Oleh:
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2
2021
BAB I
PENDAHULUAN
antar umat beragama dapat saling menghargai dan menghormati kebebasan orang
lain dan menyadari bahwa perbedaan itu bukan suatu penghalang dalam
mewujudkan persaudaraan di antara mereka.
Konflik SARA yang sering terjadi akhir-akhir ini menjadi ancaman yang
serius terhadap integrasi bangsa Indonesia. Kemajemukan bangsa Indonesia harus
dipandang sebagai salah satu alat untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan
bangsa dengan selalu mengembangkan sikap toleran, saling menghargai satu
dengan lainnya. Keberagaman atau kehidupan dalam lingkungan majemuk
merupakan sumber kekayaan budaya bangsa. Setiap perwujudan mengandung
ciri-ciri tertentu yang membedakannya dari perwujudan yang lain. Tidak mungkin
pula apabila semua perwujudan itu sama karena menunjukkan tidak akan ada
perkembangan atau kemajuan pada suatu bangsa. Atas dasar pemahaman tersebut
kebhinnekaan yang ada dalam kehidupan masyarakat Indonesia sebenarnya untuk
memenuhi kepentingan bersama agar dapat hidup sejahtera. Dalam kehidupan
masyarakat yang serba majemuk, berbagai perbedaan yang ada seperti dalam
suku, agama, ras atau antar golongan, merupakan realita yang harus di
dayagunakan untuk memajukan negara dan bangsa Indonesia, menuju cita-cita
yang diinginkan yaitu masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945 dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Toleransi yang ada dapat
dilihat secara nyata dari aktivitas-aktivitas sosial yang dilakukan sehari-hari di
Desa Kampung Gelgel secara gotong royong baik itu kegiatan yang menyangkut
kepentingan umum maupun kepentingan perseorangan. Individu-individu yang
berbeda agama bekerjasama dengan tidak memandang status perbedaan agama
yang dianut. Berdasarkan latar belakakang di atas, maka penulis tertarik untuk
membahas masalah Representasi Sikap Toleransi Antar Umat Islam dan Hindu
Pada Era Globalisasi di Desa Kampung Gelgel.
Hindu, kemudian menikah dengan orang Islam, sehingga Bali di kenal sebagai
wilayah kondusif bagi kehidupan toleransi beragama. Komunitas-komunitas
Muslim yang sudah berakar sejak lama, di beberapa wilayah di Bali, seperti di
Desa Pegayaman Buleleng, Kampung Jawa Buleleng, Dusun Wonosari Denpasar,
Desa Kampung Gelgel Klungkung, dan lain-lain. Mereka tak hanya menjadi
komunitas eksklusif, tetapi juga berinterakasi dan bergaul secara sosial dengan
masyarakat Hindu di sekitarnya (Dhurrorudin Mashad, 2014). Masyarakat desa
kampung Gelgel merupakan representatif toleransi umat beragama di Bali pada
era globalisasi saat ini. Oleh karena itu, penulis mengangkat tema toleransi umat
beragama karena saat ini Indonesia krisis kebhinnekaan, yang diwakili oleh
masyarakat desa kampung Gelgel di Klungkung.
BAB II
PEMBAHASAN
Dalem Watu Renggong, kaum Muslim anggota ekspedisi yang berjumlah sekitar
100 orang tidak diusir dan justru diberikan mereka memilih tinggal di Bali.
Bahkan, kepada mereka diberikan pelungguhan (sebidang tanah Gelgel bahkan
ditambah kampung Lebah) (Sutama, 2015:5).
2.2 Kerukunan Umat Muslim Dengan Umat Hindu di Desa Kampung Gelgel
Sebagai Refleksi Toleransi Umat Beragama Pada Era Globalisasi
beragama pada era globalisasi adalah mereka diberikan tempat tinggal oleh
kerjaan Gelgel, serta membangun Masjid untuk beribadah. Sejak pertemuan di
Jawa Timur pada abad ke XIV, di kerajaan Gelgel telah menjalin hubungan
diplomatik yang harmonis dengan kerajaan Majapahit, sehingga menimbulkan
integrasi antara masyarakat Muslim Gelgel dengan masyarakat lokal Gelgel.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Desa kampung Gelgel merupakan desa Muslim tertua di Bali yang sudah ada
sejak abad ke XIV, di mana Dalem Ketut Ngelesir sebagai raja Gelgel I (1380-
1460), yaitu sebagai raja Bali pernah mengadakan kunjungan ke kraton Majapahit
pada abad ke XIV. Setelah melaksanakan kunjungan, raja diantar dan dikawal
oleh 40 orang pengawal dari Majapahit yang beragama Islam. Para pengawal
tersebut menjadi Abdi Dalem di kerajaan Gelgel, karena kerajaan Majapahit dan
kerajaan Gelgel memiliki hubungan diplomatik yang baik, mereka pun diberikan
tempat tinggal di sebelah timur kerajaan Gelgel pada waktu itu (sekarang menjadi
Desa Kampung Gelgel), yang sekaligus menjadi benteng untuk mempertahakan
kerajaan Gelgel, sehingga peran dari 40 pengawal ikut serta menjaga keamanan
kerajaan Gelgel dari berbagai ancaman. Bukti berdirinya desa kampung Gelgel ini
adalah adanya bangunan Masjid Nurul Huda yang telah berdiri sejak abad ke XIV.
Namun karena telah direnovasi, tidak ada bekas bersejarah dari bangunan yang
sudah ada sejak abad ke XIV ini. Saat ini, Masjid Nurul Huda menjadi Masjid
tertua dan terbesar di kabupaten Klungkung.
DAFTAR PUSTAKA
Adi Sutama, Putu. 2015. Komunitas Islam Di Desa Gelgel, Klungkung, Bali
(Latar Belakang Sejarah, Peninggalan, Dan Potensinyasebagai Sumber Belajar
Sejarah Di Sma). Singaraja: Artikel Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu
Sosial, Universitas Pendidikan Ganesha.