Anda di halaman 1dari 14

“DIKSI DAN GAYA BAHASA”

Dosen Pengampu: Sri Hastuti, S.Pd.,M.Pd

Disusun Oleh:

Nama : Humaira muliady

Sambuk : C30121159

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

JURUSAN S1 AKUNTANSI

UNIFERSITAS TADULAKO

2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Terkadang kita tidak mengetahui pentingnya penguasaan bahasa Indonesia


yang baik dan benar, sehingga ketika kita berbahasa, baik lisan maupun tulisan, sering
mengalami kesalahan dalam penggunaan kata, frasa, kalimat, paragraf, dan wacana.

Agar tercipta suatu komunikasi yang efektif dan efisien, pemahaman yang baik
ihwal penggunaan diksi atau pilihan kata dirasakan sangat penting, bahkan mungkin vital,
terutama untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman dalam berkomunikasi. Diksi atau
pilihan kata maupun kalimat dalam praktik berbahasa sesungguhnya mempersoalkan
kesanggupan sebuah kata dapat juga frasa atau kelompok kata untuk menimbulkan
gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengarnya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan diksi?

2. Apa Syarat-syarat ketepatan Diksi?

3. Apa penertian gaya bahasa?

4. Apa jenis-jenis gaya bahasa?

5. Apa pengertian majas?

6. Apa macam-macam majas?

C. Tujuan

1. Untuk memahami penertian diksi.

2. Untuk memahami penyusunan kalimat yang efektif.

3. Untuk mengetahui pengertian gaya bahasa

4. Untuk mengetahui macam-macam gaya bahasa.

5. Untuk memahami majas.

6. Untuk memahami macam-macam majas.

1. Pengertian diksi
Yang saya baca tadi Diksi ialah pilihan kata. maksudnya, kita memilih kata yang tepat
untuk menyatakan sesuatu. Pilihan kata merupakan satu unsur sangat penting, baik dalam
dunia karang-mengarang maupun dalam dunia tutur setiap hari.( Zaenal. 2010:28 )

Diksi, dalam arti aslinya dan pertama, merujuk pada pemilihan kata dan gaya ekspresi
oleh penulis atau pembicara. Arti kedua, arti “diksi” yang lebih umum digambarkan
dengan seni berbicara jelas sehingga setiap kata dapat didengar dan dipahami hingga
kompleksitas dan ekstrimitas terjauhnya. Arti kedua ini membicarakan pengucapan dan
intonasi, daripada pemilihan kata dan gaya.

Adapun menurut tokoh Gorys Keraf (2002) mengemukakan poin-poin penting tentang
diksi.

Plilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata–kata mana yang harus dipakai untuk
mencapai suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata–kata yang tepat
atau menggunakan ungkapan–ungkapan, yang paling baik digunakan dalam suatu situasi.

Pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa–nuansa
makna dari gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan untuk menemukan bentuk
yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat
pendengar.

Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasa sejumlah besar
kosa kata atau perbendaharaan kata bahasa itu. Sedangkan yang dimaksud
pembendaharaan kata atau kosa kata suatu bahasa adalah keseluruhan kata yang dimiliki
suatu bahasa. (Ramlan.2007: 77)

Agar menghasilkan cerita yang menarik, diksi atau pemilihan kata harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Ketepatan dalam pemilihan kata dalam menyampaikan gagasan. Pengarang harus


memiliki kemampuan dalam membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna, sesuai
dengan gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan menemukan bentuk yang sesuai
dengan situasi dan nilai rasa pembaca.

2.Menguasai berbagai macam kosakata dan mempu memanfaatkan kata-kata tersebut


menjadi kalimat yang jelas, efektif, dan efisien.

3.Tidak menafsirkan makna kata secara subjektif berdasasrkan pendapat sendiri, jika
pemahaman belum dapat dipastikan, pemakaian kata harus menemukan makna yang tepat
dalam kamus, misalnya: modern sering diartikan secara subjektif canggih menurut kamus
modern berarti terbaru atau mutakhir, canggih berarti banyak cakap, suka menggangu,
banyak mengetahui, bergaya intelektual.

4.Menggunakan kata-kata idomatik berdasarkan susunan ( pasangan ) yang benar,


misalnya: sesuai bagi seharusnya sesuai dengan.

5.Menggunakan kata yang berubah makna dengan cermat, misalnya : issu ( berasal dari
issue berarti publikasi, kesudahan, perkara ) isu ( dalam bahasa Indonesia berarti kabar
yang tidak jelas asal-usulnya, kabarangin, desas-desus ).

6.Menggunakan dengan cermat kata bersinonim ( pria dan laki-laki, saya dan aku, serta
buku dan kitab ), berhomofoni ( misalnya: bang dan bank ) dan berhomografi( misalnya:
apel buah, apel upacara, buku ruas, buku kitab ).
Selain ketepatan pilihan kata itu, pengguna bahasa harus pula memperhatikan kesesuaian
kata agar tidak merusak makna, suasana, dan situasi yang hendak ditimbulkan, atau
suasana yang sedang berlangsung.

7.Menggunakan ragam baku dengan cermat dan tidak mencampuradukan


penggunakannya dengan kata tidak baku yang hanya digunakan dalam pergaulan,
misalnya: hakikat (baku), hakekat (tidak baku), konduite (baku), kondite (tidak baku),

8.Menggunakan kata yang berhubungan dengan nilai sosial dengan cermat, misalnya:
kencing (kurang sopan), buang air kecil (lebih sopan), pelacur (kasar), tunasusila.

9.Menggunakan kata berpasangan (idiomatuik), dan berlawanan makna dengan cermat,


misalnya: sesuai bagi (salah), sesuai dengan (benar), bukan hanya melainkan juga
(benar), bukan hanya tetapi juga (salah), tidak hanya tetapi juga (benar),

10.Menggunakan kata dengan nuansa tertentu, misalnya: berjalan lambat, mengesot, dan
merangkak, merah darah; merah hati.

Contoh paragraf:

a).Hari ini Aku pergi ke pantai bersama dengan teman-temanku. Udara di sana sangat
sejuk. Kami bermain bola air sampai tak terasa hari sudah sore. Kamipun pulang tak lama
kemudian.

b).Liburan kali ini Aku dan teman-temanku berencana untuk pergi ke pantai. Kami sangat
senang ketika hari itu tiba. Begitu sampai disana kami sudah disambut oleh semilir angin
yang tak heti-hentinya bertiup. Ombak yang berkejar-kejaran juga seolah tak mau kalah
untuk menyambut kedatangan kami. Kami menghabiskan waktu sepanjang hari di sana.
Kami pulang dengan hati senang.

Kedua paragrap diatas memiliki makna yang sama, tetapi dalam pemilihan kata atau
diksi, paragrap kedua lebih menarik bagi pembaca karena enak dibaca dan tidak
membosankan.

B. Syarat-Syarat Pemilihan Kata

1. Makna Denotatif dan Konotatif

Makna denotatif adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit. Makna wajar ini adalah
makna yang sesuai dengan apa adanya. Denotatif adalah suatu pengertian yang
terkandung sebuah kata secara objektif. Makna denotatif sering disebut makna
konseptual. Misalnya, kata makan yang bermakna memasukkan sesuatu kedalam mulut,
dikunyah dan ditelan.

Makna konotatif adalah makna asosiatif, makna yang timbul sebagai akibat dari sikap
sosial, sikap pribadi dan kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah makna
konseptual. Kata makan pada makna konotatif berarti untung atau pukul. Makna konotatif
selalu berubah dari zaman ke zaman. Contoh lainnya misalnya kamar kecil dapat
bermakna konotatif jamban, sedangkan makna denotatife adalah kamar yang
kecil.( Zaenal.2010:28)

2. Makna Umum dan Makna Khusus


Kata umum adalah kata yang acuannya lebih luas. Kata khusus adalah kata yang
acuannya lebih sempit atau khusus. Misalnya ikan termasuk kata umum, sedangkan kata
khusus dari ikan adalah mujair, lele, gurami, gabus, koi. Contoh lainnya misalnya lele
dapat menjadi kata umum, jika kata khususnya adalah lele lokal, lele dumbo.

3. Kata Konkrit dan Kata Abstrak

Kata konkrit adalah kata yang acuannya dapat diserap oleh pancaindra. Misalnya meja,
rumah, mobil, air, cantik, hangat, wangi, suara. Sedangkan kata abstrak adalah kata yang
acuannya sulit diserap oleh pancaindra. Misalnya perdamaian, gagasan. Kegunaan kata
astrak untuk mengungkapkan gagasan rumit. Kata abstrak dapat membedakan secara
halus antara gagasan yang bersifat teknis dan khusus. Pemakaian kata abstrak yang
banyak pada suatu karangan akan menjadikan karangan tersebut tidak jelas dalam
menyampikan gagasan penulis.( Amran .2010:32)

4. Kata Ilmiah dan kata popular

Kata ilmiah merupakan kata-kata logis dari bahasa asing yang bisa diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia. Kata-kata ilmiah biasa digunakan oleh kaum terpelajar, terutama
dalam tulisan-tulisan ilmiah, pertemuan-pertemuan resmi, serta diskusi-diskusi khusus.

Yang membedakan antara kata ilmiah dengan kata populer adalah bila kata populer
digunakan dalam komunikasi sehari-hari. Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan, kata-
kata ilmiah digunakan pada tulisan-tulisan yang berbau pendidikan. Yang juga terdapat
pada penulisan artikel, karya tulis ilmiah, laporan ilmiah, skripsi, tesis maupun desertasi.

Agar dapat memahami perbedaan antara kata ilmiah dan kata populer, berikut daftarnya:

Kata Ilmiah Kata populer

Analogi Kiasan

Final Akhir

Diskriminasi perbedaan perlakuan

Prediksi Ramalan

Kontradiksi Pertentangan

Format Ukuran

Anarki Kekacauan

Biodata biografi singkat

Bibliografi daftar pustaka

C. Gaya Bahasa/Majas.
1. Pengertian Gaya Bahasa

Keraf (2006, 112-113) mengatakan: Gaya atau khususnya gaya bahasa dikenal dalam
retorika dengan istilah style. Kata style diturunkan dari kata Latin yaitu stilus, yaitu
semacam alat untuk menulis pada lempengan lilin. Keahlian menggunakan alat ini akan
mempengaruhi jelas tidaknya tulisan pada lempengan tadi. Kelak pada waktu penekanan
dititik beratkan pada keahlian untuk menulis indah, maka style lalu berubah menjadi
kemampuan dan keahlian untuk menulis atau mempergunakan kata-kata secara indah.

Karena perkembangan itu gaya bahasa meliputi semua yang berhubungan dengan
kebahasaan. Walaupun style berasal dari bahasa Latin, orang Yunani sudah
mengembangkan sendiri teori-teori mengenai style itu. Ada dua aliran yang terkenal,
yaitu :

a) Platonik : menganggap style sebagai kualitas suatu ungkapan; menurut mereka


ada ungkapan yang memiliki style, ada yang tidak memiliki style.

b) Aristoteles : menganggap bahwa gaya adalah suatu kualitas yang inheren, yang ada
dalam setiap ungkapan.

Gaya bahasa menurut beberapa para ahli yaitu:

a) Tarigan (1985:5)

Mengemukakan “gaya bahasa adalah bahasa indah yang digunakan untuk meningkatkan
efek pembicaraan dengan jalan memperbandingkan sesuatu benda atau hal tertentu
dengan benda atau hal lain yang lebih umum”.

b) Muhardi dan Hasanuddin ws (2006:43-45)

Gaya bahasa menyangkut kemahiran pengarang mempergunakan bahasa sebagai medium


fiksi. Penggunaan bahasa tulis dengan segala kelebihan dan kekurangannya harus
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh pengarang.

c) Semi (1984:38-41)

Gaya bahasa yaitu yang digunakan oleh sastrawan, meskipun tidaklah terlalu luar biasa,
adalah unik karena selain dekat dengan watak dan jiwa penyair, juga membuat bahasa
yang digunakan berbeda dalam makna. Jadi gaya lebih merupakan pembawaan pribadi.

Akhirnya style atau gaya bahasa dapat dibatasi sebagai cara mengungkapkan pikiran
melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian
penulis.(Keraf.2007:112)

Berdasarkan pendapat para ahli bahasa di atas, disimpulkan bahwa gaya bahasa
ditekankan pada keahlian untuk menulis indah dan unik. Gaya bahasa yang digunakan
seseorang bertujuan untuk mengungkapkan pikiran yang dapat mencerminkan jiwa dan
kepribadian pengarang. Gaya bahasa yang baik dikategorikan pada bahasa yang relevan
dan dapat menunjang permasalahan yang hendak dikemukakan serta bahasa yang dengan
tepat merumuskan alur, penokohan, latar, tema dan amanat.

2.Jenis-Jenis Gaya Bahasa

a).Gaya Bahasa Berdasarkan Pilihan Kata


Dalam bahasa standar (bahasa baku) dapatlah dibedakan: gaya bahasa resmi (bukan
bahasa resmi), gaya bahasa tak resmi dan gaya bahasa percakapan.

1). Gaya Bahasa Resmi

Gaya bahasa resmi adalah gaya dalam bentuknya yang lengkap, gaya yang dipergunakan
dalam kesempatan-kesempatan resmi, gaya yang dipergunakan oleh mereka yang
diharapkan mempergunakannya dengan baik dan terpelihara. Amanat kepresidenan,
berita negara, khotbah-khotbah mimbar, tajuk rencana, pidato-pidato yang penting,
artikel-artikel yang serius atau esei yang memuat subyek-subyek yang penting, semuanya
dibawakan dengan gaya bahasa resmi.

2) .Gaya Bahasa Tak Resmi

Gaya bahasa tak resmi juga merupakãn gaya bahasa yang dipergunakan dalam bahasa
standar, khususnya dalam kesempatan kurang formal. Bentuknya tidak terlalu
konservatif. Gaya ini biasanya dipergunakan dalam karya-karya tulis, buku-buku
pegangan, artikel-artikel mingguan atau bulanan yang baik, dalam perkuliahan, editorial,
kolumnis, dan sehagainya. Singkatnya gaya bahasa tak resmi adalah gaya bahasa yang
umum dan normal bagi kaum terpelajar.

3) Gaya Bahasa Percakapan

Sejalan dengan kata-kata percakapan, terdapat juga gaya bahasa percakapan. Dalam gaya
bahasa ini, pilihan katanya adalah kata-kata populer dan kata-kata percakapan. Itu berarti
bahasanya masih lengkap untuk suatu kesempatan, dan masih dibentuk menurut
kebiasaan-kebiasaan, tetapi kebiasaan ini agak longgar bila dibandirigkan dengan
kebiasaan pada gaya bahasa resmi dan tak resmi.

b) Gaya Bahasa Berdasarkan Nada

Gaya bahasa berdasarkan nada didasarkan pada sugesti yang dipancarkan dan rangkaian
kata-kata yang terdapat dalam sebuah wacana. Sering kali sugesti ini akan lebih nyata
kalau diikuti dengan sugesti suara dan pembicara, bila sajian yang dihadapi adalah bahasa
lisan.

Dengan latar belakang ini gaya bahasa dilihat dan sudut nada yang terkandung dalam
sebuah wacana, dibagi atas: gaya yang sederhana, gaya mulia dan bertenaga, serta gaya
menengah.

1) Gaya Sederhana.

Gaya ini biasanya cocok untuk memberi instruksi, perintah, pelajaran, perkuliahan, dan
sejenisnya. Sebab itu untuk mempergunakan gaya ini secara.

2) Gaya Menengah.

Gaya menengah adalah gaya yang diarahkan kepada usaha untuk menimbulkan suasana
senang dan damai. Karena tujuannya adalah menciptakan suasana senang dan damai,
maka nadanya juga bersifat lemah-lembut, penuh kasih sayang, dan mengandung humor
yang sehat. Pada kesempatan-kesempatan khusus seperti pesta, pertemuan, dan rekreasi,
orang lebih menginginkan ketenangan dan kedamaian. Akan ganjillah rasanya, atau akan
timbul disharmoni, kalau dalam suatu pesta pernikahan ada orang yang memberi
sambutan berapi-api, mengerahkan segala emosi dan tenaga untuk menyampaikan
sepatah kata. Para hadirin yang kurang waspada akan turut terombang-ambing dalam
permainan emosi semacam itu.

3) .Gaya Mulia dan Bertenaga.

Sesuai dengan namanya, gaya ini penuh dengan vitalitas dan energi, dan biasanya
dipergunakan untuk menggerakkan sesuatu. Menggerakkan sesuatu tidak saja dengan
mempergunakan tenaga dan vitalitas pembicara, tetapi juga dapat mempergunakan nada
keagungan dan kemuliaan. Tampaknya hal ini mengandung kontradiksi, tetapi
kenyataannya memang demikian. Nada yang agung dan mulia akan anggap pula
menggerakkan emosi setiap pendengar. Dalam keagungan, terselubung sebuah tenaga
yang halus tetapi secara aktif ia meyakinkan bekerja untuk mencapai suatu tujuan
tertentu. Khotbah tentang kemanusiaan dan keagamaan, kesusilaan dan ketuhanan
biasanya disampaikan dengan nada yang agung dan mulia. Tetapi di balik keagungan dan
kemuliaan itu terdapat tenaga penggerak yang luar biasa, tenaga yang benar-benar
mampu menggetarkan emosi para pendengar atau pembaca.

D.Majas

1.Pengertian Majas

Majas adalah bahasa kias atau pengungkapan gaya bahasa yang dalam pemakaiannya
bertujuan untuk memperoleh efek-efek tertentu agar tercipta sebuah kesan imajinatif bagi
penyimak atau pendengarnya. Seorang penulis sastra juga terkadang terkenal dengan
tulisan-tulisan majas dalam karyanya. Dalam hal ini seorang penulis sastra dalam
menyampaikan pikiran dan perasan, baik secara lisan dan tertulis kerap
menyampaikannya dengan bahasa majas yang khas.

2.Jenis-Jenis Majas

Majas dibagi menjadi beberapa macam, diantaranya adalah:

a).Majas Perbandingan

Majas perbandingan dapat dibagi lagi atas perumpamaan, metafora, personifikasi,


Antithesis, aligori, Asosiasi (simile)

1). Perumpamaan

Yang dimaksud dengan perumpamaan disini adalah padan kata simile dalam bahasa
inggris. Perumpamaan adalah perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berlainan dan
sengaja kita anggap sama. Perbandingan itu secara eksplisit dijelaskan kata pemakaian
seperti, ibarat, perumpamaan, bak, laksana. Contoh :Ibarat menelan duri. Bak mencari
kutu dalam ijuk. Umpama memadu minyak dengan air.

2). Metafora

Metafora adalah majas perbandingan yang diungkapkan secara singkat, padat dan
tersusun rapi. Contoh : Dia dianggap anak emas majikannya. Mina buah hati Edi.

3). Personifikasi
Personifikasi adalah jenis majas yang melekatkan sifat-sifat insani kepada barang yang
tidak bernyawa dan ide yang abstrak. Atau dapat diartikan majas yang membandingkan
benda-benda tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat seperti manusia Misalnya : Angin
yang meraung. Cinta itu buta.

4) .Alegori

Alegori adalah cerita yang diceritakan dalam lambang-lambang. Merupakan metafora


yang diperluas dan berkesinambungan, tempat atau wadah obyek-obyek atau gagasan-
gagasan diperlambangkan. Atau cerita kiasan atau lukisan yang mengiaskan hal lain atau
kejadian lain. Contoh : Puisi “Diponegoro” karya Sanusi Pane.

5). Antithesis

Antithesis adalah sejenis majas yang mengadakan komperasi atau perbandingan antara
dua antonym (yaitu kata-kata) yang mengandung ciri-ciri semantic yang bertentangan).
(Ducrot &Todorov ; 1979 : 277) Contoh : Pada saat kami berdukacita atas kematian
ayahku, mereka menyambutnya dengan kegembiraan tiada tara. Dia bergembira ria atas
kegagalan dalam ujian itu.

6) Asosiasi (simile)

Asosiasi (simile) adalah perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berbeda, tetapi
sengaja dianggap sama. Majas ini ditandai oleh penggunaan kata bagai, bagaikan,
seumpama, seperti.

Contoh : Semangatnya keras bagaikan baja.Wajahnya bagai bulan purnama.

b) Majas Pertentangan

Majas pertentangan dapat dibagi lagi atas Litotes, hiperbola, Ironi, Sinisme, sarkasme,
oksimoron, Paronomasia, Parilipsis, dan Zeugma.

1) Hiperbola

Adalah majas yang mengandung pernyataan yang berlebih-lebihan dengan maksud untuk
memperhebat, meningkatkan kesan dan daya pengaruh.

Contoh: Saya terkejut setengah mati mendengar perkataannya. Tubuhnya kurus kering
setelah ditinggalkan oleh ayahnya.

2) Litotes

Litotes adalah majas yang di dalam pengungkapannya menyatakan sesuatu yang positif
dengan bentuk yang negatif atau bentuk yang bertentangan. Tujuannya antara lain untuk
merendahkan diri. Contoh: Kami berharap Anda menerima pemberian yang tidak
berharga ini.Gajiku tak seberapa, hanya cukup untuk makan anak dan istri.

3) Ironi

Ironi adalah majas yang menyatakan makna yang bertentangan dengan maksud untuk
menyindir atau memperolok-olok. Contoh: Bagus sekali rapormu, Andi, banyak angka
merahnya. Rajin sekali kamu,lima hari kamu tidak masuk sekolah.
4) Sinisme

Sinisme adalah majas yang menyatakan sindiran secara langsung dan agak kasar. Contoh
: Perkataanmu tadi sangan menyebalkan. Kata-kat itu tidak pantas disampaikan orang
terpelajar seperti kamu!. Bisa-bisa aku jadi gila melihat kelakuanmu itu!

5) Sarkasme

Sarkasme adalah sindiran kasar berupa ungkapan kasar yang dapat menyakitkan hati
orang. Contoh : Tidurnya saja sehari-hari seperti babi. Kamu ini benar-benar goblok,
bebal, otaku udang

6) Oksimoron

Oksimoron adalah majas yang mengandung penegakan atau pendirian suatu hubungan
sintaksis (baik koordinasi maupun diterminasi) (ducrot and Tadorov ; 1981 :
278). Contoh : Olah raga mendaki gunung memang menarik perhatian, walaupun sangat
berbahaya.

7) Paronomasia

Paronomasia adalah majas yang berisi penjajaran kata-katayang berbunyi sama tapi
bermakna lain ; kata-kata yang sama bunyinya tetapi artinya berbeda. (ducrot and
Tadorov ; 1981 : 278). Contoh : Oh adindaku sayang, akan kutanam bunga tanjung
di pantai tanjung hatimu. Kembang yang kutanam dulu, kini telah berkembang.

8) Parilipsis

Parilipsis adalah majas yang merupakan suatu formula yang dipergunakan sebagai sarana
untuk menerangkan bahwa seseorang tidak mengatakan apa yang tersirat dalam kata itu
sendiri(ducrot and Tadorov ; 1981 : 278). Contoh : Semoga Tuhan mendengarkan doa
kita ini, (maaf) bukan maksud saya menolaknya.

9) Zeugma

Zeugma adalah majas yang merupakan koordinasi atau gabungan gramatis dua kata yang
mengandung ciri-ciri semantik yang bertentangan ; contoh abstrak dan kongkriti. (ducrot
and Tadorov ; 1981 : 278). Contoh : Anak itu memang rajin dan malas di sekolah. Paman
saya nyata sekali bersifat sosial dan egois dalam kehidupan sehari-hari.

c) Majas Pertautan

Majas pertautan dapat dibagi lagi atas metonimia, sinekdoke, alusi, ellipsis,
inversi,gradasi dan eufemisme.

1) Metonomia

Metonimia adalah majas yang memakai nama ciri atau nama hal yang ditautkan dengan
nama orang, barang, atau hal lainnya sebagai penggantinya. Kita dapat menyebut
penciptanya atau pembuatnya jika yang kita maksudkan adalah ciptaan atau
buatannya.Bisa pula kita menyebut bahan dari barang yang dimaksud. Contoh : Ayah
baru saja membeli zebra, padahal saya ingin Kijang.

2) Sinekdoke
Sinekdok Pars Pro Toto adalah majas yang menyebutkan nama bagian sebagai pengganti
nama keseluruhannya. Contoh : Setiap kepala dikenakan biaya. Dia membeli dua ekor
ayam

Sinekdok Totem Pro Parte adalah menyebutkan keseluruhan untuk pengganti sebagian
saja. Contoh : Semoga Indonesia menjadi juara Thomas Cup. Desa itu diserang muntaber.

3) Alusi

Alusio adalah majas yang menunjuk secara tidak langsung pada suatu tokoh atau
peristiwa yang sudah diketahui bersama. Contoh : Banyak korban berjatuhan akibat
kekejaman Nazi. Apakah setiap guru harus bernasib seperti Umar Bakri?

4) Ellipsis

Elipsis adalah majas yang di dalamnya terdapat penghilangan kata atau bagian
kalimat. Contoh : Dia dan ibunya ke Tasikmalaya (penghilangan predikat pergi).

5) Inversi

Inversi adalah majas yang dinyatakan oleh pengubahan susunan kalimat. Contoh : Paman
saya wartawan = Wartawan, paman saya. Dia datang = Datang dia

6) Gradasi

Gradasi adalah majas yang mengandung suatu rangkaian atau urutan (palinng sedikit tiga)
kata atau istilah yang secara sintaksis bersamaan yang mempunyai satu atau beberapa
ciri-ciri simatik secara umum dan yang diantaranya paling sedikit satu ciri diulang-ulang
dengan perubahan-perubahan yang bersifat kuantitatif (ducrot and Tadorov : 1981 : 277)

Contoh :

“Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan itu menimbulkan tahan uji, dan tahan uji
menimbulkan harapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan….” (roma 5 : 3-5)

7) Eufemisme

Eufemisme ialah ungkapan yang lebih halus sebagai pengganti ungkapan yang kasar,
yang dianggap merugikan, atau yang tidak menyenangkan.

Contoh :

Pengangguran Eufemismenya Tunakarsa

Kakus Eufemismenya Toilet/Jamban

d) Majas Penegasan/Perulangan

Majas perulangan dapat dibagi lagi atas beberapa macam diantaranya :

1) Pleonasme

Pleonasme adalah majas yang menggunakan kata-kata secara berlebihan dengan maksud
untuk menegaskan arti suatu kata.
Contoh : Mereka turun ke bawah untuk melihat keadaan barang-barangnya yang
jatuh. Dukun itu menengadah ke atas sambil menengadahkan tangannya. Aku
menyaksikan dengan mata kepalaku sendiri.

2) Klimaks

Klimaks adalah majas yang menyatakan beberapa hal berturut-turut yang makin lama
makin menghebat. Contoh : Semua jenis kendaraan, mulai dari sepeda, motor, sampai
mobil bejejer di halaman.

Baik itu RT, Kepala Desa, Camat, Bupati, Gubernur, maupun Presiden memiliki
kedudukan sama di mata Tuhan.

3) Antiklimaks

Antiklimaks adalah majas yang menyatakan beberapa hal berturut-turut yang makin lama
makin menurun (melemah). Contoh : Bapak Kepala Sekolah, Para guru, dan murid-
murid, sudah hadir di lapangan upacara.

4) Retoris

Retoris adalah majas yang berupa kalimat Tanya yang jawabannya itu sudah diketahui
oleh penanya.Tujuannya untuk memberikan penegasan pada masalah yang diuraikannya,
untuk meyakinkan, ataupun sebagai sindiran.

Contoh : Siapa yang tidah ingin hidup bahagia?. Apa ini hasil dari pekerjaanmu selama
bertahun-tahun?

5) Aliterasi

Aliterasi adalah majas yang memanfaatkan kata-kata yang bunyi awalnya sama. Contoh
: Datang dari danau. Inilah indahnya impian, insan ingat ingkar.

6) Antanaklasis

Antanaklasis adalah majas yang mengandung ulangan kata yang sama, dengan makna
yang berbeda. Contoh :

Karena buah penanya yang controversial, dia menjadi buah bibir masyarakat.

Kita harus saling menggantungkan diri satu sama lain. Jika tidak, kita telah menggantung
diri.

7) Repetisi

Repetisi adalah majas perulangan kata-kata sebagai penegasan dalam kalimat yang
berbeda.

Contoh : Terlalu banyak penderitaan menimpa dirinya. Terlalu banyak masalah yang
dihadapinya.Terlalu banyak.

8) Tautologi

Tautologi adalah majas perulangan kata-kata sebagai penegasan dalam sebuah kalimat.
Contoh : Selamatdatang pahlawanku, selamat datang pujaanku, selamat datang bunga
bangsaku.

9) Paralelisme

Paralelisme adalah majas perulangan sebagaimana halnya repetisi, hanya disusun dalam
baris yang berbeda.Biasanya terdapat dalam puisi.

Contoh : Sunyi itu duka. Sunyi itu kudus. Sunyi itu lupa

10) Kiasmus

Kiasmus adalah majas yang berisi perulangan dan sekaligus mengandung inverse.

Contoh : Yang kaya merasa dirinya miskin, sedangkan yang miskin merasa dirinya kaya.

Sudah biasa dalam kehidupan ini banyak orang Pintar yang mengaku bodoh, dan orang
bodoh banyak yang merada dirinya pintar.

Anda mungkin juga menyukai