B. Perubahan Makna
Dalam perkembangan penggunaannya, kata sering mengalami perubahan makna.
Perubahan tersebut terjadi karena pergeseran konotasi, rentang masa penggunaan, jarak,
dan lain-lain. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan makna sebuah kata.
Abdul Chaer dalam Prawirasumantri, dkk (1997) menjelaskan bahwa faktor penyebab
perubahan makna tersebut antara lain disebabkan oleh perkembangan dalam bidang ilmu
dan teknologi, perkembangan sosial dan budaya, perbedaan bidang pemakaian, adanya
asosiasi, pertukaran tanggapan indera, perbedaan tanggapan, dan pengembangan istilah.
4. Adanya asosiasi
Perubahan makna dapat terjadi karena adanya perubaha sifat. Makna baru yang
muncul berkaitan dengan hal atau peristiwa lain yang berkenaan dengan kata tersebut.
Yang dimaksud dengan adanya asosiasi di sini adalah adanya hubungan antara sebuah
bentuk ujaran dengan sesuatu yang lain yang berkenaan dengan bentuk ujaran itu.
Misalnya kata amplop yang berasal dari bidang administrasi atau surat-menyurat,
makna asalnya adalah ‘sampul surat’. Ke dalam amplop itu selain biasa dimasukkan
surat, dapat juga dimasukkan benda lain, misalnya uang.
Asosiasi antara amplop dengan uang berkenaan dengan wadah. Yang disebut
wadahnya yaitu amplop. Tetapi yang dimaksud isinya yaitu uang. Asosiasi yang lain
yaitu asosiasi yang berkenaan dengan tempat. Yang disebut nama tempat, tetapi yang
dimaksud hal lain yang berkenaan dengan tempat itu. Misalnya peristiwa Madiun,
tentu saja yang dimaksud adalah peristiwa pemberontakan Partai Komunis Indonesia
(PKI) pada tahun 1984 di Madiun. Jika guru-guru di Jakarta ke Senayan, tentu
maksudnya adalah akan ke kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan karena
kantor tersebut terletak di Senayan.
6. Perbedaan Tanggapan
Setiap unsur leksikal secara sinkronis telah mempunyai makna leksikal yang
tetap. Namun, karena pandangan hidup dan ukuran dalam norma kehidupan di dalam
masyarakat maka banyak kata yang memiliki nilai rasa rendah atau kurang
menyenangkan, di samping ada juga yang memliki nilai rasa yang tinggi atau yang
mengenakkan.
Kata-kata yang nilainya merosot menjadi rendah biasa disebut peyoratif,
sedangkan yangnilainya naik menjadi tinggi disebut amelioratif. Kata bini, beranak,
laki-laki, dan tulisekarang dianggap peyoratif. Sedangkan kata isteri, melahirkan, pria,
dan tunarungusekarang dianggap amelioratif.
Nilai rasa peyoratif dan amelioratif sebuah kata tidak bersifat tetap. Nilai rasa itu
kemungkinan besar hanya bersifat sinkronis. Secara diakronis keungkinan dapat
berubah. Contoh kata jambandulu dianggap peyoratif. Oleh karena itu, banyak orang
tidak mau menggunakannya dan menggantinya dengan kakus atau WC. Akan tetapi,
dewasa ini kata jambantelah kehilangan sifat peyoratifnya karena pmerintah DKI
secara resmi menggunakan kata itu sebagai istilah baku dalam frasa jamban keluarga.
7. Pengembangan istilah
Salah satu upaya dalam pengembangan atau pembentukan istilah baru adalah
dengan memanfaakan kosa kata bahasa Indonesia yang ada dengan jalan member
makna baru, baik dengan menyempitkan, meluaskan, maupun member arti baru sama
sekali. Misalnya, kata papan yang semua bermakna ‘lempengan kayu (besi, dan
sebagainya) tipis’, sekrang diangkat menjadi istilah untuk makna ‘perumahan’. Kata
sandang yang asalnya bermakna ‘selendang’, sekarang diangkat menjadi istilah untuk
makna ‘pakaian’. Kata teras yang semula bermakna ‘inti kayu’ atau ‘saripati kayu’
sekarang diangkat menjadi unsur pembentukan istilah untuk makna ‘utama’ atau
‘pimpinan’.
1. Meluas
Yang dimaksud dengan perubahan makna meluas adalah gejala yang terjadi pada
sebuah kata atau leksem yang pada mulanya hanya memiliki sebuah makna, tetapi
kemudian karena berbagai faktor menjadi memiliki makna-makna lain. Contohnya kata
berlayar dulu dipakai dengan pengertian bergerak (perjalanan) di lau dengan
menggunakan perahu atau kapal yang digerakkan dengan tenaga layar, sekarang
bermakna sebuah tindakan mengarungi lautan atau perairan dengan menggunakan kapal
bertenaga mesin bahkan juga tenaga nuklir.
Begitu juga dengan kata saudarayang pada mulanya bermakna seperut atau
sekandung, sekarang berkembbang maknanya menjadi siapa saja yang sepertalian
darah. Bahkan semua orang yang sama derajatnya disebut saudara. Demikian pula
halnya dengan kata putera-puteri dahulu hanya dipakai untuk anak-anak raja, sekarang
semua anak laki-laki dan wanita disebut putra dan puteri. Selain itu masih banyak lagi
contoh-conto lain.
Proses perubahan makna dapat terjad dalam waktu yang relatif singkat, tetapi juga
dapat dalam jangka waktu yang panjang. Akan tetapi, yang perlu diperhatikan adalah
bahwa makna-makna lain yang terjadi sebagai hasil perluasan itu masih berada dalam
lingkup poliseminya. Jadi, makna-makna itu masih ada hubungannya dengan makna-
makna asalnya.
2. Menyempit
Yang dimaksud dengan perubahan makna menyempit adalah gejala yang terjadi pada
sebuah kata yang pada mulanya mempunyai makna yang cukup luas, kemudian berubah
terbatas hanya pada sebuah makna saja. Atau dengan kata lain cakupan makna yang
dulu lebih luas daripada makna sekarang. Kata sarjana dulu dipakai untuk menyebut
semua orang cendikiawan atau orang pandai, sekarang hanya berarti orang yang lulus
dari perguruan tinggi (universitas). Betapa pun pandainya seseorang kalau bukan
lulusan perguruan tinggi tidak dapat disebut sarjana. Sebaliknya, betapa pun rendahnya
prestasi seseorang apabila sudah lulus perguruan tinggi disebut sarjana.
Contoh lain adalah kata pembantu dulu dipakai untuk semua orang yang memberi
bantuan, sekarang hanya digunakan untuk pembantu rumah tangga (babu).
Kata pendeta dulu dipakai untuk menyebut semua orang yang berilmmu, sekarang
dipakai untuk menyebut guru agama Kristen. Kata ahli pada mulanya berarti yang
termasuk dalam satu golongan atau keluarga seperti dalam frasa ahli waris yang berarti
orang yang termasuk dalam satu kehidupan keluarga. Sekarang sudah menyempit
maknanya menjadi orang yang pandai dalam satu cabang ilmu atau kepandaian seperti
tampak dalam frasa ahli sejarah, ahli purbakala, ahli bedah, dan ahli bahasa.
3. Amelioratif
Yang dimaksud dengan perubahan makna amelioratif adalah suatu proses perubahan
makna yang pada mulanya memiliki makna lebih rendah daripada maka sekarang. Atau
dengan kata lain makna baru lebih tinggi atau lebih baik daripada makna dahulu.
Misalnya kata wanita, sekarang maknanya dirasakan lebih tinggi daripada
kata perempuan. Kata isteri dan nyonya maknanya lebih tinggi daripada kata bini.
Kata suami maknanya lebih tinggi daripada kata laki.
4. Peyoratif
Peyoratif adalah perubahan makna yang mengakibatkan sebuah kata atau ungkapan
menggambarkan sesuatu yang kurang baik, kurang enak, kurang menyenangkan, atau
kurang bermutu dibandingkan dengan makna semula (dulu). Dalam peyoratif makna
baru dirasakan lebih rendah nilainya daripada makna yang lama. Misalnya
kata tuli mengalami peyorasi dulu tidak dirasakan mengandung makna yang jelek,
sekarang maknanya dirasakan kurang baik, kurang sopan, dan terasa kasar.
Ungkapan kaki tangan dulu dipakai dalam arti yang baik yaitu ‘pembantu’, sekarang
dipakai yang tidak atau kkurang baik, seperti tampak pada dalam kejahatn atau
pembantu pihak yang tidak disukai, seperti tampak dalam kaki tangan musuh.
5. Perubahan Total
Perubahan total adalah berubahnya sama sekali makna sebuah kata dari makna
asalnya. Walaupun makna yang dimiliki sekarang masih ada sangkut pautnya denan
makna asal, tetapi sangkut pautnya ini tampak sudah jauh sekali. Misalnya
kata ceramah pada mulanya berarti ‘erewet’ atau ‘banyak cakap’ tetapi sekarang berarti
‘pidato’ atau ‘uraian mengenai suatu hal yang disampaikan de depan orang banyak’.
Kata seni pada mulanya selalu dihubungkan dengan air seni atau kencing. Namun
sekarang digunakan sepadan dengan kara Belanda kunst atau kata inggris art, yaitu
untuk mengartikan karya atau ciptaan yang bernilai halus.
6. Penghalusan
Perubahan makna penghalusan ini adalah gejala ditampilkannya kata-kata atau
bentuk-bentuk yang dianggap memiliki makna yang lebih halus atau lebih sopan
daripada kata-kata yang digantikannya. Misalnya frasa pembantu rumah tangga
menggantikan kata babu bahkan sekarang dignti dengan kata pramunawisma. Kata
penjara atau bui diganti dengan kata atau ungkapan maknyanya dianggap lebih halus
yaitu lembaga kemasyarakatan.
7. Pengasaran
Pengasaran yaitu usaha untuk mengganti kata yang maknanya halus atau bermakna
biasa dengan kata yang maknanya kasar. Usaha atau gejala pengasaran ini biasanya
dilakukan orang dalam situasi yang tidak ramah atau untuk menunjukkan kejengkelan.
Misalnya ungkapan masuk kotak dipakai untuk mengganti kata kalah. Kata mencaplok
untuk mengganti mengambil begitu saja. Kata mendekap dipakai untuk mengganti kata
mengeluarkan. Kata menjebloskan dipakai untuk mengganti kata memasukkan.
Namun ada pula kata yang sebenarnya bernilai kasar, tetapi sengaja digunakan untuk
lebih member tekanan tanpa terasa kekerasannya. Misalnya kata mencuridipakai dalam
kalimat ‘persib berhasil mencuri satu gol dari Pelita Jaya’. Padahal sebenarnya
perbuatan mencuri adalah suatu tindakan kejahatan yang dapat diancam dengan
hukuman penjara.
8. Asosiasi
Aosiasi yaitu perubahan makna yang terjadi karena adanya persamaan sifat sehingga
suatu kata atau istilah dapat dipakai untuk pengertian yang lain. Misalnya kata lintah
darat dipakai untuk menyebut orang yang mempunyai sifat seperti lintah yaitu yang
menghisap harta orang lain. Kata biang keladi dipakai untuk menyebut orang yang
penyebab atau pemimpin suatu perbuatan jahat. Kata benalu digunkan untuk orang yang
mempunyai sifat seperti benalu, yaitu selalu ikut menumpang pada keluarga yang lain
secara cuma-cuma.
9. Sinestesia
Sinestesia berasal dari bahasa Yunani sun artinya ‘sama’ dan aisthetikas artinya
‘nampak’. Perubahan makna akibat adanya kecendrungan untuk mengubah tanggapan
dengan tujuan untuk menegaskan maksud disebut sinestesia. Atau dengan kata lain
sinestesia adalah pertukaran tanggapan antara indera yang satu dengan indera yang
lainya. Misalnya rasa pedas yang seharusnya ditanggap dengan alat indera perasa pada
lidah tertukar menjadi ditanggap oleh alat indera pendengaran seperti tampak pada
ujaran kata-katanya cukup pedas.