Anda di halaman 1dari 13

ISLAM WASATHIYAH SEBAGAI SOLUSI

(Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kapita Selekta Pendidikan Islam)
Dosen Pengampu: M. Ainul Yaqin, S.Ag., M.Pd.I.

Disusun oleh :

Nofi Ristiyowati (182501234)

Kelas/Semester: PAI B/VII

INSTITUT AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA (IAINU) TUBAN

FAKULTAS TARBIYAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Jl. Manunggal No.10-12 Telp/Fax, (0356) 331572 Tuban


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam masyarakat Indonesia yang multibudaya, sikap keberagamaan yang ekslusif
yang hanya mengakui kebenaran dan keselamatan secara sepihak, tentu dapat menimbulkan
gesekan antar kelompok agama. Konflik keagamaan yang banyak terjadi di Indonesia,
umumnya dipicu adanya sikap keberagamaan yang ekslusif, serta adanya kontestasi antar
kelompok agama dalam meraih dukungan umat yang tidak dilandasi sikap toleran, karena
masing-masing menggunakan kekuatannya untuk menang sehingga memicu konflik.
Dalam melihat dan menyelesaikan satu persoalan, Islam moderat mencoba
melakukan pendekatan kompromi dan berada di tengah-tengah, dalam menyikapi sebuah
perbedaan, baik perbedaan agama ataupun mazhab, Islam moderat mengedepankan sikap
toleransi, saling menghargai, dengan tetap meyakini kebenaran keyakinan masing-masing
agama dan mazhab, sehingga semua dapat menerima keputusan dengan kepala dingin,
tanpa harus terlibat dalam aksi yang anarkis.
Dengan demikian moderasi beragama merupakan sebuah jalan tengah di tengah
keberagaman agama di Indonesia. Moderasi merupakan budaya Nusantara yang berjalan
seiring, dan tidak saling menegasikan antara agama dan kearifan lokal. Tidak saling
mempertentangkan namun mencari penyelesaian dengan toleran.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka rumusan masalah yang akan
dibahas pada makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa arti dari Islam Wasathiyah?
2. Bagaimana nilai-nilai Islam Wasathiyah dalam pendidikan?
3. Bagaimana Peranan Islam Wasathiyah sebagai solusi masyarakat multikultural?

1
1.3 Tujuan Makalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam
penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Agar mahasiswa/i mengetahui arti dari Islam Wasathiyah.
2. Agar mahasiswa/i mengetahui nilai-nilai Islam Wasathiyah dalam pendidikan.
3. Agar Mahasiswa/i mengetahui peranan Islam Wasathiyah sebagai solusi masyarakat
multikultural.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Memahami Istilah Wasathiyah

Secara bahasa Wasathiyah memiliki beragam makna antara lain di tengah-tengah,


berada di antara dua ujung, adil, yang tengah-tengah atau yang sederhana atau biasa-biasa saja.
Kata wasath juga berarti menjaga dari bersikap ifrath dan tafrith. Dalam kitab Mu’jam Al-
Wasith kata wasathan bermakna “Adulan” dan “Khiyaran”, yaitu sederhana dan terpilih.

Makna yang sama juga dikeluarkan oleh Ibnu ‘Asyur bahwa kata wasath berarti sesuatu
yang ada di tengah, atau sesuatu yang memiliki dua ujung dengan ukuran masing-masing
sebanding. Terdapat beberapa ayat Al-Qur’an yang menyebut kata wasath, antara lain dalam
QS. Al-Baqarah (2) ayat 143 dan 238, QS. Al-Qalam: 48, dan Al-Isra’: 78.

Dalam Ensiklopedia Al-Qur’an kata wasatha berarti posisi menengah di antara dua
posisi yang berlawanan, seperti kata “berani” berada pada posisi ceroboh dan takut, kata
“dermawan” antara boros dan kikir. Pada dasarnya penggunaan kata wasath dalam ayat-ayat
tersebut mengarah kepada makna “tengah”, ‘adil”, dan “pilihan”.

Adapun makna wasathiyah secara istilah adalah nilai-nilai Islam yang dibangun atas
dasar pola pikir yang lurus dan pertengahan, tidak berlebihan dalam hal-hal tertentu. Istilah
Wasathiyah juga memiliki pemahaman lain yang sangat banyak, karena memang Al-Qur’an
menyebut kata tersebut atau yang seakar dengannya berkali-kali. Antara lain bermakna Al-Adl
(keadilan), keadilan menjadi salah satu sifat yang sangat dibutuhkan oleh manusia, khususnya
jika terkait dengan persaksian satu hukum atau perkara, tanpa kehadiran saksi yang adil, maka
kesaksiannya tidak dapat diterima, keadilan seorang saksi dan keadilan hukum menjadi
harapan besar masyarakat.

Pemaknaan Istilah Wasathiyah dengan adil sebagaimana Nabi menafsirkan surat Al-
Baqarah: 143 dengan makna adil. Adil adalah berada pada posisi antara pihak-pihak yang
bertikai dengan menjauhi condong kepada salah satu pihak. Memberikan hak-hak kedua belah
pihak secara seimbang, dan tidak berat sebelah.

3
2.3 Nilai-nilai Islam Wasathiyah dalam Pendidikan

Umat Islam sebagai umat yang selalu berada pada posisi menengah, tampil sebagai
umat pilihan yang menjadi syuhada dalam arti menjadi saksi atau disaksikan dan diteladani,
juga tampil sebagai panutan dan tolok ukur kebenaran. Islam tidak menghendaki kelompok
ekstrem karena hal tersebut melambangkan kepicikan dan kekakuan dalam menghadapi
persoalan. Posisi menengah tersebut menghimbau umat Islam agar tampil mengadakan
interaksi sosial, berdialog dan terbuka dengan semua pihak yang mempunyai latar belakang
agama, budaya dan peradaban yang berbeda.

Begitu pula sebenarnya Islam menghendaki perhatiannya kepada kepentingan individu


tetapi tidak boleh melupakan kepentingan sosial, karena manusia tercipta sebagai individu yang
berada di tengah-tengah kehidupan sosial. Oleh sebab itu kesalehan individual harus diimbangi
dengan kesalehan sosial, lebih-lebih dalam bidang mu’amalah. Nilai wasathiyah terkait pula
dengan realitas keragaman dalam kehidupan ini.

Dalam The Wisdom Al-Qur’an Al-Karim diuraikan bahwa dunia diciptakan Allah
dalam keragaman dan kemajemukan, entah menyangkut aspek lingkungan, keyakinan, ataupun
ras. Dalam Alquran, penjelasan tentang keragaman tersebar di berbagai ayat seperti keragaman
berbagai warna kulit dan bahasa (Q.S. 30: 22), berbagai suku bangsa (Q.S. 49:13), Allah
menegaskan eksistensi keragaman dengan penegasan bahwa jika Allah menghendaki, maka
semua manusia bisa dijadikan satu kelompok saja (seragam), baik secara fisik, pemikiran,
bangsa, ideologi, bahkan agama. Namun itu tidak diinginkan-Nya (Q.S. Al-Maidah: 48). Jelas
bahwa keragaman merupakan keniscayaan dan tentu mengandung maksud dan tujuan. Allah
menegaskan bahwa keragaman merupakan bukti kebesaran dan manifestasi kemahakuasaan-
Nya (Q.S. 30: 22), manusia bersuku-suku itu dalam rangka menjalin sebuah ikatan
persaudaraan kemanusiaan atas dasar saling mengenal (ta’aruf) (Q.S. 49: 13).

Dalam konteks kemajemukan, umat Islam sebagaimana isyarat Alquran berada pada
posisi di tengah (ummatan wasatan) umat Islam tidak boleh berada pada dua posisi ekstrem,
yaitu sikap terlalu fanatik atau liberal. Dalam konteks inilah, umat Islam diseru agar
mengembangkan dan menjadi contoh toleransi (tasamuh). Toleransi adalah kesediaan untuk
secara terbuka mau menerima perbedaan. Di dalamnya terkandung sikap saling menghargai
dan menghormati eksistensi masing-masing pihak yang berbeda. Dalam kehidupan yang
toleran, keseimbangan dalam hidup mendapatkan prioritas karena di dalamnya ada keadilan,
kasih sayang dan penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Kemajemukan tidak
4
dianggap sebagai ancaman, namun justru peluang dan energi untuk saling bersinergi secara
positif. Salah satu monumen sejarah penting tentang umat Islam yang toleran adalah
pendeklarasian Piagam Madinah.

Nilai-nilai penting dalam konsep Islam wasathiyah mencakup antara lain:

1. Kemampuan menghayati prinsip keseimbangan antara berbagai potensi manusia baik


potensi fisik, jiwa dan rohani harus sama-sama berkembang.
2. Mampu menyadari bahwa manusia adalah makhluk individual yang harus menghargai
kehidupan sosial dan kehidupan orang lain, karena saling membutuhkan.
3. Kesediaan menerima keragaman dalam berbagai hal baik keragaman fisik, warna kulit,
suku bangsa, keyakinan, pemikiran, pandangan dan sebagainya.
4. Berkemampuan dalam interaksi sosial, berdialog, komunikasi dan terbuka dengan
semua pihak yang mempunyai latar belakang agama, budaya dan peradaban yang
berbeda
5. Berkemampuan untuk tidak hanyut dalam kehidupan materialisme dengan tidak
menghiraukan sama sekali kehidupan spiritualisme, tidak hanya memerhatikan
kehidupan rohani dengan mengabaikan kehidupan jasmani.
6. Kemampuan bersikap menengah yakni tidak ekstrem, tidak merasa benar sendiri, tetapi
bersikap menengah, adil dan pilihan.
7. Mampu mengembangkan dan menjadi contoh toleransi (tasamuh), berupa kesediaan
untuk secara terbuka mau menerima perbedaan, memiliki sikap saling menghargai dan
menghormati eksistensi masing-masing pihak yang berbeda.
8. Menjadi syuhada yakni menjadi saksi atas terimplementasikannya prinsip menengah
dan adil serta menjadi teladan atau disaksikan sebagai umat pilihan.

Terkait dengan pendidikan, secara umum adalah bagaimana memproses manusia muda
(anak manusia) menjadi manusia dewasa baik dalam arti individual, sosial dan susila, sehingga
betul-betul menjadi manusia yang mandiri secara individu, mampu menjalankan tugasnya
sebagai makhluk sosial dalam arti mampu menjalan hubungan yang baik dalam konteks sosial
pada berbagai kesempatan serta memiliki kepribadian yang mantap, stabil dan berakhlak mulia.

Tujuan pendidikan sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan


Nasional nomor 20 Tahun 2003, pada pasal 3, berbunyi “Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
5
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab”.

Watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dengan ciri utama beriman dan
bertakwa, berakhlak mulia dan menjadi warganegara yang demokratis serta bertanggung
jawab, itu erat kaitannya dengan nilai-nilai wasathiyah di atas. Nilai-nilai Islam wasathiyah
tersebut, jelas terkait dengan tujuan pendidikan Islam.

Adapun tujuan pendidikan Islam menurut rumusan hasil Konperensi Pendidikan Islam
Dunia ke-1 di King Abdul ‘Aziz University Jeddah, tahun 1977, dinyatakan: “Pendidikan Islam
bertujuan menyeimbangkan pertumbuhan dari total kepribadian manusia melalui pendidikan
spiritual, intelektual, rasio, rasa dan fisik manusia. Pendidikan di sini tidak terlepas dari
memasukkan keimanan kepada keseluruhan kepribadiannya sehingga akan tumbuh semangat
dan kegairahan terhadap Islam dan memampukannya mengikuti Alquran dan Sunnah dan
mampu diarahkan oleh sistem nilai Islam dengan senang dan bahagia, dengan begitu dia
dibolehkan merealisasikan statusnya sebagai khalifatullah, yang kepadanya Allah mengizinkan
untuk menguasai alam semesta ini”.

Pendidikan Islam harus sesuai dengan ajaran Islam yakni menjadikan manusia sebagai
abdullah dan khalifatullah. Sebagai abdullah, menjadi manusia yang selalu ingat dan beribadah
kepada Allah, dan sebagai khalifatullah, menjadi manusia yang memiliki pengetahuan,
keterampilan dan sikap-sikap mulia untuk mampu hidup mandiri, mampu mengadakan
hubungan yang baik dengan alam lain termasuk dengan sesama sehingga mampu membangun
dunia sebagai tempat hidup bersama.

Perlu dicatat bahwa pendidikan Islam mengembangkan seluruh potensi manusia


menyangkut spiritual atau rohani manusia, pikir, rasa, imajinasi, intuisi dan fisik manusia
sendiri, sehingga tumbuh kepribadian yang komprehensif. Pendidikan Islam tidak
membenarkan melebihkan salah satu potensi atau beberapa potensi di antaranya lebih
berkembang dibanding yang lainnya. Perkembangan potensi tersebut harus seimbang sehingga
betul-betul akan menumbuhkan sebuah kepribadian yang utuh dan kompak. Tidak ada rohani
lebih berkembang daripada pikir atau lainnya. Tidak ada pikir lebih berkembang daripada rasa
atau lainnya. Begitu seterusnya. Rohani tidak boleh mengabaikan fisik, fisik tidak boleh
mengabaikan rohani, pikir tidak boleh mengabaikan rasa, rasa tidak boleh mengabaikan pikir,
begitu pula imajinasi dan intuisi harus dikembangkan sewajarnya, sehingga betul-betul tumbuh
6
dan berkembang suatu kompetensi kepribadian yang unggul dan dari itu martabat dia sebagai
abdullah dan khalifatullah akan dicapai. Di saat itulah dia menjadi manusia sempurna yang
memiliki kehidupan yang mudah dan kehidupan yang bermakna.

Pendidikan Islam menghantar seseorang menjadi saleh secara individual tetapi juga
saleh secara sosial. Kesalehan sosial erat kaitannya dengan konsep Islam wasathiyah yakni
bersikap inklusif dengan menerapkan beberapa prinsip dan nilai-nilai seperti uraian
sebelumnya.

2.2 Islam Wasathiyah Sebagai Solusi Masyarakat Multikultural

Masyarakat Indonesia sangat terkenal dengan sifat kemajemukannya. Kemajemukan


bangsa Indonesia yang tampak dari keragaman budaya, agama, ras, bahasa, suku dan
sebagainya menasbihkan dirinya sebagai bangsa yang multikultural.

Sebagaimana yang ditegaskan oleh Usman Pelly (2003), bahwa masyarakat


multikultural adalah masyarakat negara, bangsa, daerah, bahkan lokasi geografis terbatas
seperti kota atau sekolah, yang terdiri atas kebudayaan yang berbeda-beda dalam kesederajatan.
Dalam hal ini masyarakat multikultural tidak bersifat homogen, namun memiliki karakteristik
heterogen di mana pola hubungan sosial antar individu di masyarakat bersifat toleran dan harus
menerima kenyataan untuk hidup berdampingan secara damai (peace co-exixtence) satu sama
lain dengan perbedaan yang melekat pada tiap entitas sosial dan politiknya.

Masyarakat multikultural tidak selamanya bisa hidup berdampingan sebagaimana yang


seharusnya terjadi. Tantangan masyarakat yang memiliki keragaman kultur, agama, bahasa, ras
dan yang lain pada saat tertentu justru menjadi persoalan besar bagi sebuah bangsa. Ini pula
yang masih menjadi perjuangan yang terus menerus digalakkan oleh seluruh para tokoh elit
Negara dan masyarakat itu sendiri dalam rangka memupuk rasa keadilan dan kesetaraan bagi
masyarakat tanpa melihat latar belakang kehidupannya.

Dalam upaya mengantisipasi terjadinya konflik di tengah masyarakat telah muncul


sejumlah kajian dan solusi dari para pakar, di antaranya adalah perlunya pendekatan kultural
dengan memperkuat falsafah lokal atau kearifan lokal yang penuh dengan pesan-pesan luhur
dan kedamaian. Namun, demikian solusi tersebut juga tidak bisa berdiri sendiri tanpa dibarengi
dengan paham keagamaan yang tepat dan bijak. Peran agama masih menjadi sesuatu yang

7
sangat diharapkan menjadi petuah dan pijakan masyarakat dalam bertingkah laku. Sebagai
masyarakat yang dikenal sangat fanatik dengan keyakinannya, bangsa Indonesia harus
mengkampanyekan paham agama yang sesuai dengan kultur masyarakat Indonesia yang
multikultural.

Dalam konteks inilah moderasi Islam yang ramah, toleran, terbuka, fleksibel dapat
menjadi jawaban terhadap kekhawatiran konflik yang marak terjadi di tengah masyarakat
mulkultural. Moderasi Islam tidak berarti bahwa mencampuradukkan kebenaran dan
menghilangkan jati diri masing-masing. Juga tidak berarti bahwa kita tidak memiliki sikap
yang jelas dalam sebuah persoalan. Tapi moderasi Islam lebih pada sikap keterbukaan
menerima bahwa diluar diri kita ada saudara yang juga memiliki hak yang sama dengan kita
sebagai masyarakat yang berdaulat dalam bingkai kebangsaan.

Di luar agama kita, ada saudara yang beragama lain yang mesti kita hormati dan akui
keberadaannya. Di luar kultur bahasa, adat, dan suku kita ada ribuan suku, bahasa dan adat
yang berbeda dengan kita yang tentu memiliki hak dan kewajiban yang sama. Dengan
keyakinan itulah akan mengantarkan kepada sikap keterbukaan, toleran, dan fleksibel dalam
bertingkah. Berlaku adil atas sesama tanpa harus melihat latar belakang agama, ras, suku dan
bahasa.

8
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Secara bahasa Wasathiyah memiliki beragam makna antara lain di tengah-tengah,


berada di antara dua ujung, adil, yang tengah-tengah atau yang sederhana atau biasa-
biasa saja. Adapun makna wasathiyah secara istilah adalah nilai-nilai Islam yang
dibangun atas dasar pola pikir yang lurus dan pertengahan, tidak berlebihan dalam hal-
hal tertentu.
2. Nilai-nilai penting dalam konsep Islam wasathiyah di antaranya: (1) Kemampuan
menghayati prinsip keseimbangan antara berbagai potensi manusia baik potensi fisik,
jiwa dan rohani harus sama-sama berkembang. (2) Mampu menyadari bahwa manusia
adalah makhluk individual yang harus menghargai kehidupan sosial dan kehidupan
orang lain, (3) Kesediaan menerima keragaman dalam berbagai hal. (4) Berkemampuan
dalam interaksi sosial, berdialog, komunikasi dan terbuka dengan semua pihak yang
mempunyai latar belakang agama, budaya dan peradaban yang berbeda (5)
Berkemampuan untuk tidak hanyut dalam kehidupan materialisme. (6) Kemampuan
bersikap menengah. (7) Mampu mengembangkan dan menjadi contoh toleransi
(tasamuh). (8) Menjadi syuhada yakni menjadi saksi atas terimplementasikannya
prinsip menengah dan adil serta menjadi teladan atau disaksikan sebagai umat pilihan.
3. Moderasi Islam yang ramah, toleran, terbuka, fleksibel dapat menjadi jawaban terhadap
kekhawatiran konflik yang marak terjadi di tengah masyarakat multikultural. Moderasi
Islam tidak berarti bahwa mencampuradukkan kebenaran dan menghilangkan jati diri
masing-masing. Juga tidak berarti bahwa kita tidak memiliki sikap yang jelas dalam
sebuah persoalan. Tapi moderasi Islam lebih pada sikap keterbukaan menerima bahwa
diluar diri kita ada saudara yang juga memiliki hak yang sama dengan kita sebagai
masyarakat yang berdaulat dalam bingkai kebangsaan.

9
3.2 Saran

Pada makalah ini, saya merasa masih banyak kekurangan baik dari segi penulisan
maupun pembahasan. Untuk itu, saya mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar saya
lebih baik lagi dalam penyusunan makalah di kemudian hari. Harapan kami semoga makalah
ini dapat menambah wawasan, bisa menjadi referensi tambahan bagi pembaca, dan semoga
bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

10
REFERENSI

Buseri, Kamrani. 2015. Islam Wasathiyah dalam Prespektif Pendidikan. Makalah disajikan
dalam Rakerda/Sarasehan Ulama se-kalimantan Selatan. Banjarmasin, 28 Desember.

Darlis. (2017). Mengusung Moderasi Islam di Tengah Masyarakat Multikultural. Rausyan


Fikr. Vol. 13 (2). Hal: 251.

Maimun dan Muhammad Kosim. 2009. Moderasi Islam di Indonesia. Yogyakarta: LKiS.

11
BIODATA PENULIS

Nama : Nofi Ristiyowati

Tempat dan Tanggal Lahir : Tuban, 29 November 1997

Alamat : Gang. Cino Nenes Desa. Palang,

kecamatan. Palang, kabupaten.

Tuban.

Riwayat Pendidikan : RA Muslimat NU

MI. Al-Musthofawiyah Palang

MTs. Al-Musthofawiyah Palang

MA. Al-Musthofawiyah Palang

IAINU Tuban

12

Anda mungkin juga menyukai