Juanda
Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Samawa (Unsa) Sumbawa. Jln. Raya by Pass Sering Sumbawa
Besar, NTB, Email: juanda_unsa14@yahoo.co.id
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ideologi-ideologi yang terdapat dalam novel Wajah
Sebuah Vagina karya NP. Studi ini merupakan penelitian kualitatif. Adapun subjek penelitian adalah para
tokoh novel, sedangkan objek penelitian adalah ideologi-ideologi dan hubungan ideologi-ideologi dengan
kelas sosial. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, mencatat, dan dokumentasi. Teknik
analisis data adalah pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan. Sementara
teknik uji keabsahan data menggunakan teknik tringgulasi sumber dan member checking. Hasil penelitian
adalah: (1) ideologi dibagia tiga jenis: (a) kapitalisme, (b) sosialisme, dan (c) agama. (2) hubungan antara
kelas sosial dan ideologi, meliputi: (a) kelas sosial dalam ekonomi, (b) kelas sosial dalam sosio-kultural, (c)
kelas sosial dalam bahasa, (d) kelas sosial dalam pendidikan, (e) kelas sosial dalam agama, dan (f) kelas
sosial dalam politik.
PENDAHULUAN
Para novelis ialah manusia yang ingin dalam kehidupan sehari-hari, terutama sekali
melanjutkan sejarah perkembangan mengacu pada kenyataan (Berger dan
masyarakatnya, ingin diketahui latar Luckmann, 1990: 54). Dalam proses berkarya,
sosialnya. G. A. J. Hazeu, pimpinan seorang pengarang bukan hidup dalam ruang
Commissie voor de Volkslectuur atau yang yang hampa, ia pasti hidup dalam ruang dan
dikenal dengan Balai Pustaka berusaha waktu yang menyajikan seputar kehidupan
menyelenggarakan bacaan-bacaan di badan ini sosial, budaya, politik, dan ekonomi di
dan menerima karangan untuk diterbitkan lingkungannya. Dengan kata lain, novelis,
(Dojosantoso, 1986: 74). Dengan berkarya, cerpenis, penyair, dan sastrawan secara umum
novelis, cerpenis, penyair atau sastrawan berkomunikasi dalam konteks situasi tertentu.
secara tidak langsung telah merekam jejak- Konteks terdiri dari bayangan mengenai dunia
jejak perkembangan masyarakatnya. nyata atau dunia mungkin ada atau pola
Karya sastra bukan hanya sebagai kejadian dalam dunia (Luxemburg, dkk, 1984:
media relaksasi (Prakoso, 2009: 5), melainkan 91).
juga bisa menjadi media yang mencerminkan
realitas yang terjadi di lingkungan pengarang, NASH MARXISME SASTRA
penyampai pesan yang dianut oleh Marx (Luxemburg, 1984: 24)
masyarakat. Sebab, karya dan bahasa lahir mengemukakan bahwa susunan masyarakat
dalam bidang ekonomi, yang dinamakan
64
GENTA MULIA,
Volume VIII No. 1, Januari 2017 ISSN: 2301-6671
65
GENTA MULIA,
Volume VIII No. 1, Januari 2017 ISSN: 2301-6671
selanjutnya, ideologi itu bukan hanya terjadi ideologi dalam novel WSV karya NP. Pertama,
dalam bidang ekonomi, melainkan ekonomi. Bagi Marx, ekonomi merupakan
terkontaminasi pula dalam ilmu pengetahuan institusi sosial yang memengaruhi institusi-
secara umum (Ritzer, 2008: 78). Ideologi juga institusi lainnya, seperti politik, pendidikan,
terkontamisasi dalam pendidikan, politik, agama, sosio-kultural, bahasa, seni, dan
ekonomi, hukum, agama, dan kebudayaan sebagainya. Ekonomi menjadi faktor penentu
serta sastra. Mungkin benar anggapan bahwa dalam perubahan-perubahan sosial, ketika
ideologi hidup di mana-mana. Seperti agama, ekonomi sudah dikuasai, maka institusi-
sastra juga bekerja dengan perasaan dan institusi tersebut akan mudah ditaklukkan.
pengalaman, bahkan sastra tidak dapat Dalam praktisnya, Marx lebih banyak
dilepaskan dari material praktis, hubungan menggunakan pendekatan dari bawah ke atas
sosial dan ideologis (Eagleton, 1983: 21-24). (bottom up) menuju sebuah revolusi sosial dan
sasaran utama revolusi itu adalah menguasai
METODE PENELITIAN alat-alat vital produksi. Marx (Simon, 2004:
Data dalam penelitian ini adalah teks 4), dengan Communist Manifesto, negara
novel WSV karya NP yang dianggap hanya digambarkan sebagai alat dominasi
mengungkapkan ideologi dan hubungan kelas—sebagai sebuah badan yang mengatur
antara ideologi dengan kelas sosial. Subjek masalah-masalah umum yang berpihak
penelitian meliputi para tokoh novel, kepada kaum borjuis.
sedangkan objeknya ideologi-ideologi, dan Bangsa Barat maju disebabkan oleh tiga
hubungan ideologi-ideologi dengan kelas hal, yaitu: individualisme, materialisme, dan
sosial. Novel WSV karya NP diterbitkan oleh intelektualisme (Sarwadi, 2004: 64). Marx
Galang Press pada April 2004 dan dan Engels tidak memungkiri negara
didistribusikan oleh Solusi Distribusi Buku. memainkan peran yang sangat dominan dalam
Teknik pengumpulan data yang melahirkan kelas-kelas sosial, yaitu kelas
digunakan adalah observasi, dokumentasi, dan borjuis dan kelas proletar.
pencatatan, sementara teknik analisis data Bagi Marx (Luxemburg, dkk., 1984:
mengacu pada model analisis interakif Milles 25), sastra sama dengan fenomena-fenomena
& Humberman, yaitu: pengumpulan data, kebudayaan lainnya, yang mencerminkan
reduksi data, penyajian data, dan penarikan hubungan ekonomi. Sebuah sastra hanya
simpulan. Adapun untuk menguji keabsahan dimengerti dan dipahami kalau disintesiskan
data digunakan trianggulasi sumber dan dengan hubungan-hubungan tersebut. Sastra
member checking. dilihatnya sebagai bangunan atas yang
memiliki korelasi dengan realitas, misalnya
PEMBAHASAN novel WSV karya NP, maka karya tersebut
Penelitian ini membahas ideologi dan dapat dianggap menyampaikan pesan sosial
hubungan ideologi dengan kelas sosial dengan
66
GENTA MULIA,
Volume VIII No. 1, Januari 2017 ISSN: 2301-6671
(satire) yang sesuai dengan konteks alam, dan sebagainya yang terdapat di dalam
zamannya. masyarakat (Ratna, 2007: 33). Adat-istiadat
Lenin (Fokkema dan Ibsch, 1998: 116) merupakan identitas sosial seseorang, yang
mengatakan bahwa karya sastra dapat membedakan antara dirinya dengan orang
membangkitkan kesadaran pembaca untuk lain, kelompoknya dengan kelompok lain,
bertindak revolusioner, karena sastra sendiri sukunya dengan suku lain, dan bangsanya
memberikan motivasi dan dorongan supaya dengan bangsa lain. Ini menjadi pembeda
pembaca memberontak terhadap realitas yang khas antara bangsa Mira dengan Totti. Mira
tidak manusiawi. Bahkan, Lenin berpendapat sendiri sama sekali tidak pernah makan ulat
bahwa sastra dapat memengaruhi saraf dan bakar, sedangkan lidah Totti sudah terbiasa
membuat darah pembaca mendidih karena apa dengan makanan tersebut, malah sudah
yang terdapat dalam teks sastra itu menjadi konsumsi sehari-hari. Oleh karena
berhubungan dengan realitas yang sedang itu, Totti makan ulat seperti dia mengunyah
terjadi. Lebih lanjut Lenin menjelaskan fungsi nasi dan makan ikan, sedangkan Mira
sastra: (1) sastra harus memunyai fungsi berusaha menutupi rasa jijiknya untuk
sosial; (2) sastra harus mengabdi kepada menghargai hidangan Totti.
kepetingan rakyat; dan (3) sastra harus liner Marx telah meletakkan dasar-dasar
dengan kegiatan partai komunis. Tiga fungsi kajian budaya, yang memengaruhi Marxis
sastra ini yang mendasari teori sastra Marxis, Italia, seperti Gramsci dan Marxis Barat,
meskipun sastra Marxis Uni Soviet memiliki seperti Lukâcs, terutama para tokoh teori
kekhasan tersendiri. Kaum revolusioner harus sosial kritis, misalnya, Adorno, Horkheimer,
memanfaatkan media perjuangan kelas ini, Marcuse, dan Habermas. Dalam Teori Sosial
karena tidak mungkin hanya partai yang Kritis (2008) dikatakan bahwa budaya terikat
memobilisasi massa untuk melakukan pada ideologi yang sedang berkuasa, yang
revolusi. sedang mengendalikan hajat hidup orang
Dalam novel WSV karya NP terdapat banyak dan ideologi inilah yang biasanya
isu-isu seputar ekonomi yang dieksploitasi membedakan status sosial seorang, misalnya,
oleh bangsa tertentu, sedangkan pribumi tidak kaum borjuis itu elitis, individualis, hedonis,
mendapat apa-apa. Ekonomi selalu menjadi pragmatis sampai kapitalis, sedangkan kaum
persoalan dalam masyarakat, bahkan proletar identik dengan budaya populer dan
cenderung ekonomi itu merupakan sesuatu sosialis.
yang paling utama bagi kehidupan (Thoha, Para Marxis, termasuk Marx sendiri,
2004: 5). Hal ini sejalan dengan pendapat mengakui bahwa budaya itu melindungi status
Marx mengenai struktur bawah dan struktur quo kapitalis. Marx (Agger, 2008: 250)
atas. memahami ideologi sebagai sistem mistifikasi
Kedua, budaya. Kebudayaan itu yang membingungkan, mendistorsi realitas,
mengacu pada adat-istiadat, bahasa, makanan, dan mempropagandakan kepalsuan. Berbicara
67
GENTA MULIA,
Volume VIII No. 1, Januari 2017 ISSN: 2301-6671
budaya selalu dihubungkan dengan kelas yang seluruh segi kehidupan pun ikut dikuasainya,
dominan dalam suatu masyarakat, karena termasuk bahasa. Dari bahasa, manusia bisa
merekalah yang memproduksi budaya menunjukkan kelasnya, status sosialnya, atau
menurut kepercayaan dan dalil-dalil ekonomi, tingkat pendidikannya. Bahasa itu
yang tentu saja menguntungkan. Penciptakan memengaruhi cara pandang orang terhadap
budaya layaknya sebuah komoditas disebut orang lain. Kalau lawan bicaranya buruk,
industri budaya oleh teoretisi kritis. maka itu ada hubungannya dengan kelas
Yang lebih canggih lagi, budaya sosial yang bersangkutan.
kapitalis itu bukan hanya menyajikan tentang Dari tinjauan Marx sendiri, kapitalisme
adat-istiadat, bahasa atau makanan, melainkan sebagai sebuah sistem ekonomi yang sedang
semua itu sudah diciptakan dan divisualisasi menjelma menjadi sistem yang dominan,
sedemikian rupa supaya kaum proletar tertarik memeras tenaga kelas pekerja dan
dengan sajian tersebut. Seperti dalam novel mengeksploitasi alam atau Sumber Daya
WSV karya NP, bagaimana seorang Totti Alam (SDA) merupakan indikator bahwa
memandang makan Pizza, burger, dansa, sistem ini tidak menghargai nilai-nilai
clubbing, bar, sebagai sesuatu yang maju dan kemanusiaan. Atas dasar itulah, sosialisme
tentu saja modern. Apa yang diperbuat Barat lahir sebagai bentuk perlawanan.
dinilainya sebagai sebuah kemajuan Jones (Ibrahim, 2007: 213-214)
(modernity), sedangkan adat-istiadat Zulu mengungkan bahwa kelas sosial memengaruhi
dilihatnya sebagai kemunduran dan bahasa dalam bertindak tutur seseorang.
ketinggalan zaman (let behind). Perhatikan petikan berikut ini:
Pada masa kini, budaya kapitalis mulai “Hubungan kelas sosial dan bahasa
sudah pernah diteliti oleh Labov
merasuki seluruh sendi kehidupan umat
(1966) terhadap variasi bahasa di
manusia, terutama kaum proletar. Bagaimana kawasan New York City,
menentukan kelas sosial dengan
kapitalis mampu menciptakan budaya yang
menggunakan kriteria pendidikan,
dapat menghipnotis para kaum proletar agar pekerjaan dan pendapatan.
Penelitian Shuy, dkk (1968) di
tidak menyadari kondisi sosialnya dan menilai
Detroit menggunakan kriteria
kondisi tersebut merupakan sesuatu yang baik, pendidikan, pekerjaan, dan tempat
tinggal. Penelitian Trudgill di
adil dan niscaya. Selain itu, ada yang lebih
Inggris dengan menggunakan
update (terkini), yaitu kapitalis secara sengaja tingkat pendapatan, pendidikan,
kawan tempat tinggal, kawasan
menciptakan budaya atau memvisualisasi
sekitar dan jenis pekerjaan orang
kehidupan manusia dan realitas menjadi tuanya.”
sebuah hiburan, seperti film, sinetron, komedi,
Penelitian yang dilakukan oleh Labov
dan sebagainya.
(1966), Shuy, dkk (1968), dan Trudgill
Ketiga bahasa. Bahasa dipandang oleh
merupakan penelitian sosiolinguistik yang
Marx adalah struktur atas. Asumsi dasarnya,
hanya terbatas pada bahasa dan masyarakat
jika kelas borjuis yang berkuasa, maka
68
GENTA MULIA,
Volume VIII No. 1, Januari 2017 ISSN: 2301-6671
saja, sedangkan penelitian ini bukan hanya Bangsa Portugis-lah pertama kali yang
meneliti kelas sosial dalam bahasa menyelenggarakan pendidikan di Nusantara di
(penggunaannya), melainkan juga bawah pimpinan Franciscus Xaverius, lebih
menghubungkannya dengan ideologi. baik daripada VOC. Namun, penguasaan
Dalam novel WSV karya NP, kelas Portugis atas Nusantara tidak dapat bertahan
sosial dalam bahasa jelas terlihat pada sosok lama karena segera direbut oleh VOC. Kedua
Mira dan Totti, bagaimana Mira berbahasa bangsa Eropa ini pun menjadikan wilayah
Inggris dengan dialek Jawa, bunyi lafalnya timur (sekarang Kawasan Indonesia Timur),
(pronounciation) yang tidak tepat, yang seperti di Maluku dan Batavia (Kawasan
menimbulkan efek (makna) yang multitafsir Indonesia Barat) sebagai sentral pendidikan.
atau ambigu. Sebaliknya, karena Totti sering Kedua bangsa ini sama-sama ingin
bergaul dengan orang Inggris selama sekolah menguasai, baik dalam pendidikan maupun
tingkat SLTA yang dikelolah oleh seorang bahasa dan agama. Bangsa Portugis berusaha
pendeta Inggris, terlihat bahasanya lebih menyebarkan ajaran agama Katolik,
sempurna baik secara struktur (structure) sedangkan Belanda sendiri membumikan
maupun tata bahasanya (grammar). Namun, agama Kristen.
di balik kelas sosial dalam bahasa tersebut, Di Nusantara, sekolah pertama yang
ternyata pembentukan kelas sosial itu didirikan adalah Europese Lagere School
berlangsung disebabkan oleh ideologi tadi, (ELS) tahun 1817 di Batavia. Anak-anak
yaitu dengan menguasai bahasa Inggris, yang bersekolah di sini, yaitu hanya untuk anak-
bersangkutan akan lebih tinggi status anak Belanda dan anak-anak para priayi
sosialnya. Misalnya, bahasa Inggris dengan harapan bisa diajak kerja sama, yang
merupakan bahasa kaum kapitalis, yang tentu kelak kemudian bisa mendukung segala
saja dengan kekayaan yang mereka miliki kebijakan yang dibuat oleh pemerintah
dapat memengaruhi pola pikir manusia “lain” kolonial.
supaya menguasai bahasa Inggris. Tanam Paksa (1830-1870) yang
Keempat, pendidikan. Bangsa Barat digagas oleh van de Bosch adalah sebagai
yang pertama kali datang ke Nusantara adalah upaya menutupi kerugian Perang Diponegoro
orang Portugis, disusul oleh Spanyol dan (1825-1830) dan perang melawan Belgia
Belanda, lalu satu bangsa Asia, yaitu Jepang. (1830-1839). Van Hoevel, salah seorang
Orang Portugis adalah para pelaut yang gagah Belanda justru tidak mendukung Tanam
berani menantang ombak, mereka Paksa, malah dia mendukung kaum pribumi
menaklukkan Malaka (1511) di bawah agar merdeka dari tanah tumpah darahnya.
pimpinan d’Albuquerque—seorang bangsa Van Deventer menulis Een Eereschuld (Utang
Portugis akhirnya tiba di daerah impiannya, Kehormatan) yang dimuat di majalah de Gids
kawasan rempah-rempah, yaitu Maluku (1899), Douwes Dekker (Multatuli) dengan
(Ratna, 2008: 43). karyanya Max Havelaar (1860). Akibat dari
69
GENTA MULIA,
Volume VIII No. 1, Januari 2017 ISSN: 2301-6671
70
GENTA MULIA,
Volume VIII No. 1, Januari 2017 ISSN: 2301-6671
kapitalisme, seperti bekerja keras, mandiri, dihabiskan untuk menghasilkan barang itu dan
dan kompetitif. Kalau dibandingkan dengan ini yang menjadi acuan bagi nilai tukarnya.
pendapat John Locke mengenai hak dasar Kembali pada persoalan agama Kristen
manusia yang tidak dapat digugat itu, seperti Protestan Kalvinisme yang menurut Weber
hak bebas, hak milik, dan hak bertahan hidup. memiliki hubungan dengan kehadiran
Tiga hak asasi manusia inilah yang kapitalisme, ajaran-ajaran bekerja keras,
memengaruhi dua tokoh peletak dasar-dasar mandiri dan kompetitif sangat mirip dengan
kapitalisme, yaitu Adam Smith dan Ricardo. cara kerja kapitalisme, sedangkan Buddha
Pendapat Smith ini jelas sepertinya radikal mengajarkan manusia supayu bersih
berhubungan dengan gagasan Locke dari dosa, dari lingkaran abadi kematian dan
mengenai hak asasi manusia tadi. Bagaimana kelahiran kembali melalui kontemplasi
Smith memandang manusia sebagai individu (bersemedi) dan penghancuran kehendak
yang harus diberi kebebasan karena individu. Jadi, ada perbedaan fundamental
kebebasan sendiri merupakan hak yang antara ajaran Protestan Kalvinisme dan ajaran
melekat, tidak dapat diganggu gugat. Buddha radikal. Pertama, Protestan
Kebebasan dalam pengertian Smith adalah Kalvinisme bersifat keduniaan, sedangkan
kebebasan terkendali, yaitu kebebasan itu Buddha radikal justru mengedepankan
tetap dikontrol melalui hukum yang berlaku. kepentingan sesudah hidup, yaitu akhirat.
Namun, inti dari kutipan di atas, betapa Smith Kedua, ada indikasi bahwa ajaran Protestan
memberikan setiap individu untuk Kalivinisme mendukung ikut lahirnya
berkompitisi dalam industri untuk mengejar kapitalisme, misalnya semangat pantang
modal atau kapita (Prasetyo, 2004: 114). menyerah (kerja keras), mandiri dan
Bandingkan dengan David Ricardo kompetitif (bersaing dalam dunia usaha),
(Prasetyo, 2004: 115), nilai komoditi terdapat sedangkan ajaran Buddha radikal justru
pada kerja manusia berikut bahan-bahan mengancurkan kehendak individu,
mentah dan alat-alat kerja. Ricardo melenyapkan hal-hal yang bersifat materi.
menemukan bahwa harga jual suatu komoditi, Bagaimana Marx memandang agama sebagai
kira-kira akan setara dengan jumlah kerja sebuah ajaran dogmatik yang juga ikut
yang digunakan untuk memproduksi. Jadi, menjustifikasi eksistensi kapitalisme (status
Ricardo (Engels, 2006: 83-84) yang qou) dan ikut berperan melahirkan kelas
meletakkan dasar-dasar nilai suatu barang sosial?
tergantung pada berapa lama dan kuantitas Menurut Marx, agama itu merupakan
energi untuk memproduksi komoditi tersebut candu masyarakat. Perlu dipahami bahwa
serta tenaga pekerja pun dibeli dengan uang. yang dimaksud dengan candu masyarakat itu
Nah, inilah yang akan menentukan harga mengacu pada agama Kristen Protestan, yang
komoditi di pasar. Dengan kata lain, nilai oleh Weber dinamakan Kalvinisme, yaitu
suatu komoditi dinilai dari berapa tenaga yang ajaran agama yang mengindikasikan
71
GENTA MULIA,
Volume VIII No. 1, Januari 2017 ISSN: 2301-6671
72
GENTA MULIA,
Volume VIII No. 1, Januari 2017 ISSN: 2301-6671
73
GENTA MULIA,
Volume VIII No. 1, Januari 2017 ISSN: 2301-6671
74