Anda di halaman 1dari 22

Makalah Kerukunan Antar Umat Beragama

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kerukunan beragama di tengah keanekaragaman budaya merupakan aset dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara di Indonesia. Berbagai macam kendala yang sering kita hadapi dalam
mensukseskan kerukunan antar umat beragama, dari luar maupun dalam negeri kita sendiri.
Namun dengan kendala tersebut warga Indonesia selalu optimis, bahwa dengan banyaknya
agama yang ada di Indonesia, maka banyak pula solusi untuk menghadapi kendala-kendala
tersebut.
Dari berbagai pihak telah sepakat untuk mencapai tujuan kerukunan antar umat beragama di
Indonesia seperti masyarakat dari berbagai golongan, pemerintah, dan organisasi-organisasi
agama yang banyak berperan aktif dalam masyarakat. Keharmonisan dalam komunikasi antar
sesama penganut agama adalah tujuan dari kerukunan beragama, agar terciptakan masyarakat
yang bebas dari ancaman, kekerasan hingga konflik agama.
Agama Islam mengakui keberagaman agama yang dianut oleh manusia, karena itu agama
Islam tidak hanya mengajarkan tata cara hubungan sesama umat Islam, tetapi juga hubungan
dengan umat beragama lain.

B. Permasalahan
Pemahaman islam yang masih sempit menjadi salah satu bibit munculnya permusuhan
terhadap sesamanya. Apakah permusuhan sesama manusia merupakan sikap yang dibenarkan
oleh islam?
Ada perbedaan yang mendasar antara umat yang berbeda agama didunia (pluralitas agama),
namun apakah antara keduanya tidak saling memerlukan?

C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini antara lain:
1. Mewujudkan kesadaran dan menjalin hubungan pribadi yang akrab dalam menghadapi
masalah bersama.
2. Memberikan informasi kepada pembaca tentang pentingnya kerukunan antar umat
beragama.
3. Memotivasi dan mendinamisasikan umat beragama khususnya umat islam agar dapat ikut
serta dalam upaya menjalin tali silaturahmi.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Islam Agama Rahmatan Lil Alamin


Setiap agama di dunia kebanyakan mengambil nama dari penemunya atau tempat dimana
agama tersebut dilahirkan dan dikembangkan, sebagaimana agama Nasrani yang mengambil
nama dari tempat Nazareth, agama Budha yang berasal dari nama pendirinya Budha Gautama.
Tetapi tidaklah demikian untuk agama Islam, agama Islam tidak mempunyai hubungan dengan
orang, tempat, atau masyrakat tertentu dimana agama ini dilahirkan atau disiarkan.
Agama Islam adalah agama yang allah turunkan sejak manusia pertama,yaitu Nabi Adam as
kemudian Allah turunkan secara berkesinambungan kepada Nabi atau Rasul berikutnya. Akhir
dari penurunan agama Islam itu terjadi pada masa kerasulan Muhammad Saw.
Ketika Islam mulai disampaikan oleh Rasulullah Saw kepada masyarakat Arab, beliau
mengajak masyarakat untuk menerima dan mentaati ajaran Islam, tanggapan yang mereka
sampaikan pada Rasulullah adalah sikap heran dan aneh. Islam dianggapnya sebagai ajaran yang
menyimpang dari tradisi leluhur yang telah mendarah daging bagi masyrakat Arab, yang telah
mereka taati secara turun menurun, dan mereka tidak mau tahu apakah tradisi tersebut salah atau
benar. di dalam hadist juga digambarkan bahwa “Islam datangnya dianggap asing dan akan
kembali diaggap asing, namun berbahagialah orang yang dianggap asing tersebut”.
Kata Islam berarti damai, selamat, selamat, penyerahan diri, tunduk dan patuh. Pengertian
tersebut menunjukan bahwa agama Islam adalah agama yang mengandung ajaran untuk
menciptakan kedamaian, kerukunan, keselamatan, dan kesejahteraan bagi kehidupan umat
manusia pada khususnya dan semua makhluk Allah pada umumnya, bukan untuk mendatangkan
dan membuat bencana atau kerusakan di muka bumi.
Fungsi Islam sebagai Agama Rahmatan Lil Alamin tidak tergantung pada peneriman atau
penilaian manusia, substansi rahmat terletak pada fungsi ajaran tersebut,dan fungsi itu baru akan
terwujud dan dapat dirasakan oleh manusia sendiri maupun oleh makhluk-makhluk yang lain ,
apabila manusia sebagai pengemban amanat Allah telah dapat mentaati dan menjalankan aturan-
aturan ajaran Islam dengan benar dan khaffah.
Fungsi Islam juga sebagai rahmat dan bukan sebagai agama pembawa bencana, dijelaskan
oleh Allah dalam Alqur’an surat Al Anbiya’: 170 yang artinya:”Dan tidaklah Kami mengutus
kamu Muhammad, melainkan untuk menjadi rahmat sebagai semesta alam.” Sedangkan bentuk-
bentuk kerahmatan Allah pada ajaran Islam itu adalah:

1. Islam menunjukan Manusia jalan hidup yang benar.


2. Islam menghormati dan menghargai semua manusia sebagai hamba Allah, baik mereka
muslim maupaun non muslim.
3. Islam mengatur pemanfaatan alam secara baik dan professional.
4. Islam memberikan kebebasan kepada manusia untuk menggunakan potensi yang diberikan
oleh Allah secara tanggung jawab, dll.

B. Pengertian Kerukunan
Kata kerukunan berasal dari kata dasar rukun, berasal dari bahasa Arab ruknun (rukun)
jamaknya arkan berarti asas atau dasar, misalnya: rukun islam, asas Islam atau dasar agama
Islam. Dalam kamus besar bahasa Indonesia arti rukun adalah sebagai berikut: Rukun (nomina):
(1) sesuatu yang harus dipenuhi untuk sahnya pekerjaan, seperti: tidak sah sembahyang yang
tidak cukup syarat dan rukunnya; (2) asas, berarti: dasar, sendi: semuanya terlaksana dengan
baik, tidak menyimpang dari rukunnya; rukun islam: tiang utama dalam agama islam; rukun
iman: dasar kepercayaan dalam agama Islam.
Rukun (a-ajektiva) berarti : (1) baik dan damai, tidak bertentangan: kita hendaknya hidup
rukun dengan tetangga: (2) bersatu hati, bersepakat: penduduk kampng itu rukun sekali.
Merukunkan berarti: (1) mendamaikan; (2) menjadikan bersatu hati. Kerukunan: (1) perihal
hidup rukun; (2) rasa rukun; kesepakatan: kerukunan hidup bersama. 1 Dalam bahasa Inggris kata
rukun disepadankan dengan harmonious atau concord, yang berarti kondisi sosial yang ditandai
oleh adanya keselarasan, kecocokan, atau ketidak berselisihan (harmony, concordance). Dalam
literatur ilmu sosial, kerukunan diartikan dengan istilah integrasi (lawan disintegrasi) yang
berarti: the creation and maintenance of diversified patterns of interactions among autonomous
units. Kerukunan merupakan kondisi dan proses tercipta dan terpeliharanya pola-pola interaksi
yang beragam diantara unit-unit atau sub-sistem yang otonom.2
Rukun juga berarti saling menghormati, menghargai, saling menerima seperti apa adanya.
Kerukunan menyangkut masalah sikap yang tak terpisahkan dari etika yang erat terikat dan

1 Departemen Agama RI Badan Penelitian Dan Pengembangan Agama Proyek Peningkatan Kerukunan Hidup Umat Beragama,
Kompilasi Kebijakan Dan Peraturan Perundang-Undangan Kerukunan Umat Beragama (Jakarta, 1996/1997), 5-6
2 H.M.Ridwan Lubis, Cetak Biru Peran Agama, (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Beragama, 2005), 7-8.
terpancar dari agama yang diyakini. Hidup rukun berarti orang saling tenggang rasa dan
berlapang dada satu terhadap yang lain3.
Secara terminologi banyak batasan yang diberikan oleh para ahli sebagai berikut:
1. W. J.S Purwadarminta menyatakan
Kerukunan adalah sikap atau sifat menenggang berupa menghargai serta membolehkan suatu
pendirian, pendapat, pandangan, kepercayaan maupun yang lainya yang berbeda dengan
pendirian4.
2. Dewan Ensiklopedi Indonesia
Kerukunan dalam aspek sosial, politik, merupakan suatu sikap membiarkan orang untuk
mempunyai suatu keyakinan yang berbeda. Selain itu menerima pernyataan ini karena
sebagai pengakuan dan menghormati hak asasi manusia5.
3. Ensiklopedi Amerika
Kerukunan memiliki makna sangat terbatas. Ia berkonotasi menahan diri dari pelanggaran
dan penganiayaan, meskipun demikian, ia memperlihatkan sikap tidak setuju yang
tersembunyi dan biasanya merujuk kepada sebuah kondisi dimana kebebasan yang di
perbolehkannya bersifat terbatas dan bersyarat.6

C. Pengertian Kerukunan Menurut Islam


Istilah Islam bermula dari kata aslama, yuslimu, Islaman yang diartikan sebagai damai,
tunduk, patuh, maupun berserah diri. Dalam penjelasan diatas bisa diartikan alam semesta
berIslam (berserah diri, tunduk, patuh, maupun damai) terhadap Allah, yang maha satu sang
pencipta. Meyakini bahwa seluruh alam tunduk terhadap hukum yang ada sehingga segala
sesuatu yang ada dibumi terjalin dengan rapi dan harmonis. Islam menjadi agama dalam tatanan
ajaran akidah, akhlak, maupun ibadah yang di utus Allah kepada Nabi Muhammad kemudian di
amalkan sebagaimana bentuk bimbingan maupun petunjuk untuk umat manusia dalam
menjalankan kehidupan didunia sesuai perintah dalam rangka memperoleh keselamatan hingga
kebahagiaan dunia akhirat7.

3 Martis Sardy, Agama Multidimensional, (Bandung, Alumni, 1983), 63- 64.


4 W.J.S Porwadarminta, kamus Umum Bahasa Indonesia(Jakarta, Balai Pustaka1986)h.1084
57 Dewan Ensiklopedi Indonesia, Ensiklopedia Indonesia Jilid 6,(Van Hoeve,t,th)h.358
6 Dewan Ensiklopde American, Ensiklopedi American
7 Faisal Ismail, Dinamika Kerukunan Antarumat Beragama, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2014), 1-2.
Kerukunan dalam Islam diberi istilah “tasamuh” atau toleransi. Sehingga yang dimaksud
toleransi adalah kerukunan sosial kemasyarakatan, bukan dalam hal akidah Islamiyah
(keimanan), karena akidah telah digariskan secara jelas dan tegas dalam Alqur’an dan Hadits.
Agama Islam turun tidak bertujuan untuk melakukan peperangan maupun memaksakan
kehendak. Islam pada hakikatnya adalah bentuk kepercayaan tanpa ada rasa ragu terhadap tuhan.
Dalam realisasi kebenaran istilah “Tiada Tuhan Selain Allah” adalah bentuk ketulusan,
ketundukan kepada Allah yang dapat membuat hati terasa damai. Sebagai hamba Allah diajarkan
untuk selalu mengasihi, saling memberi kepada yang membutuhkan, dan mengosongkan nurani
dari rasa tamak, sombong maupun kikir.8Dalam hal akidah atau keimanan seorang muslim
hendaknya meyakini bahwa Islam adalah satu-satunya agama dan keyakinan yang dianutnya
sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al Kafirun ayat 1-6 sebagai berikut:

Artinya : “Katakanlah, Hai orang-orang kafir!. Aku tidak menyembag apa yang kamu
sembah. Dan tidak (pula) kamu menyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku bukan
penyembah apa yang biasa kamu sembah. Dan kamu bukanlah penyembah Tuhan yang aku
sembah. Bagimu agamamu dan bagiku agamaku”
Pada era globalisasi sekarang ini, umat beragama dihadapkan kepada serangkaian tantangan
baru yang tidak terlalu berbeda dengan yang pernah dialami sebelumnya. Pluralitas merupakan
hukum alam (sunnatulah) yang mesti terjadi dan tidak mungkin terelakkan. Hal itu sudah
merupakan kodrati dalam kehidupan dalam QS. Al Hujarat: 13, Allah menggambarkan adanya
indikasi yang cukup kuat tentang pluralitas tersebut

Artinya :”Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah
ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Mengenal”.

8 Nailudurroh Tsunaya, “Kerukunan Antrumat Beragama (Studi Terhadap Relasi Islam, Katolik Dan Hindu Di Dusun Kalibago,
Desa Kalipang, Kecamatan Grogol Kabupaten Kediri)” (Tesis, UIN Malang, 2017), 38.
Namun, pluralitas tidak semata menunjukkan pada kenyataan adanya kemajemukan, tetapi
lebih dari itu adanya keterlibatan aktif terhadap kenyataan adanya pluralitas tersebut. Pluralitas
agama dapat kita jumpai dimana-mana, seperti di dalam masyarakat tertentu, di kantor tempat
bekerja dan di perguruan tinggi tempat belajar dll. Seseorang baru dikatakan memiliki sikap
keterlibatan aktif dalam pluralitas apabila dia dapat berinteraksi secara positif dalam lingkungan
kemajemukan. Pemahaman pluralitas agama menuntut sikap pemeluk agama untuk tidak hanya
mengakui keberadaan dan hak agama lain,tetapi juga harus terlibat dalam usaha memahami
perbedaan dan persamaan guna mencapai kerukunaan dan kebersamaan.
Bila dilihat, eksistensi manusia dalam kerukunaan dan kebersamaan ini, diperoleh pengertian
bahwa arti sesungguhnya dari manusia bukan terletak pada akunya, tetapi pada kitanya atau pada
kebersamaannya. Kerukunan dan kebersamaan ini bukan hanya harus tercipta intern seagama
tetapi yang lebih penting adalah ”antar umat beragama didunia” (pluralitas Agama).
Kerukunan dan kebersamaan yang didambakan dalam islam bukanlah yang bersifat semu,
tetapi yang dapat memberikan rasa aman pada jiwa setiap manusia. Oleh karena itu langkah
pertama yang harus dilakukan adalah mewujudkannya dalam setiap diri individu, setelah itu
melangkah pada keluarga, kemudian masyarakat luas pada seluruh bangsa di dunia ini dengan
demikian pada akhirnya dapat tercipta kerukunan, kebersamaan dan perdamaian dunia.
Itulah konsep ajaran Islam tetang “Kerukunaan Antar Umat Beragama”, kalaupun
kenyataannya berbeda dengan realita, bukan berarti konsep ajarannya yang salah, akan tetapi
pelaku atau manusianya yang perlu dipersalahkan dan selanjutnya diingatkan dengan cara-cara
yang hasanah dan hikmah.

D. Indonesia Negara Multikultural


Kerukunan yang terjalin di kehidupan antarumat beragama ialah suatu bentuk hubungan
antarumat beragama yang berlandaskan sikap terikat dan memberi toleran, mau memberi
pengertian maupun mengakui setiap hubungan antar sesama penganut dalam mengamalkan
ajaran yang diperintah, dan juga pintar dalam hal bekerjasama yang baik untuk membangun
kehidupan sosial bermasyarakat, berbangsa serta bernegara.9
Indonesia sendiri terdapat berbagai masyarakat multikultural yang harus diketahui, dihormati
serta dipertahankan, berangkat dari adanya pengakuan dari keberagaman tersebut yang membuat

9 Nazmudin, Kerukunan Dan Toleransi Antarumat Beragama Dalam Membangun Keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia, Journal Of Government And Civil Society 1, No. 1 (2017), 24-25.
bangsa Indonesia terbentuk. Dalam hal ini berbagai macam wujud keberagaman yang terdapat di
negara Indonesia ialah dari masalah kepercayaan, karena Indonesia sendiri tidak termasuk negara
sekuler bahkan negara mayoritas, namun Indonesia negara yang mengakui terdapatnya agama
dari kepercayaan-kepercayaan penduduknya, meliputi enam agama diantaranya : Islam, kristiani,
buddha, katholikk, hindu hingga konghuchu dan terdapat banyak aliran kepercayaan yang dianyt
di berbagai wilayah hingga kepelosok daerah dengan komposisi yang beraneka ragam.
Setidaknya terdapat 1.128 etnis budaya maupun adat istiadat yang dipercaya.10
Di Indonesia juga sudah mengatur dalam bentuk perundang-udang mengenai kerukunan yang
terjadi antarumat beragama, Dalam Undang-Undang Nomor 1/PNPS Tahun 1965 menjelaskan
tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama, Dari penjelasan penetapan
presiden RI Nomor 1 tahun 1965 tentang pencegahan penyalahgunaan atau penodaan agama
pasal 1 tertulis dengan kata-kata “dimuka umum”, yang dimaksud dengan kata itu dalam kitab
Undang-Undang hukum pidana, Agama-agama yang dipeluk oleh penduduk Indonesia ialah:
Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan KhongHuCu (Confusius)”; Undang-Undang Nomor
39 Tahun 1999 menjelaskan mengenai Hak Asasi Manusia, Dalam Undang-Undang yang tertulis
Nomor 39 Tahun 1999 menjelaskan bagaimana Hak Asasi Manusia terdapat pada Pasal 22 ayat
(1) yang tertulis “Setiap individu bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk
melakukan perintah agama menurut agamanya dan kepercayaannya itu”. Lalu ayat (2) tertulis
“Negara menjamin kemerdekaan setiap individu dalam memeluk agamanya dan kepercayaannya
itu”. Sudah semestinya dalam hal ini, Negara Republik Indonesia hingga saat ini masih
mengakui hal – hal kerukunan antarumat beragama di atas, kemerdekaan setiap individu dalam
memeluk agamanya, dan semestinya dalam melaksanakan ibadah sesuai dengan agama yang
diakui di Indonesia11. Tidak diperkenankan lagi mengenai istilah bahwa yang boleh melakukan
kegiatan ibadah dengan bebas dan merdeka adalah hanya agama tertentu misalnya, atau ada
beberapa pandangan yang menyatakan jika agama mayoritas ialah agama yang mutlak diikuti
oleh penganut agama lain, sehingga melalui beberapa tindakan seperti intimidasi misalnya dapat
menimbulkan kekhawatiran bagi pemeluk agama lain dalam melaksanakan kegiatan ibadah yang
di percaya12.

10 aidlor Ali Ahmad Dkk, Kasus-Kasus Aktual Hubungan Antarumat Beragama Di Indonesia, (Jakarta: Puslitbang Kehidupan
Keagamaan, 2015), 3.
11 Viktorio H. Situmorang, Kebebasan Beragama Sebagai Bagian Dari Hak Asasi Manusia, Jurnal HAM 10, No. 1 (2019), 60.
12 Victorio H. Situmorang, Kebebasan Beragama Sebagai Bagian dari Hak Asasi Manusia, Jurnal HAM 10, No. 1 (2019), 61
UD 1945 menyebutkan bahwa terdapat sila pertama yakni Ketuhanan Yang Maha Esa
memiliki makna bahwa sudah menjadi kewajiban pemerintah maupun para penyelenggara suatu
negara dalam memelihara dan mengatur moral kemanusiaan dalam menjunjung tinggi cita-cita
dalam menciptakan moral yang luhur supaya tidak terlepas dalam usaha mengembangkan serta
membina kehidupan dalam beragama di Indonesia. Dalam operasionalnya, amanat tersebut
kemudian dilaksanakan oleh pemerintah melalui departemen agama. Cara membina kerukunan
dalam hidup umat beragama melalui tiga aspek kerukunan (triologi kerukunan), diantaranya: a)
Kerukunan intern umat beragama, b) Kerukunan antar-umat beragama, c) Kerukunan antarumat
beragama dengan pemerintah13

E. Pandangan Islam Tehadap Pemeluk Agama Lain


1. Darul Harbi (daerah yang wajib diperangi)
Islam merupakan agama rahmatan lil-‘alamin yang memberikan makna bahwa perilaku Islam
terhadap nonmuslim dituntut untuk kasih sayang dengan memberikan hak dan kewajiban yang
sama seperti halnya penganut Islam sendiri dan tidak saling mengganggu dalam hal kepercayaan.
Islam membagi daerah (wilayah) berdasarkan agamanya atas Darul Muslim dan Darul Harbi.
Darul Muslim adalah suatu daerah yang didiami oleh masyarakat muslim dan diberlakukan
hukum Islam. Sedangkan Darul Harbi adalah suatu wilayah yang penduduknya memusuhi Islam.
Penduduk Darul Harbi selalu mengganggu penduduk Darul Muslim, menghalangi dakwah Islam,
bahkan melakukan penyerangan terhadap Darul Muslim. Menghadapi penduduk Darul Harbi
yang demikian, umat Islam wajib melakukan jihad melawannya, seperti difirmankan dalam
Alqur’an surat Al Mumtahanah: 90 yang artinya: “Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu
menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir
kamu dari negarimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barang siapa
menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”.

2. Kufur Zimmy
Dalam suatu perintah Islam, tidaklah akan memaksa masyarakat untuk memeluk Islam dan
Islam hanya disampaikan melalui dakwah (seruan) yang merupakan kewajiban bagi setiap
muslim berdasarkan pemikiran wahyu yang menyatakan : “Tidak ada paksaan untuk memasuki
agama Islam” Kufur Zimmy adalah sekelompok individu bukan Islam, akan tetapi mereka tidak
13 Syahrin Harahap, Teologi Kerukunan (Jakarta: Prenada Media ,2011), 79.
membenci Islam, tidak membuat kerusakan, dan tidak menghalangi dakwah Islam. Mereka harus
dihormati oleh pemerintah Islam dan diperlakukan seperti umat Islam dalam pemerintahan serta
berhak diangkat sebagai tentara dalam melindungi daerah Darul Muslim. Adapun agama dan
keyakinan Kufur Zimmy adalah diserahkan kepada mereka sendiri dan umat Islam tidak
diperbolehkan mengganggu keyakinan mereka. Adapaun pemikiran Alqur’an mengenai Kufur
Zimmy seperti dalam surat Al Muntahanah: 8 yang artinya: “Allah tiada melarang kamu untuk
berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama
dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang berlaku adil.”
3. Kufur Musta’man
Kufur Musta’man adalah pemeluk agama lain yang meminta perlindungan keselamatan dan
keamanan terhadap diri dan hartanya. Kepada mereka pemerintah Islam tidak memberlakukan
hak dan hukum negara. Diri dan harta kaum musta’man harus dilindungi dari segala kerusakan
dan kebinasaan serta bahaya lainya, selama mereka di bawah perlindungan pemerintah Islam.
4. Kufur Mu’ahadah
Kufur Mu’ahadah adalah negara bukan Negara Islam yang membuat perjanjian damai dengan
pemerintah Islam, baik disertai perjanjian tolong-menolong dan bela-membela atau tidak.

F. Tujuan Kerukunan Antar Umat Beragama


Adapun tujuan kerukunan hidup beragama itu diantaranya ialah:
1. Untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan keberagamaan masing-masing pemeluk
agama.
Masing- masing penganut agama adanya kenyataan agama lain, akan semakin mendorong
untuk menghayati dan sekaligus memperdalam ajara-ajaran agamanya serta semakin
berusaha untuk mengamalkannya. Maka dengan demikian keimanan dan keberagamaan
masing-masing penganut agama akan dapat lebih meningkatkan lagi. Jadi semacam
persaingan yang bersifat positif, bukan yang bersifat negatif. Persaingan yang sifatnya
positif perlu dikembangkan.
2. Untuk mewujudkan stabilitas nasional yang mantap
Dengan terwujudnya kerukunan hidup beragama, maka secara praktis ketegangan-
ketegangan yang ditimbulkan akibat perbedaan. paham yang berpangkal pada keyakinan
keagamaan dapat dihindari. Dapat dibayangkan kalau pertikainan dan perbedaan paham
terjadi di antara pemeluk agama yang beraneka ragam ini, maka ketertiban dan keamanan
nasional akan terganggu. Tapi sebaliknya kalau antar pemeluk agama sudah rukun, maka hal
yang demikian akan dapat mewujudkan stabilitas nasional yang semakin mantap.
3. Menunjang dan mensukseskan pembangunan
Dari tahun ke tahun pemerintah senantiasa berusaha untuk melaksanakan dan mensukseskan
pembangunan dari segala bidang. Usaha pembangunan akan sukses apabila didukung dan
ditopang oleh segenap lapisan masyarakat. Sedangkan apabila umat beragama selalu
bertikai, saling curiga-mencurigai tentu tidak dapat mengarahkan kegiatan untuk mendukung
serta membantu pembangunan. Bahkan dapat berakibat sebaliknya, yakni bisa menghambat
usaha pembangunan itu sendiri. Membangun dan berusaha untuk memakmurkan bumi ini
memang sangat dianjurkan oleh agama Islam. Untuk memperoleh kemakmuran,
kebahagiaan, dan kesuksesan dalam segala bidang. Salah satu usaha agar kemakmuran dan
pembangunan selalu berjalan dengan baik, maka kerukunan hidup beragama perlu kita
wujudkan demi kesuksesan dan berhasilnya pembangunan disegala bidang sesuai dengan
apa yang telah dituangkan dalam (garis-garis besar haluan negara) GBHN.
4. Memelihara dan mempererat rasa persaudaraan.
Rasa kebersamaan dan kebangsaan akan terpelihara dan terbina dengan baik, bila
kepentingan pribadi atau golongan dapat dikurangi. Sedangkan dalam kehidupan beragama
sudah jelas kepentingan kehidupan agamanya sendiri yang menjadi titik pandang kegiantan.
Bila hal tersebut di atas tidak disertai dengan arah kehidupan bangsa dan negara, maka akan
menimbulkan gejolak sosial yang bisa mengganggu keutuhan bangsa dan negara yang terdiri
dari penganut agama yang berbeda, karena itulah kerukunan hidup beragama untuk
memelihara persatuan dan kesatuan bangsa harus dikembangkan. Memelihara dan
mempererat persaudaraan sesama manusia atau dalam bahasa ukhwahnya insaniah sangat
diperlukan bagi bangsa yang majemuk/plural dalam kehidupan keberagamanya. Dengan
terlihatnya ukhuwah insaniah tersebut maka percekcokan dan perselisihan akan bisa
teratasi.Itulah antara lain hal-hal yang hendak dicapai oleh kerukunan antar umat beragama
dan hal tersebut sudah tentu menghendaki kesadaran yang sungguh-sungguh dari masing-
masing penganut agama itu sendiri
G. Pedoman agar terjalinya kerukunan umat beragama
Ada beberapa pedoman yang digunakan untuk menjalin kerukunan antar umat beragama
yaitu:
1. Saling menghormati.
Setiap umat beragama harus atau wajib memupuk, melestarikan dan meningkatkan
keyakinannya. Dengan mempertebal keyakinan maka setiap umat beragama akan lebih saling
menghormati sehingga perasaan takut dan curiga semakin hari bersama dengan
meningkatkan taqwa, perasaan curiga dapat dihilangkan. Rasa saling menghormati juga
termasuk menanamkan rasa simpati atas kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh kelompok
lain, sehingga mampu menggugah optimis dengan persaingan yang sehat. Di usahakan untuk
tidak mencari kelemahan-kelemahan agama lain, apalagi kelemahan tersebut dibesar-
besarkan.
2. Kebebasan Beragama.
Setiap manusia mempunyai kebebasan untuk menganut agama yang disukai serta situasi dan
kondisi memberikan kesempatan yang sama terhadap semua agama. Dalam menjabarkan
kebebasan perlu adanya pertimbangan sosiologis dalam arti bahwa kenyataan proses
sosialisasiberdasarkan wilayah, keturunan dan pendidikan juga berpengaruh terhadap agama
yang dianut seseorang.
3. Menerima orang lain apa adanya.
Setiap umat beragama harus mampu menerima seseorang apa adanya dengan segala
kelebihan dan ekurangannya, melihat umat yang beragama lain tidak dengan persepsi agama
yang dianut. Seorang agama Kristen menerima kehadiran orang Islam apa adanya begitu pula
sebaliknya. Jika menerima orang Islam dengan persepsi orang Kristen maka jadinya tidak
kerukunan tapi justru mempertajam konflik.
4. Berfikir positif.
Dalam pergaulan antar umat beragama harus dikembangkan berbaik sangka. Jika orang
berburuk sangka maka akan menemui kesulitan dan kaku dalam pergaul apa lagi jika bergaul
dengan orang yang beragama. Dasar berbaik sangka adalah saling tidak percaya. Kesulitan
yang besar dalam dialog adalah saling tidak percaya. Selama masih ada saling tidak percaya
maka dialog sulit dilaksanakan. Jika agama yang satu masih menaruh prasangka terhadap
agama lain maka usaha kearah kerukunan masih belum memungkinkan. Untuk memulai
usaha kerukunan harus dicari di dalam agama masing-masing tentang adanya prinsip-prinsip
kerukunan14

H. Kerukunan Intern Umat Islam


Kerukunan intern umat Islam di Indonesia harus berdasarkan atas semangat ukhuwah
Islamiyah (persaudaraan sesama muslim) sesuai dengan firman-Nya dalam surat Al-Hujurat: 10
15
[4]. Kesatuan dan persatuan intern umat Islam diikat oleh kesamaan akidah (keimanan), akhlak,
dan sikap beragamanya didasarkan atas Alqur’an dan Al-Hadits.
Adanya perbedaan di antara umat Islam adalah rahmat asalkan perbedaan pendapat itu tidak
membawa perpecahan dan permusuhan.

I. Kerukunan Antar Umat Beragama Menurut Islam


Kerukunan umat Islam dengan penganut agama lainnya telah jelas disebutkan dalam Alqur’an
dan Al-hadits. Hal yang tidak diperbolehkan adalah dalam masalah akidah dan ibadah, seperti
pelaksanaan sosial, puasa dan haji, tidak dibenarkan adanya toleransi, sesuai dengan firman-Nya
dalam surat Al Kafirun: 6, yang artinya: “Bagimu agamamu, bagiku agamaku.”

J. Faktor Penyebab Ketidakharmonisan Kerukunan Antar Umat Beragama


Terdapat delapan faktor utama penyebab timbulnya ketidak harmonisan di bidang kerukunan
hidup umat beragama ditilik dari dampak kegiatan keagamaan antara lain:

a. Pendirian Tempat Ibadah. Tempat ibadah yang didirikan tanpa mempertimbangkan


situasi dan kondisi lingkungan umat beragama setempat sering menciptakan ketidak-
harmonisan umat beragama yang dapat menimbulkan konflik antar umat beragama.
b. Penyiaran Agama. Penyiaran agama, baik secara lisan, melalui media cetak seperti
brosur, pamflet, selebaran dsb, maupun media elektronika, serta media yang lain dapat
menimbulkan kerawanan di bidang kerukunan hidup umat beragama, lebih-lebih yang
ditujukan kepada orang yang telah memeluk agama lain.
c. Bantuan Luar Negeri. Bantuan dari Luar negeri untuk pengembangan dan penyebaran
suatu agama, baik yang berupa bantuan materiil / finansial ataupun bantuan tenaga ahli
keagamaan, bila tidak mengikuti peraturan yang ada, dapat menimbulkan ketidak-

14 Hamzah Tualeka Zn, Sosiologi Agama,(Surabaya:IAIN SA Press, 2011)h. 156-16


15
harmonisan dalam kerukunan hidup umat beragama, baik intern umat beragama yang
dibantu, maupun antar umat beragama.
d. Perkawinan Beda Agama. Perkawinan yang dilakukan oleh pasangan yang berbeda
agama, walaupun pada mulanya bersifat pribadi dan konflik antar keluarga, sering
mengganggu keharmonisan dan mengganggu kerukunan hidup umat beragama, lebih-
lebih apabila sampai kepada akibat hukum dari perkawinan tersebut, atau terhadap harta
benda perkawinan, warisan, dsb.
e. Perayaan Hari Besar Keagamaan. Penyelenggaraan perayaan Hari Besar Keagamaan
yang kurang mempertimbangkan kondisi dan situasi serta lokasi dimana perayaan tersebut
diselenggarakan dapat menyebabkan timbulnya kerawanan di bidang kerukunan hidup
umat beragama.
f. Penodaan Agama. Perbuatan yang bersifat melecehkan atau menodai agama dan
keyakinan suatu agama tertentu yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang,
dapat menyebabkan timbulnya kerawanan di bidang kerukunan hidup umat beragama.
g. Kegiatan Aliran Sempalan. Kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok
orang yang didasarkan pada keyakinan terhadap suatu agama tertentu secara menyimpang
dari ajaran agama yang bersangkutan dapat menimbulkan keresahan terhadap kehidupan
beragama, sehingga dapat pula menyebabkan timbulnya kerawanan di bidang kerukunan
hidup beragama.
h. Aspek Non Agama yang mempengaruhi. Aspek-aspek non agama yang dapat
mempengaruhi kerukunan hidup umat beragama antara lain : kepadatan penduduk,
kesenjangan sosial ekonomi, pelaksanaan pendidikan, penyusupan ideologi dan politik
berhaluan keras yang berskala regional maupun internasional, yang masuk ke Indonesia
melalui kegiatan keagamaan.

Di tingkat budaya hukum masih terdapat isu-isu yang cenderung provokatif yang terkadang
berpengaruh pada sebagian masyarakat sehingga dapat menimbulkan sikap saling curiga.
Sementara itu, sikap memandang atau menilai agama orang lain berdasarkan kriteria keyakinan
agamnya sendiri, selain tidak menghargai keyakinan orang lain, juga dapat memicu munculnya
rasa kurang senang atau bahkan antipati antar kelompok agama.
Pemberitaan pers kadang juga dipandang oleh sebagian masyarakat masih mengeksploitasi
permasalahan antar kelompok tanpa mempertimbangankan dampak yang ditimbulkannya pada
segi-segi keamanan dan keharmonisan hubungan antar kelompok masyarakat.

Kebijakan Pemerintah yang dirasakan oleh sebagian masyarakat kurang mencerminkan


keadilan dan lemahnya penegakan hukum berpotensi terhadap timbulnya ketidak harmonisan
hubungan antar kelompok sosial dan umat beragama, maupun hubungan antar umat beragama
dengan pemerintah. Ketidak adilan dan kesenjangan sosial, ekonomi, hukum dan politik sering
menimbulkan dan mempermudah elemen luar masuk sehingga dapat memicu terjadinya konflik
antar kelompok dalam masyarakat. Perebutan lahan antar pendatang dan penduduk yang menetap
lebih dulu merupakan potensi yang dapat berkembang menjadi marjinalisasi kelompok-
kelompok sosial yang dan kemudian dapat berpotensi menjadi konflik antar kelompok-kelompok
sosial yang mungkin saja kebetulan juga mewakili kelompok-kelompok keagamaan. Otonomi
daerah menimbulkan wajah ganda; di satu sisi sangat bermanfaat bagi warga setempat dalam
upaya mengembangkan diri, namun di sisi lain juga berpeluang bagi tumbuhnya sikap
primordialisme dan ketertutupan.

Kurangnya komunikasi antar tokoh/ pemuka agama, dipandang dapat berpengaruh terhadap
ketidak harmonisan hubungan antar kelompok masyarakat dan kurang dapat berfungsinya peran
antisipasi pencegahan kesalahpahaman antar kelompok, terutama di tingkat kecamatan dan
pedesaan. Persoalan pendirian rumah ibadah yang kurang memenuhi prosedur, penyiaran agama,
dan aliran-aliran sempalan di lingkungan internal kelompok agama masih dirasakan sebagian
masyarakat sebagai gangguan dalam membangun hubungan umat yang harmonis.

Budaya kekerasan dengan dalih agama kerap kali muncul karena implementasi doktrin agama
secara tidak proporsional. Sementara itu masih sering muncul isu-isu yang kurang berdasar,
seperti isu Islamisasi atau isu Kristenisasi. Isu-isu seperti ini terkadang berpengaruh pada
sebagian masyarakat sehingga dapat menimbulkan sikap saling curiga. Sikap memandang atau
menilai agama orang lain berdasarkan kriteria keyakinan agamanya sendiri, selain tidak
menghargai keyakinan orang lain, juga dapat memicu munculnya rasa kurang senang atau
bahkan antipati antar kelompok agama.Secara kultural masyarakat kadang masing belum
menerima jika pendirian rumah ibadah memerlukan pengaturan oleh pemerintah dalam rangka
fungsi ketertiban. Banyak orang beranggapan bahwa pendirian rumah ibadah tidak perlu diatur
oleh pemerintah, karena sejak nenek moyang membuat rumah ibadah tidak perlu ijin dari
siapapun. Padahal, Peraturan Bersama 2006, khususnya tentang pendirian rumah ibadah tidak
dimaksudkan membatasi ibadah. Harus dibedakan antara mengatur pendirian rumah ibadah dan
membatasi kebebasan beribadah. Semangat peraturan tersebut adalah menertibkan pendirian
rumah ibadah dan menghindari konflik horizontal antar pemeluk agama.

K. Solusi Atas Konflik Antar Umat Beragama Yang Terjadi Di Indonesia


Berikut ada beberapa hal yang dapat dijadikan solusi atas pemasalahan tersebut:
a. Dialog Antar Agama
Seperti yang disebutkan diatas untuk mengatasi hubungan yang tidak harmonis antar umat
beragama ini dan untuk mencari jalan keluar bagi pemecahan masalahnya, maka H.A. Mukti Ali
melontarkan gagasan untuk dilakukannya dialog agama. Dalam dialog kita tidak hanya saling
beradu argumen dan mempertahankan pendapat kita masing-masing yang dianggap benar.
Karena pada dasarnya dialog agama ini adalah suatu percakapan bebas,terus terang dan
bertanggung jawab yang didasari rasa saling pengertian dalam menanggulangi masalah
kehidupan bangsa baik berupa materil maupun spiritual. Diharapkan dengan adanya dialog
agama ini tidak terjadi kesalahpahaman yang nantinya dapat memicu terjadinya konflik. Didalam
artikel tersebut juga dikatakan bahwa dialog antar umat beragama digunakan sebagai salah satu
solusi untuk menyelesaikan konflik yang terjadi antara umat Muslim dan umat Protestan
b. Pendidikan Multikultural
Perlu ditanamkannya pemahaman mengenai pentingnya toleransi antar umat beragama sejak
dini. Hal ini dapat dilakukan melalui jalur pendidikan. Sebagai Negara yang memiliki
keanekaragaman kita harus saling menghormati dan menghargai antar sesama. Apalagi di
Indonesia yang memiliki keanekaragaman dalam hal adat-istiadat,suku,ras/etnis,bahasa dan
agama. Perbedaan yang ada tersebut jangan sampai membuat kita tercerai berai. Namun
sebaliknya perbedaan yang ada tersebut kita anggap sebagai kekayaan bangsa yang menjadi ciri
khas bangsa kita. Perlunya ditanamkannya rasa nasionalisme dan cinta tanah air dalam diri
generasi penerus bangsa sejak dapat membuat mereka semakin memahami dan akhirnya dapat
saling menghargai setiap perbedaan yang ada.
c. Menonjolkan segi-segi persamaan dalam agama,tidak memperdebatkan segi-segi
perbedaan dalam agama.
d. Melakukan kegiatan sosial yang melibatkan para pemeluk agama yang berbeda.
e. Meningkatkan pembinaan individu yang mengarah pada terbentuknya pribadi yang
memiliki budi pekerti luhur dan akhlakul karimah.

L. Pluralisme Agama sebagai Suatu Keniscayaan Sosial


Pengertian pluralitas secara sederhana dapat dimaknai: Kemajemukan, keragaman dan
keberbedaan, baik yang prinsip maupun tidak, yang meliputi keberbedaan keyakinan, kehendak,
pilihan status, eksistensi maupun perbedaan yang bersifat kodrati dan alami. Dengan demikian
perbedaan bisa antar individu dengan individu, antar individu dengan komunitas maupun antar
komunitas dengan komunitas. Sedangkan pluralisme agama adalah mengakui adanya
kemajemukan, keragaman dan keberbedaan, baik yang prinsip maupun tidak, yang meliputi
keberbedaan keyakinan atau agama.
a. Islam dan Pluralisme
Sejak kelahirannya, Islam sudah berada di tengah-tengah budaya dan agama-agama lain.
Kawasan Arabia pada waktu Nabi Muhammad SAW menyiarkan Islam sudah mengenal banyak
agama semisal Yahudi, Kristen dan Zoroaster. Di dalam Al-Quran pun banyak dimuat rekaman
kontak kaum muslimin dengan komunitas keagamaan yang ada disana
Dalam Al-Qur’an terdapat beberapa teks yang mendukung sikap positif terhadap keyakinan
lain. Misalnya yang menyiratkan bahwa pada dasarnya ajaran agama-agama kaum muslimin
seharusnya tidak membedakan ajaran para Rasul. Juga pada tempat-tempat ibadah dari agama
yang berbeda-beda banyak disebut di Al-Qur’an:
“Sesungguhnya kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat untuk menyerukan,
Sembahlah Allah dan jauhilah thagut (yakin setan atau apa saja yang disembah selain Allah)”.
(Q.S. An-Nahl (16):36).
Juga terdapat ayat-ayat yang bersifat netral semisal pernyataan bahwa masing-masing akan
berbuat sesuai dengan apa yang sesuai dengannya, bahwa masing-masing mendapat balasan
sesuai dengan agamanya dan bahwa bentuk lahiriah agama Rasul-rasul Allah dapat berbeda-
beda:
“Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya
Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikanNya satu umat saja, tetapi Allah hendak menguji
kamu terhadap apa yang diberikanNya kepadamu, maka berlomba-lombalah dalam membuat
kebaikan”. (Q.S. Al-Maidah (5):48). Dan masih banyak lagi ayat yang menerangkan tenang hal
seperti ini seperti dalam Al-Qur’an surat Al-Ira (17): 84, Ibrahim (14): 4, Al-Kafirun (109): 6,
dan Al Baqarah (2): 148.

b. Pluralisme Agama di Dalam Masyarakat


Konsekuensi dari pluralitas agama bagi setiap umat beragama adalah kewajiban untuk
mengakui sekaligus menghormati agama lain, sehingga sikap keagamaan yang perlu dibangun
dalam menghadapi pluralitas agama adalah prinsip kebebasan dalam memeluk suatu agama.
Prinsip yang demikian antara lain dibangun dari misi historis Islam bahwa “Tidak ada paksaan
untuk memeluk agama (Islam), sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang
sesat…” (Q.S. Al-Baqarah (2):256).
Kerukunan hidup umat beragama adalah suatu kondisi sosial ketika semua golongan agama
bisa hidup bersama tanpa mengurangi hak dasar masing-masing untuk melaksanakan kewajiban
agamanya. Masing-masing hidup sebagai pemeluk agama yang baik dalam keadaan rukun dan
damai. Kerukunan hidup umat beragama yang didasari oleh kesadaran akan keniscayaan
pluralitas agama hanya akan bisa tercapai apabila masing-masing golongan bersikap lapang dada
satu sama lain.
Sikap lapang dada dalam kehidupan beragama akan mempunyai makna bagi kehiduipan dan
kemajuan masyarakat plural, apabila ia diwujudkan dalam:
1) Sikap saling menahan diri terhadap ajaran, keyakinan dan kebiasaan golongan agama lain
yang berbeda, yang mungkin berlawanan dengan ajaran, keyakinan dan kebiasaan sendiri
2) Sikap saling menghormati hak orang lain untuk menganut dengan sungguh-sungguh
ajaran agamanya
3) Sikap saling mempercayai atas itikad baik golongan agama lain
4) Usaha untuk memahami ajaran dan keyakinan agama orang lain.
5) Usaha untuk mengemukakan keyakinan agama sendiri dengan sebijaksana mungkin
untuk tidak menyinggung keyakinan agama lain
6) Untuk saling membantu dalam kegiatan-kegiatan sosial utnuk membatasi
keterbelakangan bersama
7) Usaha saling belajar dari keunggulan dan kelebihan pihak lain sehingga terjadi saling
tukar pengalaman untuk mencapai kemajuan bersama.
Adanya informasi dan kesadaran akan pluralitas keagamaan yang menjangkau konsep ajaran
dan praktek ajarannya dapat menciptakan kerukunan hidup beragama, saling memahami dan
menghormati antar pemeluk agama menuju keharmonisan hidup beragama.
1
c. Pluralisme Agama Untuk Membangun Perdamaian
Pluralitas merupakan realitas hidup manusia. Untuk membangun perdamaian adanya
kesadaran pluralisme agama merupakan hal yang mutlak.
Hal yang harus dilakukan untuk menebarkan kesadaran pluralisme agama di masyarakat
adalah:
1) Sosialisasi kesadaran pluralisme agama harus ditebarkan pada berbagai elemen yang
ada di masyarakat. Karena persoalan kurangnya kesadaran pluralisme agama bisa
terdapat pada siapa saja, maka tidak salah ketika masyarakat umum mudah
terprovokasi isu-isu yang bernuansa primordialisme
2) Melakukan penguatan kesadaran pluralisme agama tidak hanya dalam bentuk formal
yang dilembagakan seperti atas nama Lembaga Kajian, Forum Dialog dan
semacamnya, karena akan menyebabkan tidak longgar bahkan terbatas dalam ruang-
ruang tertutup. Tapi perlu membumi yang bersifat longgar dan dapat berakses ke
mana saja.
3) Membuat tema dan program pluralisme agama yang akrab dengan kehidupan
masyarakat dimana kita tinggal jangan bersifat melangit seperti seminar, diskusi yang
dikonsumsi oleh kalangan terbatas, masyarakat luas tidak ikut mengakses.
Ada hal yang perlu kita sadari dalam melakukan penyadaran pluralisme agama, yaitu
kuatnya belenggu wacana yang abstrak di antara aktivis tentang pluralisme agama, secara tidak
sadar telah terjadi berbagai pemahaman yang distortif mengenai kesadaran pluralisme agama di
masyarakat versi aktivis atau akademisi, sehingga tidak bisa membedakan mana persoalan
interpretasi kesadaran pluralisme agama di masyarakat dan mana persoalan kemasyarakatan yang
sesungguhnya. Sehingga pemahaman pluralisme menjadi kering dan kaku karena berada dalam
tempurung formalisme.

Dengan penyadaran pluralisme agama, kita berupaya membebaskan manusia dari


keterasingan dan rasa kesendirian dalam hidup berkebangsaan serta menghindari terjadinya
berbagai konflik yang dapat terjadi di dalam masyarakat. Penyadaran pluralisme agama penting
dilakukan di Indonesia karena masyarakatnya yang majemuk secara kepercayaan atau agama,
dengan kesadaran ini akan memberikan tempat yang sama bagi setiap individu maupun
kelompok masyarakat untuk mengembangkan potensi diri dan kreatifitasnya secara maksimal
melalui hidup yang bebas, jujur dan bertanggung jawab.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kerukunan merupakan kebutuhan bersama yang tidak dapat dihindarkan di Tengah
perbedaan. Perbedaan yang ada bukan merupakan penghalang untuk hidup rukun dan
berdampingan dalam bingkai persaudaraan dan persatuan.
Agar terciptanya suatu kerukunan antar umat beragama maka setiap individu harus
memperhatikan dan melakukan hal-hal :
a) Sikap saling menahan diri terhadap keyakinan ajaran dan kebiasaan-kebiasaan golongan
arama lain yang berbeda atau mungkin berlawanan dengan kayakinan, ajaran dan kebiasaan
agamanya sendiri.
b) Sikap saling menghormati hak orang lain untuk menganut keyakinan agamanya.
c) Sikap saling mempercayai niat baik golongan agama lain.
d) Usaha saling membantu dalam kegiatan-kegiatan social untuk mengatasi keterbelakangan
bersama.
e) Usaha untuk saling belajar dari keunggulan dan kelebihan pihak lain sehingga terjadi
saling tukar pengalaman untuk mencapai kemajuan bersama.
f)Usaha untuk mengemukakan kepercayaan agama sendiri dengan sebijaksana mungkin,
dimaksudkan untuk tidak menyinggung kepercayaan agama lain.

B. Saran
a) Jalinlah persaudaraan sesama umat beragama dan antarumat beragama, yang merupakan
salah satu cara bertakwa kepada Allah SWT.
b) Sebagai umat beragama, harus bisa memahami perbedaan guna mencapai kerukunan
dan kebersamaan sebagai sesama manusia.
Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai