Anda di halaman 1dari 27

Diksi dan

Unsur Serapan
YOSI WULANDARI
Menurut wikipedia: Diksi, dalam arti aslinya dan pertama, merujuk pada
pemilihan kata dan gaya ekspresi oleh penulis atau pembicara. Arti kedua,
arti “diksi” yang lebih umum digambarkan dengan enunsiasi kata - seni
berbicara jelas sehingga setiap kata dapat didengar dan dipahami hingga
kompleksitas dan ekstrimitas terjauhnya. Arti kedua ini membicarakan
pengucapan dan intonasi, daripada pemilihan kata dan gaya.

Menurut KBBI, DIKSI berarti pilihan kata yang tepat dan selaras (dalam


penggunaannya) untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek
tertentu (seperti yang diharapkan)
Definisi Diksi

 Adalah pilihan kata yg tepat dan selaras (dl penggunaannya) untuk


mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu (spt yg
diharapkan).
 Perbedaan antara kata yang tepat dan kata yang hampir tepat
adalah seperti perbedaan antara kilat dan kunang-kunang. (Mark
Twain)
 Diksi sama halnya sebuah rumah. Isinya harus pas. Rumah yang kecil
berisi terlalu banyak hiasan, dekorasi dan perabot meskipun indah
akan tapak penuh sesak. Demikian juga sebaliknya.
Hal yang Penting Diperhatikan dalam
Memilih Kata untuk Tulisan Ilmiah
Kata yang baku

Kata yang resmi dan dianjurkan dalam tulisan resmi

Kata yang Lazim



Kata yang lazim dalam tulisan ilmiah adalah kata yang tepat, saksama, dan lazim.

Kehematan Kata

Bahasa karya ilmiah harus hemat dan padat isi.

Kecermatan Kata

Penulis harus cermat memilih kata yang diinginkan dalam menulis karya ilmiah.
Diksi dalam BI

 Kata Dasar
 Kata Turunan
 Kata Ulang
 Gabungan Kata
 Kata Ganti
 Kata Depan
 Si dan Sang
 Partikel
Pilihan Kata

 Kaidah Sintaksis Bahasa


 Pilihan kata berhubungan erat dengan masalah kaidah sintaksis
bahasa, karena kata-kata mempunyai konteks. Artinya, makna
kata-kata dibatasi oleh kelompoknya di dalam suatu kalimat
sehingga kerap kali kita dapat menerka makna suatu kata yang
baru ditemui, yang dipergunakan di dalam kalimat. Pilihan Kata
yang sesuai dengan kaidah sintaksis, maka perlu diperhatikan tiga
hal, yakni (a) tepat; (b) saksama; (c) lazim.
 Tepat, maksudnya adalah pemilihan dan penempatan kata harus
sesuai dengan kelompoknya dalam sintaksis. Pemilihan dan
penempatan kata ini tentu saja berhubungan dengan unsur
kelaziman. Unsur ini tidak menghilangkan kemungkinan adanya
pembentukan kelompok baru atau pembentukan baru.
Pilihan Kata

 Saksama, maksudnya makna katanya benar dan sesuai dengan yang hendak
dikatakan. Unsur ini berhubungan pula dengan kaidah makna. Pengertian saksama
di sini lebih ditekankan pada unsur sintaksisnya. Dalam hubungan ini terpautlah
pengertian sinonim, homonim, antonim, polisemi dan hiponim.
 Lazim, maksudnya bahwa dalam kaidah sintaksis ini berarti kata itu sudah menjadi
milik Bahasa Indonesia. Kelompok kata atau pengelompokan kata seperti itu
memang sudah lazim dan dibiasakan dalam Bahasa Indonesia. Misalnya:
katabesar, agung, raya, tinggi dapat dikatakan sinonim, hampir bersamaan atau
hampir sama makna mereka. Kita dapat mengatakan hari raya, hari besar (tepat
dan lazim). Akan tetapi, kita tidak dapat mengatakan hari tinggi.
Apalagi jaksa agungdiganti dengan jaksa raya ( tidak saksama dan tidak lazim )
 Kata makan dan santap adalah sinonim. Akan tetapi, orang belum dapat
mengatakan anjing bersantap sebagai sinonim anjing makan. Kalimat tersebut
secara sintaksis tepat, tetapi tidak saksama dan tidak lazim dari sudut makna dan
pemakaiannya.
Pilihan Kata

 Diksi yang Sesuai dengan Kaidah Makna


 Kata merupakan salah satu unsur dasar bahasa yang sangat
penting, karena dengan kata-kata kita berpikir, menyatakan
perasaan, serta gagasan. Dengan kata-kata orang menjalin
persahabatan, dua bangsa melakukan perjanjian perdamaian dan
kerja sama. Namun, dengan kata-kata pula mungkin suatu
pertengkaran bahkan peperangan dimulai.
 Telah disepakati bahwa penentuan makna dasar sebuah kata kita
serahkan pada seorang leksikograf (penulis kamus) dan kita
percaya bahwa kamus sebagai penyimpan perekam makna dasar
sebuah bahasa. Makna dasar itu disebut denotasi. Sedangkan
makna-makna yang lain kita golongkan dalam makna asosiatif atau
terkadang disebut pula konotasi.
Denotasi dan Konotasi

 Suatu kata kerapkali tidak hanya mendukung satu konsep atau obyek (referen) saja,
melainkan juga menimbulkan asosiasi dengan sesuatu. Denotasiadalah makna dalam
alam wajar secara eksplisit. Makna wajar ini berarti sesuai dengan apa adanya, makna
yang sesuai dengan hasil observasi, hasil diukur, dibataskan, denotasi adalah
pengertian yang dikandung sebuah kata secara objektif. Sering pula makna denotatif
disebut makna konseptual.
 Untuk lebih jelas, perhatikan kalimat-kalimat di bawah ini:
1)  Ayahnya pekerja kantor itu
2)    Ayahnya pegawai kantor

 Baik kata pekerja maupun pegawai menunjuk kepada seseorang yang bekerja untuk


suatu kantor, perusahaan, dan sebagainya. Namun, dalam pemakaiannya kata
pegawai mengandung nilai lebih terhormat daripada kata pekerja. Perhatikan pula
kata mati dan gugur. Keduanya berarti hilangnya kehidupan dari badan (organisme).
Dalam hal ini, kata gugur selalu dikaitkan dengan pahlawan atau pejuang.
Denotasi dan Konotasi

 Konsep dasar yang didukung oleh suatu kata (makna konseptual,


referen) disebut denotasi. Sedangkan nilai rasa atau gambaran
tambahan yang ada di samping denotasi tersebut
disebut konotasi. Nilai kata yang diberikan oleh masyarakat
bermacam-macam: tinggi, baik, sopan, lucu, biasa, rendah, kotor,
porno, sakral. Nilai suatu kata ditentukan oleh masyarakat
pemakai bahasa yang bersangkutan. Nilai itu mungkin bersifat
positif (tinggi, menyenangkan, baik, sopan, sakral) atau negatif
(rendah, menjengkelkan, kotor, porno). Kata-kata seperti
karyawan, karya, manajer, wisma, dinilai tinggi, sedangkan kata-
kata seperti buruh, mampus, tampang, dan gubuk dihubungkan
dengan sesuatu yang tidak menyenangkan atau tidak baik.
Kata Abstrak dan Konkret

 Kata-kata abstrak ialah kata-kata yang mempunyai referen berupa


konsep, sedangkan kata-kata konkret mempunyai referen berupa
obyek yang dapat dilihat, didengar, diraba, atau dirasakan. Kata-
kata abstrak lebih sulit dipahami daripada kata-kata konkret; untuk
menjelaskannya, kerapkali diperlukan definisi yang panjang (luas).
Bandingkan kata-kata bunga, pohon, kucing, dan bambu, dengan
kata-kata penyesalan, ketahanan nasional, demokrasi, dan
kecerdasan.
 Kadang-kadang suatu uraian dimulai dengan konsep yang abstrak,
kemudian dijelaskan dengan kata-kata yang lebih konkret.
 Contoh: Keadaan kesehatan anak-anak di desa sangat buruk.
Banyak yang menderitamalaria, radang paru-paru, cacingan, dan
kueskiorkor.
Kata Umum dan Kata Khusus

 Kata umum dibedakan dari kata khusus berdasarkan ruang


lingkungannya.
 Makin luas rung lingkup suatu kata, makin umum sifatnya.
Sebaliknya, makin sempit ruang lingkup, makin khusus sifatnya.
Kata-kata abstrak biasanya merupakan kata umum; tetapi kata
umum tidak selalu abstrak. Kata konkret lebih khusus daripada
kata abstrak.
 Perhatikan bahwa makin umum suatu kata makin banyak
kemungkinan salah paham atau perbedaan tafsiran. Sebaliknya
makin khusus, makin sempit ruang lingkupnya, makin sedikit
kemungkinan terjadi salah paham. Dengan kata lain, makin khusus
kata yang dipakai, makin dekat penulis kepada ketepatan pilihan
katanya.
Kata Populer dan Kata Kajian

 Kata-kata seperti besar, pindah, kecil, batu, waktu, isi, bagian, harga
dan lain-lain lebih dikenal masyarakat luas daripada kata-kata seperti
makro, populer, transfer, minor, batuan, momentum, faktor, volume.
 Kelompok kata-kata yang pertama termasuk kata-kata populer. Kata-
kata ini dipergunakan
pada berbagai kesempatan dalam komunikasi sehari-hari di
kalangansemua lapisan masyrakat. Sebagian besar kosa kata dalam
semua bahasa berupa kata-kata populer.
 Kelompok kata yang lain hanya dikenal dan dipergunakan secara
terbatas, dalam kesempatan-kesempatan tertentu. Kata-kata ini adalah
kata-kata yang dipergunakan para ilmuwan dalam makalah atau
perbincangan ilmiah. Banyak di antara kata-kata jenis ini merupakan
kata-kata serapan atau kata-kata asing (Latin, Yunani, Inggris).
Contoh Kata Populer dan Kajian

 Populer Kajian
 1) besar makro
 2) sejajar paralel
 3) isi volume
 4) bagian suku cadang, unsur
 5) air H2O
 6) hijau daun klorofil
 7) batasan definisi
 8) arang karbon
 9) sempurna tuntas
 10) berbahaya rawan, kritis
Jargon, Percakapan, dan Slang
Dalam tulisan yang formal, hindarilah kata-kata yang termasuk jargon. Istilah
‘jargon’ mempunyai beberapa kata-kata teknis yang dipergunakan secara
terbatas dalam bidang ilmu, profesi, atau kelompok tertentu. Kata-kata ini kerap
kali merupakan kata sandi/kode rahasia untuk kalangan tertentu (dokter, militer,
perkumpulan rahasia). Dalam percakapan informal, kaum terpelajar biasa
menggunakan kata-kata percakapan. Kelompok kata-kata ini mencakup kata-kata
populer, kata-kata kajian, dan slang yang hanya dipakai oleh kaum terpelajar.
Contoh: sikon (situasi dan kondisi), pro dan kon (pro dan kontra), kep (kapten),
dok (dokter), dan sebagainya.
Pada waktu-waktu tertentu, banyak terdengar slang, yaitu kata-kata nonbaku
yang dibentuk secara khas sebagai cetusan keinginan akan sesuatu yang baru.
Kata-kata ini bersifat sementara: “kalau sudah terasa usang, hilang atau menjadi
kata-kata biasa” (asoy, mana tahan, bahenol, selangit, dan sebagainya).
Perubahan Makna

Dalam pemilihan kata-kata, Anda juga harus waspada karena


makna kata itu kerap kali berubah atau bergeser. Perubahan ini
dapat meluas atau menyempit, kadang-kadang berubah sama
sekali. Kata ibu, dahulu hanya mengandung arti ‘wanita yang
melahirkan’, sekarang menjadi kata umum untuk wanita yang
sudah dewasa. Juga kata bapak, kakak, berlayar, kaisar, dan
sebagainya. Sebaliknya, kata pala yang dulu berarti semua macam
buah, sekarang hanya dipergunakan untuk semacam buah saja.
Gejala itu merupakan gejala penyempitan arti. Contoh lain: sarjana
(dulu kaum cendekiawan), pendeta (dulu orang berilmu).
Makna Asosiatif

Makna asosiatif mencangkup keseluruhan hubungan makna dengan


alam di luar bahasa. Ia berhubungan dengan masyarakat pemakai
bahasa, pribadi pemakai bahasa, perasaan pemakai bahasa, nilai-
nilai masyarakat pemakai bahasa dan perkembangan kata itu
sesuai dengan kehendak pemakai bahasa. Makna asosiatif
dibedakan dalam beberapa macam seperti: makna konotatif
(konotasi), makna stilistik, makna afektif, makna reflektif, makna
kolokatif, dan makna interpretatif
Makna Stilistik dan Afektif

Makna stilistik berhubungan dengan gaya pemilihan kata dalam karang-mengarang


atau tuturan yang berhubungan dengan lingkungan masyarakat pemakai bahasa itu.
Makna stilistik ada hubugannya dengan gaya bahasa dalam bidang retorik. Makna ini
dapat dibedakan berdasarkan :
1.     Profesi: bahasa hukum, bahasa ilmu pengetahuan, bahasa iklan, bahasa
jurnalistik.
2.     Status: bahasa sopan, bahasa percakapan, bahasa resmi, dan bahasa tidak
resmi.
3.     Modalitas: bahasa kuliah, bahasa memorandum, bahasa lelucon dan bahasa
yang lainnya.
4.     Pribadi: bahasa gaya Soekarno, bahasa bung Tomo, bahasa gaya Rendra dan
sejenisnya.
Makna Stilistik dan Afektif

Secara stilistik kita dapat membedakan pemakaian kelas kata :


Misalnya :
 kediaman : sangat resmi
 istana : resmi
 pondok : puitis
 rumah : umum, netral
Makna Afektif berhubungan dengan perasaan pembicara atau pemakaian
bahasa secara pribadi baik kepada lawan bicara maupun kepada objek
pembicaraannya. Makna afektif lebih terasa secara lisan, spontan
daripada secara tertulis dan lebih tampak dalam kata-kata seruan.
 Misalnya : - aduh, aha, amboi, mampus lu!
Makna Reflektif

 .     Makna Reflektif


 Makna Reflektif berhubungan dengan makna konseptual yang satu dengan
makna konseptual yang lain. Dan makna reflektif ini cenderung ke arah
sesuatu yang bersifat tabu, terlarang, kurang sopan, suci atau sakral. Dalam
pemilihan kata yang berkenaan dengan makna reflektif ini diusahakan selain
tepat juga sedapat mungkin tidak menyinggung perasaan siapa pun juga.
 Misalnya: - Ia tidak berani menjadi “Ia tidak mempunyai keberanian”
 - Ia tidak malu menjadi “Ia tidak mempunyai malu”
 Dalam contoh kalimat kedua, tidak digunakan kata “kemaluan” untuk
menyatakan “mempunyai malu”, karena meskipun bentuk kemaluan adalah
pemberian dari kata sifat “malu”, seperti “keberanian” adalah pemberian sifat
dari kata “berani” dengan imbuhan ke-an, orang tidak akan memilih bentuk
kemaluan karena bentuk ini menimbulkan refleksi atau asosiasi pada alat
kelamin manusia (yang berbeda sekali dari bentuk asalnya).
Makna Kolokatif dan Interpretasi
Makna Kolokatif
Makna kolokatif lebih banyak berhubungan dengan makna dalam frasa
sebuah bahasa. Misalnya :- kata cantik dan indah terbatas pada kelompok.
Orang dapat mengatakan gadis itu cantik, bunga itu indah, tetapi jarang
sekali dikatakan pria itu cantik, namun pria itu tampan. Hubungan makna
kolokatif dalam bahasa Indonesia didasarkan pada asas kelaziman dan
kebiasaan.
Makna Interpretasi
Jika makna-makna yang telah disebutkan di atas hanya dilihat dari sudut
pembicara dan penulis, maka makna interpretatif sebaliknya, yaitu
berhubungan dengan penafsiran dan tanggapan pendengar atau pembaca.
Jika penulis A menulis atau berbicara dan B membaca atau mendengarkan,
maka B akan memberikan tafsiran dan tanggapan tentang apa yang
dikatakan oleh A berdasarkan diksi A tersebut. Tafsiran dan tanggapan B
haruslah cocok dan sesuai. Makna yang muncul akibat tafsiran atau
tanggapan B terhadap diksi disebut makna interpretatif.
 
Konsep Unsur Serapan
1.Tidak ada dua bahasa yang sama persis
apalagi bahasa yang berlainan rumpun.
Dalam proses penyerapan dari bahasa
pemberi pengaruh kepada bahasa penerima
pengaruh akan terjadi perubahan-perubahan.
2.Ada proses penyerapan yang terjadi secara
utuh, ada proses penyerapan yang terjadi
dengan beberapa penyesuaian itu akan
terjadi, pergeseran baik dalam ucapan
maupun  ejaan antar bahasa pemberi dan
penerima pengaruh maupun pergeseran
sistematis.
Konsep Unsur Serapan

3. Bunyi bahasa dan kosakata pada umumnya


merupakan unsur bahasa yang bersifat terbuka,
dengan sendirinya dalam kontak bahasa akan terjadi
saling pengaruh, saling meminjam atau menyerap
unsur asing. Peminjaman ini dilatar belakangi oleh
berbagai hal antara lain kebutuhan, pretise, kurang
paham terhadap bahasa sendiri atau berbagai latar
belakang yang lain.
4. Sebuah huruf tertentu akan berubah menjadi huruf
lainnya begitu kosakata asing itu kita serap menjadi
kosakata Indonesia, sebagian lainnya tidak berubah.
Contoh : jika ‘ (ain arab) diikuti dengan (a) 
menjadi (‘a). dalam kaidah bahasa
Indonesia diserap menjadi (a) saja. Seperti
kata (manfa’ah) diserap dalam bahasa
Indonesia, ejaan kata serapannya menjadi
(manfaat). (‘asr) diserap dalam bahasa
Indonesia, ejaan kata serapannya menjadi
(asar). (sa’ah) diserap dalam bahasa
Indonesia, ejaan kata kata serapannya
menjadi (saat).
Proses penyerapan itu dapat dipertimbangkan jika
salah satu syarat di bawah ini terpenuhi, yaitu :

1. Istilah serapan yang dipilih cocok konotasinya


2. Istilah yang dipilih lebih singkat dibandingkan dengan terjemahan
Indonesianya
3. Istilah serapan yang dipilih dapat mempermudah tercapainya
kesepakatan jika istilah Indonesia terlalu banyak sinonimnya
Secara umum kata serapan itu masuk
ke dalam bahasa Indonesia dengan
empat cara, yaitu :
 Adopsi, terjadi apabila pemakai bahasa mengambil bentuk dan
makna kata asing itu secara keseluruhan, contoh : supermarket,
plazza, mall.
 Adaptasi, terjadi apabila pemakai bahasa hanya mengambil
makna kata asing itu, sedangkan ejaan atau penulisannya
disesuaikan dengan ejaan bahasa Indonesia,
 contoh : pluralization – pluralisasi,
acceptabilitu – akseptabilitas.
Secara umum kata serapan itu masuk ke dalam
bahasa Indonesia dengan empat cara, yaitu :

 Penerjemahan, terjadi apabila pemakai bahasa mengambil konsep yang


terkandung dalam bahasa asing itu, kemudian kata tersebut dicari
padanannya dalam bahasa Indonesia,
 contoh : overlap : tumpang tindih,
try out : uji coba,
psychologist : ahli psikolog.
 Kreasi, terjadi apabila pemakai bahasa hanya mengambil konsep dasar
yang ada dalam bahasa Indonesia. Cara ini mirip dengan cara
penerjemahan, akan tetapi memiliki perbedaan. Cara kreasi tidak menuntut
bentuk fisik yang mirip seperti penerjemahan. Boleh saja kata yang ada
dalam bahasa aslinya ditulis dalam dua atau tiga kata, sedangkan bahasa
Indonesianya hanya satu kata saja, contoh : Effective – berhasil guna, spare
part – suku cadang

Anda mungkin juga menyukai