Fauzi Ismail
Dosen Tetap pada Fakultas Adab dan Humaniora
Universitas Islam Negeri Ar-Raniry
Banda Aceh - Indonesia
E-mail: fauziismail@ar-raniry.ac.id
Abstract: The harmony of religious life has a strong foundation in the life of society, whether historically
empirical, ideological, constitutional, operational, or theologies and cultural. This is a strong capital to foster
and foster harmony as a condition for the realization of unity in society. This paper attempts to explain the
process of social interaction in community life in the sub-district of Lawe Sigala-Gala where a harmonious
interrelationship between Muslim and non-Muslim communities has long been happening in their lives. Based
on this fact has created harmonious harmony between the two followers of the religion.
Abstrak: Kerukunan hidup umat beragama telah memiliki landasan yang kuat dalam kehidupan masyarakat,
baik secara histories empiric, idiologis, konstitusi, operasional, maupun secara theologies dan kultural. Hal
ini merupakan modal yang kuat untuk memupuk dan membina kerukunan sebagai syarat untuk terwujudnya
persatuan dalam masyarakat. Tulisan ini mencoba menjelaskan proses interaksi sosial dalam kehidupan
masyarakat di kecamatan Lawe Sigala-Gala di mana suatu hubungan timbal balik yang harmonis sasama
warga masyarakat muslim dan non muslim yang telah lama terjadi dalam kehidupan mereka. Berdasarkan
kenyataan ini telah melahirkan kerukunan yang harmonis antar kedua pemeluk agama tersebut.
dilakukan bagi masyarakat di Indonesia, berbasis agama. Fenomena yang lain yang
karenan bangsa Indonesia merupakan bangsa menonjol dalam kontek kehidupan pluralitas
yang pluralitas yang terdiri bermacam etnis, agama adalah persoalan agama mayoritas dan
suku, bahasa dan agama yang merupakan minoritas apakah kaum minoritas dimarginal
kenyataan dan sekaligus kurnia Allah SWT. dalam pengambilan keputusan, atau mereka
Oleh karenanya kerukunan atau toleransi hanya bersifat partisiatif. Dapatkah mereka
yang harus dijunjung tinggi, karena sering hidup berkembang dengan memberikan jarak
ditemukan kasus memakai kedok agama pada garis demokrasi yang dalam antara minoritas
hal munculnya kasus tersebut berawal dari dan agama mayoritas dan bisakah masyarakat
kecemburuan social dan ketimpangan social hidup dalam berbagai aktifitas jika ada sekat-
ekonomi masyarakat. sekat pemisah jika ada kelompok yang lain atau
antara suatu agama dengan agama yang lain.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas,
daerah Aceh juga terdapat suatu ketetapan Berkenaan dengan hal tersebut di atas
sebagaimana tersebut dalam Undang-Undang Al-Faruqi1 menjelaskan sikap tidak saling
nomor 44 tahun 1999 pasal 4 disebutkan menghargai antara sesama pemeluk agama
bahwa ayat (1) penyelenggraan kehidupan akan menyebabkan disharmonis yang bisa
beragama di daerah diwujudkan dalam saja menimbulkan konflik, sedangkan sikap
bentuk pelaksanaan Syari’at Islam bagi saling menghormati akan menimbulkan suatu
pemeluknya dalam bermasyarkat, ayat (2) kerukunan (kerjasama) yang harmonis. Untuk
daerah mengembangkan dan mengatur mereduksi sikap disharmonis kepada tahapan
penyelenggaraan kehidupan beragama kehidupan relasional yang komunikatif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan dan eksistansial tersebut, Karl Jespers 2
tetap menjaga kerukunan hidup antar umat mengatakan bahwa kehidupan sosial dalam
beragama. Mendekati jumlah mayoritas, keterbukaan diri dengan orang lain merupakan
terutama di daerah yang berbatasan langsung penerangan eksistensi. Hal ini bisa dicapai oleh
dengan Provinsi Sumatra Utara seperti manusia apabila telah membuka diri dengan
Kabupaten Aceh Tenggara khususnya di orang lain. Richard N. Bender 3 menyebutkan
kecamatan Lawe Sigala-Gala. manusia akan bermakna kehidupannya ketika
beriteraksi dengan pribadi-pribadi yang lain.
Pluralitas agama yang ada di Kecamatan
Lawe Sigala-Gala apakah telah terjadi Sehubungan dengan toleransi atau
hubungan dan interaksi sosial keagamaan kerukunan antar umat beragama telah banyak
terhadap kehidupan bersama ataukah selama penelitian dilakukan, seperti “Rumah Benteng
ini terjadi kleim kebenaran suatu agama yang
menganggap dirinya paling benar dari agama Ismail Rajial-Faruqi, Trialogue of the
1
dan berlaku terhadap orang lain (beragama lain) Kepala SMP HKBP Kristen Protestan Desa Lawe
yang tidak memerangi kamu karena agama dan Sigala-Gala Barat, tanggal 16 Mei 2015.
tidak pula mengusirmu. Terdapat juga dalam Q.S 9
Coffey dkk, Human relation law enforcemen in
Alhujarat; 13, yang penekanannya umat Islam change community, American Book Company, New
untuk saling kenal-mengenal satu sama lain. York, 1971, hal. 69.
hal ini terjadi karena sifat dasar dari situasi dianggap sah dengan mengikat peran serta
sosial, berlakunya norma sosial, kepribadian manusia itu sendiri. Lembaga yang komplek
manusianya kondisi kejiwaan yang tetap kini secara keseluruhan merupakan suatu
atau sering juga terjadi karena bagaimana sistem dimana setiap bagian saling tergantung
seseorang manfasirkan situasi. dengan lainnya, sehingga perubahan salah
satu bagian akan mempengaruhi bagian yang
Dinamika tersebut dapat dilihat melalui
lain dan pada akhirnya mempengaruhi kondisi
pendekatan teori sistem yang menjelaskan
sistem keseluruhan.12
bahwa masyarakat adalah sebuah system
yang pada hakikatnya saling berkaitan atau Dalam hal ini agama merupakan salah satu
hubungan sebagai sebuah kehidupan sosial. bentuk prilaku manusia yang telah terlembaga.
Shorde 10 menjelaskan bahwa suatu sistem Oleh karenanya penelitian ini mencoba
adalah serangkaian bagian-bagian yang mengkaji sejauh mana sumbangan dan peran
saling berhubungan, bekerjasama dengan masing-masing komplek kelembagaan ini
bebas dan bersama-sama dalam pencapaian dalam mempertahankan sistem. Karena
tujuan utama dalam suatu lingkungan yang setiap agama pembawa kedamaian dalam
komplek. Berkaitan dengan hal tersebut Davis keselarasan hidup, bukan saja antar manusia
11
menyebutkan sikap dan kondisi masyarakat tapi juga sesama makhluk ciptaan manusia
tidaklah sama pada setiap daerah. Hal ini Tuhan. Namun dalam tatanan historisnya misi
sangatlah tergantung pada pengaruh kultur agama tidak selalu artikulatif, selain sebagai
dan subkultur yang mewarnai prilaku sosial alat pemersatu sosial, agamapun sering
masyarakatnya. sebagai pemacu konflik. Bekaitan dengan
tersebut kenyatannya sekarang bagaimana
Interaksi yang terjadi antara masarakat
realitas itu bisa memicu para pemeluk
muslim dan non muslim di Kecamatan Lawe
agama untuk merefleksikan kembali ekspresi
Sigala-Gala telah membawa pengaruh yang
keberagamannya yang sudah sekian mentradisi
sangat besar dalam kehidupan masyarakat
dalam kehidupan masyarakat. Dalam hal
dan telah melahirkan toleransi yang sangat
tersebut Nurcholis Majid 13 menyebutkan
harmonis membawa pengaruh yang sangat
bahwa salah satu yang menjadi problem
besar dalam kehidupan masyarakat. Hal ini
besar dalam kehidupan beragama dewasa
juga dapat dikaji melalui pendekatan teori
ini yang ditandai oleh kenyataan pliralisme,
struktural fungsional sebagai acuan yang
adalah bagaimana teology suatau agama
memandang masyarakat sebagai suatu lembaga
mendefnisikan diri ditengah-tengah agama
sosial yang berada dalam keseimbangan yang
lain, what shoul one think about religion other
memulakan kegiatan manusia berdasarkan
than ous ? dengan semakin berkembangnya
norma-norma yang dianut bersama dan
10
Shorde (dalam Usman Pelly), teori social Thomas F.O ‘Dea, The sociology of religion,
12
budaya, Proyek Pembinaan Mutu Tenaga Terj. Tim, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hal.
Kependidikan, DIKTI, 1994, hal. 140. 221.
11
Davis, Kingsley, Human cocity, The Macmilan 13
Nurcholis Majid, Agama dan Masyarakat, CV.
Company, New York, 1980, hal. 68. Akademika Pressindo, Jakarta, 1986, hal. 154.
pemahaman mengenai pluralisme agama di kalangan anak-anak pada jam 8-9 pagi,
berkembanglah suatu paham teologoa remaja 9-10 sedangkan dewasa jam 10-12.30
religionum. Paham ini menekankan semakin dan acara uikumena yaitu acara natal yang
pentingnya dewasa ini untuk berteologi dalam diadakan tiga tahun sekali sekabupaten, kalau
konteks agama artinya bagaimana kita harus diadakan di Gereja tidak muat maka diadakan
mendifinisikan di tengah agama-agama lain di lapangan dalam acara ini dipilih juara I, II
yang juga eksis. dan juara III.16
Bulon (65 th) Tokoh masyarakat Kristen Protestan Pengurus Gereja Khatolik Desa Lawe Sigala Barat,
Desa Lawe Loning I, tanggal 13 Mei 2015 dan hasil tanggal 16 Mei 2015
wawancara dengan Rahidin, S.Ag (43 th) Kepala 17
Wawancara dengan Tgk. Rusli (52 th) Imuem
MIN Lawe Sigala-Gala, tanggal, 14 Mei 2015. Mesjid Darul Aman Desa Loning, tanggal 18 Mei
15
Wawancara dengan Beria Sihombing (46 th) 2015 dan hasil wawancara dengan Muhammad
Kepala SMP HKBP Kristen Protestan Desa Lawe Sasa (50 th) Imum Mesjid al-Muttaqin Desa Lawe
Sigala Barat, tanggal 16 Mei 2015 Sigala Barat, tanggal,19 Mei 2015.
makanan orang Islam atau kami kasih beras perkawinan orang Kristen, orang Islam juga
dan ayam untuk dimasak sendiri, sehingga turut membantu.20
mereka tidak makan makanan yang kami
potong di sini. Kami tetap menjaga norma
agama yang berlaku bagi agama Islam.18 2. Faktor Penyebab Keharmonisan
Toleransi Antar Umat Beragama
Demikian juga dengan orang Islam, dimana
masyarakat yang beragama Islam juga saling Keanekaragaman suku, agama dan
membutuhkan karena banyak diantara orang adat istiadat telah merupakan suatu
Islam yang kawin dengan orang Kristen tetapi kenyataan yang harus kita terima, namun
harus diislamkan terlebih dahulu. Disamping dalam keanekaragaman tersebut sering
itu juga bila orang Islam mengadakan pesta terjadi kerawanan-kerawanan yang dapat
tetap mengundang mereka yang baragama memunculkan konflik demi kepentingan
Kristen tapi mereka kalau makan tetap antar kelompok yang berbeda-beda tersebut.
bersama karena mereka makanan orang Islam Berkaitan dengan kerangka kerukunan hidup
sangat diminati. Kalau ada gotong royong juga antar umat beragama atau disebut dengan
saling bahu membahu secara bersama-sama toleransi disumsikan bahwa hal ini akan
sehingga Islam dan Kristen dalam kancah terwujud bilamana disumsikan bahwa jika
sosial tidak menampakkan perbedaan agama masing-masing umat beragama tersebut
karena hal ini dibenarkan dalam agama kita.19 bergerak sendiri-sendiri mengembangkan
agamanya sendiri tanpa melihat lingkungan
Adapun kegiatan yang dilakukan bersama-
masyarakatnya, sehingga tidak mustahil akan
sama antara orang Kristen dan Islam adalah
terjadi benturan atau konflik antar umat
lebih kepada kegiatan yang bersifat sosial
beragama lainnya.
budaya, seperti : gotong royong membersihkan
lingkungan dan persiapan peringatan hari Sekarang ini kita hidup dalam suatu
ulang tahun kemerdekaan. Kegiatan-kegiatan zaman dimana kerukunan tidak dapat
lain yang dilakukan bersama-sama seperti perlu dilaksnakan. Pertama kita tiak hidup
acara pesta perkawinan, apabila kegiatan dalam masyarakat tertutup yang dihuni
tersebut dilakukan orang Islam, maka oleh satu golongan pemeluk agama yang
orang Kristen juga dilibatkan untuk saling sama, tetapi dalam masyarakat modern
membantu dan sebaliknya apabila ada pesta dimana komunikasi dan hidup bersama
dengan golongan beragama lain tidak demi
18
Wawancara dengan T. Tobing (59 th) tokoh kelestarian dan kemajuan masyarakat kita
adat Kristen Protestan Desa Lawe Loning, tanggal
16 Mei 2015 dan Wawancara dengan Ompuluter sendiri. Dengan kata lain kita hidup dalam
Tompu Bulon (65 th) Tokoh masyarakat Kristen Masyarakat plural baik kepercayaan maupun
Protestan Desa Lawe Loning I, tanggal 13 Mei 2015.
19
Wawancara dengan Tgk. Rusli (52 th) Imuem Wawancara dengan Tibul Lembon Torowen
20
Mesjid Darul Aman Desa Loning, tanggal 18 Mei (55 th) Tokoh masyarakat Kristen Protestan Desa
2015 dan hasil wawancara dengan Muhammad Kuta Tengah, tanggal 14 Mei 2015 dan juga hasil
Sasa (50 th) Imum Mesjid al-Muttaqin Desa Lawe wawancara dengan A. Seregar (47 th) Pastur Gereja
Sigala Barat, tanggal,19 Mei 2015. Protestan Desa Lawe Loning I, tanggal, 13 Mei 2015
agama mempunyai aturan yang sama yaitu sering belum siap menerima perubahan yang
untuk saling menghormati dan menghargai sangat cepat, sehingga dalam interaksi sosial
pada orang lain, dan juga semua agama terutama kelompok pendatang yang berbeda
terdapat kebebasan dalam menganut agama agama, suku dan pandangan sering terjadinya
sesuai dengan keyakinannya. Oleh karena konflik kecil (tertutup). Hal ini disebabkan
itulah dalam masyarakat Lawe Sigala-Gala para pendatang biasanya lebih siap dalam
khusunya di desa Lawe Loning I mereka saling menghadapi perubahan dibandingkan
hormat menghormati antar sesama warga masyarakat lokal. Oleh karenanya sebagai
walaupun berbeda agama dan keyakinannya. upaya menghindari hal tersebut diciptakan
dan menggalang solidaritas kebersamaan
Faktor lain yang menyebabkan kerukunan
antar warga dan difungsikan identitas suku
antar warga masyarakat yaitu adanya
dengan berbagai upaya yang ditempuh untuk
peraturan yang telah disepakati bersama,
terwujudnya kerukunan (kerjasama) dan
misalnya diatur bahwa masyarakat Lawe
menghindarinya pertentangan.
Sigala-Gala baik Islam maupun Kristen
diberikan kebebasan untuk melaksanakan Interaksi sosial sebagai proses saling
upacara keagamaan masing-masing. Antara berhubungan antar sesama masyarakat
umat Islam dan Kristen dalam mengadakan muslim dan non muslim telah terjadi begitu
upacara, walapun pelaksanaannya dalam watu lama dalam kehidupan masyarakat. Dari
yang berbeda untuk tidak saling mengganggu kenyataan terlihat bahwa proses tersebut
antara satu sama lain. 23 telah melahirkan kerukunan yang harmonis
antar kedua pemeluk agama tersebut, dan
Berdasarkan pengamatan di kalangan
telah membawa pengaruh yang sangat besar
masyarat Kecamatan Lawe Sigala-Gala, bahwa
dalam kehidupan masyarakat dan telah
keharmonis antar umat beragama sebagai
terbentuk suatu keakraban dan kebersamaan
wujud dari kerukunan hidup umat beragama
antar sesama warga msyarakat. Realitas
dari masing-masing komunitas masyarakat,
kelembagaan maupun perekat kerukunan
nampak serasi dan rukun dan saling tolong
antar umat beragama di Kecamatan Lawe
menolong dan saling menghormati sesamanya
Sigala-Gala yang jumlah penduduknya 15 ribu
dengan penuh ikatan persaudaraan. Hal
jiwa dengan berbagai penganut agama dan
tersebut telah menciptakan institusi atau
multi aliran keagamaan telah membentuk
tradisi yang mampu meredam terjadi konflik
masyarakatnya yang hitrogenitas budaya dan
antara umat beragama. Namun ada juga
prilaku merupakan cerminan dari toleransi
sebagian kecil masyarakat terutama tinggal di
antar umat beragama.
pedalaman biasanya dalam kapasitas homogen,
suku dan agama yang relative masih tertutup, Di kalangan masyarakat Kecamatan Lawe
Sigala-Gala, kerukunan hidup yang harmonis
23
Wawancara dengan A. Seregar (47 th) Pastur
Gereja Protestan Desa Lawe Loning I, tanggal, 13
antar umat Islam dan Kristen terwujud antara
Mei 2015 dan hasil Wawancara dengan Ompuluter lain karena mereka hidup dilingkungan
Tompu Bulon (65 th) Tokoh masyarakat Kristen pedesaan yang sama pengalaman hidup dan
Protestan Desa Lawe Loning I, tanggal 13 Mei 2015.
tantangan alam yang sama pula. Berkaitan keharmonisan antar kehidupan beragama
dengan hal ini masyarakat terdapat suatu secara utuh, Karena masih ada hambatan-
kesepakatan dalam kehidupan bersama hambatan dan penyebab utama bukan
untuk saling menghargai dan menghormati karena inti ajaran yang bersifat intoleran
sesamanya dan adanya kebebasan bagi setiap dan eksklusif tetapi lebih banyak ditentukan
umat beragama dalam melaksanakan upacara dan dikondisikan oleh sosial politik yang
keagamaan masing-masing. Hal ini dapat melingkari komunitas umat berbagai tempat.
dilihat bahwa antara umat Islam dan Kristen Demikian juga untuk mencari titik temu dalam
dalam mengadakan upacara dalam waktu kehidupan masyarakat terutama tentang
yang berbeda antara satu sama lainnya tidak toleransi antar kehidupan umat beragama
saling mengganggu. diperlukan suatu etika dan ini sebagai faktor
utama untuk bisa terciptanya interaksi sosial
Hal lain yang mempengaruhi terwujudnya
yang harmonis antar umat beragama dalam
toleransi antara umat beragama berjalan
suatu komunitas masyarakat secara umum.
harmonis dalam masyarakat Lawe Sigala-Gala,
Menurut teori system bahwa masyarakat
disebabkan sudah lama terikat oleh tradisi
adalah sebuah sistem sosial yang dalam
yang turun menurun, dimana tradisi tersebut
komunitas masyarakat saling berhubungan
tertanam rasa kebersamaan dalam berbagai
dan membutuhkan sesamanya, dan
aspek kehidupan masyarakat terutama dalam
hubungan tersebut tidak saja menghasilkan
bidang sosial budaya, seperti terbentuklah
kebersamaan dan keuntungan, tetapi juga
suatu ikatan pesaudaraan dan kekerabatan
sering menyebabkan pertentangan.
yang kuat, dan saling tolong menolong
dalam berbagai hal dan kegiatan dan selalu Berkaitan dengan hal tersebut dari
menghindari pertentangan dan permusuhan beberapa informan menyatakan bahwa
sesamanya. Kerukunan antar umat beragama toleransi atau kerukunan antar umat
ini terwujud menurut beberapa informan beragama terjadi melalui proses intaraksi
menjelaskan antara umat Islam dan Kristen sosial utuk melahirkan kebersamaan, kesatuan
saling bekerjasama dan tolong menolong dan dan kerjasama antar warga. Namun sering
yang lebih penting lagi adalah saling meghargai dari proses tersebut terjadi perselisihan
sesama warga masyarakat dan bahkan pemahaman yang menyebabkan konflik dan
menganggap saling merasa bersaudara.24 yang perlu dihindari adalah konflik terbuka dan
sering menyebabkan kerusuhan massal dan
Dari hasil pengamatan secara keseluruhan
hal ini sering menghancurkan system sosial
aktifitas keagamaan Di Kecamatan Lawe
dalam masyarakat. 25 Lebih lanjut dikatakan
Sigala-Gala telah memberikan kecerahan
bahwa konflik bersifat tertutup akan selalu
akan tetapi secara realita belum bisa terjamin
terjadi setiap saat dalam setiap interaksi social
24
Wawancara dengan Tibul Lembon Torowen dalam masyarakat. Hal ini tidak bisa dihindari
(55 th) Tokoh masyarakat Kristen Protestan
Desa Kuta Tengah, tanggal 14 Mei 2015 dan hasil Budiyono
25
HD, Membina Kerukunan
wawancara dengan Tgk. Rusli (52 th) Imuem Mesjid Hidup Antar Umat Beragama, Yayasan Kanisius,
Darul Aman Desa Loning, tanggal 18 Mei 2015. Yokyakarta, 1983, hal. 221
konflik kecil (tertutup) maupun besar yang menjadi potensi dan hambatan dalam
(terbuka) antara dua kelompok tersebut. Para mewujudkan kerukunan antar umat beragama
pendatang biasanya sudah lebih siap dalam di suatu deerah. Dalam usaha untuk bisa
menghadapi perubahan, sedangkan penduduk terlaksana semua itu sangat tergantung pada
local biasanya kurang siap dalam menerima pemahaman terhadap ajaran yang dianutnya.
perubahan, oleh karenanya sebagai upaya Kebijaksanaan itu berupa sikap terhadap
mekanisme perahanan diri dari ancaman pemelukan agama yaitu “semua agama
keberadaannya, mereka bereaksi dengan baik, hanya satu yang terbaik itulah yang
ancaman menolak perubahan-perubahan saya anut” semua agama baik artinya setiap
tersebut, menolak kehadiran pendatang dan penganut agama harus menaruh rasa hormat
untuk menggalang solidaritas, diaktifkanlah pada semua agama yang dianaut karena
suku dan atau agama mereka yang biasanya agama dianuutnya itu adalah ciptaan tuhan
berbeda dengan suku atau agama pendatang. meskipun setiap orang hanya menganut satu
agam anumun gama yang tidak dianutya tidak
Berkaitan dengan hal tersebut beberapa
boleh diremehkan atau dipakai sebagai bahan
informan mengatakan bahwa di Kecamatan
ejekan. Apabila membuat klasifikasi agamaku
Lawe Sigala-Gala usaha untuk mewujudkan
ciptaan Tuhan dan agamu buatan manusia
kerukunan itu juga telah dilakukan oleh
biasa.29 Informan lain menyatakan bahwa
pemerintah dan juga oleh tokoh agama
dalam kehidupan sehari-hari hal seperti
serta partisifasi masyarakat secara utuh.
ini sering muncul yang disebabkan oleh
Hal ini sangat penting dilakukan mengingat
kurangnya pemahaman terhadap agamanya.
masyarakat Kecamatan Lawe Sigala-Gala yang
Oleh sebab itu agama harus dipahami sampai
penganut agama hampir seimbang antara umat
ke akar-akar dan jangan sampai kulitnya saja
kisten dengan Islam, dan juga masyarakatnya
yang dipahami dan agama harus dipelajari,
yang homogen maupun hiterogen dalam
dihayati dan diamalkan sepanjang hidup ini.30
agamanya. Salah satu desa di Kecamatan
Lawe Sigala-Gala yang penduduknya Sikap seperti itu jelas tidak dibolehkan
hiterogen seperti, desa Kuta Tengah, di mana oleh semua agama di Indonesia khususnya di
masyarakatnya ada yang menganut agama Nanggroe Ace Darussalam yang melanggar
Islam, Kristen bahkan ada juga yang menganut etika Syari’at Islam. Kita harus menghormati
agama Budha.28 semua agama yang dianut Indonesia meskipun
hanya salah satu yang dianut tidak berarti
Kurukunan hidup beragama di desa-desa
yang lain boleh diremehkan. Agama yang tidak
dalam Kecamatan Lawe Sigala-Gala tercermin
dianut harus tetap dihormatidi samping karena
dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat
seperti, aspek social, ekonomi, pertanian
dan sebagainya. Oleh karenanya banyak hal Wawancara dengan Suansari (49 th) Imam
29
berasal dari Tuhan, juga dianut oleh orang lain sebab jika ekstrim dalam kehidupan beragama
yang patut kita hormati pula sebagai sesame cenderung lebih menggunakan kekerasan
manusia, disamping itu juga kita hormati pula dalam usaha mencapai tujuan dari berbagai
sebagai manusia. Kita harus membuktikan kepentinagnnya. Agama mudah dipakai untuk
bahwa kebaikan agama harus dapat di berkelahi. Padahal jauh lebih mulia jika agama
upayakan medatangkan kebaikan-kebaikan dapat dijadikan sebagai landasan perdamaian
pada seluruh aspek kehidupan manusia di dengan mencegah atau menghentikan perang.
dunia ini. Di samping hal-hal tersebut di
Hal lain yang sangat penting untuk
atas, sikap keagamaan yang dianggap bisa
dihindari demi terwujudnya toleransi
menghambat terwujudnya kerukunan hidup
beragama adalah konflik terbuka yang
beragama seperti, fanatisme, eksklusivinisme
manifest berupa kerusuhan missal, seperti
dan ekstremisme.31
perang yang banyak menjatuhkan korban dan
Fanatisme adalah sikap yang menonjolkan bahkan menghancurkan system social dalam
agamanya sendiri dengan kecendrungan masyarakat. Sementara konflik yang bersifat
menghina dan melecehkan agama lain, dan tertutup tetap saja terjadidalam interaksi
berusaha baik dalam kontek kepentingan social masyarakat dan ini merupakan suatu
strategis maupun politis mengurangi dinamika dalam masyarakat yang tidak bisa
peran dan hak hidup agama lain tersebut. dihindari kehidupan bersama sebagai wujud
Penyebabnya pengetahuan sempit, pembinaan terbentuknya suatu masyarakat.
agama kurang jujur, fanatisme dalam hidup
Dengan demikian perlu dipertimbangkan
beragama sangat berbahaya dan mengancam
beberapa hal untuk tidak terjadi pertentangan
kerukunan yang telah terbina.
antar umat beragama khususnya di Kecamatan
Eksklusvisme tidak jauh berbeda dengan lawe Sigala-Gala yang masyarakatnya sangat
fanatisme sebab dari perasaan fanatisme pluralitas adalah agar agama tidak disejajarkan
tersebut dengan menonjolkan agamanya dengan suku dan ras. Betatapun semangat yang
sendiri, apalagi politis mendapat dukungan terdapat dalam akronim SARA itu mungkin
maka kecendrungan berikutnya adalah dibenarkan, tetapi dari sudut kepentingan
lahirnya sikap yang selalu dinomor satukan yang lebih besar dan berjangka panjang
atau di istimewakan baik didalam perlakuan, sebenarnya sangat merugikan, terutama
memperoleh bantuan, kesempatan pembinaan dalam bidang pengembangan agama. Oleh
dan lain-lain. karenanya dampak negatif agama berupa daya
pecah belah (sentrifugal) atau konflik dapat
Ekstremisme merupakan bentuk paling
di eliminir, sebaliknya dampak positif agama
buruk setelah fanatisme dan eksklusivisme,
berupa daya pemersatu (sentripetal) dapat
di bangun dan di kembangkan. Mengingat
Wawancara dengan K Siagian (51 th)
31
bagi masyarakat, sehingga telah terbentuk Arinze FA, Basis Teologi Persaudaraan Antar
suatu keakraban dan kebersamaan antar Agama, Kanisius Yokyakarta, 1983.
sesama warga. Hal lain yang menyebabkan
Coffey dkk, Human relation law enforcemen
tleransi berlangsung harmonis disebabkan
in change community, American Book
telah terdapat suatu kesepakatan untuk saling
Company, New York, 1971.
menghargai, menghormati sesamanya dan
bahkan menganggap saling bersaudara serta Coward H, Pluralisme Tantangan Bagi Agama,
adaya kebebasan bagi setiap warga untuk Kanasius, Yokyakarta, 1982.
melaksanakan upacara keagamaan sesuai
Davis, Kingsley, Human cocity, The Macmilan
dengan keyakinan masing-masing dan tidak
Company, New York, 1980.
saling menggangu.
Gillin, Cultural sociologie a revision of
Keanekaragaman agama dan budaya
introduction to sociologi, The Macmilan
merupakan suatu kenyataan yang harus
Company, New York, 1954.
diterima, namun keanekaragaman tersebut
sering menimbulkan pertentangan atau Ismail Rajial-Faruqi, Trialogue of the abrahamic
konflik. Agar hal ini tidak terjadi perlu faith, (terjemah: Joko Sulistio Kanhar),
diberikan bingkai sebagai kerangka dalam Pustaka Progressif, Surabaya, 1994.
upaya mewadahi aspek ajaran (teologi)
K. Bertens, Filsafat Barat abad XX, jilid I.
dan segi praktek kehidupan sehari-hari
Gramedia, Jakarta, 1983.
yang nyata (social cultural). Upaya tersebut
dapat dilakukan pertama, menggali dan Mukti Ali, Islam dan Pluralisme Keagamaan
mengembangkan ajaran agama masing- di Indonesia, Pustaka Pelajar, Yokyakarta,
masing yang mengandung aspek kebersamaan 1996.
dan menghargai kepada perbedaaan. Kedua,
Nurcholis Majid, Agama dan Masyarakat, CV.
mengali dan mengembangkan praktek
Akademika Pressindo, Jakarta, 1986.
kehidupan nyata sehari-hari dalam masyarakat
dengan menciptakan suatu kebiasaan yang Richard N. Bender, A philosophy of life, New
sudah mentradisi dapat medukung kerukunan York Philosophical Library Inc, 1961.
umat beragama, tanpa mengganggu iman dan
Sahibi Naim, Kerukunan Antar Umat Beragama,
akidah masing-masing. Hal ini sangat penting
Gunung Agung Jakarta, 1985.
dilakukan demi terwujudnya keharmonisan
antar umat beragama. Shorde (dalam Usman Pelly), Teori Social
Budaya, Proyek Pembinaan Mutu Tenaga
Kependidikan, DIKTI, 1994.
Daftar Kepustakaan Soejono Soekanto, Sosiologi suatu pengantar,
Cet. 21, Raja Grafindo, Jakarta, 2001.
Alamsyah, Pembinaan Kerukunan Hidup Umat Syafri Hamid, Azas-azas sosiologi suatu
Beragama, Depag RI, Jakarta, 1982. bahasan teoritis dan sistematis, UI Press,
Jakarta, 1999.