BAB I
PENDAHULUAN
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai pengertian makna, informasi, maksud,
tanda, lambang, konsep dan definisi, serta beberapa kaidah umum dalam studi semantik.
Dengan demikian diharapkan dapat memberikan penjelasan tentang perbedaan makna,
informasi dan maksud, serta dapat menambah pengetahuan para pembaca mengenai studi
semantik.
Objek studi semantik adalah makna, atau dengan lebih tepat makna yang terdapat dalam
satuan-satuan ujaran seperti kata, frase, klausa, dan kalimat. Persoalan makna memang sangat
sulit dan ruwet, walaupun makna ini adalah persoalan bahasa, tetapi keterkaiatan dan
keterkaitannya dengan segala segi kehidupan manusia sangat erat. (Chaer : 27 , 1995).
Alat interaksi sosial peranan bahasa besar sekali, bahasa muncul dan diperlukan dalam segala
kegiatan seperti pendidikan, perdagangan, keagamaan, politik, militer dan sebagainya.
Bahasa telah mempermudah dan memperlancar semua kegiatan dengan baik, dan bahasa
mampu mentransfer, keinginan, gagasan kehendak dan emosi dari seorang manusia kepada
manuisa lainnya. Bahasa yang wujudnya berupa bunyi-bunyi ujar dalam suatu pola bersistem
tidak lain dari pada lambang-lambang konsep dan gagasan yang dipahami dan disepakati
bersama oleh para anggota penuturnya.
Persoalan dan hambatan itu lebih banyak terjadi sebagai akibat dari kemampuan berbahasa
dan bermalas penuturnya yang kurang, sehingga seringkali mereka tidak bisa membedakan
apa yang disebut informasi dan maksud. (Chaer,1995:28).
Tidak lain darinya konsep atau makan dari suatu tanda bunyi. Sedangkan yang mengartikan
itu adalah tidak lain dari bunyi-bunyi itu, yang terbentuk dari fonem-fonem bahasa yang
bersangkutan. Dengan kata lain, setiap tanda linguistik terdiri dari unsur bunyi dan unsur
makna. Kedua unsur ini adalah unsur dari bahasa (intralingual), yang biasanya merujuk atau
mengacu kepada sesuatu relefan yang merupakan unsur luar biasa (exstalingual).
Makna adalah bagian yang tidak terpisahkan dari semantik dan selalu melekat dari apa saja
yang kita tuturkan. Pengertian dari makna sendiri sangatlah beragam. Mansoer Pateda
(2001:79) mengemukakan bahwa istilah makna merupakan kata-kata dan istilah yang
membingungkan. Makna tersebut selalu menyatu pada tuturan kata maupun kalimat. Menurut
Ullman (dalam Mansoer Pateda, 2001:82) mengemukakan bahwa makna adalah hubungan
antara makna dengan pengertian. Dalam hal ini Ferdinand de Saussure (dalam Abdul Chaer,
1994:286) mengungkapkan pengertian makna sebagai pengertian atau konsep yang dimiliki
atau terdapat pada suatu tanda linguistik.
Sebuah tanda linguistik dapat juga berwujud sebuah gabungan kata (yang dalam dunia
pengajaran dikenal dengan nama kata majemuk). Misalnya meja hijau yang bermakna
pengadilan, sampul surat yang bermakna amplop, dan mata sapi yang berarti telor yang
digoreng tanpa dihancurkan.
Pada bidang semantik istilah yang bisa digunakan untuk tanda linguistik itu adalah leksem,
yang lazim didefinisikan sebagai kata atau frase yang merupakan satuan makna. Sedangkan
istilah yang lazim didefinisikan sebagai satuan bahasa yang berdiri sendiri dan dapat terjadi
dari fonem tunggal atau gabungan morfem adalah istilah dalam bidang gramatik.
Makna atau konsep bersifat umum, sedangkan sesuatu yang dirujuk yang berada diluar dunia
bahasa, bersifat tertentu. Hubungan kata dengan maknanya, seperti yang suah disebutkan
pada bab terdahulu memang bersifat arbiter artinya tidak ada hubungan wajib antara deretan
fonem pembentuk kata itu dengan maknanya. Namun hubungannya bersifat konvensional,
artinya disepakati oleh setiap anggota masyarakat atau suatu bahasa untuk mematuhi
hubungan itu. Sebab kalau tidak berkomunikasi verbal yang dilakukan akan mendapat
hambatan. Oleh karena itu dapat dikatakan, secara sinkronis hubungan kata dengan
maknanya tidak akan berubah.
Secara diakronis ada kemungkinan bisa berubah sesuai dimana perkembangan budaya dan
masyarakat yang bersangkutan.Jadi, referen sebuah kata adalah tetap, tidak berubah adanya
kesan tidak tetap atau berubah itu adalah karena digunakannya kata itu secara metaforis.
Dari pengertian para ahli bahsa di atas, dapat dikatakan bahwa batasan tentang pengertian
makna sangat sulit ditentukan karena setiap pemakai bahasa memiliki kemampuan dan cara
pandang yang berbeda dalam memaknai sebuah ujaran atau kata.
Jenis Makna
Menurut Chaer (1994), makna dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria dan sudut
pandang. Berdasarkan jenis semantiknya, dapat dibedakan antara makna leksikal dan makna
gramatikal, berdasarkan ada atau tidaknya referen pada sebuah kata atau leksem dapat
dibedakan adanya makna referensial dan makna nonreferensial, berdasarkan ada tidaknya
nilai rasa pada sebuah kata/leksem dapat dibedakan adanya makna denotatif dan makna
konotatif, berdasarkan ketepatan maknanya dikenal makna kata dan makna istilah atau makna
umum dan makna khusus. Lalu berdasarkan kriteri lain atau sudut pandang lain dapat
disebutkan adanya makna-makna asosiatif, kolokatif, reflektif, idiomatik dan sebagainya.
Makna leksikal biasanya dipertentangkan dengan makna gramatikal. Kalau makna leksikal
berkenaan dengan makna leksem atau kata yang sesuai dengan referennya, maka makna
gramatikal ini adalah makna yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatika seperti
proses afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi (Chaer, 1994). Proses afiksasi
awalan ter- pada kata angkat dalam kalimat Batu seberat itu terangkat juga oleh adik,
melahirkan makna ’dapat’, dan dalam kalimat Ketika balok itu ditarik, papan itu terangkat ke
atas melahirkan makna gramatikal ’tidak sengaja’.
Yang dimaksud makna gramatikal adalah makna yang berubah-ubah sesuai dengan konteks
pemakainya. Hal ini terjadi akibat proses-proses gramatikal yang terjadi pada kata tersebut,
seperti pengimbuhan, pengulangan , dan pemajemukan.
Contoh:
Berumah
- mempunyai rumah
Rumah-rumah- banyak rumah
Rumah sakit
- rumah tempat merawat orang sakit
Dari uraian di atas, dapa kita simpulkan perbedaan makna leksikal dan makna
gramatikal sebagai berikut :
1. Makna leksika adalah makna asli, sedangkan makna gramatikal mekna sesuai konteks
2. Makna leksikal bersifat tetap, sedangkan makna gramatikal bisa berubah-ubah sesuai proses
gramatikal yang terjadi pada kata tersebut.
3. Makna leksikal berdiri sendiri, sedangkan makna gramatikal terikat dengan kata lain yang
mengikutinya
Aspek-aspek Makna
Aspek-aspek makna dalam semantik menurut Mansoer Pateda ada empat hal, yaitu :
1. Pengertian (sense)
Pengertian disebut juga dengan tema. Pengertian ini dapat dicapai apabila pembicara dengan
lawan bicaranya atau antara penulis dengan pembaca mempunyai kesamaan bahasa yang
digunakan atau disepakati bersama. Lyons (dalam Mansoer Pateda, 2001:92) mengatakan
bahwa pengertian adalah sistem hubungan-hubungan yang berbeda dengan kata lain di dalam
kosakata.
2. Nilai rasa (feeling)Aspek makna yang berhubungan dengan nilai rasa berkaitan dengan
sikap pembicara terhadap hal yang dibicarakan.dengan kata lain, nilai rasa yang berkaitan
dengan makna adalah kata0kata yang berhubungan dengan perasaan, baik yang berhubungan
dengan dorongan maupun penilaian. Jadi, setiapkata mempunyai makna yang berhubungan
dengan nilai rasa dan setiap kata mempunyai makna yang berhubungan dengan perasaan.
3. Nada (tone)
Aspek makna nada menurut Shipley adalah sikap pembicara terhadap kawan bicara (dalam
Mansoer Pateda, 2001:94). Aspek nada berhubungan pula dengan aspek makna yang bernilai
rasa. Dengan kata lain, hubungan antara pembicara dengan pendengar akan menentukan
sikap yang tercermin dalam kata-kata yang digunakan.
4. Maksud (intention)
Aspek maksud menurut Shipley (dalam Mansoer Pateda, 2001: 95) merupakan maksud
senang atau tidak senang, efek usaha keras yang dilaksanakan. Maksud yang diinginkan dapat
bersifat deklarasi, imperatif, narasi, pedagogis, persuasi, rekreasi atau politik.
Aspek-aspek makna tersenut tentunya mempunyai pengaruh terhadap jenis-jenis makna yang
ada dalam semantik. Di bawah ini akan dijelaskan seperti apa keterkaitan aspek-aspek makna
dalam semantik dengan jenis-jenis makna dalam semantik.
a. Makna Emotif
Makna emotif menurut Sipley (dalam Mansoer Pateda, 2001:101) adalah makna yang timbul
akibat adanya reaksi pembicara atau sikap pembicara mengenai atau terhadap sesuatu yang
dipikirkan atau dirasakan. Dicontohkan dengan kata kerbau dalam kalimatEngkau
kerbau., kata itu tentunya menimbulkan perasaan tidak enak bagi pendengar. Dengan kata
lain,kata kerbau tadi mengandung makna emosi. Kata kerbau dihubungkan dengan sikap atau
poerilaku malas, lamban, dan dianggapsebagai penghinaan. Orang yang dituju atau
pendengarnya tentunya akan merasa tersimggung atau merasa tidak nyaman. Bagi orang yang
mendengarkan hal tersebut sebagai sesuatu yang ditujukan kepadanya tentunya akan
menimbulkan rasa ingin melawan. Dengan demikian, makna emotif adalah makna dalam
suatu kata atau kalimat yang dapat menimbulkan pendengarnya emosi dan hal ini jelas
berhubungan dengan perasaan. Makna emotif dalam bahasa indonesia cenderung mengacu
kepada hal-hal atau makna yang positif dan biasa muncul sebagai akibat dari perubahan tata
nilai masyarakat terdapat suatu perubahan nilai.
b. Makna Konotatif
Makna konotatif berbeda dengan makna emotif karena makna konotatif cenderung bersifat
negatif, sedangkan makna emotif adalah makna yang bersifat positif (Fathimah
Djajasudarma, 1999:9). Makna konotatif muncul sebagai akibat asosiasi perasaan kita
terhadap apa yang diucapkan atau didengar. Misalnya, pada kalimat Anita menjadi bunga
desa. Kata nunga dalam kalimat tersebut bukan berarti sebagai bunga di taman melainkan
menjadi idola di desanya sebagai akibat kondisi fisiknya atau kecantikannya. Kata bunga
yang ditambahkan dengan salah satu unsur psikologis fisik atau sosial yang dapat
dihubungkan dengan kedudukan yang khusus dalam masyarakat, dapat menumbuhkan makna
negatif.
c. Makna Kognitif
Makna kognitif adalah makna yang ditunjukkan oleh acuannya, makna unsur bahasa yang
sangat dekat hubungannya dengan dunia luar bahasa, objek atau gagasan, dan dapat
dijelaskan berdasarkan analisis komponenya (Mansoer Pateda, 2001:109). Kata pohon
bermakna tumbuhan yang memiliki batang dan daun denga bentuk yang tinggi besar dan
kokoh. Inilah yang dimaksud dengan makna kognitif karena lebih banyak dengan maksud
pikiran.
d. Makna Referensial
Referen menurut Palmer (dalam Mansoer Pateda, 2001: 125) adalah hubungan antara unsur-
unsur linguistik berupa kata-kata, kalimat-kalimat dan dunia pengalaman nonlinguistik.
Referen atau acuan dapat diartikan berupa benda, peristiwa, proses atau kenyataan. Referen
adalah sesuatu yangditunjuk oleh suatu lambang. Makna referensial mengisyaratkan tentang
makna yamg langsung menunjuk pada sesuatu, baik benda, gejala, kenyataan, peristiwa
maupun proses.
Makna referensial menurut uraian di atas dapat diartikan sebagai makna yang langsung
berhubungan dengan acuan yang ditunjuk oleh kata atau ujaran. Dapat juga dikatakan bahwa
makna referensial merupakan makna unsur bahasa yanga dekat hubungannya dengan dunia
luar bahasa, baik berupa objek konkret atau gagasan yang dapat dijelaskan melalui analisis
komponen.
e. Makna Piktorikal
Makna piktorikal menurut Shipley (dalam Mansoer Pateda, 2001:122) adalah makna yamg
muncul akibat bayangan pendengar ataupembaca terhadap kata yang didengar atau dibaca.
Makna piktorikal menghadapkan manusia dengan kenyataan terhadap perasaan yang timbul
karena pemahaman tentang makna kata yang diujarkan atau ditulis, misalnya
kata kakus, pendengar atau pembaca akan terbayang hal yang berhubungan dengan hal-hal
yang berhubungan dengan kakus, seperti kondisi yang berbau, kotoran, rasa jijik, bahkan
timbul rasa mual karenanya.
Sesungguhnya pendapat mereka itu keliru kalau dilihat dari prinsip umum di atas. Tetapi,
mengapa terjadi demikian?karena mengacaukan pengertian makna dengan informasi maka
banyak juga orang yang menyatakan suatu kalimat tertentu sama maknanya dengan parafase
dari kalimat itu. Inipun keliru sebab parafase tidak lain dari pada rumusan informasi yang
sama dalam bentuk ujaran yang lain.
Disamping parafase, ada juga istilah perifase, yaitu informasi yang sama dengan rumusan
yang lebih panjang.
Diatas sudah disebutkan bahwa makna adalah unsur dari sebuah kata atau lebih tepat sebagai
gejala dalan ujaran. (Utterance-internal-phenomena). Ada prinsip umum dalam semantik
yang menyatakan bahwa kalau bentuk (maksudnya bentuk kata atau leksem). Sampai saat ini
banyak orang, termasuk banyak linguis, yang mengatakan bahwa kata ayah sama maknanya
dengan bola ditendang Dika, sebab keduanya memberi pengertian, keterangan atau informasi
yang sama. Mereka mengacukan pengertian tentang makna dengan pengertian informasi.
Gejala dalam ujaran (Utterance-internal-phenomena). Tetapi dalam frase Bapak Presiden
yang terhormat tidak dapat diganti menjadi Ayah Presiden yang terhormat. Keduanya
memberikan informasi yang sama, yaitu “Dika menendang bola” tetapi maknanya jelas tidak
sama. Kalimat Dika menendang bola mengandung makna aktif, sedangkan kalimat bola
ditendang Dika mengandung makna pasif. Banyak orang mengatakan bahwa kedua kalimat
itu bersifat obsional. Kehadiran preposisi oleh pada kalimat kedua memberi makna
penonjolan akan adanya pelaku, sedangkan pada kalimat pertama penonjolan akan adanya
pelaku itu tidak ada.
Karena mengacaukan pengertian makna dengan informasi, makna banyak juga orang yang
mengatakan suatu kalimat tertentu sama maknanya dengan parafrase dari kalimat itu malah
bait puisi berikut (dari Ali Hasyim).
Adalah parafrase dari kalimat saya sudah tua karena informasinya sama. Disamping parafrase
ada juga istilah perifrase, yaitu informasi yang sama dengan rumusan yang lebih panjang.
Begitu juga frase gadis yang mengenakan baju merah itu adalah perifrase menambah sesuatu
pada yang diperifrasekan tetapi tetap mempertahankan informasinya yang sama. Dapat
dikatakan bahwa setiap perifase adalah parafase juga, tetapi tidak setiap parafrase adalah
perifrase.
Kualitas informasi ditentukan oleh beberapa faktor yaitu sebagai berikut :
Keakuratan dan teruji kebenarannya.
Informasi harus bebas dari kesalahan-kesalahan dan tidak menyesatkan.
Kesempurnaan informasi
Informasi disajikan dengan lengkap tanpa pengurangan, penambahan, dan pengubahan.
Tepat waktu
Infomasi harus disajikan secara tepat waktu, karena menjadi dasar dalam pengambilan
keputusan.
Relevansi
Informasi akan memiliki nilai manfaat yang tinggi, jika Informasi tersebut dapat diterima
oleh mereka yang membutuhkan.
Mudah dan murah
Apabila cara dan biaya untuk memperoleh informasi sulit dan mahal, maka orang menjadi
tidak berminat untuk memperolehnya, atau akan mencari alternatif substitusinya (Budi
Sutedjo Dharma Oetomo, 2002 : 16 -17).
Akurat,
Berarti informasi harus bebas dari kesalahan-kesalahan dan harus jelas mencerminkan
maksudnya.
Informasi dan maksud sama-sama sesuatu yang luar ujaran. Dilihat dari segi objeknya atau
yang dibicarakan; sedangkan maksud dilihat dari segi Si pengujar, orang yang berbicara atau
pihak subjeknya. Disini orang yang berbicara itu mengujarkan suatu ujaran entah berupa
kalimat maupun frase, tetapi yang dimaksudkannya tidak sama dengan makna lahiriah itu
sendiri. Disimpang-simpang jalan di Jakarta banyak pedagang asongan menawarkan barang
dagangannya kepada para pengemudi atau penumpang kendaraan (yang kebetulan
kendaraannya tertahan arus lalu lintas) dengan kalimat tanya “koran, koran ?” atau “ jeruk,
Pak?”. Padahal mereka tidak bermaksud bertanya, melainkan bermaksud menawarkan.
Maksud banyak digunakan dalam bentuk-bentuk ujaran yang disebut metafora, ironi, litotes,
dan bentuk-bentuk gaya bahasa lain. Selama masih menyangkut segi bahasa, maka maksud
itu masih dapat disebut sebagai persoalan bahasa. (Chaer, 1995 :36).
Sebagai penutup pembicaraan makna, maksud dan informasi ini, perhatikan diagram dari
Verhaan (1978) berikut :
Sekali lagi kita perhatikan, makna menyangkut segi lingual atau dalam ujara, sehingga
padanya kita menemukan persoalan semantik leksikal, semantik gramatikal, semantiuk
kalimat. Sedangkan informasi menyangkut segi objek yang dibicarakan. Jadi informasi tidak
menyangkut persoalan semantik karena sifatnya yang berada diluar bahasa
(ekstralingual).Sebaliknya maksud yang menyangkut pihak pengujar masih memiliki
persoalan semantik, asal saja lambang-lambang yang digunakan masih berbentuk lingual.
(Chaer, 1995 :37).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian materi pada bagian isi dapat disimpulkan bahwa makna, informasi, dan maksud
memiliki perbedaan. Makna merupakan gejala dalam ujaran atau dapat dikatakan sebagai
tanda linguistik yang biasanya merujuk atau mengacu pada suatu referen. Pengertian dari
makna sendiri sangatlah beragam. Mansoer Pateda (2001:79) mengemukakan bahwa istilah
makna merupakan kata-kata dan istilah yang membingungkan. Makna tersebut selalu
menyatu pada tuturan kata maupun kalimat. Sedangkan informasi adalah gejala luar ujaran.
Dan maksud merupakan gejala diluar ujaran pula, namun perbedaannya dengan informasi
adalah jika informasi merupakan sesuatu diluar ujaran yang dilihat dari segi objek atau yang
dibicarakan, maka maksud merupakan sesuatu diluar ujaran yang dilihat dari segi subjek atau
pengujar.
DAFTAR PUSTAKA
http://Abdulbahasa.blogspot.com/2017/10/01/semantik.html.
http://ahmadzulbahasa.blogspot.com/2017/10/01/tugas-makalah-semantik.html.
http://Achaarisa.blogspot.com/2017/10/01/sastralinguistik.html.
http://edbisofrisca.wordpress.com/2017/10/01/makalah-semantik-2/.
http://rienekabahasa.blogspoot.com/2017/10/01/makna.maksud.informasi.html.
.