Proposal
Oleh :
RESKIANTO
NIM : 50100118091
1
kementerian Agama RI, Moderasi Beragama, (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat
Kementerian Agama RI, 2019), h. 5.
2
Khairuddin Tahmid, Buletin Al-Ukhwah: Urgensi Madrasah Da‟I Wasathiyah MUI, Edisi 23
Juni, (Lampung: Komisi Dakwah MUI Lampung, 2018), h. 1.
1
2
melakukan pendirian tentang tempat ibadah yang khusus. Ajaran tersebut di dalam
islam bertolak belakang karena bertentangan karena sejatinya islam memiliki sifat
yang universal, penyebar persaudaraan, penyebar perdamaian, serta memiliki
toleransi.3
”Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat
bagi seluruh alam.” (QS. Al-Anbiya‟; [21]: 107)4
3
Kamrani Buseri, Islam Wasathiyah Perspektif Pendidikan: disampaikan pada acara Rakerda
Ulama se-Kalimantan Selatan, (Banjarmasin: 28 Desember 2015), Hal. 1
4
Departemen Agama, Al-qur‟an dan Terjemah, Cet. Ke.1 (Jakarta: Hati Emas, 2014) Hal. 331
5
Yedi Purwanto, DKK, “Internalisasi Nilai Moderasi Beragama Melalui Pendidikan Agama
Islam Di Perguruan Tinggi Umum”, Jurnal Edukasi Kemenag, 27 Agustus 2019, h. 111
3
Dalam kondisi seperti ini, tidak sedikit orang menuntut perubahan dari
berbagai aspek kehidupan, termasuk nilai-nilai pemahaman agama.6
Tentunya, insiden kekerasan atas nama agama tidak bisa dielakkan karena
bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, agama dan budaya yang beraneka
ragam. Percikan kebencian, kekerasan, dan vandalism pasti terjadi karena
ketersinggungan antar golongan. Jika tidak dikelola dengan baik, maka akan menjadi
boom yang sekali-kali dapat meledak dan menghancurkan tatanan masyarakat
Indonesia yang sudah mapan .8
6
M. Qurasih Shihab, Logika Agama, Ciputat: Lentera Hati, 2017, h. xvi
7
Yedi Purwanto, DKK, Op.Cit, h. 111.
8
Samsul, “Peran Guru Agama Dalam Menanamkan Moderasi Beragama”, Jurnal Al-Irfan,
Volume 3, Nomor 1, Maret 2020, h. 38.
4
Moderasi bukanlah sikap yang bersifat tidak jelas atau tidak tegas terhadap
sesuatu bagaikan sikap netral yang pasif, bukan juga pertengahan matematis. Bukan
juga sebagaimana yang dikesankan oleh kata moderat atau wasath yakni pertengahan
yang mengantar pada dugaan bahwa moderasi (wasathiyyah) tidak menganjurkan
manusia berusaha mencapai puncak sesuatu yang baik dan pasif, seperti ibadah, ilmu,
kekayaan dan sebagainya.12
9
Mohammad Fahri, Ahmad Zainuri, “Moderasi Beragama Indonesia”, Jurnal Intizar, Vol. 25.
No 2, Desember 2019, h. 95.
10
Ibid., h. 45.
11
Muhammad Ulinnuha dan Mamluatun Nafisah, “Moderasi Beragam Perspektif Hasbi
AshShiddieqy, Hamka, dan Quraish Shihab: Kajian atas Tafsir an-Nur, al-Azhar, dan Al-Mishbah”,
Jurnal Suhuf.Kemenag, Vol. 13, No.1 - Juni 2020, h. 57.
12
M. Quraish Shihab, Wasathiyyah Wawasan Islam tentang Moderasi Beragama, Op.Cit., h. xi
5
1. Fokus Penelitian
13
Ibid., h. xi
14
Agus Akhmadi, Moderasi Beragama dalam Keragaman Indonesia, (Surabaya: Balai Diklat
Keagamaan Surabaya, Vol. 13, No. 2, 2019), Hal. 49
15
Kementerian Agama RI, Moderasi Beragama, (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat
Kementerian Agama RI, 2019), Hal. 18
6
2. Deskripsi Fokus
Deskripsi fokus adalah deskripsi penelitian yang bertujuan memberikan
gambaran secara umum terhadap apa yang akan di teliti pada penelitian tersebut
adapun deskripsi fokus pada penelitian ini yaitu:
a. Radikalisme adalah sebuah aliran yang memiliki pemahaman keras, sehingga
beranggapan bahwa dirinya merasa benar dari yang lainnya sampai orang
radikal melakukan pendirian tentang tempat ibadah yang khusus.
b. Moderasi beragama merupakan budaya Nusantara yang berjalan seiring, dan
tidak saling menegasikan antara agama dan kearifan lokal (local wlsdom).
Tidak saling mempertentangkan namun mencari penyelesaian dengan toleran.
c. Mahasisiwa Komunikasi Penyiaran Islam angkatan 2018 merupakan salah
satu jurusan yang ada di UIN Alauddin Makassar.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian mengenai latar belakang masalah yang telah dipaparkan,
penulis merumuskan yang dibahas dalam hal ini adalah tentang “Moderasi Beragama
Masyarakat di Desa Pao Kecamatan Mattiro Bulu Kabupaten Pinrang.” maka
dirumuskan submasalah sebagai berikut:
1. Bagaimana peran masyarakat tentang adanya Moderasi Beragama Masyarakat di
Desa Pao Kecamatan Mattiro Bulu Kabupaten Pinrang?
2. Apa saja faktor pendukung dalam menyikapi Moderasi Beragama Masyarakat di
Desa Pao Kecamatan Mattiro Bulu Kabupaten Pinrang?
D. Kajian Pustaka/Penelitian Terdahulu
Eksistensi kajian pustaka dalam bagian ini dimaksud oleh penulis untuk
memberi pemahaman serta penegasan bahwa masalah yang menjadi kajian tentang
7
keadilan serta menjadi saksi yang baik, yang memberi pernyataan seseorang
dengan perkataan yang jujur dan tidak berbuat dzalim dengan mengikuti hawa
nafsu, maka Allah akan memberinya pahala dunia serta memberikan apa yang ia
inginkan. Kemudian barangsiapa yang meniatkan amalannya hanya untuk dunia
semata, maka Allah hanya akan memberikan apa yang dia usahakan saja dan akan
memberikan azab kepadanya (karena kesalahan dalam amalannya) di akhirat.
Kemudian yang kedua adalah analisis Ibnu Athiyyah dalam teori konteksual
Abdullah Saeed (l. 1960 M) ternyata relevan dengan ayat-ayat moderasi
beragama, hal ini terlihat pada ayat Al-Qur’an yang telah di jelaskan oleh Ibnu
‘Athiyyah. pertama Q.S Al-Baqarah ayat 143 yakni pergeseran makna ummatan
wasathan telah sampai pada pemaknaan yang lebih selaras dengan konteks,
dimana Islam datang di bumi Andalusia yang sudah memiliki perdaban maju
sebelumnya, maka kemoderatan dalam beragama yang di tafsirkan pada ayat ini
oleh Ibnu ‘Athiyyah sudah sangat relevan, sehingga agama Islam pada saat itu
dapat hidup berdampingan degan agama-agama lain sebelumnya. Tentunya
dengan penafsiran yang dilakukan Ibnu ‘Athiyyah ini memberikan peluang yang
lebih luas dalam melakukan istimbat hukum yang tidak condong ke kanan
maupun ke kiri. Kedua Q.S Al-Baqarah ayat 256 penafsiran yang dilakukan oleh
Ibnu ‘Athiyyah memberikan pandangan bahwa kemerdekaan atas manusia
ternyata dilegalkan oleh Allah Swt. Dalam hal ini Al-Qur’an harus diyakini
sebagai tanggapan atas realitas kehidupan masyarakat pada saat itu baik
masyarakat arab maupun diluar arab, maka sudah sangat selaras dengan konteks
dimana tidak hanya agama Islam yang berkembang pada saat itu. Namun tugas
kekhalifahan manusialah yang seharusnya menutun akal sehat pada sebuah
kebenaran yang hakiki. Ketiga Q.S Hud ayat 118-119 pada ayat ini Ibnu
‘Athiyyah melakukan identifikasi bahasa dan disiplin ulumul Qur’an dimana
walau syâa dalam kaidah bahasa menunjukkan kaliman inkari dimana hal itu tidak
akan terjadi sehingga interpretasi ini sangat mendukung adanya perbedaan antar
sesama manusia. Bukankah hal ini menjadi refleksi bagi manusia pada umumnya
9
dimana perbedaan atas ras, kesukuan, dan agama yang hari ini menjadi bahasan
banyak orang ternyata juga tertulis dalam Al-Qur’an. Keempat Q.S An-Nisa ayat
135 melihat interpretasi yang dilakukan oleh Ibnu ‘Athiyyah pada ayat ini cukup
jelas dalam mendudukkan seseorang saksi agar selalu bersikap adil yakni
menetapkan sesuatu pada tempatnya dan senantiasa bersikap jujur dalam sebuah
kesaksian, kontekstualisasi nilai keadilan ini tenteunya menjadi auto kritik pada
kegiatan hukum legal formal yang umumnya terjadi pada masa kini, dimana
kedzaliman atau tidak menetapkan sesuatu pada tempatnya sering dianggap
sebuah tindakan sepele. Bukankah hal ini yang pada akhirnya menjadikkan
hukum seakan tumpul ke atas dan runcing ke bawah.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Laila Fitria Anggraini Tahun 2021 dengan
judul skripsi “ MODERASI BERAGAMA DALAM MEDIA SOSIAL
(Analisis Wacana Model Van Dijk pada Channel Youtube Najwa Shihab)”
Berdasarkan uraian latar belakang pada skripsi tersebut, ada beberapa hal
yang menjadi fokus permasalahan dan akan dikaji dalam penelitian ini,
permasalahan tersebut antara lain, yang pertama Bagaimana teks moderasi
beragama pada program Shihab & Shihab edisi Ramadhan 2020 dilihat dari
segi dimensi teks, yang kedua Bagaimana teks moderasi beragama pada
program Shihab & Shihab edisi Ramadhan 2020 dilihat dari segi kognisi
social dan yang ketiga Bagaimana teks moderasi beragama pada program
Shihab & Shihab edisi Ramadhan 2020 dilihat dari segi konteks social. Dari
hasil penelitian ini adalah yang pertama Dari segi tematik, analisis ini
berkaitan dengan tema besar yang diangkat dalam acara. Struktur makro
menunjuk pada makna keseluruhan yang dicermati dari tema atau topik yang
diangkat oleh pemakaian bahasa dalam suatu wacana. Dalam program acara
Shihab & Shihab edisi Ramadhan dari 30 video yang memiliki karakteristik
moderasi beragama terdapat pada sembilan video yang telah disebutkan
diatas. Sembilan video ini memiliki tema dan tujuan yang sama yakni
menyuarakan sikap moderasi dalam beragama. Kemudian skematik.
10
2. Pengertian beragama
Salah bentuk kepercayaan seseorang untuk mempercayai tuhannya masing-
masing bahwa dengan melalui agama serta aliran yang saya anut ini benar-benar
16
Kementerian Agama RI dan Forum kerukunan umat beragama, Moderasi Beragama, Kota
Pasuran Tahun 2021.
13
14
dapat mengenal tuhannya. Beragama juga adalah sebuah prinsip yang digunakan
untuk mendukung kebebasan dalam memilih agama yang akan di anutkannya.
Masyrakat mengenai hakikat beragama sebagai salah satu jalan menuju
kedamaian sehinggah ketika melihat perbedaan antara agama bahkan dalam satu
ruang lingkup agama yang dianutnya sering kali terjadi perselisihan atau pertikaian
yang disebabkan oleh sifat fanatisme atau ke eksremisan dari si penganut agama
tersebut. Maka dari itu di perluhkan pemikiran memiliki pandangan di tengah-tengah
bersifat tidak terlalu fanatik namun juga tidak mudah goyang oleh doktrin-doktrin
dari agama atau aliran yang lain maka sifat, jalan atau pemikiran tersebutdi namakan
dengan moderasi. Untuk mencapai moderasi di butuhkan pemahaman yang cukup
sehinggah memunculkan perilaku yang baik dari implementasi moderasi tersebut
yakni dengan cara shaleh dengan perilaku.
C. Pengertian Moderasi Beragama
Moderasi beragama merupakan bagian strategi bangsa Indonesia dalam
merawat persatuan dan kesatuan. Sebagai bangsa yang majemuk, para tokoh pendiri
telah mewariskan bentuk kesepakatan dalam berbangsa dan bernegara di bawah
naungan negara Kesatuan Republik Indonesia. Bentuk negara kesatuan ini telah
berhasil menyatukan berbagai kelompok agama, etnis, dan budaya yang tersebar di
wilayah Indonesia.
Indonesia bukanlah negara agama, namun tidak memisahkan agama dari
kehidupan sehari-hari warganya. Nilai-nilai agama di jaga, di padukan dengan nilai-
nilai kearifan dan adat istiadat lokal. Beberapa hukum agama juga di lembagakan
oleh negara, ritual agama dan budaya terjalin dengan rukun dan damai.17
Dari berbagai macam keberagaman yang di miliki oleh bangsa Indonesia,
yang terkuat keberagaman agama dalam membentuk radiakalisme. Munculnya
kelompok-kelompok ekstrem yang kian hari semakin mengembang sayapnya sedang
di faktori berbagi hal seperti sensitifitas kehidupan beragama, masuknya aliran
kelompok ekstrem dari luar negeri, bahkan permasalahan politik dan pemerintahan
17
Misroh Sulaswari, Edukasi Moderasi Beragama di Tengah Pluralitas Masyarakat,
Guepedia The First On-Publisher in Indonesia, Desember 2021.
15
20
Ibnu Mandzur, Lisan al-'Arab, (Kairo: Dar al-Ma'arif, 1119),4832.
21
Kamrani Buseri, Islam Wasathiyyah dalam Perspektif Pendidikan, Banjarmasin, 28
Desember 2015, h. 2.
16
22
Mohammad Fahri, Ahmad Zainuri, Op. Cit, h. 96-97.
23
Alamul Huda, “Epistimologi Gerakan Liberalis, Fundamentalis, dan Moderasi Islam di Era
Modern”, De Jure Jurnal Syariah dan Hukum, Vol. 2, Maret 2010, h. 188
24
Lukmanun Hakim, Op.Cit., h. 27.
25
Pusat Bahasa Departemen Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka, 2008, h. 751.
26
Abdul Mustaqim dan Dicky Adi Setiawan, Gagasan Moderasi Beragama Habib Ali Zainal
Abidin al-Jufri, Purwakerto Selatan: Pena Persada, 2021, h. xvii
17
َو َك ٰذ ِلَك َجَع ْلٰن ُك ْم ُاَّم ًة َّوَس ًطا ِّلَتُك ْو ُنْو ا ُش َهَد ۤا َء َع َلى الَّناِس َو َيُك ْو َن الَّرُس ْو ُل َع َلْيُك ْم َش ِهْيًداۗ َو َم ا َجَع ْلَن ا اْلِقْبَل َة
اَّلِتْي ُكْنَت َع َلْيَهٓا ِااَّل ِلَنْع َلَم َم ْن َّيَّتِبُع الَّرُسْو َل ِمَّم ْن َّيْنَقِلُب َع ٰل ى َع ِقَبْيِۗه َو ِاْن َكاَنْت َلَك ِبْيَر ًة ِااَّل َع َلى اَّلِذ ْيَن َهَدى
ُهّٰللاۗ َو َم ا َك اَن ُهّٰللا ِلُيِض ْيَع ِاْيَم اَنُك ْم ۗ ِاَّن َهّٰللا ِبالَّناِس َلَر ُءْو ٌف َّر ِح ْيٌم
umat yang adil dan pilihan, agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia
dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. dan Kami
Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang
membelot. dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa Amat berat, kecuali
27
Muchlis M. Hanafi, “Konsep Wasathiyyah dalam Islam”, Jurnal Multikultural dan
Multireligius, Vol VIII, Nomor. 32, Oktober-Desember, 2009, h. 40.
28
M. Quraish Shihab, Wasathiyyah Wawasan Islam tentang Moderasi Beragama, Op.Cit., h.
1-2.
18
bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah dan Allah tidak akan
merupakan tuntutan dasar bagi setiap struktur mastarakat. Hukum yang adil
agar meneymbelih sapi betina yang usianya tengah-tengah, tidak terlalu muda
keluar dari gua, hendak mencari makanan, mereka bersikap moderat. Al-
mereka ketika harus menemuai para penduduk (Q.S Al-Kahfi : 19). 30 Hashim
Kamali, menegaskan bahwa moderate, tidak dapat dilepaskan dari dua kata
kunci lainnyam yakni berimbang (balance), dan adil (justice), moderat bukan
agama yang diyakini demi bersikap toleran kepada umat agama lain. Moderat
29
Mohammad Fahri, Ahmad Zainuri, Op.Cit., h. 97.
30
Abdul Mustaqim dan Dicky Adi Setiawan, Op.Cit., h. xviii
19
masing sisi pandangannya. Keduanya harus mendekat dan mencari titik temu.
Ekstremitas ada disalah satu sisi, dan moderasi beragama tidak hadir,
maka intoleransi dan konflik keagamaan tetap akan menjadi bara dalam
sekam, yang setiap saat bisa melesak, apalagi jika disuluti dengan sumbu
together the disparate centers than want to find a proper balance whwrein
people of different cultures, religions and politics listen to each other and
menghendaki tegaknya umat Islam yang terwujud dalam world view agama
akhlaq.
penciptaan alam semesta oleh Allah, yang bisa dilihat dalam keteraturan luar
31
Edi Sutrisno, Op.Cit., h. 328
20
biasa sistem kerja alam semesta (makro kosmos) maupun yang ada dalam diri
3. Prinsip-prinsip Moderasi
Pertengahan diantara ekstrim kiri dan ekstrim kanan, ketika berdiri mendekati
mendekati posisi kiri, maka akan diklaim sebagai liberalis. Karena itu sebagai ummat
Islam, untuk bisa bersikap moderat, dan beragama secara moderat, wajib mengetahui
prinsip-prinsip dalam moderasi. Ammar Sukri dan Yusuf Qardawy sebagaimana telah
dikutip oleh Afifuddin Muhajir menyepadankan wasathiyyah dengan tiga hal yang
menjadi ciri utama agama Islam, yaitu: 1) tawassuth (pertengahan); 2) ta’adul (adil);
dan 3) tawazun (seimbang). Maka tiga ungkapan itulah kemudian disatukan dalam
a. Tawassuth
berusaha mencapai puncak sesuatu baik dalam beribadah, ilmu, kekayaan dan
bukan berarti bersifat tidak jelas atau tidak tegas terhadap sesuatu bagaikan sikap
kelemah lembutan, meski salah satu indikator moderasi adalah lemah lembut, tapi
dengan tegas.
b. Ta’adul
dalam keadaan darurat. Perubahan fatwa karena perubahan situasi dan kondisi dan
perbedaan penetapan hokum karena kondisi dan psikologi seseorang adalah adil. 34
Islam mengedepankan keadilan bagi semua pihak. Terdapat banyak sekali ayat-
ayat al Qur’an maupun hadits yang memerintahkan untuk berbuat adil. Sekurang-
kurangnya ada empat makna adil yang ditemukan oleh para para ahli agama.
1) Adil dalam arti sama, yang dimaksud adalah persamaan hak (QS. An Nisa (4):
58).
yang di dalamnya terdapat beragam bagian yang menuju satu tujuan tertentu.
Seandainya ada salah satu anggota tubuh manusia berlebih atau berkurang
dari kadar atau syarat seharusnya, maka pasti tidak akan terjadi keseimbangan
33
M.Quraish Shihab, Wasathiyyah: wawasan Islam tentang moderasi beragama, (Lentera
Hati, Tangerang, 2019), xi.
34
Afifuddin Muhajir, Membangun Nalar Islam Moderat: kajian metodologis, (Tanwirul
Afkar, Situbondo, 2018), h. 2.
22
persamaan.
3) Adil dalam arti perhatian terhadap hak-hak individu dan memberikan hak-hak
c. Tawazzun Wasathiyyah
Juga memiliki arti jalan tengah atau tawazzun (keseimbangan) antar dua hal
yang berbeda atau berkebalikan, seperti keseimbangan antara ruh dan jasad,
antara dunia dan akhirat, antara individu dan masyarakat, antara idealitas dan
realitas, dan seterusnya. Misalnya konsep Islam tentang nafkah adalah jalan
tengah antara kikir dan boros, antara liberalis dan konservatif. 36 Sebab dalam
apabila hal itu dilakukan secara wajar dan tidak berlebihan. Pada tataran lebih
rinci dapat diklasifikasikan menjadi empat aspek : teologi, ritual keagamaan, budi
dengan istilah “moderasi” atau “wasathiyyah”, dan menjadi ciri utama agama
Islam, baik dalam akidah, akhlak, fiqh dan manhaj. Maka terminology
wasathiyyah di sini fokus pada sikap moderat (tengah-tengah), adil dan seimbang,
a. Aspek Akidah
terjangkau oleh nalar. Menurut para filosof: “anda harus percaya bukan karena
anda tahu, tetapi karena tak tahu”. Islam mempertemukan gaib yang tidak
terjangkau oleh akal dan pancaindra dengan kenyataan yang dijangkau oleh
indra dan akal, lalu mempertemukan keduanya melalui fitrah manusia yang
demikian siapa yang terpaksa oleh satu dan lain hal sehingga muncul
semacam keraguan dalam benakknya atau tanda tanya, maka itu dapat
pada kemantapan iman. Berikut ini beberapa contoh Moderasi Islam dalam
politheisme.
selain alam nyata dan pandangan bahwa alam ini adalah sebuah
namun dibalik itu, ada hakekat yang lain yaitu Dzat yang
sifat-sifat Allah, sebab Allah hanya Dzat yang tidak memiliki sifat
38
Ibid., 7-14
39
Afifuddin Muhajir, Membangun Nalar Islam Moderat: kajian metodologis, (Tanwirul
Afkar, Situbondo, 2018), 1.
25
di bawah iman wijdani yang dimiliki para nabi dan rasul. Mereka
40
Ibid., 8
41
Afifuddin Muhajir, Membangun Nalar Islam Moderat: kajian metodologis, (Tanwirul
Afkar, Situbondo, 2018), 8.
26
ruang untuk berikthiar. Apa yang terjadi pada manusia adalah atas
kehendak Allah SWT., sudah ditetapkan oleh Allah sejak pada zaman
azali. Akan tetapi, ada qadha dan qadarnya Allah yang bisa
untuk men tasyri’, para mujtahid hanya menggali hokum-hukum Allah SWT.
menjadi ketentuan yang bisa diamalkan. Dari situlah tampak sisi ketuhanan
pada hukum Islam. namun di sisi lain, hokum Islam juga memeiliki sifat
2) Syari’ah antara idealitas dan realitas Hukum Islam yang berasal dari Tuhan,
tidak serta merta kemudian diterapkan tanpa melihat realita atau konteks
yang ada, yang banyak diwarnai oleh hal-hal yang tidak ideal. Untuk itu,
42
Afifuddin Muhajir, Membangun Nalar Islam Moderat: kajian metodologis, (Tanwirul
Afkar, Situbondo, 2018), 10-11.
43
Ibid., 13.
44
Ibid., 17
27
Islam rela turun ke bumi untuk melihat realita yang ada, daripada terus
kolektif.47
(sarana untuk mencapai tujuan), bersifat lentur. Sehingga tidak benar kalau
(optimis). Optimis yang berlebihan akan mengantarkan manusia pada sikap berani
45
Ibid., 18
46
Ibid., 19
47
Ibid., 20
48
Ibid., 21
28
berlebihan dalam pesimis , akan seseorang akan mudah putus asa, sebab dia tidak
juga jasmani. Misalnya dalam menunaikan sholat, juga disyaratkan untuk bersih
pakaian, badan dan tempat. Disamping itu juga, kekesucian hati dan ruhani juga
Tasawuf juga memperhatikan aspek lahir dan batin sekaligus. Misalnya ketika
sholat, ada format lahir dan juga hakikat batin. Takbir, ruku’, itidal, dan seterusnya
adalah dimensi lahir, sedangkan khusyu’, khudhu’, tadharru’ adalah dimensi batin.
jumlah yang sangat terbatas, misalnya shalat limat kali dalam sehari, puasa sebulan
dalam setahun, haji sekali dalam seumur hidup, agar selalu ada komunikasi antara
berkarya dan bekerja mencari rezeki Allah di muka bumi. Moderasi dalam
49
Ibid., 15
50
Ibid., 16
29
Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual
beli. yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui {9}. Apabila telah
ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia
Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung” {10}. (QS. Al-
Jumuah : 9-10).51
jum'at, umat Islam boleh berteburan di muka bumi untuk melaksanakan urusan
duniawi, dan berusaha mencari rezeki yang halal, sesudah menunaikan yang
a. Keseimbangan (tawazun)
akal dan wahyu, antara jasmani dan rohani, antara hak dan kewajiban,
dan kesukarelaan, antara teks agama dan ijtihad tokoh agama, antara
gagasan ideal dan kenyataan, serta keseimbangan antara masa lalu dan
51
Al-Qur‟an Al-Karim dan Terjemah
52
Departemen Agama, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, (Jakrta: Departemen Agama RI, 2008),
h.135-136
30
masa depan.53
54
Abdullah Munir dkk, Op. Cit, h. 48
55
Kementerian Agama Republik Indonesia, Implementasi Moderasi Beragama dalam
Pendidikan Islam, (Jakarta: Kementerian Agama RI, 2019), h. 18
31
kurang tepat, lemah bersifat parsial dan fanatik. Sehingga mereka benci
kepada agama lain dan saling mengkafirkan sesamanya sendiri, tambahan lagi
dalam bidang ekonomi, industri dan teknologi dunia Islam ketinggalan jauh
dari mereka di mana sebelumnya umat Islam berada pada garda depan dalam
peradaban dunia.
Menurut Yusuf Qardhawi (2017) yang dianggap sebagai bapak
moderasi beragama di dunia Islam menyatakan bahwa terjadi kericuhan di
kalangan umat beragama karena berlebih-lebihan dalam beragama dan hal ini
ditandai dengan sikapnya sebagai berikut:
1. Fanatik pada suatu pendapat;
57
Abdullah Munir dkk, Op. Cit, h. 96
58
Ibid, h.19-20
59
Maulana Wahiduddin Khan, Islam Anti Kekerasan, (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2000),
h. 155
33
60
Abdullah Munir dkk, Op. Cit, h. 61
61
Eva Iryani, Hukum Islam, Demokrasi dan Hak Asasi Manusia, Jurnal Ilmiah
Universitas Batanghari Jambi Vol.17 No.2 Tahun 2017, h. 29
62
Hasnani Siri, Gender dalam Perspektif Islam, Jurnal Al-Maiyyah, Volume 07 No. 2 Juli-
Desember 2014, h. 234
34
63
Al-Qur‟an Al-Karim dan Terjemah
64
Susanti, Kesetaraan Gender dalam Perspektif Al-Qur‟an, Al-Munawwarah: Jurnal
Pendidikan Islam, Volume 11, Nomor 1, Maret 2019, h. 43
35
yang damai.65
Moderasi beragama merupakan pemahaman keagamaan yang mengambil
posisi tengah, tidak condong ke kiri maupun ke kanan. Dalam konteks Islam
wasathiyah, pemahaman ini pada dasarnya juga mengandung prinsip keagaman
yang mengarah pada upaya untuk mengatur kehidupan yang seimbang.
Keseimbangan dalam mengamalkan ajaran Islam menjadi hal amat penting untuk
dipahami oleh setiap muslim. Dengan pemahaman Islam yang seimbang seseorang
tidak akan condong pada suasana batin keimanan yang emosional karena ia akan
dikendalikan oleh sikap dan pemahaman keagamaannya yang berlebihan. Ketika
sikap keagamaan ditunjukkan melalui ekspresi kemarahan, akan mudah ditebak
bahwa seseorang telah dikuasai oleh nafsu dan amarahnya. Konsekuensinya,
karakteristik seperti ini kemudian membuat seseorang kurang bijaksana dalam
bersikap dan bertindak, terutama kepada kelompok lain yang dianggap berbeda.66
Moderasi beragama penting untuk digaungkan dalam konteks global di
mana agama menjadi bagian penting dalam perwujudan peradaban dunia yang
bermartabat. Di sinilah diperlukan moderasi beragama sebagai upaya untuk
senantiasa menjaga agar seberagam apapun tafsir dan pemahaman terhadap agama
tetap terjaga sesuai koridor sehingga tidak memunculkan cara beragama yang
ekstrem.
Penguatan moderasi beragama di Indonesia saat ini penting dilakukan
didasarkan fakta bahwa Indonesia adalah bangsa yang sangat majemuk dengan
berbagai macam suku, bahasa, budaya dan agama. Indonesia juga merupakan
negara yang agamis walaupun bukan negara berdasarkan agama tertentu. Hal ini
bisa dirasakan dan dilihat sendiri dengan fakta bahwa hampir tidak ada aktivitas
keseharian kehidupan bangsa Indonesia yang lepas dari nilai-nilai agama.
Keberadaan agama sangat vital di Indonesia sehingga tidak bisa lepas juga dari
kehidupan berbangsa dan bernegara.
65
Abdullah Munir dkk, Op. Cit, h. 105-106
66
Kementerian Agama Republik Indonesia, Op. Cit, h. 16
36
67
Samsul AR, Peran Guru Agama Dalam Menanamkan Moderasi Beragama, Jurnal Al-
Irfan, Vol. 3, No. 1, Maret 2020, h. 39
68
Agus Akhmadi, Moderasi Beragama dalam Keragaman Indonesia, Jurnal Diklat
Keagamaan, Vol. 13, No. 2, Pebruari - Maret 2019, h. 50
37
akan mengarah pada sikap mempertentangkan antara ajaran agama dengan budaya,
karena ajaran agama seolah-olah menjadi musuh budaya. Pemahaman keagamaan
seperti ini kurang adaptif dan tidak bijaksana, karena sejatinya ajaran agama
mengandung spirit dalam menumbuhkan rasa cinta terhadap tanah air dan bangsa.
Orientasi gerakan dan pemikiran keagamaan yang memiliki cita- cita untuk
mendirikan sistem negara seperti mencita-citakan bentuk negara dengan sistem
khilafah, daulah islamiyah, maupun imamah yang berseberangan dengan prinsip
negara bangsa Indonesia tentu tidak dibenarkan karena hal tersebut tidak sesuai
dengan komitmen kebangsaan yang telah disepakati bersama oleh para pejuang
dan pendiri bangsa Indonesia. Untuk itu, pemahaman keagamaan dan kebangsaan
harus diletakkan dalam nafas keseimbangan. Dalam hal ini indikator moderasi
beragama bisa dilihat dari komitmen pemahaman keagamaan seseorang yang
sekaligus dibungkus dalam bingkai kebangsaan. Segala bentuk paham keagamaan
yang memiliki ideologi untuk menjauhkan individu maupun kelompok masyarakat
dari komitmen kebangsaan dengan cita-cita mendirikan negara di luar sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia dianggap tidak sesuai dengan indikator
moderasi beragama.69
Jadi komitmen kebangsaan ini harus tertanam kuat di dalam diri seseorang
maupun kelompok, agar selalu menjalankan ideologi-ideologi kebangsaan serta
tidak mudah rusak ataupun terpengaruh oleh ideologi- ideologi lain yang dapat
mengusik komitmen kebangsaan tersebut.
b. Toleransi (tasamuh)
70
Kementerian Agama Republik Indonesia, Op. Cit, h. 18
71
Ibidh, h. 18-19
72
Maulana Wahiduddin Khan, Op. Cit, h. 91
39
cara kekerasan. Kekerasan yang muncul dari sikap dan ekspresi keagamaan
radikal tidak hanya pada kekerasan fisik, namun juga pada kekerasan non-fisik,
seperti menuduh sesat kepada individu maupun kelompok masyarakat yang
berbeda paham dengan keyakinannya tanpa argumentasi teologis yang benar.73
Anti kekerasan diajarkan dan disampaikan dalam Al-Qur‟an diantaranya
terdapat dalam QS. Al-Imran ayat 159
73
Kementerian Agama Republik Indonesia, Op. Cit, h. 19
74
Al-Qur‟an Al-Karim dan Terjemahan
75
Rubini, Pendidikan Anti Kekerasan dalam Al-Qur‟an, Jurnal Komunikasi dan
Pendidikan Islam, Vol. 7, No. 2, Desember 2018, h. 141
40
76
Kementerian Agama Republik Indonesia, Op. Cit, h. 21-22
41
BAB III
METODE PENELITIAN
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan yang bersifat kualitatif. Penelitian
ini dilakukan pada saat peneliti telah menyelesaikan ujian atau seminar proposal.
B. Sumber Data
77
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2007),
hlm.5.
42
43
Dalam penelitian ini, sumber data yang akan digunakan ada dua sumber,
yakni sumber data primer dan sumber data sekunder.
Sumber data primer merupakan sumber dari informan atau orang yang akan
menjadi sumber data, yang memberikan penjelasan lebih detail mengenai penelitian
yang akan dilakukan di Desa Pao Kecamatan Mattiro Bulu Kabupaten Pinrangdengan
memberikan beberapa pertanyaan mengenai penelitian yang dilakukan.
Sumber data sekunder merupakan jenis data yang diperoleh untuk mendukung
atau melengkapi data-data primer yang berupa dokumen-dokumen tambahan yang
dapat mendukung pembahasan dalam penelitian ini.
Adapun teknik pengumpulan data yang akan digunakan peneliti sebagai berikut:
1. Pengamatan (Observasi),
teknik pengumpulan data dengan cara melakukan kunjungan langsung terhadap
semua kegiatan yang ada di lokasi penelitian agar mendapatkan data yang objektif
mengenai penelitian yang dibahas. Metode ini dimaksudkan utnuk melihat dan
mengamati sendiri, kemudian mencatat bagaimana “Moderasi Beragama Masyarakat
Di Desa Pao Kecamatan Mattiro Bulo Kabupaten Pinrang”.
2. Wawancara (Interview)
teknik pengumpulan data dengan cara tanya jawab langsung kepada orang yang
akan menjadi sumber data penelitian. Adapun informan yang akan berpartisipasi
dalam hal ini Pak RT/RW, Pak Kades, dan tokoh masyarakat.
3. Dokumentasi
44
Instrumen penelitian yang dimaksud adalah alat yang digunakan peneliti dalam
pengumpulan data untuk membantu dalam pelaksanaan penelitian agar kegiatan
tersebut menjadi lebih sistematis dan mudah untuk mencari data yang akurat. Adapun
alat atau instrumen yang akan digunakan dalam penelitian sebagai berikut:
Adapun teknik pengolahan dan analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah:
1. Redaksi Data
Redaksi data adalah diuraikan data yang sesuai dengan rumusan masalah atau
fokus peelitian agar mempermudah peneliti menyimpulkan isi peelitian dan untuk
menghindari kesalahpahaan pembaca dalam memberikan tafsiran, pemilihan redaksi
data sangat penting karena dapat menentukan alur pembahasan secara sistematis dan
koerensi.
45
2. Penyajian Data
Data disajikan dan diuraikan dalam bentuk kalimat dari hasil yang diperoleh
dari lapangan penelitian, mengutip pendapat informan baik secara langsung maupun
tidak langsung maupun tidak langsung lalu memberikan interpretasi atau penilaian
terhadap pernyataan yang diuraikan, tahap penyajian juga dilakukan pendegradasian
data yang kurang penting agar memudahkan peneliti mengambil kesimpulan.
3. Penarikan Kesimpulan
Tahap ini, peneliti mengambil kesimpulan dari premis-premis dan pernyataan
yang diuraikan dari hasil penelitian, kesimpulan yang bersifat dugaan sementara
tidak lagi di gunakan dalam pengambilan kesimpulan ini, dalam artian apa yang
diperoleh sesuai rumusan pertanyaan sudah sudah ditetapkan dalam kesimpulan
dengan menggunakan pandangan yang universal dan radikal, didukung oleh
beberapa literature seperti tokoh yang dikutip dalam referensi.
Dengan penelitian tersebut peneliti juga mampu meneliti dari apa yang telah
diteliti sejauh ini. Bahwa peneliti juga bisa berinteraksi dengan masyarakat
setempat sehingga mendapat informasi yang lebih detail.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI. Al-qur‟an dan Terjemah, Cet. I; Jakarta: Hati Emas, 2014.
Sutrisno, Op.Cit., h. 328.
Kementerian Agama RI, Moderasi Beragama. Jakarta: Badan Litbang dan Diklat
Kementerian Agama RI, 2019.
Mustaqim, Abdul dan Dicky Adi Setiawan. Gagasan Moderasi Beragama Habib Ali
Zainal Abidin al-Jufri. Purwakerto Selatan: Pena Persada, 2021.
46
Pusat Bahasa Departemen Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka, 2008, h. 751.
Samsul. “Peran Guru Agama Dalam Menanamkan Moderasi Beragama”, Jurnal Al-
Irfan, Volume 3, 2020.
47
Fauziah Nurdin, Moderasi Beragama menurut Al-Qur‟an dan Hadist, Jurnal Ilmiah Al
Mu‟ashirah: Media Kajian Al-Qur'an dan Al-Hadits Multi Perspektif, Vol.
18, No. 1, Januari 2021.
Iryani Eva, Hukum Islam, Demokrasi dan Hak Asasi Manusia, Jurnal Ilmiah
Hasnani Siri, Gender dalam Perspektif Islam, Jurnal Al-Maiyyah, Volume 07 No. 2
Juli- Desember 2014
AR Samsul, Peran Guru Agama Dalam Menanamkan Moderasi Beragama, Jurnal Al-
Irfan, Vol. 3, No. 1, Maret 2020.
48
49