BAB 1
PENDAHULUAN
B. Permasalahan
Pemahaman islam yang masih sempit menjadi salah satu bibit munculnya permusuhan
terhadap sesamanya. Apakah permusuhan sesama manusia merupakan sikap yang dibenarkan
oleh islam?
Ada perbedaan yang mendasar antara umat yang berbeda agama didunia (pluralitas agama),
namun apakah antara keduanya tidak saling memerlukan?
C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini antara lain:
1. Mewujudkan kesadaran dan menjalin hubungan pribadi yang akrab dalam menghadapi
masalah bersama.
2. Memberikan informasi kepada pembaca tentang pentingnya kerukunan antar umat
beragama.
3. Memotivasi dan mendinamisasikan umat beragama khususnya umat islam agar dapat ikut
serta dalam upaya menjalin tali silaturahmi.
BAB II
PEMBAHASAN
B. Pengertian Kerukunan
Kata kerukunan berasal dari kata dasar rukun, berasal dari bahasa Arab ruknun (rukun)
jamaknya arkan berarti asas atau dasar, misalnya: rukun islam, asas Islam atau dasar agama
Islam. Dalam kamus besar bahasa Indonesia arti rukun adalah sebagai berikut: Rukun (nomina):
(1) sesuatu yang harus dipenuhi untuk sahnya pekerjaan, seperti: tidak sah sembahyang yang
tidak cukup syarat dan rukunnya; (2) asas, berarti: dasar, sendi: semuanya terlaksana dengan
baik, tidak menyimpang dari rukunnya; rukun islam: tiang utama dalam agama islam; rukun
iman: dasar kepercayaan dalam agama Islam.
Rukun (a-ajektiva) berarti : (1) baik dan damai, tidak bertentangan: kita hendaknya hidup
rukun dengan tetangga: (2) bersatu hati, bersepakat: penduduk kampng itu rukun sekali.
Merukunkan berarti: (1) mendamaikan; (2) menjadikan bersatu hati. Kerukunan: (1) perihal
hidup rukun; (2) rasa rukun; kesepakatan: kerukunan hidup bersama. 1 Dalam bahasa Inggris kata
rukun disepadankan dengan harmonious atau concord, yang berarti kondisi sosial yang ditandai
oleh adanya keselarasan, kecocokan, atau ketidak berselisihan (harmony, concordance). Dalam
literatur ilmu sosial, kerukunan diartikan dengan istilah integrasi (lawan disintegrasi) yang
berarti: the creation and maintenance of diversified patterns of interactions among autonomous
units. Kerukunan merupakan kondisi dan proses tercipta dan terpeliharanya pola-pola interaksi
yang beragam diantara unit-unit atau sub-sistem yang otonom.2
Rukun juga berarti saling menghormati, menghargai, saling menerima seperti apa adanya.
Kerukunan menyangkut masalah sikap yang tak terpisahkan dari etika yang erat terikat dan
1 Departemen Agama RI Badan Penelitian Dan Pengembangan Agama Proyek Peningkatan Kerukunan Hidup Umat Beragama,
Kompilasi Kebijakan Dan Peraturan Perundang-Undangan Kerukunan Umat Beragama (Jakarta, 1996/1997), 5-6
2 H.M.Ridwan Lubis, Cetak Biru Peran Agama, (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Beragama, 2005), 7-8.
terpancar dari agama yang diyakini. Hidup rukun berarti orang saling tenggang rasa dan
berlapang dada satu terhadap yang lain3.
Secara terminologi banyak batasan yang diberikan oleh para ahli sebagai berikut:
1. W. J.S Purwadarminta menyatakan
Kerukunan adalah sikap atau sifat menenggang berupa menghargai serta membolehkan suatu
pendirian, pendapat, pandangan, kepercayaan maupun yang lainya yang berbeda dengan
pendirian4.
2. Dewan Ensiklopedi Indonesia
Kerukunan dalam aspek sosial, politik, merupakan suatu sikap membiarkan orang untuk
mempunyai suatu keyakinan yang berbeda. Selain itu menerima pernyataan ini karena
sebagai pengakuan dan menghormati hak asasi manusia5.
3. Ensiklopedi Amerika
Kerukunan memiliki makna sangat terbatas. Ia berkonotasi menahan diri dari pelanggaran
dan penganiayaan, meskipun demikian, ia memperlihatkan sikap tidak setuju yang
tersembunyi dan biasanya merujuk kepada sebuah kondisi dimana kebebasan yang di
perbolehkannya bersifat terbatas dan bersyarat.6
Artinya : “Katakanlah, Hai orang-orang kafir!. Aku tidak menyembag apa yang kamu
sembah. Dan tidak (pula) kamu menyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku bukan
penyembah apa yang biasa kamu sembah. Dan kamu bukanlah penyembah Tuhan yang aku
sembah. Bagimu agamamu dan bagiku agamaku”
Pada era globalisasi sekarang ini, umat beragama dihadapkan kepada serangkaian tantangan
baru yang tidak terlalu berbeda dengan yang pernah dialami sebelumnya. Pluralitas merupakan
hukum alam (sunnatulah) yang mesti terjadi dan tidak mungkin terelakkan. Hal itu sudah
merupakan kodrati dalam kehidupan dalam QS. Al Hujarat: 13, Allah menggambarkan adanya
indikasi yang cukup kuat tentang pluralitas tersebut
Artinya :”Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah
ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Mengenal”.
8 Nailudurroh Tsunaya, “Kerukunan Antrumat Beragama (Studi Terhadap Relasi Islam, Katolik Dan Hindu Di Dusun Kalibago,
Desa Kalipang, Kecamatan Grogol Kabupaten Kediri)” (Tesis, UIN Malang, 2017), 38.
Namun, pluralitas tidak semata menunjukkan pada kenyataan adanya kemajemukan, tetapi
lebih dari itu adanya keterlibatan aktif terhadap kenyataan adanya pluralitas tersebut. Pluralitas
agama dapat kita jumpai dimana-mana, seperti di dalam masyarakat tertentu, di kantor tempat
bekerja dan di perguruan tinggi tempat belajar dll. Seseorang baru dikatakan memiliki sikap
keterlibatan aktif dalam pluralitas apabila dia dapat berinteraksi secara positif dalam lingkungan
kemajemukan. Pemahaman pluralitas agama menuntut sikap pemeluk agama untuk tidak hanya
mengakui keberadaan dan hak agama lain,tetapi juga harus terlibat dalam usaha memahami
perbedaan dan persamaan guna mencapai kerukunaan dan kebersamaan.
Bila dilihat, eksistensi manusia dalam kerukunaan dan kebersamaan ini, diperoleh pengertian
bahwa arti sesungguhnya dari manusia bukan terletak pada akunya, tetapi pada kitanya atau pada
kebersamaannya. Kerukunan dan kebersamaan ini bukan hanya harus tercipta intern seagama
tetapi yang lebih penting adalah ”antar umat beragama didunia” (pluralitas Agama).
Kerukunan dan kebersamaan yang didambakan dalam islam bukanlah yang bersifat semu,
tetapi yang dapat memberikan rasa aman pada jiwa setiap manusia. Oleh karena itu langkah
pertama yang harus dilakukan adalah mewujudkannya dalam setiap diri individu, setelah itu
melangkah pada keluarga, kemudian masyarakat luas pada seluruh bangsa di dunia ini dengan
demikian pada akhirnya dapat tercipta kerukunan, kebersamaan dan perdamaian dunia.
Itulah konsep ajaran Islam tetang “Kerukunaan Antar Umat Beragama”, kalaupun
kenyataannya berbeda dengan realita, bukan berarti konsep ajarannya yang salah, akan tetapi
pelaku atau manusianya yang perlu dipersalahkan dan selanjutnya diingatkan dengan cara-cara
yang hasanah dan hikmah.
9 Nazmudin, Kerukunan Dan Toleransi Antarumat Beragama Dalam Membangun Keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia, Journal Of Government And Civil Society 1, No. 1 (2017), 24-25.
bangsa Indonesia terbentuk. Dalam hal ini berbagai macam wujud keberagaman yang terdapat di
negara Indonesia ialah dari masalah kepercayaan, karena Indonesia sendiri tidak termasuk negara
sekuler bahkan negara mayoritas, namun Indonesia negara yang mengakui terdapatnya agama
dari kepercayaan-kepercayaan penduduknya, meliputi enam agama diantaranya : Islam, kristiani,
buddha, katholikk, hindu hingga konghuchu dan terdapat banyak aliran kepercayaan yang dianyt
di berbagai wilayah hingga kepelosok daerah dengan komposisi yang beraneka ragam.
Setidaknya terdapat 1.128 etnis budaya maupun adat istiadat yang dipercaya.10
Di Indonesia juga sudah mengatur dalam bentuk perundang-udang mengenai kerukunan yang
terjadi antarumat beragama, Dalam Undang-Undang Nomor 1/PNPS Tahun 1965 menjelaskan
tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama, Dari penjelasan penetapan
presiden RI Nomor 1 tahun 1965 tentang pencegahan penyalahgunaan atau penodaan agama
pasal 1 tertulis dengan kata-kata “dimuka umum”, yang dimaksud dengan kata itu dalam kitab
Undang-Undang hukum pidana, Agama-agama yang dipeluk oleh penduduk Indonesia ialah:
Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan KhongHuCu (Confusius)”; Undang-Undang Nomor
39 Tahun 1999 menjelaskan mengenai Hak Asasi Manusia, Dalam Undang-Undang yang tertulis
Nomor 39 Tahun 1999 menjelaskan bagaimana Hak Asasi Manusia terdapat pada Pasal 22 ayat
(1) yang tertulis “Setiap individu bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk
melakukan perintah agama menurut agamanya dan kepercayaannya itu”. Lalu ayat (2) tertulis
“Negara menjamin kemerdekaan setiap individu dalam memeluk agamanya dan kepercayaannya
itu”. Sudah semestinya dalam hal ini, Negara Republik Indonesia hingga saat ini masih
mengakui hal – hal kerukunan antarumat beragama di atas, kemerdekaan setiap individu dalam
memeluk agamanya, dan semestinya dalam melaksanakan ibadah sesuai dengan agama yang
diakui di Indonesia11. Tidak diperkenankan lagi mengenai istilah bahwa yang boleh melakukan
kegiatan ibadah dengan bebas dan merdeka adalah hanya agama tertentu misalnya, atau ada
beberapa pandangan yang menyatakan jika agama mayoritas ialah agama yang mutlak diikuti
oleh penganut agama lain, sehingga melalui beberapa tindakan seperti intimidasi misalnya dapat
menimbulkan kekhawatiran bagi pemeluk agama lain dalam melaksanakan kegiatan ibadah yang
di percaya12.
10 aidlor Ali Ahmad Dkk, Kasus-Kasus Aktual Hubungan Antarumat Beragama Di Indonesia, (Jakarta: Puslitbang Kehidupan
Keagamaan, 2015), 3.
11 Viktorio H. Situmorang, Kebebasan Beragama Sebagai Bagian Dari Hak Asasi Manusia, Jurnal HAM 10, No. 1 (2019), 60.
12 Victorio H. Situmorang, Kebebasan Beragama Sebagai Bagian dari Hak Asasi Manusia, Jurnal HAM 10, No. 1 (2019), 61
UD 1945 menyebutkan bahwa terdapat sila pertama yakni Ketuhanan Yang Maha Esa
memiliki makna bahwa sudah menjadi kewajiban pemerintah maupun para penyelenggara suatu
negara dalam memelihara dan mengatur moral kemanusiaan dalam menjunjung tinggi cita-cita
dalam menciptakan moral yang luhur supaya tidak terlepas dalam usaha mengembangkan serta
membina kehidupan dalam beragama di Indonesia. Dalam operasionalnya, amanat tersebut
kemudian dilaksanakan oleh pemerintah melalui departemen agama. Cara membina kerukunan
dalam hidup umat beragama melalui tiga aspek kerukunan (triologi kerukunan), diantaranya: a)
Kerukunan intern umat beragama, b) Kerukunan antar-umat beragama, c) Kerukunan antarumat
beragama dengan pemerintah13
2. Kufur Zimmy
Dalam suatu perintah Islam, tidaklah akan memaksa masyarakat untuk memeluk Islam dan
Islam hanya disampaikan melalui dakwah (seruan) yang merupakan kewajiban bagi setiap
muslim berdasarkan pemikiran wahyu yang menyatakan : “Tidak ada paksaan untuk memasuki
agama Islam” Kufur Zimmy adalah sekelompok individu bukan Islam, akan tetapi mereka tidak
13 Syahrin Harahap, Teologi Kerukunan (Jakarta: Prenada Media ,2011), 79.
membenci Islam, tidak membuat kerusakan, dan tidak menghalangi dakwah Islam. Mereka harus
dihormati oleh pemerintah Islam dan diperlakukan seperti umat Islam dalam pemerintahan serta
berhak diangkat sebagai tentara dalam melindungi daerah Darul Muslim. Adapun agama dan
keyakinan Kufur Zimmy adalah diserahkan kepada mereka sendiri dan umat Islam tidak
diperbolehkan mengganggu keyakinan mereka. Adapaun pemikiran Alqur’an mengenai Kufur
Zimmy seperti dalam surat Al Muntahanah: 8 yang artinya: “Allah tiada melarang kamu untuk
berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama
dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang berlaku adil.”
3. Kufur Musta’man
Kufur Musta’man adalah pemeluk agama lain yang meminta perlindungan keselamatan dan
keamanan terhadap diri dan hartanya. Kepada mereka pemerintah Islam tidak memberlakukan
hak dan hukum negara. Diri dan harta kaum musta’man harus dilindungi dari segala kerusakan
dan kebinasaan serta bahaya lainya, selama mereka di bawah perlindungan pemerintah Islam.
4. Kufur Mu’ahadah
Kufur Mu’ahadah adalah negara bukan Negara Islam yang membuat perjanjian damai dengan
pemerintah Islam, baik disertai perjanjian tolong-menolong dan bela-membela atau tidak.
Di tingkat budaya hukum masih terdapat isu-isu yang cenderung provokatif yang terkadang
berpengaruh pada sebagian masyarakat sehingga dapat menimbulkan sikap saling curiga.
Sementara itu, sikap memandang atau menilai agama orang lain berdasarkan kriteria keyakinan
agamnya sendiri, selain tidak menghargai keyakinan orang lain, juga dapat memicu munculnya
rasa kurang senang atau bahkan antipati antar kelompok agama.
Pemberitaan pers kadang juga dipandang oleh sebagian masyarakat masih mengeksploitasi
permasalahan antar kelompok tanpa mempertimbangankan dampak yang ditimbulkannya pada
segi-segi keamanan dan keharmonisan hubungan antar kelompok masyarakat.
Kurangnya komunikasi antar tokoh/ pemuka agama, dipandang dapat berpengaruh terhadap
ketidak harmonisan hubungan antar kelompok masyarakat dan kurang dapat berfungsinya peran
antisipasi pencegahan kesalahpahaman antar kelompok, terutama di tingkat kecamatan dan
pedesaan. Persoalan pendirian rumah ibadah yang kurang memenuhi prosedur, penyiaran agama,
dan aliran-aliran sempalan di lingkungan internal kelompok agama masih dirasakan sebagian
masyarakat sebagai gangguan dalam membangun hubungan umat yang harmonis.
Budaya kekerasan dengan dalih agama kerap kali muncul karena implementasi doktrin agama
secara tidak proporsional. Sementara itu masih sering muncul isu-isu yang kurang berdasar,
seperti isu Islamisasi atau isu Kristenisasi. Isu-isu seperti ini terkadang berpengaruh pada
sebagian masyarakat sehingga dapat menimbulkan sikap saling curiga. Sikap memandang atau
menilai agama orang lain berdasarkan kriteria keyakinan agamanya sendiri, selain tidak
menghargai keyakinan orang lain, juga dapat memicu munculnya rasa kurang senang atau
bahkan antipati antar kelompok agama.Secara kultural masyarakat kadang masing belum
menerima jika pendirian rumah ibadah memerlukan pengaturan oleh pemerintah dalam rangka
fungsi ketertiban. Banyak orang beranggapan bahwa pendirian rumah ibadah tidak perlu diatur
oleh pemerintah, karena sejak nenek moyang membuat rumah ibadah tidak perlu ijin dari
siapapun. Padahal, Peraturan Bersama 2006, khususnya tentang pendirian rumah ibadah tidak
dimaksudkan membatasi ibadah. Harus dibedakan antara mengatur pendirian rumah ibadah dan
membatasi kebebasan beribadah. Semangat peraturan tersebut adalah menertibkan pendirian
rumah ibadah dan menghindari konflik horizontal antar pemeluk agama.
A. Kesimpulan
Kerukunan merupakan kebutuhan bersama yang tidak dapat dihindarkan di Tengah
perbedaan. Perbedaan yang ada bukan merupakan penghalang untuk hidup rukun dan
berdampingan dalam bingkai persaudaraan dan persatuan.
Agar terciptanya suatu kerukunan antar umat beragama maka setiap individu harus
memperhatikan dan melakukan hal-hal :
a) Sikap saling menahan diri terhadap keyakinan ajaran dan kebiasaan-kebiasaan golongan
arama lain yang berbeda atau mungkin berlawanan dengan kayakinan, ajaran dan kebiasaan
agamanya sendiri.
b) Sikap saling menghormati hak orang lain untuk menganut keyakinan agamanya.
c) Sikap saling mempercayai niat baik golongan agama lain.
d) Usaha saling membantu dalam kegiatan-kegiatan social untuk mengatasi keterbelakangan
bersama.
e) Usaha untuk saling belajar dari keunggulan dan kelebihan pihak lain sehingga terjadi
saling tukar pengalaman untuk mencapai kemajuan bersama.
f)Usaha untuk mengemukakan kepercayaan agama sendiri dengan sebijaksana mungkin,
dimaksudkan untuk tidak menyinggung kepercayaan agama lain.
B. Saran
a) Jalinlah persaudaraan sesama umat beragama dan antarumat beragama, yang merupakan
salah satu cara bertakwa kepada Allah SWT.
b) Sebagai umat beragama, harus bisa memahami perbedaan guna mencapai kerukunan
dan kebersamaan sebagai sesama manusia.
Daftar Pustaka