Rosidin
Naskah diterima tanggal 6 Februari 2015. Naskah direvisi tanggal 9 Maret 2015. Naskah disetujui tanggal 22 Mei 2015
Abstrak
Setiap suku bangsa di Indonesia hampir memiliki acuan norma-norma yang bersumber dari kebudayaan
masing-masing, yang dikenal dengan kebijakan budaya lokal (local genius) atau kearifan lokal (local
wisdom), termasuk masyarakat Bawean Gresik. Penelitian ini untuk mengetahui kearifan lokal
sekaligus bagaimana nilai-nilai kerukunan umat pada kearifan lokal masyarakat Bawean. Pendekatan
penelitian kualitatif-deskriptif, artinya peneliti mencari deskripsi yang menyeluruh, mendalam, dan
cermat tentang kearifan lokal di masyarakat Bawean. Selanjutnya, digambarkan bagaimana kearifan
lokal berperan dalam memelihara kerukunan umat secara terbuka alamiah. Adapun hasil penelitian ini
(1) masyarakat Bawean mempunyai banyak kearifan lokal hampir di setiap desa. Beberapa diantaranya:
Pengantin amaen, pencak Bawean, perayaan maulud nabi, budaya merantau, dan berbagai jenis kesenian
Islam; dan (2) kearifan lokal dalam berbagai bentuk tersebut mempunyai nilai kerukunan dalam hal
sikap toleransi dan saling menghormati, bernilai kerja sama, dan solidaritas.
Abstract
Almost each tribe in Indonesia has the reference norms derived from each of its culture, which is known
with the local cultural policy (local genius) or local wisdom, included the Bawean Gresik community.
The research aims to describe the local wisdom and how the harmony values among the local wisdom of
Bawean society are. The research is qualitative descriptive approach; it means the researcher investigated a
comprehensive, deep, and meticulous description about the local wisdom in Bawean society. Furthermore,
it was described how the local wisdom played a role in maintaining the natural harmony openly. The result
of this research as follows: (1) The Bawean society has a lot of local wisdoms in almost every village such as
The amaen marriage, traditional self defense of Bawean, Prophet Muhammad birthday commemoration,
culture abroad, and many types of Islamic arts; and (2) The local wisdoms in a variety of forms have a
harmony values in terms of tolerance and mutual respect among others, cooperation values, and solidarity.
P
dan kepercayaannya itu (Pasal 29 UUD 1945).
luralitas agama yang dipeluk oleh penduduk Sementara itu Pasal 28I (3) UUD 1945 menyebutkan:
Indonesia telah mengilhami para pendiri “Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional
bangsa bahwa negara harus menjamin dihormati selaras dengan perkembangan zaman
kemerdekaan setiap individu untuk memilih agama peradaban”. Namun demikian, dalam menjalankan
Nilai-Nilai Kerukunan Dalam Kearifan Lokal Masyarakat Bawean Gresik - Rosidin | 129
kebebasan itu ada pembatasan-pembatasan, artinya “mangan ora mangan waton kumpul”, suku Bali
tidak sekehendak hati setiap orang menjalankan memiliki konsep “menyama braya”; suku Sasak
kebebasan beragama, tetapi harus memperhatikan memiliki konsep “Patut Patuh Patju”; Suku Dayak
hak dan kebebasan orang lain, memenuhi tuntutan memiliki konsep “rumah betang”; suku Timor
yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai- memiliki tradisi “okomama”, dan sebagainya.
nilai keagamaan, dan ketertiban umum dalam satu Kearifan lokal tersebut secara spesifik berkaitan
masyarakat yang demokratis (Pasal 28 ayat (2) UUD dengan budaya tertentu sehingga mencerminkan
1945). cara hidup suatu masyarakat itu. Jika kearifan lokal
Kenyataan yang ada, hingga saat ini mampu menyelesaikan konflik kekerasan di Maluku
kehidupan beragama masyarakat antar dan intern dan Poso, seharusnya semakin dikembangkan
pemeluk agama di berbagai daerah di Indonesia kearifan lokal pada masing-masing daerah untuk
masih sering terjadi konflik, baik konflik yang menjaga kerukunan umat beragama. Bagi daerah-
masih laten maupun yang sudah manifes, bahkan daerah yang belum menemukan konsep kearifan
dengan kekerasan (violence). Kerukunan antar lokal terkait dengan kerukunan antar kelompok-
umat beragama di Indonesia menyisakan banyak golongan, maka bisa dilakukan inventarisasi atau
permasalahan. Seperti kasus Cikesik, Sampang, menggali dari budaya masyarakat itu sendiri.
Ambon, Lombok NTB, Kupang, Poso, dan di Sangat menarik lagi apabila setiap daerah memiliki
wilayah lainnya. Ibarat api dalam sekam yang kearifan lokal (local genius) yang bisa mencegah
sewaktu-waktu siap membara dan memanaskan atau tindakan preventif terhadap munculnya
suasana bahkan membakar sekelilingnya. Dalam konflik antar kelompok agama, sehingga tidak ada
konisi kehidupan beragama, maka tinggi rendahnya lagi kekerasan yang membawa isu agama maupun
integrasi sosial dalam suatu kelompok keagamaan isu-isu lain.
akan berpengaruh terhadap relasi sosial dengan Pada masing-masing komunitas budaya
kelompok lainnya. itu sangat penting untuk saling mengembangkan
Kajian atas beberapa konflik yang bernuansa kearifan lokalnya sebagai modal sosial (social
agama di Indonesia, misalnya konflik umat Islam capital) untuk menumbuhkan rasa persaudaraan
dan umat Kristen di Poso dan Maluku, agama yang kuat antar kelompok umat beragama.
bukanlah faktor utama (core of conflict) dalam Berkaitan dengan hal tersebut, Muhammad Maftuh
konflik kekerasan itu, tetapi hanya menjadi faktor Basyuni, mantan Menteri Agama dalam Seminar
konsideran maupun pendukung (supporting Nasional “Kerukunan Umat Beragama Sebagai Pilar
conflict). Negara disinyalir melakukan kebijakan Kerukunan Nasional” di Jakarta pada hari Rabu, 31
yang tidak afirmatif, dalam berbagai hal, proses Desember 2009 menyatakan bahwa “Pemeliharaan
diskriminasi dan pengistimewaan terhadap kerukunan umat beragama bukan hanya tanggung
kelompok tertentu berpotensi menimbulkan jawab para pejabat pemerintah di bidang agama dan
konflik laten. Menurut Adan Saidi dalam Jati (2013, pemuka agama, melainkan tanggung jawab seluruh
395), perbincangan masalah konflik di ranah lokal lapisan masyarakat. Sesungguhnya masyarakat
bermuara pada proses marjinalisasi, ketertindasan, Indonesia di seluruh pelosok tanah air telah
dan ketidakadilan sehingga isu agama kemudian memiliki sejumlah kearifan lokal yang telah mampu
menjadi stimulus dalam melakukan konflik. menjadi penopang kerukunan umat beragama di
Penerapan standar ganda (double standart) dalam daerah masing-masing” (Wisnumurti, 2014).
menyelesaikan konflik, yakni strategi pluralis- Pertanyaan yang muncul kemudian adalah
humanis di satu sisi, dan di sisi lain menerapkan bagaimana potensi kearifan lokal bisa digunakan oleh
strategi penyelesaian birokratis-strukturalis, masyarakat untuk membangun dan meningkatkan
dianggap tidak mampu menyelesaikan konflik kerukunan umat beragama yang berasal dari social
anarkis yang bernuansa agama sampai pada akar capital yang dimilikinya. Masyarakat pemilik yang
masalahnya, yaitu marjinalisasi dan diskriminasi. menjadi obyek kajian dalam penelitian adalah
Setiap suku bangsa di Indonesia hampir masyarakat Pulau Bawean di kabupaten Gresik Jawa
memiliki acuan norma-norma yang bersumber Timur. Penelitian ini memiliki rumusan masalah
dari kebudayaan masing-masing, yaitu kebijakan bagaimana nilai kerukunan umat pada kearifan
budaya lokal (local genius/indeginous knowledge) lokal masyarakat Bawean Kab. Gresik ?.
atau sering disebut kearifan lokal (local wisdom).
Sebagai contoh, suku Jawa memiliki pepatah
Nilai-Nilai Kerukunan Dalam Kearifan Lokal Masyarakat Bawean Gresik - Rosidin | 131
antropologi budaya; disebut kualitatif karena dan 649.209 perempuan. Jumlah penduduk tersebut
datanya dan analisisnya lebih bersifat kualitatif. berada pada 356.685 keluarga. Dengan luas wilayah
Penggunaan metode kualitatif dimaksudkan untuk 1.191,25 km2, Kab. Gresik mempunyai kepadatan
melaksanakan studi eksplorasi (exploration research) penduduk sebesar 1.098 jiwa/km2. Pada Tahun
dan pengkajian atas keterlibatan masyarakat dalam 2012, jumlah penduduk laki-lakinya lebih banyak
menciptakan kerukunan berbasis kearifan lokal. jika dibandingkan dengan penduduk perempuan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini Hal ini dapat dilihat dari angka rasio jenis kelamin
adalah kualitatif-deskriptif, artinya peneliti akan sebesar 101. Artinya, dari 100 jiwa penduduk
mencari deskripsi yang menyeluruh, mendalam, perempuan terdapat 101 jiwa penduduk laki-laki
dan cermat tentang kearifan lokal (local genius) (BPS Kab. Gresik, 2013: 35).
pada masyarakat Bawean Kab. Gresik. Sedang Penduduk Kab. Gresik berbeda dengan
penyampaian secara deskriptif diharapkan mampu wilayah lainnya, yang biasanya, jumlah penduduk
menggambarkan bagaimana kearifan lokal berperan wanita lebih banyak. Kenyataan ini dipicu derasnya
dalam memelihara kerukunan umat secara terbuka arus urbanisasi, karena Gresik sebagai daerah
alamiah (Anas Saidi, 2006). Penelitian ini dilakukan industri penyangga bagi Ibukota Provinsi Jawa
pada masyarakat Bawean, Kab. Gresik, terutama Timur. Banyak pendatang yang mencari dan bekerja
di Kec. Sangkapura dan Tambak dipilih dengan kemudian menetap di Kab. Gresik (Mustakim, 2010:
pertimbangan bahwa dua kecamatan tersebut 23). Pola urbanisasi dan indrustrialisasi ini juga
merupakan daerah pesisir yang dengan karakteristik akan berdampak pada aspek sosilogis masyarakat
Gresik, sehingga terjadi pergeseran (shifting), yang
kearifan lokal yang masih eksis dan terdapat nilai-
semula penduduknya agamis dengan kota santri
nilai kearifan lokal yang mampu membangun
sebutannya menjadi kota yang multiagama. Selain
kerukunan hidup bersama. Pengumpulan data
itu, menurut Moh. Toha, budaya dari luar Gresik
lapangan dilaksanakan antara bulan Februari
pun lambat laun masuk berkembang (penetrasi)
sampai Mei 2014.
sehingga perlu diantisipasi agar benar-benar tidak
Teknik pengumpulan data dalam penelitian
tercampur budaya yang merugikan generasi muda
ini dilakukan melalui tiga cara, yaitu: wawancara
(Wawancara, 10/02/2014).
mendalam, observasi terlibat dan teknik
Data pemeluk agama mayoritas Islam
dokumentasi (Hb. Sutopo, 1988). Teknik analisis
sebanyak 1.140.275 jiwa, disusul Kristen 9.487 jiwa,
data yang digunakan adalah model analisis interaktif Katholik 3.942 jiwa, Hindu 2.124 jiwa, Buddha 405
(interactive model of analysis) yang meliputi tiga jiwa sedangkan yang beragama Konghuchu tidak
tahapan, yaitu reduksi data, penyampaian data, terdaftar, tetapi sebenarnya ada. Ini dikarenakan
dan penarikan kesimpulan (Imam Suprayogo Konghuchu secara formal merupakan agama baru,
dan Tobrani, 2003: 196). Untuk lebih menghargai selama ini mereka menuliskan pada kolom data
perasaan informan peneliti menggunakan cara kependudukan beragama Budha. Selain itu, belum
penyajian model emik dan etik. Sedang penarikan
terdapat penduduk yang ber-KTP Konghuchu yang
kesimpulan dilakukan dengan memperhatikan
terdata di Kab. Gresik.
berbagai hal yang memiliki landasan data yang
Kehidupan sosial masyarakat Gresik,
kuat dalam penelitian. Dalam penelitian ini, uji
termasuk Bawean, secara umum dipengaruhi
validitas data dilakukan dengan dua cara: pertama,
oleh tingkat pengetahuan yang diperoleh lewat
triangulasi data (data triangulation), yaitu peneliti
pendidikan agama. Sebelum pendidikan agama,
menggunakan beberapa sumber data untuk
mengumpulkan data yang sama. Kedua, dengan disatukan dalam sistem pendidikan formal seperti
review informan (informant review), yang dilakukan sekarang ini, yang berlaku adalah pendidikan
melalui diskusi, dialog, seminar, atau FGD. agama dengan metode tradisional yaitu pesantren
(Mustakim, 2010: 19). Tidak hanya di pesantren,
PEMBAHASAN pendidikan agama juga diadakan di langgar/suara
Masyarakat Gresik secara etnis bersifat yang ada di setiap kampung dengan kyai masing-
majemuk. Kebanyakan berasal dari suku Jawa dan masing. Kesemarakkan syiar Islam dan banyaknya
Madura, lainnya merupakan suku Arab dan Cina pesantren maupun pemuka agama di Gresik ini
(Mustakim, 2010: 19). Data statistik tahun 2012 yang menjadikan orang menyebut kabupaten ini
menunjukkan bahwa penduduk Kab. Gresik sebesar dengan sebutan “Kota Santri” (Wawancara dengan
1.307.995 jiwa, yang terdiri dari 658.786 laki-laki Umar Zaenoedin, 17/03/2014).
Nilai-Nilai Kerukunan Dalam Kearifan Lokal Masyarakat Bawean Gresik - Rosidin | 133
melimpah ini dibuat pindang untuk disajikan Bentuk Kearifan Lokal Masyarakat Bawean
setiap waktu makan. Setiap waktu makan datang, Kearifan lokal yang dikemukakan di sini
menu ikan selalu menjadi menu utama. Lauk dibatasi pada tradisi, seni, dan budaya di Bawean,
tempe tahu yang selalu terhidang di sebagian besar yang merupakan bagian kecil dari Kab. Gresik.
masyarakat Jawa, tetapi tidak ditemukan di Pulau Bawean bagi masyarakatnya sebagai pulau tempat
Bawean (Observasi, 22-23/05/2014). Sedang rusa lahir dan tempat mati. Sebab, orang Bawean kalau
Bawean ada di penangkaran di tepi hutan masuk besar merantau dan kalau sudah tua kembali
wilayah Desa Pudakit Timur, Kec. Sangkapura ke Bawean. Ada prasasti yang terbaca apabila
(Wawancara Amin, 22/05/2014). Untuk menuju berkunjung ke pulau Bawean, yaitu: “Bawean
lokasi penangkaran rusa dapat ditempuh dengan hanya untuk lahir dan mati” (Wawancara Iqbal,
menyewa mobil atau sepeda motor. 15/03/2014). Adapun kearifan lokal masyarakat
Penduduknya Bawean merupakan pembauran Bawean dapat ditemukan dalam beberapa tradisi
beberapa suku yang berasal dari pulau Jawa, dan budaya yang berkembang di daerah tersebut,
Madura, Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatera seperti tradisi pengantin amaen dan pencak
termasuk budaya dan bahasanya (BPS Kab. Gresik, Bawean. Pertama, tradisi pengantin amaen. Tradisi
2013: 41). Dilihat dari jenis kelaminnya, terdiri dari pengantin bermain merupakan salah satu bagian
58.713 laki-laki dan perempuan berjumlah 57.674 dari prosesi pernikahan. Prosesi perkawinan di
jiwa. Penduduk Bawean kebanyakan memiliki mata Bawean berbeda di tempat lain, terutama dalam hal
pencaharian sebagai nelayan, petani, selain juga proses melamar. Pihak perempuan melalui orang tua
melamar pihak laki-laki, maka laki-laki mempunyai
menjadi TKI di Malaysia dan Singapura, sebagian
daya pilih (bergaining position) yang tinggi. Jika
besar di antara mereka telah mempunyai status
diterima lamarannya, barulah proses perkawinan
penduduk tetap di negara tersebut, selain di kedua
selanjutnya dilaksanakan. Kedatangan laki-laki
negara tersebut, penduduk Bawean juga menetap di
ke perempuan menjelang akad nikah, membawa
Australia dan Vietnam. Etnis mayoritas penduduk
berbagai keperluan rumah tangga diantar sanak
Bawean adalah Suku Bawean, dan suku-suku lain kerabatnya. Setelah akad nikah dan resepsi selasai
misalnya Suku Jawa, Madura, Bugis, Mandar, maka ada proses berikutnya.
Mandailing, Banjar, dan Palembang. Budaya Bawean dalam prosesi penikahan
Bahasa Bawean ditengarai sebagai kreolisasi adalah pengantin amaen. Prosesi amaen dipahami
bahasa Madura, karena kata dasarnya yang berasal sebagai kegiatan keluarga besar mempelai
dari bahasa ini, namun bercampur aduk dengan putri mendatangi keluarga mempelai putra.
bahasa Jawa, Melayu, dan Inggris, karena banyaknya Kedatangannya dengan membawa oleh-oleh yang
orang Bawean yang bekerja atau bermigrasi ke diberikan kepada pihak yang didatangi, tujuannya
Malaysia dan Singapura. Bahasa Bawean memiliki adalah mengenalkan isterinya kepada keluarga
ragam dialek, biasanya setiap kawasan atau sang suami. Pada proses ini tidak hanya keluarga
kampung mempunyai dialek bahasa sendiri seperti mempelai puteri saja yang ikut, tapi selutuh
Bahasa Bawean Dialek Daun, Dialek Kumalasa, keluarga besar pengantin wanita ikut mengiringi
Dialek Pudakit, dan Dialek Diponggo. Bahasa ini sehingga terkesan besar-besaran. Kekompakan dan
dituturkan di Pulau Bawean, Gresik, Malaysia, dan kebersamaan keluarga sangat terlihat di sini. Sanak
Singapura. Untuk Malaysia dan Singapura, Bawean famili dari keluarga pengantin puteri mendukung
dikenal sebagai Boyanese. Intonasi orang Bawean proses ini sehingga kadang hampir satu desa
mudah dikenali di kalangan penutur bahasa Madura. berpartisipasi. Pada gilirannya nanti, keluarga
Perbedaan kedua bahasa dapat diibaratkan dengan bergantian mendukung keluarga besar lainnya.
perbedaan antara bahasa Indonesia dan bahasa Pada saat proses biasanya sambil menyebar uang
Malaysia, yang serupa tapi tak sama meskipun baik ribuan, puluhan ribu, bahkan seratus ribu
masing-masing dapat memahami maksudnya. terkadang disebar. Pokoknya siapa yang merasa
Menurut Iqbal, bahasa asli Bawean seperti Bahasa keluarga besarnya ikut prosesi. Saat menyebar uang
Jawa, tetapi bukan Bahasa Jawa sebagai yang dipakai maka warga berebut uang terutama anak-anak
masyarakat Jawasecara luas, tetapi telah mengalami sehingga semarak dalam acara tersebut (Wawancara
perubahan fonem, dialek, dan ujaran, seperti yang Iqbal, 15/03/2014).
ada di Desa Diponggo. Kedua, pencak Bawean. Pencak Bawean
biasanya dimainkan saat ada acara pernikahan.
Semula setiap ada acara pernikahan, jawara
Nilai-Nilai Kerukunan Dalam Kearifan Lokal Masyarakat Bawean Gresik - Rosidin | 135
Penari memegang rebana sambil mengayunkan Dan jangan mengukir langit; Kalau belum
langkah ke kanan ke kiri. Pengiring lain berjajar menguasai ilmu lahir dan batin.
di sebelah pinggir. Tampak serasi dan kompak Arinya: Jangan kawin; Sebelum merantau;
serta menyenangkan. Pada saat ada even atau
kedatangan tamu atau kunjungan pejabat pejabat, Jangan merantau sebelum menguasai
tari ini dimainkan di dermaga Bawean saat kapal ilmu lahir; (llmu lahir yakni mahir dalam
merapat dan pengunjung bergegas turun ke daratan permainan silat);
(Observasi, 22/05/2014). Jangan merantau sebelum menguasai ilmu
Ada kesenian (6) Samrah. Seni ini masih batin; (llmu batin yaitu tamat (khatam) Al-
eksis dan dipentaskan, dan semua pemainya Qur’an, paham kitab Safinah, dan Mampu
adalah perempuan, biasanya mereka menyanyikan melagukan Barzanj dengan bagus).
lagu qasidah sambil menabuh rebana. Hampir Pada ungkapan di atas, senada dengan
di perkumpulan bernafaskan Islam, baik remaja Iqbal (Informan, 15/03/2014) bahwa merantau
maupun dewasa memiliki grup ini. Di Bawean, diibaratkan sebagai “mengukir langit”, sesuatu yang
beberapa organisasi memiliki grup Samrah. Salah sangat fantastis dan merupakan suatu tantangan
satu yang eksis yaitu grup samrah binaan Muslimat untuk dicapai bagi setiap orang di Bawean. Tentunya
NU Kec. Tambak. Anggota grup Samrah rata-rata sedapat mungkin dilakukan salah satu anggota
masih remaja. Pementasan Samrah pada saat ada dari setiap keluarga. Seorang informan penelitian
kegiatan keagamaan yang melibatkan berbagai menyatakan, setiap rumah tangga di Bawean, pasti
unsur masyarakat di daerah tambak; dan (7) ada salah satu anggotanya ada yang “merantau”,
Kercengan, merupakan perpaduan antara saman dan ke daerah mana saja. Merantau, bagi para pemuda
samrah. Dipentaskan sekelompok wanita dengan dan pemudi adalah suatu syarat sebelum memasuki
duduk berbaris. Mereka berseragam dan memakai perkawinan, membentuk mahligai rumah tangga.
sarung tangan warna putih. Kemudian mereka Ada pribahasa lain yang menyatakan bahwa
menggerakkan tangan ke sana-kemari, diiringi “gantungkanlah cita-citamu setinggi langit”, ternyata
alunan irama padang pasir/gambus. Berbeda dengan bagi orang Bawean sudah terlampaui karena, bagi
samrah yang hanya memakai rebana, Kercengan,
mereka, bukan lagi hanya cita-cita yang perlu
menggunakan alat musik apapun diperkenankan.
bersentuhan dengan langit, tetapi lebih jauh dari
Hingga saat ini, selain kerap dipentaskan, Kercengan
itu mereka ingin melukis langit. Langit dengan latar
juga kerap dilombakan (Wawancara Ikbal, Amin,
belakang warnanya yang biru sebenarnya sudah
Ali, 22/05/2014).
sangat indah, tetapi bagi orang Bawean, masih
Budaya Merantau Orang Bawean akan diperindah lagi melalui tindakan “melukis”,
Migrasi merupakan tradisi dan kebudayaan yaitu dengan jalan merantau ke daerah/negeri lain
yang telah mengakar kuat bagi masyarakat Bawean. (Rahman, dkk., 2010: 25).
Menurut Rebecca (dalam Rahman, 2010: 24), Bertolak dari adanya ungkapan tersebut dan
tradisi merantau bagi orang Bawean disebabkan maknanya yang menekankan beberapa hal yang
adanya sejarah yang panjang bekerja di luar negeri. harus terpenuhi terlebih dulu sebelum merantau
Pada umumnya orang laki-laki diharapkan pergi ke menunjukkan bahwa untuk merantau persiapan yang
negara lain sedikitnya satu kali. Dari argumentasi lengkap, matang, harus betul-betul dipersiapkan.
berdimensi kultural tentang migrasi, Bawean yang Merantau bukan hanya mempersyaratkan adanya
diberikan memang tampak dengan jelas bahwa bekal biaya yang cukup atau segala sesuatu yang
bermigrasi, terutama ke luar negeri bagi masyarakat berwujud material, tetapi juga persiapan yang
Bawean, memang sudah merupakan sebuah tradisi bersifat immaterial, yaitu bekal ilmu lahir dan batin.
kebudayaan (habits of culture). Ia menjadi sebuah Meskipun tradisi merantau itu pada mulanya dirintis
tradisi kebudayaan karena dalam khasanah budaya oleh kaum laki-laki, tetapi dalam perkembangannya
dan kebudayaan mereka bermigrasi/merantau sejak awal juga bersentuhan dengan semua anggota
menjadi sebuah prasyarat yang semestinya keluarga baik laki-laki maupun perempuan.
didahulukan sebelum membentuk rumah tangga Merantau adalah tumpuan utama dan strategi
atau ikatan perkawinan. Kebudayaan merantau ini bertahan hidup yang paling penting bagi masyarakat
diungkapan dalam sebuah pantun, Bawean. Migrasi, terutama ke luar negeri (Singapura,
Jangan membuka sewek; Kalau belum Malaysia, Amerika Serikat, Pulau Chrismast
mengukir langit; Australia, dan lain-lain) tidak hanya menyangkut
Nilai-Nilai Kerukunan Dalam Kearifan Lokal Masyarakat Bawean Gresik - Rosidin | 137
tetapi yang menang tidak merendahkan yang untuk lebih cepat mengeringkan bahan makanan
kalah. Permainan ini tidak sampai melukai satu yang disimpan di bawah atap tersebut sehingga
sama lain. Ada wasit dari kalangan sesepuh yang cepat kering. Bahan pangan ini akan dikeluarkan
akan menghentikan apabila lawan sudah dianggap pada saat dibutuh. Misalnya saat ada tamu datang
kalah. Ini sudah ditaati oleh semua pendekar yang atau saat terjadi musim kemarau yang sangat panas.
ada. Pendekar tetap akan menghormati dan percaya Dalam hal bahasa, masyarakat Sangkapura dan
dengan keputusan pemimpin pertandingan. Tambak tidak berbeda dengan masyarakat Gresik
Permainan diikuti seluruh utusan jawara dan tidak secara umum. Bahasa mereka berbeda, seperti Jawa,
dibeda-bedakan asal usul, apalagi etnisnya. tetapi bukan Jawa bukan pula Madura, meskipun
Tradisi pencak ini sesuai dengan Suseno seperti Madura. Bahasa dalam hal ini terbuka, tidak
dalam Suryadi (2012: 70) mengedapankan prinsip mengenal tingkatan dalam penuturannya. Sehingga
hormat, yang merupakan sebuah pengakuan atas semua orang dianggap sama. Tidak seperti bahasa
kedudukan masing-masing pada tatanan sosial yang Jawa yang akan berbeda cara berkomunikasi (Jawa:
terbentuk dalam kehidupan dan memiliki cita rasa, ondo usuk) dengan teman sebaya (ngoko), orang
serta dijaga oleh masing-masing individu untuk tua (kromo Inggil), dan kalangan bangsawan.
menjaga dan menyeimbangkan keselasan. Namun, Egaliter dalam bahasa ini menjadikan sifat khas
pelestarian tradisi ini diharapkan tidak hanya untuk dari masyarakat Gresik. Meskipun perilaku hormat
kepentingan budaya dan pariwisata saja tetapi dapat terhadap yang lebih tua tetap tertanam sesuai
memberi pelajaran yang bermakna bagi masyarakat tuntunan agama yang dianutnya.
untuk menjaga kerukunan dalam lingkup yang luas.
Solidaritas dalam Budaya Merantau
Memuliakan Tamu Ketika ditanya bagaimana Pulau Bawean
Selain itu, budaya memuliakan tamu sangat dikatakan bahwa tempat lahir dan tempatnya mati,
dijunjung tinggi oleh masyarakat Bawean. Mereka bahwa kehidupan orang Bawean dari hasil merantau.
sangat percaya bahwa tamu merupakan orang yang Sehingga saat lahir di Bawean besar merantau dan
patut dihormati. Tidak memandang siapapun yang ketika tua kembali lagi ke kampung halaman. Untuk
datang. Dicontohkan Ikbal (48 Th), kalau ada tamu bekal merantau tidak hanya berangkat saja, tetapi
apalagi dari luar pulau, mereka akan menghidangkan harus mempunyai persiapan yang matang.
yang terbaik yang dia miliki. Mungkin minuman Ungkapan yang telah dikemukakan di atas
susu bagi tamu sudah biasanya, tapi itu terbaik berarti bahwa jangan dulu berkeluarga kalau
karena sangat susah untuk mendatangkannya, yaitu belum merantau dan jangan dulu merantau kalau
dari luar pulau. Ini tidak lain didorong semangat belum menguasai ilmu lahir, yaitu mahir dalam
mengamalkan ajaran agama yang mereka anut permainan pencak Bawean (bela diri) serta jangan
selama ini. Ketaatan pada ajaran agama yang telah dulu merantau kalau belum menguasai ilmu batin,
mendarah daging dalam kehidupan ini berlaku yaitu ilmu agama berupa khatam Al-Qur’an, paham
tidak hanya untuk seseorang yang sudah kenal saja, kitab kuning Safinah, dan mampu melagukan kitab
tetapi penghormatan ini bagi semua tamu tidak Al-Barzanji dengan bagus. Falsafah ini menjadi
memandang ras atau agamanya. semangat bagi masyarakat Bawean untuk belajar
Masyarakat Bawean mempunyai bangunan pencak Bawean dengan tekun sejak usia dini. Ilmu
khas rumah panggung yang terletak di depan kanan agama juga dipelajari sejak dini. Ini dapat dilihat
atau kiri rumah. Bentuknya seperti gubuk yang dari dominannya lembaga pendidikan agama, baik
disebut Dhurung Bawean. Bangunan ini awalnya tingkat dasar, menengah, ataupun perguruan tinggi
beratapkan daun ilalang atau ijuk, namun saat ini agama ada di Bawean. Ini sesuai dengan tuntunan
sudah berubah menjadi seng atau genteng. Di bawah ajaran Islam bahwa orang Islam wajib menuntut
atap ada ruang yang biasanya untuk meletakkan ilmu, baik ilmu lahir mapun bathin. Kewajiban ini
hasil-hasil pertanian seperti padi, jagung, dan lain- tidak mengenal usia tetapi dari kandungan sampai
lain. Kurang lebih 1 m dari tanah dibuat alas tempat liang lahat. Selain itu, tuntunan yang berisi bahwa
duduk. Disitulah awalnya, apabila ada tamu datang kalau ingin berhasil hidup di dunia maka dengan
maka diterima di Dhurung Bawean yang telah ada ilmu, kalau ingin berhasil hidup di akhirat maka
hampir di setiap rumah. Di dekat Dhurung, ada dengan ilmu dan kalau ingin kedua-duanya, maka
juga tungku untuk memasak sehingga sajian yang dengan ilmu (hadis).
dihidangkan langsung bersala dari api yang masih Falsafah yang bernuansa ajaran agama
hangat rasanya. Kegunaan lain, dari api tersebut tersebut menjadikan masyarakat di Kec. Sangkapura
Nilai-Nilai Kerukunan Dalam Kearifan Lokal Masyarakat Bawean Gresik - Rosidin | 139
files/RAGAM%20KONFLIK%20DI%20 Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif,
INDONESIA.pdf, diakses 14 Januari 2014. Kualitatif, dan R&D (cet. 12). Bandung:
Jati, Wasisto, Raharjo,. 2013. “Kearifan Lokal Alfabeta.
sebagai Resolusi Konflik Keagamaan”. Jurnal Sutopo, Harbertus. 1988. Pengantar Penelitian
Walisongo Vol. 21 Nomor 2, November 2013 Kualitatif. Dasar-dasar Teoretis dan Praktis,
Moleong, Lexy P. J. 2002. Metodologi Penelitian Surakarta: Pusat Penelitian UNS.
Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya. Suprayogo, Imam dan Tobroni. 2003. Metodologi
Mustakim. 2010. Gresik Dalam lintasan Lima Zaman Penelitian Sosial Agama, Bandung: Remaja
Kajian Sejarah Ekonomi, Politik, Sosial, dan Rosdakarya.
Budaya. Yogyakarta: Pustaka Eureka. Suryadi, M. “Tipe Kesantunan Tuturan Jawa pada
Neuman, W Lawrence. 2013. Metodologi Penelitian Masyarakat Jawa Pesisir” Kajian Linguistik
Sosial: Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif, dan Sastra. Vol. 24, No. 1, Juni 2012.
edisi 7. Diterjemahkan oleh Edina T Sofia. Thohir, Mudjahirin. 2005. Kekerasan Sosial di Pesisir
Jakarta: Indeks. Utara Jawa. Semarang: Lengkongcilik Press
Rachman, Patji Abdul. 2010. “Strategi Bertahan bekerjasama dengan Puslit Sosial Budaya
Hidup Pada Masyarakat Pulau Kecil dan Lemlit UNDIP.
Terpencil Pulau Perbatasan dan Pulau Wisnumurti, AA G Oka. Mengelola Nilai Kearifan
Sengketa: Studi Etnografi Budaya”. Laporan Lokal dalam Mewujudkan Kerukunan
Akhir Program Insentif Peningkatan Umat Beragama. Satu Tinjauan Empiris-
Kemampuan Peneliti dan Perekayasa Sosiologisdikases dari alamat web: http://
LIPI Kementerian Riset dan Teknologi Di www.yayasankorpribali.org/artikel-dan-
Lingkungan LIPI. Jakarta: Pusat Penelitian berita/59-mengelola-nilai-kearifan-lokal-
Kemasyarakatan dan Kebudayaan Lembaga dalam-mewujudkan-kerukunan-umat-
Ilmu Pengetahuan Indonesia (PMB-LIPI). beragama.html, diakses 13 Januari 2014
Saidi, Anas. 2006. Bahan Workshop Pengembangan _______. 2013. Potensi dan Produk Unggulan.
Penelitian Non-Positivistik Bagi Dosen-Dosen Berani Bersaing dalam Pasar Global.Gresik:
PTAI Se-Indonesia, Wisma Haji Armina Bag. Adm. Perekonomian Sekda Kab. Gresik.
Donohudan Boyolali, P3M STAIN Surakarta-
Ditjen Binbaga Islam Depag RI