Anda di halaman 1dari 9

KETEPATAN MEMILIH DIKSI

DAN KETEPATAN
MENGGUNAKAN DIKSI

MATERI
PEMBELAJARAN
V
BAHASA INDONESIA

Penulis karangan, sadar tidak sadar, berhadapan dengan


pemilihan kata. Kadang – kadang komunikasi dapat juga
efektif dengan kosa kata terbatas atau kurang tepat,
tetapi pengenalan jumlah kata yang terbatas berarti juga
pembatasan sumber daya untuk mengungkapkan diri
dalam kehidupan berbahasa.
Yang biasanya diajukan kepada orang yang ingin
memperluas kosa katanya yakni:
Pemakaian kamus umum dan kamus sinonim yang baik
Pemasukan kata baru dalam tulisan dan pembicaraan
Usaha membaca jenis tulisan yang sebanyak –
banyaknya
BAHASA INDONESIA
BAHASA INDONESIA
Untuk mencapai kosa kata yang luas dan untuk Konotasi itu dapat bersifat pribadi dan bergantung pada
memperoleh kepekaan bahasa yang lebih luas. Kita pengalaman orang seseorang dengan kata atau dengan
barang atau gagasan yang diacu oleh kata itu.
dapat memilih, baik karena denotasinya maupun
konotasinya. Misalnya, bagi beberapa orang kata Ular, Jaksa, Tampomas,
• Denotasi kata ialah arti harfiahnya. Denotasi Radikal, penyesuaian harga mempunyai nilai rasa tambahan.
dapat juga diartikan hubungan antara kata (atau Dan disamping itu ada juga konotasi yang berlaku untuk satu
ungkapan) dan barang, orang, tempat, sifat, proses, kelompok atau bahkan untuk kebanyakan warga masyarakat
kegiatan diluar sistem bahasa (dan yang disebut bahasa yang berbagi sikap dan perasaan.

denotasi).
Kata sarat dengan konotasi
Misalnya denotasi kata kuda ialah kelas hewan Kata pantang, khususnya yang berupa makian dan yang
mamalia pemakan rumput yang dipelihara manusia bersifat cabul (melanggar kesopanan, kesusilaan)
menarik muatan, mengangkut barang, atau untuk Nama orang yang menjadi pusat perhatian masyarakat
dikendarai.
KECERMATAN DAN KETEPATAN

Diksi yang cermat dan kuat berkurang nilainya karena pemakaian ungkapan klise, yakni frasa
yang telah sering digunakan penulis yang tidak berdaya cipta dan yang malas berpikir. Pidato
dan uraian tidak jarang terjadi dari untaian ungkapan yang berulang – ulang muncul dalam
karangan yang sejenisnya.

Misalnya:
Masyarakat yang adil dan makmur, maaf lahir batin, terimakasih sebelum dan sesudahnya, demi
pembangunan manusia yang seutuhnya, menurut Undang – undang dasar 1945 dan pancasila,
ilmu dan teknologi, terancam gulung tikar; agak unik, tonggak sejarah, arti tersendiri, saudara
sebangsa dan setanah air, dan segala kerendahan hati, generasi penerus, pembunuhan sadis.

Karena dalam pemakaian klise tidak dapat dihindari dalam tulisan yang harus dijaga ialah
pemakaiannya yang berlebih
Selanjutnya diksi yang tidak cermat yang hanya menegaskan sesuatu dengan kira
– kira dengan diksi yang tidak tepat, tidak betul, atau tidak kena.
Diksi yang tidak cermat berhubungan dengan pikiran yang kabur, diksi yang tidak
betul dengan tidak tahuan.

Misalnya, Nyaris Mendapat Hadiah, Menduduki Juara Pertama, merupakan contoh


diksi yang tidak cermat. kata Merubah alih – alih Mengubah, Disertasi alih – alih
Desersi, Profanasi alih – alih Pelemahun ketahanan, Akridasi alih – alih Akreditasi ,
merupakan contoh diksi yang tepat.
Untuk mengkongkretkan dan menghidupkan karangan kita dapat menggunakan
majas (figure of speech) yang dalam buku pelajaran bahasa, secara salah kaprah,
disebut gaya bahasa. Kata ungkapan itu dapat ditafsirkan menurut arti harfiahnya
dan menurut arti majasi (figurative)-nya. Arti harfiah itu sama dengan denotasi
kata.
Arti majasi diperoleh jika denotasi kata atau ungkapan dialihkan dan mencukupi
juga denotasi lain bersamaan dengan tautan pikiran lain bersamaan dengan tautan
pikiran lain. Jenis majas yang terpenting:
Majas perbandingan
majas pertentangan
majas pertautan
Majas perbandingan
Majas perbandingan terbagi lagi atas perumpamaan, kiasan atau metafora, dan penginsanan. Perumpamaan ialah
perbandingan dua hal yang hakikatnya berlainnan dan yang dengan sengaja kita anggap sama. Perbandingan itu
secara eksplisit dijelaskan oleh pemakaian kata seperti, sebagai, ibarat, umpama, bak, laksana.
Contohnya: seperti gajah masuk kampung, sebagai mencari kutu dalam ijuk, ibarat pasang masuk muara

Majas pertautan
Dapat digolongkan menjadi metonomia, sinekdoke (sinekdoke), kiasan (allusion) dan eufemisme. Metonomia berupa
pemakaian nama ciri atau nama hal yang ditautkan dengan barang atau hal sebagai penggantinya. Kita dapat
menyebut pencipta atau pembuatnya jika yang kita maksudkan ciptaan atau buatannya, ataupun kita menyebut
bahannya jika yang kita maksudkan barangnya. Misalnya, (karya) chairil anwar dapat kita nikmati, amir hanya
mendapat (medali) perunggu.

Sinekdoke majas yang menyebutkan nama bagian sebagai pengganti nama keseluruhannya atau sebaliknya.
Misalnya: tiga atap (rumah), (kesebelasan) jakarta lawan (kesebelasan) medan.

Eufemisme ialah ungkapan yang lebih halus sebagai pengganti ungkapan yang dirasakan kasar, yang dianggap
merugikan, atau tidak menyenangkan. Misalnya: meninggal, bersanggama, tinja, tuna karya. Nemun eufemisme dapat
juga dengan mudah melemahkan kekuatan diksi karangan. Misalnya: penyesuaian harga, membebas tugaskan.
Pemakaian idiom tidak terkena kaidah ekonomi bahasa yang sering dianjurkan
kepada penulis dan wartawan sehubungan dengan usaha penghematan kata
dalam tulisan. Ekonomi bahasa yang memang dapat menunjang diksi yang
kuat, lebih banyak berhubungan dengan kecermatan dan ketepatan dalam
pemilihan dan pemakaian kata.
DAFTAR PUSTAKA

Achmad & Alek. 2017. Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta. Kencana Prenada Media Group

Anda mungkin juga menyukai