah. Misalnya ilmu hadis bercampur dengan ilmu ushul fiqh,
seperti dalam kitab Ar Risalah  yang ditulis oleh As Syafi`i, atau campur
dengan fiqih seperti kitab Al Umm  dan solusi hadis –hadis yang kontra
dengan diberi nama Ikhtilaf Al –Hadits karya As Syafi`i (w.204 H).
4.     Masa Tabi’ tabi’in
Pada masa ini sejalan dengan pesatnya perkembangan kodifikasi 
hadits , perkembangan penulisan ilmu hadits juga pesat.  Namun
penulisan ilmu hadits masih terpisah – pisah belum menyatu menjadi
ilmu yang berdiri sendiri. Ia masih dalam bentuk bab-bab saja. Diantara
kitab-kitab hadis pada abad ini adalah kitab Mukhtalif Al-Hadits yaitu
Ikhtilaf Al Hadist Ikhtilaf Al Hadist karya Ali Al Madani, Ta`wil
Mukhtalif Al Hadits karya Ibnu Qutaibah (w.276 H).
Diantara ulama ada yang menulis hadits pada  mukadimah
bukunya seperti Imam Muslim dalam Shahih-nya dan At Tirmidzi  pada
akhir kitab Jami`- nya. Diantara mereka Bukhori menulis tiga tarikh
yaitu At Tarikh Al-Kabir, At- Tarikh Al-Awsath, dan At-Tarikh Ash-
Shaghir. Muslim menulis Tobaqot   At Tabiin dan Al-Ilal . At Tirmidzi
menulis Al-Asma wal Kuna dan Kitab AT-Tawarikh dan Muhammad bin
Sa`ad menulis At Thabaqot Al-Kubro . dan diantara mereka ada yang
menulis secara khusus tentang periwayat yang lemah sepertio Ad
Dluafa yang ditulis oleh Al Bukhori dan Adl-Dlua`fa   ditulis oleh An
Nasai dan lain-lain.
Banyak sekali kitab-kitab ilmu hadis yang ditulis oleh para ulama
abad ke-3 Hijriyah ini, namun buku-buku tersebut belum berdiri
sendiri sebagai ilmu hadis, ia hanya terdiri dari bab-bab saja.
Ringkasnya kitab-kitab itu mengenai al jarhu wa ta`di, ma`rifat as
sahabat, tarikh ar ruwat, ma`rifat al asma` wal kuna wal al-alqob,
ta`wil musykil al hadits, ma`rifat an nasikh wal mansukh, ma`rifat
hgharib al hadits, ma`rifat ilal al hadits.
5.      Masa Setelah Tabi` Tabi`in (abad 4 H)
Pada masa ini perkembangan ilmu hadis mencapai puncak
kematangan dan berdiri sendiri pada abad ke-4 H yang merupakan
penggabungan dan penyempurnaan  berbagai ilmu yang berserakan
dan terpisah pada abad-abad sebelumnya. Orang yang pertama kali
memunculkan ilmu hadis secara paripurna dan bersendiri sendiri
adalah Al-Qadhi Abu Muhammad Al-Hasan bin Abdurrahman bin
Khalad Ar-Ramahurmuzi, dalam karyanya al-muhaddits al-fashil bain
ar-rawi wa al-wa`i. Akan tetapi tentunya tidak mencakup keseluruhan
permasalahan ilmu. Kemudian diikuti oleh Al-Hakim Abu Abdullah An-
Naisaburi yang menulis al-jami li adab asy-syaikh wa as-sami` dan
kemudian diikuti juga oleh penulis-penulis lain sebagaimana berikut :
1.Al-kifayah fi `ilmi ar-riwayah dan al-jami` li akhlaq ar-rawi wa adab
as-sami`, oleh Al-Khatib Al-Baghdadi
2.      Al-mustakhraj `ala ma`rifah ulum al-hadis, yang ditulis oleh Ash-
Shabahani
3.      Al-ilma` `ila ma`rifah ushul ar-riwayah wa taqyid as-sama`, oleh
Al-Qadhi `Iyadh bin Musa Al-Yahshubi
4.          `Ulum al-hadits, oleh Abu Amr Utsman bin Abdurrahman Asy-
Syarahzuri yang dikenal dengan sebutan Ibnu Ash-Shalah
5.      Nazhm ad-durar fi `ilmi al-atsar, oleh Zainuddin Abdurrahim bin
Al-Husain Al-Iraqi
6.          Nukhbat al-fikar fi mushtalah ahl al-atsar, oleh Ibnu Hajar Al-
Asqalani
7.      Fath al mughits fi syarhi alfiyah al-hadits, oleh As-Sakhawi
8.          Al-manzhumah al-baiquniyah,  oleh  Umar  bin  Muhammad  Al-
Baiquni, [2]
KESIMPULAN
No. Masa                                         Karakter Indikator
 
1. Masa Nabi Telah ada QS.Al-Hujurat
dasar-dasar (49):6 danAl-
ilmu hadis0 Baqarah
(2):282.
2. Masa Sahabat Timbul secara Periwayatan
lisan. harus disertai
saksi,
bersumpah,
dan sanad.
3. Masa Tabi’in Telah timbul Ilmu hadis
secara tertulis bergabung
tetapi belum dengan ilmu
terpisah fiqh dan ushul
dengan ilmu fiqh, seperti Al-
lain Umm dan Ar-
Risalah
4. Masa Tabi’ Tabi’in Ilmu hadis Telah muncul
telah timbul kitab-kitab ilmu
secara terpisah hadis seperti
dari ilmu-ilmu At-Tarikh Al-
lain tetapi Kabir lil
belum menyatu Bukhari,
Thabaqat At-
Tabi’in dan
Bani_Adam22 Al-‘Ila lil
Muslim.
5. Masa setelah Tabi’ Tabi’in Berdiri sendiri Ilmu hadis
(abad 4 H) sebagai ilmu pertama Al-
hadis Muhaddits Al-
Fashil bayn Ar-
Rawi wa al-Wa’i
karya ar-
Ramaharmuzi.
DAFTAR PUSTAKA

[1] Abdul Sattar,ilmu hadis,(Semarang:RaSAIL Media Group,2015), hlm

239
[2] http://nuhainstant.blogspot.co.id/2011/08/sejarah-pertumbuhan-

dan-pembinaan-ilmu.html. diakses pada Kamis, 5 November 2015


pukul 08.30

Enter your comment...


Popular Posts

Ilmu Dakwah (Metodologi, Survey, Riset) Istinbath, Iqtibas, Istiqra.

Kultum (Kuliah Tujuh Menit) Tiga Nasehat

Powered by Blogger

adamsyekhermania

Anda mungkin juga menyukai