Anda di halaman 1dari 24

Tradisi Tolak Bala MenjelangBulan Ramadhan di Jorong Batang Biyu

Kabupaten Pasaman Barat

DEFIKA PUTRI: 4617011


Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah,
IAIN BUKITTINGGI
A. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara berpenduduk terbesar

didunia dan sekaligus sebagai bangsa yang terdiri dari keanekaragaman

dan ditandai oleh keragaman budaya, bahasa, etnis dan agama. Dari

catatan antropologis, negara yang memiliki luas 1.900.000 km 2 ini, terdiri

dari 13.000 pulau besar dan kecil dihuni oleh lebih kurang dari 300 suku

bangsa, 200 macam bahasa daerah dan beragam budaya lokal serta

bermacam-macam agama dan aliran kepercayaan. Keanekaragaman yang

dimiliki bangsa ini mempunyai potensi yang positif dan negatif.

Potensi positif keanekaragaman merupakan energi untuk

membangun kehidupan secara bersama, tanpa menaruh kecurigaan dan

kebencian satu sama lain. Kebersamaan ini merupakan modal sosial untuk

membangun bangsa. Oleh sebab itu keberagaman tersebut harus dipelihara

menjadi satu jalinan hidup yang harmonis dengan mengedepankan

toleransi dalam bertindak dan bersikap (Silfia H dan Susi R, 2018:71).

Keberagamaan itu dapat dilihat dalam bentuk budaya masyarakat

suatu wilayah tertentu yang bisa berbentuk seperti tradisi keagamaan atau

adat. Kebudayaan merupakan seluruh sistem gagasan dan rasa, tindakan,

1
serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat yang

dijadikan miliknya dengan belajar (Koentjaraningrat, 2004:72).

Timbulnya tradisi dalam kelompok manusia atau masyarakat

dianggap baik oleh masyarakat itu sendiri dan itu akan menjadi warisan

terhadap keturunannya. Tradisi-tradisi yang turun-temurun inilah yang

nantinya lahir menjadi sebuah budaya yang menjadi identitas suatu

masyarakat tertentu.

Dialektika agama dan budaya dimata masyarakat muslim secara

umum banyak melahirkan penilaian subjektif. Sebagian besar bersemangat

untuk mensterilkan agama dari kemungkinan dari akulturasi budaya

setempat, sementara yang lain sibuk dan fokus membangun pola dialektika

antar keduanya. Terlepas bagaimana keadaan keyakinan masing-masing

pemahaman, dalam faktanya potret keberagamaan semakin menunjukkan

suburnya pola akulturasi, bahkan sinkretrisasi lintas agama. Indikasi

terjadinya proses dialektika antar agama dan budaya tersebut, dalam islam

terlihat pada fenomena perubahan pola pemahaman keagamaan dan

prilaku keberagamaan. Seperti yang dikemukakan oleh Taylor bahwa

agama manapun pada hakikatnya selalu mengajarkan kepercayaan

terhadap spirit (Roibin, Jurnal Hukum dan Syariah, 2010: 1).

Durkheim juga mendefinisikan bahwa agama sebagai suatu system

kepercayaan dan praktik yang telah dipersatukan yang berkaitan dengan

hal-hal yang kudus. Kepercayaan dan praktik tersebut bersatu menjadi satu

komunitas moral yang tunggal. Berdasarkan defenisi yang dikemukan oleh

2
durkheim tersebut, terdapat dua unsur yang penting sebagai syarat sesuatu

dapat dibuat agama yaitu, adanya sifat kudus, suci, sakral dari agama dan

praktik-praktik ritual dari agama. Agama tidak harus melibatkan adanya

konsep mengenai suatu makhluk supranatural, tetapi agama tidak dapat

melepaskan kedua unsur diatas, karena ia akan menjadi bukan agama lagi

ketika salah satu unsur tersebut tidak terpenuhi.

Praktik ritual agama juga ada yang positif. Ritual ini

terimplementasi dalam bentuk upacara-upacara keagamaan, dan inilah

yang merupakan intinya. Adapun bentuk bentuk praktik-praktik ritual

yang positif adalah upacara keagamaan itu sendiri, yang dimaksudkan

untuk menyatukan diri dengan keimanan secara lebih khusuk sehingga

berfungsi untuk memperbarui tanggung jawab seorang terhadap idela-ideal

keagamaan. Dengan demikian, tampak bahwa agama dan masyarakat

memiliki hubungan yang erat. Agama menurut Durkheim adalah sebuah

fakta sosial yang penjelasannya perlu dijelaskan lebih lanjut oleh fakta-

fakta sosial lainnya (Ambo Upe, 2010: 103-107).

Berhubungan dengan ritual dan kompromistik antara adat dan

agama, Clifford Geertz juga berpendapat bahwa agama merupakan sebuah

sistem simbol-simbol yang berlaku untuk menetapkan suasana hati dan

motivasi-motivasi yang kuat, yang meresapi dan yang tahan lama dalam

diri manusia dengan merumuskan konsep-konsep mengenai suatu tatanan

umum eksistensial dan membungkus konsep-konsep ini dengan semacam

3
pancaran faktualitas, sehingga suasana hati dan motivasi itu tampak

realitas (M. Tahir Sapsuha, 2013: 26).

Praktik ritual agama tersebut bisa kita lihat faktanya pada

masyarakat Jorong Batang Biyu Kabupaten Pasaman Barat, yaitu pada

praktik ritual Tradisi Tolak Bala yang dilakukan ketika akan menjelang

bulan Ramadhan. Praktik ritual agama ini membuktikan bahwa masih

adanya sikap kompromistik. Terbuktinya, masyarakat menyesuaikan

ajaran-ajaran agama Islam kedalam bahasa-adat setempat dan dimana

disana masih adanya peluang berdialog bagi adat dan agama.

Tradisi ialah adat atau kebiasaan turun temurun yang dilakukan

oleh masyarakat, dan sedangkan Tolak Bala ini ialah bermakna menolak

segala bencana dan marabahaya. Jadi, Tradisi Tolak Bala ini dapat

dimaknakan sebagai sebuah kebiasaan yang dilakukan oleh suatu

masyarakat tertentu yang berfungsi untuk menolak datangnya bencana dan

marabahaya. Terkhusunya ialah pada masyarakat Batang biyu, masyarakat

disini ialah melaksanakan ritual ini ketika hanya hendak menjelang bulan

Ramadhan. Tradisi ini memiliki makna yang penting untuk masyarakat

Batang Biyu dan masih dilaksanakan sampai sekarang karena

kesakralannya.

Tradisi Ritual Tolak Bala ini mengandung unsur yang berasal dari

agama islam, yaitu do’a yang dibacakan oleh tokoh agama. Pelaksanaan

acara Tolak Bala ini ialah dengan cara mengelilingi kampung sambil

membaca do’a dan dzikir kepada sang pencipta, acara Tolak Bala ini

4
hanya dilakukan oleh kaum laki-laki yang ada pada kampung tersebut dan

pada pelaksanaannya semua kaum perempuan dan anak-anak tidak boleh

keluar dari rumah selama acara itu berlangsung. Acara ini biasanya

dilakukan beberapa hari sebelum masuk bulan ramadhan berdasar

kesepakatan yang dilakukan oleh masyarakat kampung tersebut.

pergulatan antara agama dan tradisi lokal ini dipandang oleh Geertz bahwa

agama dan budaya berjalan secara membalas, artinya pada satu sisi agama

memberi pengaruh terhadap budaya dan pada saat yang sama budaya juga

mempengaruhi agama.

B. Fokus Penelitian

Fokus penelitian merupakan batasan penelitian agar jelas ruang

lingkup yang akan diteliti. Oleh karena itu pada penelitian ini,

memfokuskan penelitiannya pada tradisi tolak bala menjelang ramadhan di

kejorongan Batang Biyu Kabupaten Pasaman Barat Yang menjadi fokus

penelitian disini adalah tradisi tolak bala menjelang ramadhan. Dengan

adanya fokus penelitian ini memudahkan peneliti untuk mengetahui lebih

banyak di yang sedikit.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pelaksanaan Tradisi Tolak Bala Menjelang bulan

Ramadhan pada masyarakat di Jorong Batang Biyu?

5
2. Mengapa Tradisi Tolak Bala di Jorong Batang Biyu Kabupaten

Pasaman Barat ini hanya dilaksanakan ketika hendak menjelang

Ramadhan?

6
BAB II

STUDI KEPUSTAKAAN

A. Tradisi

Indonesia merupakan negara yang dihuni oleh multietnik yang

tersebar diberbagai wilayah dan kawasan. Masing-masing etnik itu

mempunyai karakter, identitas dan budaya tersendiri pula. Kehadiran

keberagaman itu menjadikan bangsa ini mandiri yang bisa dibangun

dengan kekuatan-kekuatan keberagaman tersebut. Keberagaman dapat

menjadi bernilai positif, apabila didalamnya dibangun sikap tanpa

kebencian antara yang satu dengan yang lain. Oleh karena itu

keberagamantersebut harus dipelihara menjadi satu jalinan hidup yang

tidak terkontaminasi dengan kepentingan superioritas atau skeptis yang

mengecilkan makna-makna kehidupan sosial yang harmonis (Hanani,

2017).

Dalam pemerintahan orde baru masyarakat adat, pemerintahan adat

dan sesuatu yang tumbuh dan berkembang dalam tradisi masyarakat

Indonesia ditiadakan melalui penguatkuasaan undang-undang nomor 5

tahun 1979. Kemudian dengan adanya Otonomi daerah sekarang ini,

undang-undang nomor 5 tahun 1975 tersebut dinyatakan dengan resmi

tidak berlaku lagi. Otonomi daerah menghargai tradisi lokal yang terdiri

daripada keperbagaikan. Tradisi-tradisi lokal dijadikan dasar

pembangunan kembali untuk masyarakat setempat, sebagaimana

7
dijelaskan oleh undang-undang nomor 22 tahun 1999, bahwa pemerintah

mesti menghargai tradisi masyarakat dan memberikan kesempatan pada

masyarakat untuk melaksanakan tradisinya dalam kehidupan sosialnya

sepanjang tradisi itu tidak bertentangan dengan tujuan daripada Negara

Kesatuan Republik Indonesia (Silfia Hanani dan Rahimah Abdul, 2009)

Minangkabau adalah salah satu etnis kelompok di Indonesia yang

mendiami bagian Barat pulau Sumatera. Sebagian besar dari wilayah

Minangkabau, Sumatera Barat telah mengalami kemajuan luar biasa dalam

pers yang ditandai dengan pertumbuhan yang berkembang pesat dan

perkembangan sejumlah besar surat kabar. Dengan demikian,

Minangkabau dapat dianggap sebagai pelopor kemajuan pers dinegeri ini

(Hanani, 2018).

Pengembangan dan modernisasi adalah program pemerintah yang

bertujuan untuk mengubah negara menjadi kondisi yang lebih maju. Sejak

kemerdekaannya pada tahun 1945 telah ada tiga sistem pemerintah yang

menjalankan program-program ini di Indonesia. Dari tahun 1945-1966,

program pembangunan dan modernisasi dijalankan oleh tugas tersebut

pada tahun 1966 hingga mulai terurai pada tahun 1998 (Sefika S.E dan

Santo Benerjee. 2013: 359). Pengembangan tersebutlah yang menjadi

kemajuan bagi masyarakat untuk pers tersebut.

Tradisi adalah sebagian unsur dari sistem budaya masyarakat.

Tradisi juga merupakan suatu warisan berwujud budaya dari nenek

8
moyang yang telah menjalani waktu ratusan tahun dan tetap dituruti oleh

mereka-mereka yang lahir belakangan. Tardisi itu diwariskan oleh nenek

moyang untuk diikuti karena dianggap akan memberikan semacam

pedoman hidup bagi mereka yang masih hidup. Tradisi itu dinilai sangat

baik oleh mereka yang memilikinya, bahkan dianggap tidak dapat diubah

atau ditinggalkan oleh mereka. Tradisi itu sebagian mengandung nilai-nilai

religi terutama di negara-negara Timur jauh, seperti Tiongkok, Thailand,

Jepang, dan teristimewa di Indonesia.

Dengan melaksanakan tradisi itu, mereka mempunyai

pengaharapan dibalik kehidupan yang sekarang. Kalau dikalangan agama,

kita mengenal kehidupan surgawi, maka dialam batin mereka bila tradisi

nenek moyang itu dilaksanakan akan menemukan juga kehidupan yang

demikian itu. Karena itu, tradisi mengandung dua unsur yang langsung

mengena pada kehidupan mereka, yaitu unsur jasmani dan unsur batiniyah

yang berhubungan dengan kepercayaan (Simanjuntak, 2016).

Timbulnya tradisi dalam kelompok manusia atau masyarakat

dianggap baik oleh masyarakat itu sendiri dan itu akan menjadi warisan

terhadap keturunannya. Tradisi-tradisi yang turun-temurun inilah yang

nantinya lahir menjadi sebuah budaya yang menjadi identitas suatu

masyarakat tertentu. Tradisi-tradisi seperti upacara tradisional, tari-tarian,

lagu-lagu, permainan tradisional serta olahraga tradisional seluruhnya

merupakan warisan leluhur yang harus dilestarikan dan dijaga

keberadaannya.

9
Upacara tradisional merupakan salah satu bentuk tradisi yang

sering digunakan sebagai sarana interaksi antara manusia dengan manusia

lainnya maupun antara manusia dengan alam tempat manusia tersebut

tinggal. Upacara adat juga dapat digunakan perantara manusia dengan

sang Pencipta. Pada masyarakat tertentu ada upacara adat yang benar-

benar masih dilaksanakan namun ada juga yang sudah tidak dilaksanakan

atau dengan kata lain pelaksanaanya tidak terlalu sering atau jarang

dilaksanakan. Hal ini tentu didasarkan atas kebutuhan suatu masyarakat

tersebut untuk melaksanakan upacara adat tersebut. Suatu masyarakat

tertentu beranggapan bahwa upacara adat harus dilakukan sesuai dengan

yang diwariskan oleh leluhur mereka dan apabila tidak dilaksanakan maka

masyarakat tersebut akan mendapat musibah. Upacara adat dilaksanakan

ketika suatu masyarakat tertentu membutuhkan dilaksanakannya upacara

adat tersebut (Roybin, 2010).

B. Tolak Bala

Dalam hidup ini manusia menghadapi berbagai persoalan dan

tantangan, seperti gagal panen, bencana alam, penyakit, dan sebagainya.

Manusia tidak bisa lepas dan lari dari persoalan tersebut. Oleh karena itu,

menghadapi dan mencari solusi atau penyelesaian untuk mengatasi

persoalan tersebut harus dilakukan. Ada banyak cara yang dilakukan oleh

manusia, salah satunya berdamai dengan alam melalui pelaksanaan

serangkaian ritual atau upacara. Meskipun manusia berada dalam zaman

yang serba maju dan canggih, namun cara seperti ini tidaklah ditinggalkan

10
sepenuhnya oleh sebagian kelompok masyarakat. Bagi mereka

melaksanakan ritual untuk berdamai dengan alam adalah jalan untuk

mencapai kehidupan yang damai, aman, tenteram, dan sejahtera

(Hasbullah, dkk. 2017)

Tolak Bala Menurut istilahnya terdiri dari dua kata yaitu tolak dan

bala. Tolak berarti penolakan usaha untuk menghindari, menangkal,

sedangkan bala berarti bahaya yang datang tiba-tiba. Jadi tolak bala berarti

usaha untuk menghindari bahaya yang datangnya bukan dari manusia

melainkan makhluk gaib dan kekuatan-kekuatan alam yang

membahayakan ( Fitrisia, 2014).

C. Bulan Ramadhan

Ramadhan adalah bulan yang mulia, bulan yang memiliki

keutamaan yang sangat banyak. Satu bulan yang Allah muliakan dengan

berbagai amalan yang berlipat ganda, diantaranya puasa, shalat tarawih,

sahur, i’tikaf dan sebagainya. Bulan Ramadhan, bulan yang didalamnya

diturunkan permulaan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan

penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda antara yang

haq dan yang bathil. Bulan yang diliputi dengan rahmat, ampunan, dan

pembebasan dari neraka. Awalnya adalah rahmat, tengahnya adalah

ampunan, dan akhirnya adalah pembebasan dari neraka. Pintu-pintu syurga

dibukakan pada bulan tersebut disebabkan oleh banyaknya amal shalih

yang dikerjakan, sekaligus untuk memotivasi umat islam supaya

melakukan kebaikan. Pintu-pintu neraka ditutup disebabkan sedikitnya

11
yang dilakukan oleh orang beriman. Syaitan-syaitan diikat, lalu

dibelenggu, tidak dibiarkan lepas seperti pada bulan-bulan selain

Ramadhan (Muhammad bin Shalih, 2007: 6).

D. Penelitian Yang Relevan

Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini ialah

sebagai berikut:

1. Penelitian Azmi Fitrisia, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri

Padang dengan Judul Penelitian Upacara Tolak Bala Refleksi Kearifan

Lokal Masyarakat Nelayan Kenagarian Painan Kabupaten Pesisir

Selatan Propinsi Sumatera Barat Terhadap Laut. Upacara tolak bala

yang diselenggara-kan masyarakat Kenagarian Painan merupakan

suatu yang penting dan perlu dilestarikan. Karena pada upacara

tersebut tersimpan kekuatan perubahan terhadap nelayan Kenagarian

Painan khususnya dan masyarakat umumnya. Dengan demikian besar

artinya bagi pembangunan.

Ditinjau dari fungsinya secara terperinci upacara tolak bala

mengandung 3 fungsi yaitu fungsi religius, fungsi sosial dan fungsi

ekonomi. Fungsi religius adalah perubahan perilaku terutama norma-

norma sopan santun dan kesusilaan terhadap kekuatan yang berada

diluar dari diri manusia, alam dan sesama manusia. Perubahan perilaku

ini dtujukan kepada seluruh masyarakat Kenagarian Painan baik

masyarakat biasa maupun yang memegang kedudukan. Hal ini ditandai

dengan bunga persembahan yang sama sebagai harapan ber-sama

12
untuk kemakmuran dan kesejahteraan. Fungsi sosial dari upacara tolak

bala adalah media sosial.

Pelaksanaan upacara merangsang interaksi dan komunikasi

harmonis antara masyarakat Kenagarian Painan. Ini telah di-buktikan

dari kegiatan persiapan, hingga pelak-sanaan upacara tolak bala.

Seterusnya, pada aspek ekonomi, upacara tolak bala telah berfungsi

dalam kaitan dengan pola produksi dan konsumsi. Pada pola produksi

diingatkan nelayan tentang tata cara penangkapan ikan yang

mempertimbangkan ekosistem laut. Tidak boleh menggunakan

teknologi yang dapat merusak biota dan mengganggu ekologi laut.

Penggunaan teknologi yang memutus rantai kehidupan ikan harus

dihentikan. Begitu pula, dalam mengambil hasil laut sebatas

kebutuhan. Eksploitasi yang berlebihan akan berdampak negatif

kekuarangan ikan. Seterusnya, untuk pola konsumsi masyarakat

Kenagarian Painan disadarkan pentingnya hidup hemat dan me-

nabung. Karena tidak selamanya hasil tangkapan berlimpah. Dengan

demikian, nelayan harus menjaga keseimbangan pemasukan dan

pengeluaran. Pola konsumsi boros akan menimbulkan petaka.

Persamamaan dengan penelitian ini adalah metode yang

digunakan sama-sama metode penelitian kualitatif, serta juga tentang

tradisi tolak bala, namun fokus penelitian dan lokasi penelitian itu

berbeda.

13
2. Penelitian Hasbullah, Toyo, dan Awang Azman Awang Pawi,

Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Indonesia.

Universiti Malaya, Malaysia. Dengan judul penelitian ritual tolak bala

pada masyarakat melayu (kajian pada masyarakat petalangan

kecamatan pangkalan kuras kabupaten pelalawan).

Ritual tolak bala merupakan suatu tradisi yang sudah

berlangsung sejak lama di masyarakat Petalangan dan tetap

dipertahankan hingga saat sekarang. Ritual ini dilakukan dengan

tujuan untuk menolak bala atau bencana, baik secara pribadi maupun

kampung. Ritual tolak bala juga disebut sebagai kegiatan memelihara

dan mengobati kampung.

Di daerah lain di Provinsi Riau ada yang menyebut dengan

menyemah kampung. Masyarakat Petalangan mempercayai bahwa

seluruh makhluk di dunia ini ada yang menjaga atau yang menjadi

pelindungnya yang disebut dengan okuan. Makhluk halus tersebut ada

yang berkarakter baik dan ada yang buruk. Oleh karena itu, agar

masyarakat dapat hidup dengan tenang dan damai serta terhindar dari

berbagai bencana, maka mereka harus menjalin hubungan yang

harmonis dengan makhluk makhluk halus tersebut.

Ritual tolak bala merupakan bentuk sinkretisme agama, yang

terdiri dari ajaran Islam, Hindu, animisme dan dinamisme. Sinkretisme

ini diwujudkan dalam bentuk kenduri tolak bala, di mana di dalam

acara kenduri tersebut seluruh unsur ini menyatu sedemikian rupa.

14
Maka tidak heran yang terlibat di dalam kegiatan ini adalah ustadz dan

juga dukun. Unsur Islam dimasukkan sebagai bentuk peralihan agama

masyarakat Petalangan yang sebelumnya menganut animisme dan

dinamisme atau juga mungkin Hindu dan Budha. Mereka belum dapat

meninggalkan kepercayaan lama secara sepenuhnya, sehingga unsur

Islam ditempelkan dalam acara tersebut. Fenomena ini menjelaskan

bahwa ritual tolak bala merupakan hasil dari akulturasi antara Islam

dengan kepercayaan lama yang terdapat pada masyarakat Petalangan.

Persamamaan dengan penelitian ini adalah metode yang

digunakan sama-sama metode penelitian kualitatif, serta juga tentang

tradisi tolak bala, namun fokus penelitian dan lokasi penelitian itu

berbeda.

E. Teori

Teori yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah Teori

Interaksionisme Simbolik dan tyang mana teori ini juga memiliki berapa

tokoh pemikir dalam teorinya. Teoretisi Interaksionisme Simbolik adalah

memusatkan perhatian terutama pada dampak dari makna dan simbol

terhadap tindakan dan interaksi manusia. Disini akan bermanfaat

menggunakan pemikiran mead yang membedakan antara perilaku lahiriah

dan perilaku tersembunyi. Perilaku tersembunyi adalah proses berpikir

yang melibatkan simbol dan arti. Sedangkan perilaku lahiriah adalah

perilaku sebenarnya yang dilakukan oleh seorang aktor. Beberapa perilaku

15
lahiriah tidak melibatkan perilaku tersembunyi (perilaku karena kebiasaan

atau tanggapan tanpa pikir terhadap rangsangan eksternal). Tetapi,

sebagian besar tindakan manusia melibatkan kedua jenis perilaku itu.

Perilaku tersembunyi menjadi sasaran perhatian utama teoretisi

Interaksionisme simbolik, sedangkan perilaku lahiriah menjadi sasaran

perhatian utama teoretisi teori pertukaran atau penganut behaviorisme

tradisional pada umumnya. Interaksionisme simbolik dapat diringkas

dengan prinsip dasar berikut:

1. Tidak seperti binatang, manusia dibekali kemampuan untuk

berpikir

2. Kemampuan berpikir dibentuk oleh interaksi sosial

3. Dalam interaksi sosial , manusia mempelajari makna dan simbol

yang memungkinkan mereka menggunakan kemampuan berpikir

mereka yang khusus itu.

4. Makna dan simbol memungkinkan manusia melakukan tindakan

khusus dan berinteraksi

5. Manusia mampu mengubah arti dan simbol yang mereka gunakan

dalam tindaakan dan interaksi berdasarkan penafsiran mereka

terhadaap situasi

6. Manusia mampu memodifikasi dan mengubah sebagian, karena

kemampuan mereka berinteraksi dengan diri mereka sendiri yang

memungkinkan mereka menguji serangkaian peluang tindakan.

16
7. Pola aksi dan interaksi yang saling berkelindan akan membentuk

kelompok dan masyarakat (George Ritzer, 2014: 277)

Berkaitan dengan penelitian ini yang mana Berhubungan dengan

ritual dan kompromistik antara adat dan agama, Clifford Geertz

berpendapat bahwa agama merupakan sebuah sistem simbol-simbol yang

berlaku untuk menetapkan suasana hati dan motivasi-motivasi yang kuat,

yang meresapi dan yang tahan lama dalam diri manusia dengan

merumuskan konsep-konsep mengenai suatu tatanan umum eksistensial

dan membungkus konsep-konsep ini dengan semacam pancaran

faktualitas, sehingga suasana hati dan motivasi itu tampak realitas (M.

Tahir Sapsuha, 2013: 26).

Geertz menawarkan konsep kebudayaan yang sifatnya interpretatif,

yaitu sebuah konsep semiotik, di mana Geertz melihat kebudayaan sebagai

suatu teks yang perlu diinterpretasikan maknanya daripada sebagai suatu

pola perilaku yang sifatnya kongkrit. Dalam usahanya untuk memahami

kebudayaan, ia melihat kebudayaan sebagai teks sehingga perlu dilakukan

penafsiran untuk menangkap makna yang terkandung dalam kebudayaan

tersebut. kebudayaan dilihatnya sebagai jaringan makna simbol yang

dalam penafsirannya perlu dilakukan suatu pendeskripsian yang sifatnya

mendalam (thick description).

Geertz secara jelas mendefinisikan kebudayaan adalah suatu sistem

makna dan simbol yang disusun. Dalam pengertian di mana individu-

individu mendefinisikan dunianya, menyatakan perasaannya dan

17
memberikan penilaian-penilaiannya suatu pola makna yang ditransmisikan

secara historis diwujudkan di dalam bentuk-bentuk simbolik melalui

sarana di mana orang-orang mengkomunikasikan, mengabadikannya, dan

mengembangkan pengetahuan dan sikap-sikapnya ke arah kehidupan;

suatu kumpulan peralatan simbolik untuk mengatur perilaku, sumber

informasi yang ekstrasomatik. Karena kebudayaan merupakan suatu

sistem simbolik, maka proses budaya haruslah dibaca, diterjemahkan, dan

diinterpretasikan ( Nasruddin, 2011).

F. Kerangka Konseptual
nenek moyang
(orang terdahulu)

keluarga masyarakat

kebiasaan

Tradisi

Nilai-nilai dan
bermakna
norma

18
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan sebuah penelitian deskriptif dengan

pendekatan kualitatif. Tentang metode penelitian kualitatif, Creswell

mendefenisikannya sebagai suatu pendekatan atau penelusuran untuk

mengeksplorasi dan memahami suatu gejala sentral. Untuk mengerti

gejala sentral tersebut peneliti mewawancarai peserta penelitian atau

partisipan dengan mengajukan pertanyaan yang umum dan agak luas.

Informasi yang disampaikan oleh partisipan kemudian dikumpulkan.

Informasi tersebut biasanya berupa teks atau kata, dan data yang berupa

teks tersebut kemudian dianalisis. Hasil analis itu dapat berupa

penggambaran atau deskripsi atau dapat pula dalam bentuk tema-tema.

Dari data-data itu, peneliti membuat interpretasi untuk menangkap arti

yang terdalam.

Hasil akhir dari penelitian kualitatif dituangkan dalam bentuk

laporan tertulis. Laporan tersebut agak fleksibel karena tidak ada

ketentuan baku tentang struktur dan bentuk laporan hasil penelitian

kualitatif. Penelitian kualitatif sangat dipengaruhi oleh pandangan,

pemikiran, dan pengetahuan peneliti karena data tersebut

diinterpretasikan oleh peneliti. Oleh karena itu, sebagian orang

menganggap penelitian kualitatif agak bias karena pengaruh dari peneliti

sendiri dalam analisis data (J.R. Raco, 2010).

19
Penelitian kualitatif berlandaskan pada filsafat positivisme, karena

digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah (sebagai

lawannya eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai sebagai instrumen

kunci, pengambilan sapel sumber data dilakukan secara purposive dan

snowball, teknik pengumpulan dengan trianggulasi (gabungan), analisi

data bersifat induktif/kualitatif dan hasil penelitian kualitatif lebih

menekankan makna dari pada generalisasi. Penelitian kualitatif banyak

digunakan dalam bidang sosial. Penelitian kualitatif merupakan suatu

penelitian yang hasilnya tidak boleh melalui prosedur statistik atau

metode kuantifikasi yang lain.

Penelitian kualitatif memiliki beberapa karakteristik yang diperoleh

dari merupakan kesimpulan dari beberapa para ahli:

1. Penelitian kualitatif memiliki latar ilmiah dengan sumber

data yang langsung dan instrumen kuncinya adalah

penelitinya.

2. Penelitian kualitatif bersifat deskriptif

3. Penelitian kualitatif bekerja dengan fokus pada proses dan

hasil merupakan keniscayaan

4. Penelitian kualitatif dalam cara analisis datanya dilakukan

secara induktif

5. Penelitian kualitatif menjadikan makna sebagai yang

esensial

20
6. Penelitian kualitatif menjadikan fokus studi sebagai batas

penelitian

7. Penelitian kualitatif desain awalnya bersifat tentatif dan

verifikatif

8. Penelitian kualitatif menggunakan kriteria khusus untuk

ukuran keabsahan data

9. Penelitian kualitatif untuk kepentingan grounded theory

Selain karakteristik, penelitian kualitatif memiliki tujuan

yaitu :

1. Menggambarkan dan mengungkapkan

2. Menggambarkan dan menjelaskan

Menurut Nasution bahwa penggunaanpendekatan kualitatif

adalah untuk menghasilkan grounded theory, yaitu pendekatan

kualitatifyang awalnya dikembangkan oleh Glaser dan Strauss

tentang teori minat terhadap fenomena (Albi A dan Johan S,

2018: 8).

B. Latar Penelitian

Latar dari penelitian ini ialah merupakan tempat dimana tradisi

ini terjadi. Adapun latar terjadinya tradisi ini ialah disebuah jorong

yang bernama Batang Biyu, jorong ini berada disebuah kenagarian

lingkuang aua Kabupaten Pasaman Barat Kecamatan Pasaman dan

Provinsi Sumatera Barat. Jorong Batang Biyu merupakan salah satu

daerah bagian dari wilayah tersebut, jorong ini juga memiliki beberapa

21
daerah dan salah satunya ialah Batang Biyu. Jorong Batang Biyu ini

dihuni oleh masyarakat yang juga banyak penduduknya, dan dimana

penduduknya hidup dengan berbagai buya didalamnya dan yang salah

satunya ialah Tradisi Tolak Bala. Tradisi ini dilakukan ketika hendak

memasuki bulan Ramadhan, serta dilakukan oleh seluruh kaum laki-

laki diwilayah tersebut kecuali anak kecil dan halangan yang lainnya

penting.

C. Instrumen Penelitian

Instrumen atau alat yang digunakan dalam penelitian ini ialah

Wawancara. Wawancara merupakan cara pengumpulan data dengan

bertanya langsung kepada objek yang kita teliti atau yang kita amati.

Wawancara dapat pula kita lakukan pada pihak lain diluar objek yang

kita amati yang dianggap mampu memberikan informasi tentang apa

yang sedang kita amati.

D. Teknik Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

menggunakan analisis deskriptif dengan model analisis interaktif dari

Miles dan Huberman, yaitu

1. Reduksi data (data reduction), diartikan sebagai proses memilah

2. Penyajian data (data display), diartikan sebagai proses pemaparan

3. Verifikasi (Verification), diartikan sebagai proses membuat

kesimpulan

22
DAFTAR PUSTAKA
Ercetin Sule, dan Banerjee Santo. 2013. Chaos, Complexity and
Leadership. Malaysia. Institute for Mathematical Research.
Fitrisia Azmi. 2014. “Upacara Tolak Bala Refleksi Kearifan Lokal
Masyarakat Nelayan Kenagarian Painan Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi
Sumatera Barat Terhadap Laut”. Humanus. Vol. XIII No. 1 Universitas Negeri
Padang.
Hanani, Silfia.2017. “studi Negosiasi Kultural Yang Mendamaikan
Antaretnik dan Agama dikota Tanjung Pinang”. Episteme. Vol 12. No 1. IAIN
Bukittinggi.
Hanani, Silfia. 2018. Koran wanita AS MINANGKABAU FEMINIS
GERAKAN MELAWAN Marjinalisasi di Indonesia.GJAT. Vol 8. Edisi 2. Negara
Islam Institut Bukittinggi Bukittinggi.
Haryanto, Sindung. 2015. Sosiologi Agama Dari Klasik Hingga
PostModern. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA.
Koentjaraningrat. 2004. Pengantar Antropologi. Jakarta: PT RINEKA
CIPTA.
Nasruddin. 2011. “Kebudayaan dan Agama Jawa dalam Perspektif
Clifford Gerrtz”. Jurnal Studi Agama-agama. Vol . No 1. IAIN Sunan Ampel
Surabaya.
Ritzer, George. 2014. Teori Sosiologi Modern. Jakarta:
PRENADAMEDIA GROUP.
Roibin. 2010. “Agama dan Budaya: Relasi Konfrontatif atau
Kompromistik”. Jurnal Hukum dan Syariah. Vol I. No 1. UIN Maliki Malang.
Sapsuha, Tahir. 2013. Pendidikan PascaKonflik. Yogyakarta: PT LkiS
Printing Cemerlang.
Shalih, bin Muhammad. 2007. Majelis Bulan Ramadhan. Jakarta: Pustaka
Imam Asy-Syafi’i.
Silfia Hanani, dan Susi Ratna Sari. 2018. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar.
Bukittinggi: Suci Percetakan dan Photocopy.

23
Silfia Hanani dan Rahimah Abdul Aziz. 2009. Rekonstruksi dan Usaha
Penyelamatan Tradisi Lokal Era Pasca Sentralisme di Indonesia. Geografia. Vol
5. No 2. Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam Bukittinggi, Sumatera Barat,
Indonesia, Pusat Pengajian Sosial, Pembangunan Dan Persekitaran, Fakultas Sains
Sosial Dan Kemanusiaan, Universiti Kebangsaan Malaysia.
Simanjuntak Bungaran Antonius. 2016. Tradisi, Agama dan Akseptasi
Modernisasi pada Masyarakat Pedesaan Jawa. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia.
Sudiarja. 2006. Agama di Zaman yang Berubah. Yogyakarta: Kanisius.
Upe, Ambo. 2010. Tradisi Aliran Dalam Sosiologi dari Filosofi
Positivistik ke Post Positivistik. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Wahyuni. 2018. Agama dan Pembentukan Struktur Sosial. Jakarta:
PRENADAMEDIA GROUP.

24

Anda mungkin juga menyukai