Anda di halaman 1dari 34

PROPOSAL TESIS

PENTINGNYA TOLERANSI DAN MODERASI BERAGAMA MENURUT DOKUMEN

ABU DHABI DALAM MENIGKATKAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI

LINGKUNGAN ST. YAKOBUS PAROKI MARIA DIANGKAT KE SURGA LELY

MALANG

OLEH : ANTONIUS USBOKO

NIM : 9510621002

NIRM : 21.151.114.R

PROGRAM STUDI PASTORAL

SEKOLAH TINGGI PASTORAL IPI

MALANG

2022
BAB I

PENAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan bangsa yang heterogen, para pendiri bangsa sudah sejak

awal mewariskan suatu kesepakatan dalam berbangsa dan bernegara, yakni pancasila

sebagai dasar dalam kesatuan republik indonesia dan meyatukan semua kelompok etnis,

bahasa, suku, budaya dan agama. Indonesia dicetuskan bersama-sama bukanlah sebagai

negara agama namun nilai-nilai yang termuat dalam setiap agama dijaga, dipelihara,

dipadukan dan disatukan dengan nilai-nilai kearifan lokal dan adat-istiadat serta beberapa

hukum agama yang dilembagakan oleh negara, sehingga pelaksanaan ritual agama dan

budaya berjalan bersama-sama dalam keadaan rukun dan damai. Sebagai salah satu

negara yang majemuk dari segi suku bangsa, budaya dan agama sangat memerlukan

suatu strategi khusus dalam memelihara tatanan kehidupan warga masnyarakat indonesia

untuk secara bebas dalam menentukan kenyakianannya sendiri dan adanya kerukunan

bagi segenap umat beragama. Dengan yang demikian, akan terwujudnya masyarakat

indonesia yang bersatu, damai, sejahtera, aman, dan tentram. Dalam menwujudkannya

sangat diperlukan suatu strategi yang tepat dari para pendiri bangsa dan pemangku

kekuasan di negeri ini. Strategi tersebut ialah adanya moderasi beragama dan sikap

toleransi dari segenap masyarakat indonesia (Fitriyana et al., 2020).

Menurut (Graham C. Kinloch), Toleransi merupakan buah ataupun hasil dari

dekatnya Interaksi sosial dimasyarakat. Manusia adalah makluk social yang selalau hidup

bersama dengan orang lain dan berinteraksi dengan manusia lainnya. Di dalam tatanan
hidup bersama dalam suatu kelompok atau suatu wilayah yang sama tentu adanya

perbedaan-perbedaan yang ada. Salah satu perbedaannya yakni keyakinan/agama.

Dengan fakta yang sedang terjadi di indonesia, individu atau setiap kelompok masyarakat

yang mempunyai perbedaan keyakinan/agama di tuntut untuk saling memunculkan sikap

rendah hati, kedamaian, ketentraman dalam bingkai toleransi agar tercipatnya interaksi

sosial yang positif dan terhindar gesekan-gesekan ideologi antar umat berbeda agama

tidak akan terjadi.

Toleransi beragama mencakup masalah-masalah keyakinan dalam setap diri

manusia yang berkaitan dengan akidah atau ketuhanan yang diyakini. Setiap orang

diberikan kebebasan untuk meyakini serta memeluk agama atau kercayaannya sendiri dan

mendapatkan penghormatan dan pelaksanaan ajaran-ajaran yang dianut atapun yang

diyakininya. (J. Casanova, 2018).

Moderasi beragama sangat dibutuhkan sebagai salah satu strategi kebudayaan

dalam merawat kebineka Tunggal Ika dan pancasilais sebagai dasar negara kesatuan

republik indonesia. Karena dengan demikian akan terciptanya kerukunan antar umat

beragama yang berbeda keyakinan. Dalam mengelolah situasi keagamaan di indonesia

saat ini dengan beragam kepecayaan, sangat butuhkan visi, misa dan solusi agar tercipnya

kerukunan dan kedamian setiap warga negara dalam menjalankan kehidupan keagamaan

dengan menerapkan moderasi beragama untuk saling menghormati, saling menghargai

keragaman tafsir dan tidak terjebak pada sikap intoleransi, ekstreamisme dan radikalisme.

Dalam (Kementrian Agama RI, 2019b), menegaskan bahwa, Semangat moderasi

beragama ialah suatu strategi untuk mencari titik temu atau jalan damai dua kutub

ekstrem dalam hidup beragama. Ada beberapa pemeluk agama yang ekstrem yang
menyakini secara mutlak kebenaran suatu teks agama dan menganggap penafsiran dari

agama-agama lain sesatatau tidak benar kelompok ini biasanya sebut dengan kelompok

ultra-konsevatif. Di suatu sisi, ada juga umat beragama yang ekstream yakni

mendewasakan akal pikirnya hingga mengabaikan kesucian agama yang peluknya, atau

mengorbankan kepercayaan dasar ajarannya demi menjunjung tinggi toleransi yang tidak

pada tempatnya terhadap pemeluk dari agama lain. Mereka bisa disebut ekstrem liberal.

Keduanya perlu dimoderasi.

Munculnya masalah-masalah antar agama di Indonesia dapat menyebabkan

perpecahan diantara warga masyarakat. Ada beberapa agama yang diyakini oleh

masyarakat Indonesia dan dalam setiap agama-agama tersebut juga terdapat

keanekaragaman aliran. Perbedaan aliran yang dapat menimbulkan pro-kontra bagi tiap-

tiap agama. Perbedaan ajaran, larangan, dan perintah dari setiap agama, membuat para

pengikut dari agama-agama yang ada saling berdebat untuk mebuktikan mana yang benar

dan yang nyata terbukti. Perdebatan tersebut menimbulkan kesalahpahaman antar umat

beragama, dan timbul diskriminasi yang mengakibatkan kekerasan. Konflik agama dapat

terjadi karena adanya perbedaan konsep ataupun praktek yang dijaelankan oleh pemeluk

agama yang menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang telah ditetapakan oleh syariat

agama. Sikap yang militan disebabkan oleh materialisme dan sekularisme yang

menawarkan bahwa Tuhan tidak ada, tidak hadir dan tidak dibutuhkan (Firdaus, 2014).

Rumagit (2013:59-60) megaskan semua pihak umat beragama yang sedang

terlibat dalam perselisihan masing-masing menyadari bahwa perbedaan doktrin yang

menjadi penyebab dari terjadinya sebuah konflik. Setiap penganut agama memiliki

gambaran tentang ajaran agamanya, membandingkan dengan ajaran agama lainnya,


memberikan penilaian atas agama sendiri dan agama lainnya. Agama yang prularitas

penyebab terdekat dari sebuah konflik adalah masalah mayoritas dan minoritas golongan

agama.

Gereja telah menyadari bahwa mayoritas umat manusia memiliki keyakinan yang

mutlak pada agamanya masing-masing. Untuk mneghindari intoleransi tersebut, Paus

Benediktus XVI Meyuarakan “Harapan” kepada umat kristen dan umat muslim di

seluruh dunia agar menemukan dasar bersama yakni menghindari intoleransi dan

kekerasan dengan menjabarkan nilai keagamaan sebagai suatu perbedaan pandangan

dalam hidup bersama. (Geradette Philips.,2016).

Gereja Katolik mencoba untuk merevisi cara pandangnya tentang keberadaan

agama-agama lain di dunia. Teologi inklusif yang dikembangkan oleh Rahner yang

berpandangan bahwa penganut agama lain dimungkinkan menemukan karunia Yesus

tanpa harus menjadi penganut agama kristen, mereka bisa menemukan karunia Yesus

dalam agama mereka. Hal ini sejalan dengan penegasan yang di smpaikan dalam konsili

Vatikan II yang merevisi pandangan extra eclessiaan nulla salus (di luar Gereja tidak ada

keselamatan). (Umi Sumbulah, Nur Jananah, 2014).

Kunjungan bersejarah Paus Fansiskus ke Uni Emirat arab (UEA) tepatnya pada

03 Februari 2019, menjadi salah satu tonggak sejarah dalam dialog antar agama dan

sebagai jalan bagi perdamian dalam tatanan kehidupan beragama di dunia. Paus

Fransiskus dan Imam Besar Al-azhar, Sheikh Ahmed el Tayyeb, mengadakan suatu

pertemuan dialog agama untuk membahas masalah-masalah yang terjadi di dunia saat ini,

di dalam pertemuan tersebut menghasilkan sebuah Dokumen Abu Dhabi. Dokumen Abu

Dhabi di tanda tangani oleh Paus Fransiskus dan Imam Besar Al Tayyeb ialah sebagai
Peta atau jalan berharga dalam membangun perdamian dan hidup beragama di dunia.

Dokumen Abu Dhabi menjadi suatu pedoman yang berharga bagi setiap umat beragama

sebagai suatu upaya untuk saling mengahargai antar setiap individu dalam menjunjung

tinggi nilai-nilai toleransi dan pentingnya moderasi antar umat beragama.

Paus menegaskan di dalam Dokumen Abu Dhabi, bahwa “Iman kepada Alllah

mempersatukan dan tidak memecah belah. Iman itu mendekatkan kita, kendatipun

ada berbagai macam perbedaan, dan menjauhkan kita dari permusuhan dan

kebencian”. Tujuan dari diadakan pertemuan dan penanda tanganan Dokumen Abu

Dhabi sebagai suatu pertimbangan mendasar atas realitas dunia dewasa ini, dengan

menilai keberhasilan dalam sikap solidaritasnya dengan penderitaan, bencana dan

malapetaka menyakini dengan teguh bahwa diantara penyebab tersebut tercpta krisis

dunia modern ialah ketidakpekaan hati nurani manusia, penjauhan dari nilai-nilai agama

dan individualisme yang tersebar luas disertai dengan pandangan dari para filsuf yang

materialistis dan mendewakan manusia dalam memperkenalkan nilai-nilai duniawi dan

material sebagai pengganti prinsip-prinsip tertinggi yang transendel. Dekrasi ini menjadi

suatu rekonsialisasi dan kabar gebira bagi semua umat beriman akan pentingnya kasih

persaudaraan di seluruh dunia dan menghindari pandangan ektreamisme dan pandangan

intoleransi antar umat beragama. Tujuan utama dari Dokumen Abu Dhabi ialah untuk

membangun kasih persaudaraan akan pentingnya perdamaian di tengah terjadinya sikap

intoleransi antar umat beragama di dunia. Ada satu point penting di dalam Dokumen Abu

Dhabi ialah pentingnya dialog antar umat beragama dalam meningkatkan kerukunan,

sikap saling menghargai dan menepis perdebatan-perdebatan yang produktif agar tidak
menyesatkan kehidupan antar umat beragama serta menjunjung tinggi nilai-nilai

toleransi.

Setiap penganut agama memiliki gambaran tentang ajaran agamanya,

membandingkan dengan ajaran agama lainnya, memberikan penilaian atas agama sendiri

dan agama lainnya. Agama yang prularitas penyebab terdekat dari sebuah konflik adalah

masalah mayoritas dan minoritas golongan agama.

Sangat penting diterapkanya sikap toleransi di masyarakat yang memiliki

keragaman etnis dan budaya serta agama. Berikut ada beberapa contoh sikap intoleransi

yang sering terjadi di suatu kelompok masyarakat khususnya di Lingkungan St. Yakobus

paroki Maria diangkat Ke Surga, yakni: kurangnya sikap saling menghargai keberagaman

antar kelompok mapun individu, menjelekkan agama suku, ras yang berbeda,

berkomentar buruk atau menghujat kepercayaan yang berbeda, menggangu jalannya

ibadah agama/kepercayaan lain dan kurangnya partisipasi aktif masyarakat dalam

pembangunan.

Berdasarkan latar belakang yang ada penulis ingin menkaji lebih dalam dengan

judul ini “Pentingnya Toleransi dan Moderasi Beragama Menurut Dokumen Abu

Dhabi Dalam Menigkatkan Kerukunan Umat di Lingkungan St. Yakobus Paroki

Maria Diangkat Ke Surga Lely Malang”

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sikap tolerasi beragama menurut Dokumen Abu Dhabi dalam meningkatkan

kerukukan umat di lingkngan St. Yakobus Paroki Maria Diangkat Ke Surga Lely?
2. Bagaimana moderasi beragama menurut dokumen Abu Dhabi dalam meningkatkan

kerukunan umat di lingkungan St. Yakobus Paroki Maria Diangkat Ke Surga Lely?

3. Bagaimana sikap toleransi dan moderasi beragama menurut Dokumen Abu Dhabi dalam

meningkatkan kerukunan umat di lingkungan St. Yokobus Paroki Maria Diangkat Ke

Surga Lely?

C. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang Lingkup dalam penelitian ini kepada umat Allah di Lingkungan St. Yokobus

Paroki Maria Diangkat Ke Surga Lely.

D. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui sejauhmana sikap tolereransi antar umat beragama di Lingkungan St.

Yokobus Paroki Maria Diangkat ke Surga Lely.

2. Untuk Mengetahui sejauhmana moderasi beragama menurut Dokumen Abu Dhabi dalam

meningkatkan kerukunan umat beragama di lingkungan St. Yokobus Paroki Maria

Diangkat Ke Surga Lely.

3. Untuk Mengetahui sejauhmana toleransi dan moderasi beragama menurut Dokumen Abu

Dhabi dalam meningkatkan kerukunan umat beragama di lingkungan St. Yokobus Paroki

Maria Diangkat Ke Surga Lely.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis pengajuan proposal ini menjadi acuan pemikiran positif bagi kajian

ilmu pengetahuan tentang pentingnya toleransi dan moderasi hidup beragama

menurut dokumen Abu Dhabi dalam meningkat kerukunan umat beragama.

2. Manfaat Praktis

a. Untuk memberikan sumbangan kepada umat Allah di Lingkungan St.

Yokobus Paroki Maria Diangkat Ke Surga Lely akan pentingnya menjunjung

tinggi sikap toleransi dan memahami nilai-nilai moderasi agar terciptanya

kerukunan antar umat beragama seturut dokumen Abu Dhabi.

b. Sebagai bahan kajian dan referensi untuk kepentingan penelitian tesis

selanjutnya.
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Toleransi beragama

1. Pengertian Toleransi

Menurut (W. J. S. Poewadrminto, 1986) di dalam (KUBI) Kamus Besar Bahasa

Indonesia" toleransi ialah suatu sikap/sifat menyanggah seperti menghargai,

membolehkan suatu pendapat, pendirian, pandangan, kepercayaan ataupun lainnya yang

berbeda dengan keyakinan sendiri.

Toleransi merupakan sutu istilah yang modern, baik dari segi nama maupun dari

kandungannya. Istilah toleransi pertama kali muncul di dunia Barat dalam situasi sosial,

politik dan budayanya yang khas. Kata toleransi dalam bahasa Latin, yakni “tolerantia”

yang berarti, kelembutan hati, kelonggaran, keringanan dan kesabaran (Abdullah, 2001).

Toleransi ialah suatu sikap dari seorang individu yang memberikan hak muklat kepada

orang lain untuk bertindak, menyuarakan pendapatnya sekali, walaupun pendapatnya dari

seseorang tersebut salah dan berbeda dengan pendapat orang lain.

Dari pengertian diatas dapat simpulkan bahwa, toleransi beragama merupakan

suatu sikap saling menghormati, menghargai antar individu yang bebeda keyakinan atau

kepercayaan dari segi agama, tidak mencampuri urusan yang bersifat privat akan
kepercayaan agama lain dalam rangka membangun kerukunan hidup bersama serta

membangun hubungan sosial yang baik dengan umat yang beragama lain.

Toleransi beragama bukan berarti seseorang individu yang mempunyai

kenyakinan tertentu kemudian merubah keyakinan yang dmilikinya atau pindah agama

untuk berbaur dengan keyakinan lain atau mengikuti peribadatan agama lainnya yang

artinya Sinkretisme, bukan juga seseorang la dimaksudkan mengakui kebenaran dari

sebuah agamkeperayaan yang berada di dekatnya, namun ia harus tetap pada

pendiriannya yang diyakininya itu benar, serta harus mengakui kebenaran agama lain,

sehingga dalam dirinya terdapat suatu kebenaran yang dipercayanya sendiri menurut

suara hatinya sendiri serta tidak dipaksaan oleh orang lain atau kelompok-kelompok

tertentu (M. Nur Gufron, 2016).

2. Pandangan Kitab Suci Tentang Toleransi

Dalam Injil Yohanes 4:1-24, dibahas tentang Perjumpaan terjadinya dialog antara

Yesus dan Perempuan dari samaria di sebuah sumur. Samaria adalah suatu kota yang

terletak diantara Yudea selatan dan Galilea utara. Pada waktu kehadirian Yesus di dunia

kurang lebih 2000an tahun yang lalu terjadinya konflik antara orang-orang samarisa dan

yahudi. Orang- orang Yahudi menggap orang orang samaria kafir sebab kebudayaan yang

anut oleh orang samaria pada waktu itu bebas. Ketika di tengah hari perempuan samaria

mengambil air di sumur, ia bertemu dengan Yesus orang Yahudi yang merupakan musuh

dari orang samaria (Alkitab, 2006).

Dari kisah Perjumpaan Yesus dengan perempuan dari Samaria yang dikisahkan

dalam Injil Yohanes, mau menagajarkan kepada semua untuk menjunjung tinggi sikap
toleransi sebagai makluk sosial yang berada di muka bumi. Latar belakang kehidupan

seorang tidak menjadi tolak ukur untuk berdialog, saling membantu, saling menghormati,

dan menghargai antar individu yang bebeda keyakinan atapun berbeda kebudayaan.

Perempuan samaria yang diceritakan dalam Injil Yohanes, memiliki perilaku yang amat

buruk yakni tidak menikah atau tidak memiliki suami dan seringkai bergonta-ganti

pasangan. Namun, Yesus tetap bertemu dan melangsungkan dialog dengannya. Disini

Tuhan Yesus mengajarkan kepada seluruh pengikut-Nya bahwa menerima, bertemu dan

berdialog dengan siapa saja yang ditemui tanpa memandang latar belakang dari orang

lain. Hindarkan prasangkah buruk tentang individu tertentu dan berusalah membangun

relasi sebaik mungkin dengan siapa saja yang ditemui baik di jalan maupun di suatu

kelompok masyarakat tertentu

3. Macam-macam Toleransi Beragama

Ada dua macam atau tipe dari toleranasi itu sendiri yakni:

a. Toleransi Beragama Aktif

Di dalam toleransi aktif, seseorang yang secara tidak sadar melibatkan diri secara

lansung dengan individu lain yang berbeda keyakinan.

b. Toleransi Beragama pasif

Toleransi pasif yaitu suatu sikap dalam menerima suatu perbedaan di masyarakat

sebagai sesuatu yang bersifat orisinal atau secara faktual.

Hakekat dari toleransi itu sendiri ialah semua orang di tuntut untuk hidup bersama

secara berdampingingan, damai dan saling menghargai antar keragaman yang dimiliki

dalam suatu kelompok tertentu.


4. Tujuan Toleransi Beragama

Ada berberapa Tujuan dari sikap toleransi antar umat beragama menurut (Amirullah

Syarbini, 2011) antara lain:

a. Menigkatkan keimanan dan ketakwaan setiap agama

Dengan adanya perbedaan kepercayaan di dalam suatu kelompok masyarakat

tertentu, maka diharapkan setiap individu perlu mempelajari, memperdalam

ajaran agamanya sendiri serta berupaya untuk menghayatinya dalam kehidupan

sehari-hari.

b. Meningkat kestabilan nasional yang mapan

Adanya sikap toleransi antar umat beragama secara realistik, krisis atau problem

sosial yang dikembangkan akibat terjadinya kesalahapahaman anatar individu

dalam kelompok masyakarat tertentu yang berdampak pada keyakinan

keagamaan/kepercayaan perlu di hindari. Adanya kerukunan antar umat

beragama, saling menghargai, menghormati maka stabilitas nasional dengan

sendirinya akan terjaga pula.

c. Menjungjung tinggi Sikap Toleransi dan menyukseskan pembangun

Suatu usaha pembangunan dikatakan sukses atau berhasil apabila didukung atau

dipanggul oleh segenap lapisan masyarakat dalam wilayah tersebut. Namun ketika

berada dalam suatu kelompok masyarakat setiap orang berambisi, bertikai atau

bermusuhan dengan sesamanya maka suatu kegiatan yang yang bersifat awalnya

direncanakan bersama runtuh dengan sendrinya.

d. Saling memelihara dan memperat rasa persaudaraan


Adanya semangat persaudaraan dapat terwujud apabila dalam diri setiap orag

adanaya sikap terbuka, saling memelihara dan bersatu. Perlunya dalam diri setiap

orang dijauhkan sikap arogan sombong dan ambisi yang berlebih-lebihan.

B. Moderasi beragama

1. Pengertian Moderasi

Arti kata Moderasi berangkat dari bahasa Latin “Moderatio” artinya Kesedangan

atau tidak berlebihan atau pun tidak kekurangan. Kata moderasi juga dapat diartikan

sebagai penguasaan diri mulai dari sikap kelebihan hingga kekurangan. Ada dua

penegertian mendasar tentang apa itu moderasi yakni; Pembatasan Kekerasan dan

pencegahan suatu keektriman.

Arti Kata Moderasi dalam bahasa inggris yakni “Moderation” kerapkali dipakai di

dalam pencekalan in general (pada umunya), focus (Fokus), tree (pokok) ataupun neutral

(netral). Sedangkan kata moderat artinya memprioritaskan kepadanan baik itu dalam

suatu keyakinan, akhlak, watak, kepribadian saat melayani seseorang sebagai seorang

individu ataupun sedang berhadapan dengan berhadapan dengan tradisi atau suatu

kebiasaan di wilayah tertentu.

Moderasi dalam bahasa Arab yaitu “wasathiyah”, memiki kesamaan arti dengan

“tawassut” yang berarti di tengah-tengah. Seorang individu didalam kesehariannya

memakai prinsip kata “wasath” ialah sebutan bagi sesorang yang setiap hari memakai
“wasathiyah”, merupakan suatu pilihan terbaik. Semua kata yang digunakan tentunya

menyampaikan maksud yang sama yait, tidak berat sebelah atau sikap adil, dimana

memilih keberadaan diantara semua pilihan yang radikal (Fitriyana et al., 2020).

Dalam perspektif kepercayaan agama katolik, moderasi ialah suatu penengah,

wasit, hakim dan sebagainya, diskusi, rapat dalam penunjuk jalannya alur dialog tentang

sesuatu yang dibicarakan bersama-sama di dalam kelompok masyarakat tertentu. Di

dalam moderasi beragama salah satu prinsip dasar yang dipakai ialah menjaga kenetralan

di dalam berpendapat, menafsir atau memberi gagasan tertentu akan kepercyaan

keyakinan lain. Hal inti atau pokok dari moderasi beragama sendiri ialah seorang harus

menanamkan dalam dirinya sikap adil atau tidak berat sebelah dalam menilai atau

berpandangan tentang suatu fenomena sosial yang terjadi di masyarakat tanpa

mengganggu kenyamanan orang lain ajaran-ajaran dari agama lain.

2. Bentuk Moderasi Beragama

Adapun bentuk-bentuk dari moderasi beraga yang menekankan pada sikap dari

setiap indiviu diantaranya meliputi: setiap individu atau seseorang harusnya memiliki

sikap toleransi antar ras, suku, budaya dan juga kenyakinan tertentu dan mempunyai

sikap terbuka dengan sesama manusia dan tidak memaksakan kehendak dengan cara

kekerasan tertentu.

C. Kerukunan Beragama

1. Pengertian Kerukunan
Kata rukun yang berarti kerukunan, termuat di dalam (KBBI) Kamus Besar

bahasa Indonesia, kata rukun yang berarti suatu peristiwa hidup rukun, perkumpulan

yang saling tolong menolong dan perhasaabatan sejati. Kata rukun yang artinya

Kerukunan, dalam bahasa Arab “ruk nun” artinya rukun, dan dalam bentuk jamaknya

“arkan” artinya; dasar atau asas, contohnya (rukun katolik, asas Katolik atau dasar agama

katolik.

Di dalam (KBBI) Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti dari kata rukun ialah

sesuatu yang harus terjuwud secara valid akan suatu kewajiban. Kata rukun yang artinya

damai, pasti, mutlak dan tidak berbenturan. Rukun ialah seseorang individu harusnya

hidup rukun dengan orang lain. Kata rukun juga berarti bersepakat atau bersatu hati,

misalnya: penduduk di dalam suatu wilayah tersebut rukun. Merukunkan ialah

mempertemukan atau mendamiakan. Rasa rukun berarti bersepakat. Kerukunan berasal

dari bahasa Arab yang berarti: dasar, tiang ataupun sila. Jamaknya kata rukun ialah

arkhan yang merupakan suatu kesatuan yang berada di dalam satu-kesatuan yang berbeda

dari setiap pandangan yang berbeda-beda namun saling memastikan.

Terdapat di dalam peraturan Menteri Agama dan Meteri Dalam Negeri. Nomor 8-

9 Tahun 2006 Dikatakan bahwa, kerukunan umat beragama merupakan suatu keadaan

dimana terjalinnya hubungan antar sesama di indonesia yang berdasarkan sikap toleransi

saling mengargai dan saling menghormati akan kesamaan akan keahlihkan ajaran dari

kepercayaanya serta adanya kerja sama di dalam tatanan hidup bersama dalam suatu

bangsa menjunjung tinggi pancasila sebagai dasar NKRI (Negara Kesatuan Republik

Indonesia) dan UUD 1945(sairin, 2002).


Penulis dapat memberikan kesimpulan bahwa, kerukunan ialah suatu sifat atau

sikap dari seorang individu dalam memberikan kebebasan bagi orang lain serta

menyampaikan kebenaran atas suatu perbedaan yang di milikinya sebagai suatu

pengakuan hak-hak asasi manusia atau hak bagi setiap orang untuk berbuat sesuatu di

muka bumi. Kerukukanan juga dapat lihat sebagai suatu kebebasan bagi segenap

masyakarat yang menjunjung tinggi nuansa persaudaraan namun orang lain tersebut

berbeda ras, suku, agama, golongan, budaya dan suku.

D. Pandangan Dokumen Abu Dhabi tentang Sikap Moderasi dan Toleransi dalam

kerukunan Umat Beragama

1. Tercantum di Dokumen Abu Dhabi artikel 23-24 yang berisikan tentang:

Dialog antar umat beragama dapat membantu seseorang dalam memhami tujuan dari

agama/kepercayaan yang anutnya tersebut ialah menghormati dan percaya kepada Tuhan

yang ia sembah, maka seorang tersebut diajak supaya melindungi dan menjaga kehidupan

yang diperolehnya karena karunia Tuhan.

2. Termuat di dalam dokumen Abu Dhabi art. 24.

Dialog antar agama merupakan salah satu hal yang amat penting dan seorang individu

diwajibkan untuk mampu berdialog, menghadirkan sikap toleransi dan adanya moderasi

dengan agama atau kepercayaan lain, karena situasi zaman sekarang terdapatnya oknum

atau kelompok tertentu yang dengan menjadikan agama untuk menghasut banyak orang

agar terjerumus di dalam sikap kebencian, peperangan, permusuhana antar suku, ras,

budaya maupun golongan, dan juga agama agama di jadikan sebagaia alat untuk
menghasut orang untuk berbuat kekerasan terhadapat kelompok atau golongan tertentu

hingga terjadinya tumpah darah atau saling membunuh.

3. Termuat di dalam dokumen Abu Dhabi

Sikap toleransi, dialog dan adanya moderasi beragama dapat dilakokan jikalau setiap

orang tidak lagi membangun dinding atau pemisah, dari agama/kepercayaan tertentu,

namun memampukan diri sendiri untuk keluar dan hadir sebagai penengah akan sikap

kekerabatan dan perdamaian dalam hal melayani keluhuran hidup manusia peka dan

lemah. Umat katolik di tuntut untuk menyadari perannya dalam menghadirkan sikap

toleransi, dialog dan moderasi antaragama seturut Tri tugas suci yakni menjadi Imam,

Nabi dan Raja seperti Yesus Kristus (Sene & Ngongo, 2022).
BAB III

METODELOGI PENELITIAN

Pada bab ini penulis akan menguraikan tentang penelitian kualittif, langkah-

langkah penelitian secara rinci yang terdiri dari:

A. Metode dan Pendekatan Penelitian

Dalam Penyusunan suatu karya ilmiah sangat dibutuhkan data yang akurat untuk

mempermudah peneliti dalam memperoleh data falid sehingga dapat memenuhi syarat

dalam penulisan karya ilmiah atau tesis. Jenis penelitian digunakan ialah metode

penelitian kualitatif, merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data secara

deskriptif yakni berupa: ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang diamatinya.

(Sujarwena, 2014:19). Metode ini dapat digunakan oleh peneliti untuk mencari tahu

situasi sosial yang sedang terjadi di suatu kelompok masyarakat tertentu dengan

mendeskripsikan kenyataan secara benar dan peneliti berusaha memecahkan masalah

berdasarkan data yang ada. Penelitian ini bertujuan untuk memahami dan mengeksplorasi
fenomena-fenomena yang sedang terjadi pada objek yang diteliti sehingga dapat

memperoleh pemahaman yang mendalam dan menemukan sesuatu yang baru dan unik

(Sugiyono, 2017:23). Penelitian ini bertujuan agar peneliti dapat memperoleh informasi

mengenai pentinngya sikap toleransi dan moderasi beragama menurut dokumen Abu

Dhabi dalam meningkatkan kerukunan antar umat beragama di lingkungan St. Yokobus

paroki Maria Diangkat Ke Surga Lely secara mendetail adanya. Dengan adanya

pendekatan kualitatif ini, peneliti dapat mengetahui permasalahan yang sedang dihadapi

oleh umat dalam meningkatkan kerukunakan antar umat beragama melalui sikap toleransi

dan moderasi.

B. Subjek penelitian

Subjek Penelitian ialah seseorang yang dianggap mampu memberikan informasi

mengenai masalah-masalah dalam penelitian. Peneliti menggunakan teknik snowball

sampling, dimana teknik ini merupakan pengambilan sampel sumber data yang ada, pada

awalnya jumlahnya sedikit, lama-lama menjadi besar. Hal ini dilakukan agar dapat mampu

memberikan data yang memuaskan (Sugiyono, 2016:219).

Peneliti akan memilih 10 orang nara sumber di lingkungan St. Yokobus paroki Maria

Diangkat Ke Surga Lely Malang sebagai subyek penelitian. Tujuan pemilihan subjek

penetian ini ialah untuk mengetahui permasalahan yang sedang dihadapi oleh umat dalam

meningkatkan kerukunakan antar umat beragama melalui sikap toleransi dan moderasi.

C. Kehadiran Peneliti
Kehadiran peneliti ialah instrumen kunci yang menjadi salah satu ciri penelitian

pendekatan kuantitatif. Dalam penelitian kuantitatif, peneliti adalah alat pengumpul data

(Moeleng, 2017). Kehadiran hadirnya peneliti sangat penting di Lingkungan St. Yokobus

Paroki Maria Diangkat Ke Surga Lely Malang sebagai (Human Instrument) atau pengamat

informasi dimana kehadirannya diketahui oleh penelti sendiri. Penelitian akan berlansung

pada bulan Desember-Mei 2023

D. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat dimana peneliti melansungkan penelitian. Lokasi dalam

penelitian ini ialah Lingkungan St. Yokobus Paroki Maria Diangkat Ke Surga Lely Malang.

Alasan peneliti memilih locus/tempat ini karena peneliti sendiri tinggal atau berdomisili.

E. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data

1. Sumber Data

a. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh dari jawaban narasumber atau para

reesponden melalui kuesioner, Kelompook fokus dan panel atau juga data hasil

wawancara yang di lansungkan oleh peneliti ketika turun ke lapangan. Data primer

dalam penelitian dilakukan dengan wawancara, baik secara individu maupun

kelompok, adanya pbservasi dari peneliti dan juga dokumentasi.

b. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari sumber tambahan lain atau sumber tidak langsung yang

memberikan data pada saat pengumpulan data. Data-data tersebut sudah tersedia dan

diperoleh dengan membaca, melihat dan mendengarkan (Moleong; 2019:34).

Data sekunder ialah data yang diperoleh melalui arsip, studi kepustakaan, dan studi

dokumen, seperti buku-buku, hasil penelitian dan karya ilmiah serta bahan lainnya.

Dalam studi pustaka peneliti berusaha membaca, mempelajari dan memahami buku-

buku yang ada, serta mendeskripsikan, menganalisis, menginterpretasikan dengan

menggunakan penalaran yang berhungan dengan moderasi beragama dan toleransi

beraga dalam membangun kerukunan.

2. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan teknik wawancara, observasi dan juga dokumentasi.

a. Wawancara

Wawancara ialah pertemuan antara dua orang untuk bertukar informasi, dan ide melalui

tanya jawab (Sugiyono; 2017:114). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode

wawancara sebagai metode yang paling utama dalam mengumpulkan data. Dengan

begitu peneliti dapat memperoleh informasi atau data yang valid dari narasumber atau

informan. (Sugiyono; 2017:115-16).

b. Observasi

Pengamatan atau observasi ialah suatu metode pengumpulan data yang digunakan oleh

peneliti dalam melihat atau memantau situasi di lapangan serta mencatat seluruh
informasi yang ada selama berlansugnya penelitian (W. Gulo, 2002). Teknik yang

dipakai oleh peneliti untuk dapat menghimpun semua data dalam penelitian melalui

pengamatan dan penginderaan yaitu teknik observasi. Dalam penelitian ini, peneliti akan

berusaha terjun langsung ke lapangan secara pasti, dengan mengikuti segala kegiatan

yang ada. Peneliti juga berusaha untuk selalu ingat dan memahami tentang apa yang

diamati dan juga direkam. Peneliti akan melakukan observasi mengenai sikap toleran dan

moderasi antar umat di Lingkungan St. Yakobus Paroki Maria Diangkat Ke Surga Lely

Malang.

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah suatu catatan peristiwa yang sudah berlalu. Tujuan digunakannya

Dokumentasi sebagai salah satu teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti

dan menjadi pelengkap dari penggunaan metode wawancara dan observasi (Sugiyono:

2017, 124). Dalam penelitian ini teknik tersebut digunakan oleh peneliti untuk dapat

mengumpulkan semua dokumentasi dan data-data yang akan diperlukan dalam

permasalahan yang ada dalam penelitian, sehingga dokumentasi tersebut dapat

mendukung terkait permasalahan penelitian dan juga dapat dijadikan sebagai bukti untuk

menambah kepercayaan dalam suatu masalah atau kegiatan yang diteliti oleh peneliti di

lapangan.

F. Teknik Analisis Data

Analisa data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang

diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi sehingga dapat mudah
dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Teknik ini dilakukan

dengan mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkannya ke dalam unit-unit,

melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan

dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan dan juga mudah dipahami oleh

diri sendiri dan juga oleh orang lain (Sugiyono;2017:131).

Teknik analisis data menggunakan tiga tahapan yaitu reduksi data, penyajian data

dan penarikan kesimpulan.

1. Reduksi Data

Data-data yang diperoleh dilapangan beraneka ragam. Reduksi data dimaksudkan

sebagai proses penilaian, pemusatan, penyederhanaan dan transformasi data yang

muncul dan diperoleh dari lapangan. Teknik analisis ini diperlukan peneliti agar

mengarahkan dan menajamkan analisis dengan menggolongkan dan membuang yang

tidak perlu sesuai dengan permasalahan yang sedang terjadi lapangan (Sujarweni,

2014: 35).

Teknik ini berarti merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal

yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan begitu data yang telah direduksi akan

memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan

pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan (Sugiyono;2017:135).

Tujuan utama dalam penelitian kualitatif adalah pada temuan, maka peneliti

dalam melakukan penelitian menemukan segala sesuatu yang dipandang asing, tidak

dikenal, belum memiliki pola justru itulah yang harus dijadikan penelitian peneliti

dalam melakukan reduksi data (Sugiyono;2017:137). Dalam penelitian ini, peneliti


mengumpulkan semua data yang diperoleh dari lokasi penelitian mengenai moderasi

beragama dan toleransi dalam meningkatkan kerukunan umat dan kemudian

selanjutnya direduksi atau mereduksi data. Semua data yang diperoleh akan

dikelompokkan sesuai dengan jenisnya agar dapat mempermudah peneliti. Sedangkan

data yang kurang berhubungan dengan tema yang ada maka data tersebut akan dibuang

atau tidak dimasukkan.

2. Penyajian Data

Data yang sudah direduksi semua selanjutnya adalah mendisplaykan data atau

menyajikan data. Bagian ini, penulis menyajikan data-data yang diperoleh dari lapangan

kemudian mengkategorikannya menurut pokok permasalahan sehingga memudahkan

peneliti untuk melihat pola-pola hubungan satu data dengan data yang lain (Sujarweni,

2014: 35).

Mendisplay data maka akan memudahkan peneliti untuk memahami apa yang

terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang dipahami. Peneliti

menyajikan data wawancara, dokumen dan observasi yang sudah didapatkan di lapangan

penelitian. Miles dan Hubermant (1984) menyatakan bahwa yang paling sering

digunakan dalam penyajian data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang

bersifat naratif (Sugiyono, 2016: 341). Melalui penyajian data ini akan memudahkan

peneliti dalam memahami segala kendala-kendala yang terjadi dalam moderasi antar

umat beragama dan sikap toleransi dalam meningkat kerukunan umat di lingkungan St.

Yokobus Paroki Maria Diangkat Ke Surga Ley Malang.

3. Penarikan Kesimpulan
Data-data yang sudah direduksi dan disajikan secara sistematis akan disimpulkan

sementara. Penarikan kesimpulan dilakukan selama penelitian berlangsung. Dengan

begitu peneliti akan memberikan kesimpulan dari hasil analisis data yang telah dilakukan

serta memberikan saran-saran sebagai rekomendasi lanjutan.

Penarikan kesimpulan ini merupakan hasil untuk menjawab masalah dan rumusan

masalah berdasarkan hasil analisis data. Masalah dan rumusan masalah dalam penelitian

kualitatif itu bersifat sementara, maka kesimpulan yang diambil bisa juga tidak menjawab

fokus penelitian. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif ini merupakan temuan baru yang

sebelumnya belum ada. Temuan itu dapat berupa gambaran suatu objek yang sebelumnya

belum jelas sehingga setelah di teliti akan menjadi lebih jelas.

Peneliti memilih metode ini agar bisa memaparkan, menjelaskan dan juga dapat

menguraikan semua data yang dikumpulkan kemudian bisa disusun secara teratur dan

dianalisis untuk kemudian diambil sebuah kesimpulan. Kesimpulan ini bersifat terbuka

dengan tujuan untuk menerima masukan data dari responden lain. Kesimpulan ini juga

akan berubah jika ditemukan bukti-bukti yang kuat dan juga mendukung pada tahap

pengumpulan data yang selanjutnya. Jika kesimpulan yang ditemukan pada tahap bagian

awal, dan juga didukung dengan bukti-bukti yang kuat dan konsisten saat peneliti

kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan tersebut yang ditampilkan

oleh peneliti itu ialah kesimpulan yang bersifat kredibel (Sugiyono, 2016: 345).

E. Keabsahan Data
Pengecekan keabsahan data merupakan teknik yang digunakan untuk mengetahui

kebenaran dari penelitian. Pengecekan keabsahan data oleh peneliti dalam penelitian ini

dilakukan melalui: kredibilitas dan konfirmabilitas.

1. Kredibilitas

Kredibilitas menggambarkan kesesuaian konsep penelitian dengan konsep yang ada

pada sasaran penelitian. Uji kredibilitas atau dengan kata lain kepercayaan terhadap

data yang diperoleh dari hasil penelitian kualitatif (Sugiyono, 2018:368).

Penelitian ini, peneliti membangun kredibilitas dengan menggunakan beberapa cara

yakni: yang

pertama: Mengadakan Triangulasi. Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan

keabsahan data untuk keperluan pengecekan atau perbandingan data. Triangulasi

diartikan juga sebagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada

(Sugiyono, 2017:125). Peneliti menggunakan wawancara, observasi dan dokumentasi

secara serempak. Peneliti melakukan wawancara dengan informan yang telah

ditentukan, peneliti juga mencari informasi lain dengan menanyakan kebenaran data

yang ada, kemudian melakukan observasi dan mencari dokumen yang berkaitan dengan

penelitian. Dengan demikian diharapkan peneliti bisa mendapatkan data yang jelas dan

pasti pentingnya moderasi dan sikap tolernasi beragama dalam membangun kerukunan

antar umat beragama.

Kedua adalah referensi/rujukan, di mana peneliti menggunakan beberapa alat

bantu elektronik untuk menangkap keseluruhan data yang diperoleh dari informan dan

tidak ada yang terlewatkan. Alat bantu berupa handycam dan kamera digital untuk

merekam secara visual dan memotret pada saat melakukan pengambilan data.
Ketiga adalah mengadakan membercheck, di mana peneliti mengadakan proses

pengecekan data yang diperoleh dari pemberi data. Tujuannya adalah untuk dapat

mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh dan kesesuaian dengan apa yang

diberikan oleh informan (Sugiyono; 2016:276).

2. Pengujian Konfirmabilitas

Konfirmabilitas dilakukan untuk memperkecil faktor subjektivitas peneliti.

Dengan kata lain pengujian konfirmabilitas dalam penelitian kualitatif disebut dengan uji

objektivitas penelitian. Peneliti berusaha menjauhi prasangka yang disebabkan oleh latar

belakang hidup, pendidikan, status sosial, dan sebagainya. Menguji konfirmabilitas

berarti menguji hasil penelitian, dikaitkan dengan proses yang dilakukan. Pengujian ini

dapat dilakukan secara bersamaan, dan jika hasil penelitian merupakan fungsi dari proses

penelitian maka penelitian tersebut telah memenuhi standar konfirmabilitas (Sugiyono,

2016:277).

F. Tahap Penelitian

Adapun beberapa tahapan penelitian yang dikemukakan oleh Moleong yaitu:

a. Tahap Pra-Lapangan

Tahap pra-lapangan ini terdapat beberapa kegiatan yang harus dilakukan oleh

peneliti yaitu: membuat ataun merancangan penelitian, memilih lapangan penelitian,

mengurus perijinan, menjajaki dan menilai keadaan, memilih dan memanfaatkan

informan, menyiapkan instrumen dan memperhatikan etika dalam lapangan (Moleong,

2014:127).
b. Tahap Pekerjaan Lapangan

Tahap ini peneliti memahami dan memasuki lapangan serta mulai mengumpulkan

data. Peneliti akan mengumpulkan data-data yang akan dibutuhkan dalam penelitian

dengan metode yang sudah ditentukan. Tahapan pekerjaan lapangan meliputi:

memahami latar penelitian dan juga persiapan diri, peneliti memasuki lapangan, dan

berperan serta sambil mengumpulkan data (Moleong, 2014:137).

c. Tahap Analisis Data

Bagian tahap analisa data yang akan dibahas adalah mengenai prinsip pokok

namun pembahasan tersebut tidak akan semuanya dibahas secara terperinci tentang

bagaimana cara analis itu dilakukan karena ada bab khusus yang membahasnya.

(Moleong, 2014:148).

Lampiran

Tabel. 3.1 Contoh catatan Observasi


Hari/Tanggal: ……………………

Observasi: ……………………….

Waktu: ………………………......

Tempat: ………………………….

Fokus: …………………………..

Tabel 3. 2 Subjek Penelitian


No Nama Jabatan Alamat

10
Tabel 3.3 Waktu Penelitian

No

Kegiatan Bulan

Desember Januari Februari Maret April Mei

1 Wawancara

2 Observasi

3 Dokumentasi

DAFTAR PUSTAKA

Alkitab. Jakarta: (2006) Lembaga Alkitab Indonesia.


Tentang Persaudaraan Manusia Untuk Perdamiaan Dunia Dan Hidup Bersama

Perjalanan Apostolik Bapa Suci Paus Fransiskus Ke Uni Emirat Arab., (2019). DOKPEN KWI.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Online)Tersedia di https://kbbi.kemdikbud.go.id/

Diakses pada Tanggal 15 September 2022.

Kinloch, G. C (2005). Socialogical Theory: Development and major Paradigm.

Bandung: Pustaka Setia.

Moleong, L.J. (2014). Metode Penelitian Kualitatif

Kemetrian Agama RI. (2019b). Moderasi Beragama Badan Litbang dan Diklat

Kementrian Agama RI. Perlu di cari keaslihannya.

Geradette Philips, (2016). Melampui Pluraslisme., Malang: Manada. Hal. 42

J. casanova. (2018). Umi Sumbulah, Nur Jannah, Pluralisme Agama, Hal. 59-60.

Sujarwena W. (2014). Metodelogi Penelitian.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kombinasi (Mix Methods)

. (2015). Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif

dan R&D

. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D

. (2017). Metode Penelitian Kualitatif (untuk Penelitian yang Bersifat: Eksploratif,

Interaktif dan Konstruktif)

Jhon W. Cresswell. (2014). Penelitian Kuatitatif

Abdullah, M. (2001). Keragaman, Pluralisme Agama dan Kerukunan dalam.

Amirullah Syarbini. (2011). Al-Qur’an dan Kerukunan Hidup Umat Beragama.


Fitriyana, P. A., Ulum, R., Nofandi, A., Sugiarto, W., Khalikin, A., SR, F., Muchtar, I. H., &

Reslawati. (2020). Dinamika Moderasi Beragama di Indonesia.

M. Nur Gufron. (2016). Peran Kecerdasan Emosi dalam mengikuti Toleransi Beragama.

sairin, wainata. (2002). kerukunan antar umat beragama pilar utama kerukunan berbangsa.

Sene, M., & Ngongo, Y. H. (2022). Analisis Perwujudan Jati Diri Toleransi Beragama dalam

Perspektif Dokumen Abu Dhabi. Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan, 4(3), 4198–4207.

https://doi.org/10.31004/edukatif.v4i3.2788

W. J. S. Poewadrminto. (1986). Kamus Umum Bahasa Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai