Anda di halaman 1dari 7

BAB IV

KAJIAN MAKNA BAHASA INDONESIA

A. Hakikat Makna Kata (Semantik)


Seperti yang kita ketahui, ‘kata’ merupakan satuan terkecil dalam bahasa yang
memiliki arti atau makna. Istilah ‘kata’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
merupakan bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan perwujudan kesatuan
perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbahasa. Mansoer Pateda (2001)
berpendapat jika istilah makna kata merupakan kata kata dan istilah yang
membingungkan. Untuk mengkaji tentang makna kata, terdapat kajian khusus dalam
linguistik, yakni kajian semantik. Kajian makna kata menurut penggolongan semantik
merupakan cabang linguistik yang secara khusus meneliti dan mengkaji makna kata, asal
usul kata tersebut, perkembangan penggunaan kata, serta penyebab terjadinya perubahan
makna kata. Abdul Chaer (1994) dan J.W.M Verhaar (1996) mengemukakan pendapat
serupa tentang pengertian semantik, yakni cabang studi linguistic (kebahasaan) yang
membahas arti atau makna. 
Menurut teori yang dikembangkan dari pandangan Ferdinand de Saussure, makna
adalah ’pengertian’ atau ’konsep’ yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda-
linguistik. Menurut de Saussure, setiap tanda linguistik terdiri dari dua unsur, yaitu (1)
yang diartikan (Perancis: signifie, Inggris: signified) dan (2) yang mengartikan
(Perancis: signifiant, Inggris: signifier). Yang diartikan (signifie, signified) sebenarnya
tidak lain dari pada konsep atau makna dari sesuatu tanda-bunyi. Sedangkan yang
mengartikan (signifiant atau signifier) adalah bunyi-bunyi yang terbentuk dari fonem-
fonem bahasa yang bersangkutan. Dengan kata lain, setiap tanda-linguistik terdiri
dari unsur bunyi dan unsur makna. Kedua unsur ini adalah unsur dalam-
bahasa (intralingual) yang biasanya merujuk atau mengacu kepada sesuatu referen yang
merupakan unsur luar-bahasa (ekstralingual). Yang menandai (intralingual) yang
ditandai (ekstralingual)
Dalam bidang semantik istilah yang biasa digunakan untuk tanda-linguistik itu
adalah leksem, yang lazim didefinisikan sebagai kata atau frase yang merupakan satuan
bermakna (Harimurti, 1982:98). Sedangkan istilah kata,yang lazim didefinisikan sebagai
satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri yang dapat terjadi dari morfem tunggal atau
gabungan morfem (Harimurti, 1982:76) adalah istilah dalam bidang gramatika. Dalam
makalah ini kedua istilah itu dianggap memiliki pengertian yang sama.
Yang perlu dipahami adalah tidak semua kata atau leksem itu mempunyai acuan
konkret di dunia nyata. Misalnya leksem seperti agama, cinta, kebudayaan, dan keadilan
tidak dapat ditampilkan referennya secara konkret. Di dalam penggunaannya dalam
pertuturan, yang nyata makna kata atau leksem itu seringkali, dan mungkin juga biasanya,
terlepas dari pengertian atau konsep dasarnya dan juga dari acuannya. Misal
kata buaya dalam kalimat (1).
(1). Dasar buaya, ibunya sendiri ditipunya.
Oleh karena itu, kita baru dapat menentukan makna sebuah kata apabila kata itu
sudah berada dalam konteks kalimatnya. Makna sebuah kalimat baru dapat ditentukan
apabila kalimat itu berada di dalam konteks wacananya atau konteks situasinya. Contoh,
seorang setelah memeriksa buku rapor anaknya dan melihat angka-angka dalam buku
rapor itu banyak yang merah, berkata kepada anaknya dengan nada memuji.
(2). “Rapormu bagus sekali, Nak!”
Jelas, dia tidak bermaksud memuji walaupun nadanya memuji. Dengan kalimat itu
dia sebenarnya bermaksud menegur tau mungkin mengejek anaknya itu.

B. Perubahan Makna
Dalam perkembangan penggunaannya, kata sering mengalami perubahan makna.
Perubahan tersebut terjadi karena pergeseran konotasi, rentang masa penggunaan, jarak,
dan lain-lain. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan makna sebuah kata.
Abdul Chaer dalam Prawirasumantri, dkk (1997) menjelaskan bahwa faktor penyebab
perubahan makna tersebut antara lain disebabkan oleh perkembangan dalam bidang ilmu
dan teknologi, perkembangan sosial dan budaya, perbedaan bidang pemakaian, adanya
asosiasi, pertukaran tanggapan indera, perbedaan tanggapan,  dan pengembangan istilah.

1. Perkembangan dalam Bidang Ilmu dan Teknologi


Perubahan sebuah makna kata dapat disebabkan oleh perkembangan bidang ilmu
dan kemajuan teknologi. Sebuah kata yang asalnya mengandung konsep makna
mengenal sesuatu yang sederhana tetap digunakan walaupun konsep makna yang
dikandung telah berubah sebagai akibat dalam perkembangan teknologi.
Sebagai akibat perkembangan bidang keilmuan, kata sastrayang pada awalnya
bermakna “tulisan”, lalu berubah menjadi bermakna “bacaan”, kemudian berubah lagi
menjadi bermakna “buku yang baik isi dan bahasanya”. Selanjutnya, berkembang lagi
menjadi “karya bahasa yang bersifat imajinatif dan kreatif”.
Kemudian kata berlayaryang pada awalnya bermakna perjalanan di laut (air)
dengan mengunakan perahu atau kapal yang digerakkan dengan tenaga layar sebagai
akibat perkembangan teknologi kini berubah makna menjadi sebuah tindakan
mengarungi lautan atau perairan dengan menggunakan kapal bertenaga mesin, bahkan
juga tenaga nuklir.
Kemudian contoh lain yaitu kata manuskripyang pada mulanya berarti tulisan
tangan sekarang kata tersebut digunakan untuk menyebut naskah yang akan dicetak
walaupun tidak ada lagi naskah yang ditulis tangan karena sudah ada mesin tulis.

2. Perkembangan Sosial Budaya


Perubahan makna dapat pula disebabkan oleh perkembangan dalam bidang
sosial kemasyarakatan. Dalam hal ini hampir sama dengan apa yang terjadi akibat
perkembangan dalam bidang ilmu dan teknologi. Bentuk katanya tetap sama, tetapi
makna yang dikandungnya sudah berubah.
Contohnya pada kata sarjana, dahulu dalam bahasa jawa kuno berarti orang
pandai atau cendikiawan. Sekarang kata sarjana bermakna orang yang sudah lulus dari
perguruan tinggi. Kemudian kata saudaradalam bahasa sansekerta bermakna seperut
atau satu kandung, sekarang digunakan untuk menyebut atau menyapa siapa saja yang
dianggap sederajat atau berstatus sosial sama.
Selain kata saudarahampir semua kata atau istilah kekerabatan seperti bapak, ibu,
adik, kakak dan nenektelah digunakan sebagai kata sapaan untuk menyebut atau
menyapa siapa saja yang pantas disebut adik atau kakak.

3. Perbedaan Bidang Pemakaian


Menurut Chaer (2007) setiap bidang kegiatan atau keilmuan biasanya mempunyai
sejumlah kosakata yang berkenaan dengan bidangnya itu. Setiap bidang kehidupan
juga memiliki kosakata tersendiri yang hanya dikenal dan digunakan dengan makna
tertentu dalam bidang tersebut. Contohnya dalam bidang pertanian dikenal kata-kata
membajak, menggarap, benih, menuai, pupuk, panen, dan hama. Dalam bidang
pelayaran ada kata-kata haluan, berlayar, nahkoda, pelabuhan, dan juru mudi.
Kemudian dalam bidang agama islam dikenal kata-kata zakat, adzan, halal, haram,
subuh, isya, iman, imam, puasa, shalat, mengaji dan ustadz.
Kata-kata yang menjadi kosa kata dalam bidang-bidang tertentu itu dalam
kehidupan dan pemakaian sehari-hari dapat diambil dari bidangnya dan digunakan
dalam bidang lain dan menjadi kosa kata umum. Oleh sebab itu, kata-kata tersebut
menjadi makna baru atau makna lain di samping makna asalnya.
Contohnnya kata menggarapyang berasal dari bidang pertanian, seperti
menggarapsawah, tanah garapan, petani penggarapsekarang banyak digunakan
dalam bidang lain dengan makna mengerjakan seperti tampak dalam frasa menggarap
skripsi, menggarap buku bahan ajar, dan menggara lagu. Kemudian kata membajak,
yang berasal dari bidang pertanian juga sudah biasa kini digunakan dalam bidang lain
dengan makna “mencari keuntungan yang besar secara tidak benar”, seperti dalam
frasa membajak lagu, membajak buku, membajak pesawat terbang.
Dari contoh-contoh di atas jelaslah bahwa kata-kata itu digunakan dalam bidang
lain, maka kata-kata itu mempunyai arti lain yang tidak sama dengan arti dalam bidang
atau lingkungan aslinya. Tetapi makna baru kata-kata tersebut masih ada kaitannya
dengan makna asli yang digunakan dalam bidang aslinya.

4. Adanya asosiasi
Perubahan makna dapat terjadi karena adanya perubaha sifat. Makna baru yang
muncul berkaitan dengan hal atau peristiwa lain yang berkenaan dengan kata tersebut.
Yang dimaksud dengan adanya asosiasi di sini adalah adanya hubungan antara sebuah
bentuk ujaran dengan sesuatu yang lain yang berkenaan dengan bentuk ujaran itu.
Misalnya kata amplop yang berasal dari bidang administrasi atau surat-menyurat,
makna asalnya adalah ‘sampul surat’. Ke dalam amplop itu selain biasa dimasukkan
surat, dapat juga dimasukkan benda lain, misalnya uang.
Asosiasi antara amplop dengan uang berkenaan dengan wadah. Yang disebut
wadahnya yaitu amplop. Tetapi yang dimaksud isinya yaitu uang. Asosiasi yang lain
yaitu asosiasi yang berkenaan dengan tempat. Yang disebut nama tempat, tetapi yang
dimaksud hal lain yang berkenaan dengan tempat itu. Misalnya peristiwa Madiun,
tentu saja yang dimaksud adalah peristiwa pemberontakan Partai Komunis Indonesia
(PKI) pada tahun 1984 di Madiun. Jika guru-guru di Jakarta ke Senayan, tentu
maksudnya adalah  akan ke kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan karena
kantor tersebut terletak di Senayan.

5. Pertukaran Tanggapan Indera


Menurut Prawirasumantri (1997) alat indera sudah mempunyai tugas masing-
masing untuk menangkap gejala-gejala yang terjadi di dunia ini. Contohnya rasa
panas, dingin dan sejuk harus ditanggap oleh alat indera perasa pada kulit. Akan tetapi,
dalam penggunaan bahasa Indonesia banyak terjadi kasus pertukaran tanggapan antara
indera yang satu dengan yang lain. Misalnya rasa pedas yang seharusnya ditanggap
engan alat indera perasa pada lidah bertukar menjadi ditanggap oleh alat indera
pendengaran seperti tampak dalam ujaran “kata-katanya cukup pedas”.
Perubahan makna yang disebabkan oleh pertukaran tanggapan indera disebut
dengan istilah sinestesia. Istilah inni berasal dari bahasa yunani Sun artinya ‘sama’ dan
aisthetikas artinya ‘nampak’.
Kemudian Chaer (2007) mengatakan bahwa dalam perkembangan pemakaian
bahasa banyak terjadi pertukaran pemakaian alat indera untuk menangkap gejala yang
terjadi di sekitar manusia itu. Misalnya, kata manis yang seharusnya diranggap dengan
alat perasa lidah menjadi ditanggap dengan alat indera mata, seperti dalam ujara
‘bentuknya sangat manis’.

6. Perbedaan Tanggapan
Setiap unsur leksikal secara sinkronis telah mempunyai makna leksikal yang
tetap. Namun, karena pandangan hidup dan ukuran dalam norma kehidupan di dalam
masyarakat maka banyak kata yang memiliki nilai rasa rendah atau kurang
menyenangkan, di samping ada juga yang memliki nilai rasa yang tinggi atau yang
mengenakkan.
Kata-kata yang nilainya merosot menjadi rendah biasa disebut peyoratif,
sedangkan yangnilainya naik menjadi tinggi disebut amelioratif. Kata bini, beranak,
laki-laki, dan tulisekarang dianggap peyoratif. Sedangkan kata isteri, melahirkan, pria,
dan tunarungusekarang dianggap amelioratif.
Nilai rasa peyoratif dan amelioratif sebuah kata tidak bersifat tetap. Nilai rasa itu
kemungkinan besar hanya bersifat sinkronis. Secara diakronis keungkinan dapat
berubah. Contoh kata jambandulu dianggap peyoratif. Oleh karena itu, banyak orang
tidak mau menggunakannya dan menggantinya dengan kakus atau WC. Akan tetapi,
dewasa ini kata jambantelah kehilangan sifat peyoratifnya karena pmerintah DKI
secara resmi menggunakan kata itu sebagai istilah baku dalam frasa jamban keluarga.

7. Pengembangan istilah
Salah satu upaya dalam pengembangan atau pembentukan istilah baru adalah
dengan memanfaakan kosa kata bahasa Indonesia yang ada dengan jalan member
makna baru, baik dengan menyempitkan, meluaskan, maupun member arti baru sama
sekali. Misalnya, kata papan yang semua bermakna ‘lempengan kayu (besi, dan
sebagainya) tipis’, sekrang diangkat menjadi istilah untuk makna ‘perumahan’. Kata
sandang yang asalnya bermakna ‘selendang’, sekarang diangkat menjadi istilah untuk
makna ‘pakaian’. Kata teras yang semula bermakna ‘inti kayu’ atau ‘saripati kayu’
sekarang diangkat menjadi unsur pembentukan istilah untuk makna ‘utama’ atau
‘pimpinan’.

Dalam pertumbuhan bahasa, makna suatu kata dapat mengalami perubahan.


Perubahan itu dapat dilihat dari berbagai jenis. Di antaranya berbagai jenis peristiwa
perubahan makna itu yang penting adalah perubahan makna meluas, menyempit,
amelioratif, peyoratif, perubahan total, penghalusan (eufemia), pengasaran (disfemia),
asosiasi, dan sinestesia.

1. Meluas
Yang dimaksud dengan perubahan makna meluas adalah gejala yang terjadi pada
sebuah kata atau leksem yang pada mulanya hanya memiliki sebuah makna, tetapi
kemudian karena berbagai faktor menjadi memiliki makna-makna lain. Contohnya kata
berlayar dulu dipakai dengan pengertian bergerak (perjalanan) di lau dengan
menggunakan perahu atau kapal yang digerakkan dengan tenaga layar, sekarang
bermakna sebuah tindakan mengarungi lautan atau perairan dengan menggunakan kapal
bertenaga mesin bahkan juga tenaga nuklir.
Begitu juga dengan kata saudarayang pada mulanya bermakna seperut atau
sekandung, sekarang berkembbang maknanya menjadi siapa saja yang sepertalian
darah. Bahkan semua orang yang sama derajatnya disebut saudara. Demikian pula
halnya dengan kata putera-puteri dahulu hanya dipakai untuk anak-anak raja, sekarang
semua anak laki-laki dan wanita disebut putra dan puteri. Selain itu masih banyak lagi
contoh-conto lain.
Proses perubahan makna dapat terjad dalam waktu yang relatif singkat, tetapi juga
dapat dalam jangka waktu yang panjang. Akan tetapi, yang perlu diperhatikan adalah
bahwa makna-makna lain yang terjadi sebagai hasil perluasan itu masih berada dalam
lingkup poliseminya. Jadi, makna-makna itu masih ada hubungannya dengan makna-
makna asalnya.

2. Menyempit
Yang dimaksud dengan perubahan makna menyempit adalah gejala yang terjadi pada
sebuah kata yang pada mulanya mempunyai makna yang cukup luas, kemudian berubah
terbatas hanya pada sebuah makna saja. Atau dengan kata lain cakupan makna yang
dulu lebih luas daripada makna sekarang. Kata sarjana dulu dipakai untuk menyebut
semua orang cendikiawan atau orang pandai, sekarang hanya berarti orang yang lulus
dari perguruan tinggi (universitas). Betapa pun pandainya seseorang kalau bukan
lulusan perguruan tinggi tidak dapat disebut sarjana. Sebaliknya, betapa pun rendahnya
prestasi seseorang apabila sudah lulus perguruan tinggi disebut sarjana.
Contoh lain adalah kata pembantu dulu dipakai untuk semua orang yang memberi
bantuan, sekarang hanya digunakan untuk pembantu rumah tangga (babu).
Kata pendeta dulu dipakai untuk menyebut semua orang yang berilmmu, sekarang
dipakai untuk menyebut guru agama Kristen. Kata ahli pada mulanya berarti yang
termasuk dalam satu golongan atau keluarga seperti dalam frasa ahli waris  yang berarti
orang yang termasuk dalam satu kehidupan keluarga. Sekarang sudah menyempit
maknanya menjadi orang yang pandai dalam satu cabang ilmu atau kepandaian seperti
tampak dalam frasa ahli sejarah, ahli purbakala, ahli bedah, dan ahli bahasa.

3. Amelioratif
Yang dimaksud dengan perubahan makna amelioratif adalah suatu proses perubahan
makna yang pada mulanya memiliki makna lebih rendah daripada maka sekarang. Atau
dengan kata lain makna baru lebih tinggi atau lebih baik daripada makna dahulu.
Misalnya kata wanita, sekarang maknanya dirasakan lebih tinggi daripada
kata perempuan. Kata isteri dan nyonya maknanya lebih tinggi daripada kata bini.
Kata suami maknanya lebih tinggi daripada kata laki.

4. Peyoratif
Peyoratif adalah perubahan makna yang mengakibatkan sebuah kata atau ungkapan
menggambarkan sesuatu yang kurang baik, kurang enak, kurang menyenangkan, atau
kurang bermutu dibandingkan dengan makna semula (dulu). Dalam peyoratif makna
baru dirasakan lebih rendah nilainya daripada makna yang lama. Misalnya
kata tuli mengalami peyorasi dulu tidak dirasakan mengandung makna yang jelek,
sekarang maknanya dirasakan kurang baik, kurang sopan, dan terasa kasar.
Ungkapan kaki tangan dulu dipakai dalam arti yang baik yaitu ‘pembantu’, sekarang
dipakai yang tidak atau kkurang baik, seperti tampak pada dalam kejahatn atau
pembantu pihak yang tidak disukai, seperti tampak dalam kaki tangan musuh.

5. Perubahan Total
Perubahan total adalah berubahnya sama sekali makna sebuah kata dari makna
asalnya. Walaupun makna yang dimiliki sekarang masih ada sangkut pautnya denan
makna asal, tetapi sangkut pautnya ini tampak sudah jauh sekali. Misalnya
kata ceramah pada mulanya berarti ‘erewet’ atau ‘banyak cakap’ tetapi sekarang berarti
‘pidato’ atau ‘uraian mengenai suatu hal yang disampaikan de depan orang banyak’.
Kata seni pada mulanya selalu dihubungkan dengan air seni atau kencing. Namun
sekarang digunakan sepadan dengan kara Belanda kunst atau kata inggris art, yaitu
untuk mengartikan karya atau ciptaan yang bernilai halus.

6. Penghalusan
Perubahan makna penghalusan ini adalah gejala ditampilkannya kata-kata atau
bentuk-bentuk yang dianggap memiliki makna yang lebih halus atau lebih sopan
daripada kata-kata yang digantikannya. Misalnya frasa pembantu rumah tangga
menggantikan kata babu bahkan sekarang dignti dengan kata pramunawisma. Kata
penjara atau bui diganti dengan kata atau ungkapan maknyanya dianggap lebih halus
yaitu lembaga kemasyarakatan.
7. Pengasaran
Pengasaran yaitu usaha untuk mengganti kata yang maknanya halus atau bermakna
biasa dengan kata yang maknanya kasar. Usaha atau gejala pengasaran ini biasanya
dilakukan orang dalam situasi yang tidak ramah atau untuk menunjukkan kejengkelan.
Misalnya ungkapan masuk kotak dipakai untuk mengganti kata kalah. Kata mencaplok
untuk mengganti mengambil begitu saja. Kata mendekap dipakai untuk mengganti kata
mengeluarkan. Kata menjebloskan dipakai untuk mengganti kata memasukkan.
Namun ada pula kata yang sebenarnya bernilai kasar, tetapi sengaja digunakan untuk
lebih member tekanan tanpa terasa kekerasannya. Misalnya kata mencuridipakai dalam
kalimat ‘persib berhasil mencuri satu gol dari Pelita Jaya’. Padahal sebenarnya
perbuatan mencuri adalah suatu tindakan kejahatan yang dapat diancam dengan
hukuman penjara.

8. Asosiasi
Aosiasi yaitu perubahan makna yang terjadi karena adanya persamaan sifat sehingga
suatu kata atau istilah dapat dipakai untuk pengertian yang lain. Misalnya kata lintah
darat dipakai untuk menyebut orang yang mempunyai sifat seperti lintah yaitu yang
menghisap harta orang lain. Kata biang keladi dipakai untuk menyebut orang yang
penyebab atau pemimpin suatu perbuatan jahat. Kata benalu digunkan untuk orang yang
mempunyai sifat seperti benalu, yaitu selalu ikut menumpang pada keluarga yang lain
secara cuma-cuma.

9. Sinestesia
Sinestesia berasal dari bahasa Yunani sun artinya ‘sama’ dan aisthetikas artinya
‘nampak’. Perubahan makna akibat adanya kecendrungan untuk mengubah tanggapan
dengan  tujuan untuk menegaskan maksud disebut sinestesia. Atau dengan kata lain
sinestesia adalah pertukaran tanggapan antara indera yang satu dengan indera yang
lainya. Misalnya rasa pedas yang seharusnya ditanggap dengan alat indera perasa pada
lidah tertukar menjadi ditanggap oleh alat indera pendengaran seperti tampak pada
ujaran kata-katanya cukup pedas.

Anda mungkin juga menyukai