Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kerukunan adalah istilah yang dipenuhi oleh muatan makna baik dan damai.
Intinya, hidup bersama dalam masyarakat dengan kesatuan hati dan
bersepakat untuk tidak menciptakan perselisihan dan pertengkaran (Depdikbud,
1985:850) Bila pemaknaan tersebut dijadikan pegangan, maka kerukunan
adalah sesuatu yang ideal dan didambakan oleh masyarakat manusia.
Kerukunan dalam Islam diberi istilah "tasamuh" atau toleransi. Sehingga yang di
maksud dengan toleransi ialah kerukunan sosial kemasyarakatan, bukan dalam
bidang aqidah Islamiyah (keimanan), karena aqidah telah digariskan secara jelas
dan tegas di dalam Al Qur'an dan Al Hadits.
Manusia ditakdirkan Allah Sebagai makhluk social yang membutuhkan hubungan
dan interaksi sosial dengan sesama manusia. Sebagai makhluk social, manusia
memerlukan kerja sama dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya,
baik kebutuhan material maupun spiritual.
Ajaran Islam menganjurkan manusia untuk bekerja sama dan tolong menolong
(taawun) dengan sesama manusia dalam hal kebaikan. Dalam kehidupan sosial
kemasyarakatan umat Islam dapat berhubungan dengan siapa saja tanpa batasan
ras, bangsa, dan agama. Dengan kerjasama dan tolong menolong tersebut
diharapkan manusia bisa hidup rukun dan damai dengan sesamanya.
Islam Agama Rahmat bagi Seluruh Alam Kata islam berarti damai, selamat,
sejahtera, penyerahan diri, taat dan patuh. Pengertian tersebut menunjukkan
bahwa agama islam adalah agama yang mengandung ajaran untuk menciptakan
kedamaian, keselamatan, dan kesejahteraan hidup umat manusia pada khususnya
dan seluruh alam pada umumnya. Agama Islam adalah agama yang Allah
turunkan sejak manusia pertama, Nabi pertama, yaitu Nabi Adam a.s.

Agama itu kemudian Allah turunkan secara berkesinambungan kepada para Nabi
dan Rasul-rasul berikutnya. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat
majemuk yang terdiri dari beragam agama. Kemajemukan yang ditandai dengan
keanekaragaman agama itu mempunyai kecenderungan kuat terhadap identitas
Agama masing- masing dan berpotensi konflik. Indonesia merupakan salah satu
contoh masyarakat yang multikultural.
Multikultural masyarakat Indonesia tidak satu saja kerena keanekaragaman suku,
budaya,bahasa, ras tapi juga dalam hal agama. Agama yang diakui oleh
pemerintah Indonesia adalah agama islam, Katolik, protestan, Hindu, Budha,
Kong Hu Chu.
Dari agama-agama tersebut terjadi-lah perbedaan agama yang dianut masingmasing masyarakat Indonesia. Dengan perbedaan tersebut apabila tidak
terpelihara dengan baik bisa menimbulkan konflik antar umat beragama yang
bertentangan dengan nilai dasar agama itu sendiri yang mengajarkan kepada kita
kedamaian, hidup saling menghormati, dan saling tolong menolong.
Oleh karena itu, untuk mewujudkan kerukunan hidup antarumat beragama yang
sejati, harus tercipta satu konsep hidup bernegara yang mengikat semua anggota
kelompok sosial yang berbeda agama guna menghindari ledakan konflik
antarumat beragama yang terjadi tiba-tiba.
Makalah ini akan membahas tentang pentingnya menciptakan kerukunan antar
umat beragama dilingkungan masyarakat.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa definisi Agama dan kerukunan umat beragama?
a. Bagaimana wujud kerukunan umat beragama?
b. Apa saja macam - macam dari kerukunan umat beragama?
2. Bagaimana menjaga kerukunan umat beragama?

1.3. Tujuan
Tujuan Makalah ini adalah Untuk mempelajari tentang bagaimana cara manusia
beragama, fungsi dari beragama dan bagaimana kerukunan suatu masyarakat
dalam beragama.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Kerukunan Antar Umat Beragama
Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata
keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta
tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta
lingkungannya. Kata agama berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti tradisi.
Manusia juga sebagai makhluk beragama, yaitu makhluk yang mempunyai tingkat
kepercayaan terhadap sesuatu yang diyakini dengan sepenuh hati dan diwujudkan
dalam setiap kegiatan hidupnya. Dengan agama yang dianutnya, maka manusia
dapat melakukan berbagai kegiatan hidup.
Sebagai makhluk beragama, manusia menyadari bahwa hidup dan kehidupan
diciptakan Tuhan agar kita saling berinteraksi dengan makhluk lainnya. Hal ini
merupakan wujud untuk menjaga kelestarian hidup dan kehidupan. Interksi antar
makhluk ini merupakan bukti bahwa kita bukanlah makhuk individual.
Pengertian Kerukunan Antar Umat Beragama. Indonesia adalah salah satu negara
yang menerapkan masyarakatnya untuk hidup rukun. Sebab kerukunan
merupakan salah satu pilar penting dalam memelihara persatuan rakyat dan
bangsa Indonesia. Tanpa terwujudnya kerukunan diantara berbagai suku, Agama,
Ras dan antar Golongan bangsa Indonesia akan mudah terancam oleh perpecahan
dengan segala akibatnya yang tidak diinginkan.
Kerukunan dapat diartikan sebagai kondisi hidup dan kehidupan yang
mencerminkan suasana damai, tertib, tentram, sejahtera, hormat menghormati,
harga menghargai, tenggang rasa, gotong royong sesuai dengan ajaran agama dan
kepribadian pancasila.

Agama secara umum merupakan suatu kepercayaan atau keyakinan yang dianut
oleh masyarakat menjadi norma dan nilai yang diyakini dan dipercaya. Agama
diakui sebagai seperangkat aturan yang mengatur keberadaan manusia di dunia.
2.2. Agama Islam Merupakan Rahmat Bagi Seluruh Alam
A. Makna Agama Islam
Kata islam berarti damai, selamat, sejahtera, penyerahan diri, taat dan patuh.
Pengertian tersebut menunjukkan bahwa agama islam adalah agama yang
mengandung ajaran yang menciptakan kedamaian, keselamatan dan kesejahteraan
kehidupan umat manusia pada khususnya, dan semua mahluk Allah pada
umumnya.rahmat adalah kasih saying sesama pribadi,keluarga, masyarakat, dan
sesama makhluk.rambu-rambu kasih sayang itu telah diatur oleh Alquran dan
sunnah Nabi Muhammad saw.
B. Kerahmatan Islam Bagi Seluruh Alam
Salah satu bentuk kerahmatan Allah pada ajaran islam adalah :
Islam menghargai dan menghormati manusia sebagai hamba Allah, baik mereka
muslim maupun non muslim.
Islam memberikan kebebasan pada manusia untuk menggunakan potensi yang
diberikan oleh ALLAH secara bertanggung jawab.menurut ajaran agama islam,
manusia diberikan amanat oleh Allah untuk menjadi khalifah Nya dibumi.
Diantara misi-Nya adalah menciptakan kemaslahatan bagi sesama makhluk Allah.
Artinya ,setiap perbuatan yang dilakukan manusia harus memberikan kebaikan
dan tidak boleh merugikan dan menyakiti pihak lain dengan cara menegakkan
aturan Allah. Itulah wujud rahmat Allah dari Agama Islam sebagaimana
dinyatakan oleh Allah pada surah

Al-Anbiya ayat 107 :


Artinya : Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk ( menjadi )
rahmat bagi semesta alam.
2.3. Kebersamaan Umat Beragama Dalam Kehidupan Sosial.
A. Pandangan Agama Islam Terhadap Umat Non Islam
Dari segi akidah, setiap orang yang tidak mau menerima islam sebagi agamanya
disebut kafir atau non islam. Mereka yang terdiri dari orang-orang musrik yang
menyembah berhala di sebut orang watsani. Orang kafir yang mengganggu,
menyakiti dan memusuhi orang Islam di sebut kafir harbi, dan orang kafir yang
hidup rukun dengan orang Islam disebut kafir dzimmi. Kafir harbi adalah orang
kafir yang memerangi orang Islam dan boleh diperangi oleh orang Islam. Kafir
dzimmi adalah orang kafir yang mengikat perjanjian atau yang menjadi
tanggungan orang Islam untuk menjaga keselamatan atau keamanannya.
B. Tanggung Jawab Sosial Umat Islam
Bentuk tanggung jawab sosial ummat islam meliputi berbagai aspek kehidupan di
antaranya adalah :
1. Menjalin silaturahmi dengan tetangga,
2. Memberi bantuan kepada masyarakat bila ada yang memerlukan bantuan,
C. Manusia sebagai makhluk sosial
Manusia sebagai makhluk sosial tidak pernah dapat hidup sendirian, ia
membutuhkan hubungan dengan orang lain. Dalam masyarakat pluralis seperti
diinsonesia hubungan antar kelompok masyarakat yang berbeda adat maupun
agama tidak bisa dihindarkan. Oleh sebab itu agama Islam yang pluralis sangat
penting sebagai landasan dalam kehidupan bermasyarakat.
Seperti sayyid sabiq menulis :
Toleransi dan lapang dada merupakan cirri khas masyarakat Islam. Masing masing individu tidak ada yang merasa tinggi diri, sombong, congkak, dan

seterusnya. Kesombongan, kecongkangan, egois, tinggi hati, merupakan sifat


sifat yang cenderung pada perbuatan syaithan, sebab sifat sifat itu
mengakibatkan tumbuhnya perpecahan dalam masyarakat dan permusuhan
sesame manusia.
D. Hubungan antar umat beragama
Dalam masyarakat hubungan natat pemeluk agama yang berbeda beda tidak bisa
dihindarkan dalam bidang sosial, ekonomi, politik, maupun budaya. Bagi umat
islam hubungan ini tidak menjadi halangan, Sepanjang dalam kaitan sosial
kemanusiaan dan muamalah. Bahkan dalam berhubungan dengan mereka umat
Islam dituntut untuk menampilkan perilaku yang baik, sehingga dapat menarik
mereka untuk mengetahui lebih banyak tentang ajaran agama Islam yang
Rahmatan lilalamin itu.
Didalam hubungan persaudaraan / ukhuwah umat antar beragama merupakan
salah satu ajaran yang mendapat perhatian penting dalam Islam. Ukhuwah pada
mulanya berarti persamaan dan keserasian dalam hak .
Ukhuwah islamiyah istilah ini perlu di dudukan maknanya. Pembahsan ukhuwah
adalah tidak keracunan,sedangkan Islamiyah adalah kedudukan. Ukhuwah
islamiyah dapat dibagi menjadi 4 macam
1. Ukhuwah ubdiyyah atau saudara kesemakhlukan dan kesetundukan
kepala Allah.
2. Ukhuwah insaniyyah ( basyariyyah ) dalam arti seluruh umat manusia
adalah bersaudara,karena mereka semua berasalh dari seorang ayah dan
ibu yang sama y, yaitu Adam dan Hawa.
3. Ukhuwah wathaniyyah wa an-nasab yaitu persaudaraan dalam keturunan
dan kebangsaan.
4. Ukhuwah fi din al-islam yaitu persaudaraan antar sesame muslim.

Sebagaiman yang disebutkan dalam Alquran.




Artinya:
Katakanlah: Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang
kamu sembah Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah Dan aku
tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah Dan kamu tidak
pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah Untukmu
agamamu, dan untukkulah, agamaku.
Esensi dari persaudaraan terletak pada kasih sayang yang ditampilkan bentuk
perhatian, kepedulian, hubungan yang akrab dan merasa senasib sepenanggungan.
Nabi menggambarkan hubungan persaudaraan dalam haditsnya yang artinya
Seorang mukmin dengan mukmin yang lain seperti satu tubuh, apabila salah satu
anggota tubuh terluka, maka seluruh tubuh akan merasakan demamnya.
Ukhuwwah adalah persaudaraan yang berintikan kebersamaan dan kesatuan antar
sesama. Kebersamaan di akalangan muslim dikenal dengan istilah ukhuwwah
Islamiyah atau persaudaraan yang diikat oleh kesamaan aqidah.
Persatuan dan kesatuan sebagai implementasi ajaran Islam dalam masyarakat
merupakan salah satu prinsip ajaran Islam.
Salah satu masalah yang di hadapi umat Islam sekarang ini adalah rendahnya rasa
kesatuan dan persatuan sehingga kekuatan mereka menjadi lemah. Salah satu

sebab rendahnya rasa persatuan dan kesatuan di kalangan umat Islam adalah
karena randahnya penghayatan terhadap nilai-nilai Islam.
Persatuan di kalangan muslim tampaknya belum dapat diwujudkan secara nyata.
Perbedaan kepentingan dan golongan seringkali menjadi sebab perpecahan umat.
Perpecahan itu biasanya diawali dengan adanya perbedaan pandangan di kalangan
muslim terhadap suatu fenomena. Idealnya intern umat yang seagama memang
harus rukun, namun fakta yang terjadi di masyarakat justru ada saja hal-hal yang
menjadi kendala terwujudnya kerukunan yang dilandasi jiwa ukhuwah
(persaudaraan).
Di dalam kalangan umat Islam misalnya, sering terjadi sedikit permasalahan yang
berakar dan berawal adanya perbedaan pemahaman dan pengalaman terhadap
suatu kaidah agama. Sebenarnya perbedaan pemahaman dan pengalaman adalah
suatu hal yang wajar dan manusiawi, yang penting perbedaan-perbedaan tersebut
jangan sampai mengarah ke rusaknya ukhuwah islamiyah.
Allah SWT memberi petunjuk dengan firman Nya di QS. Ali Imron (3):103: Dan
berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu
bercerai-berai................
Begitu juga dalam hadist Rasulullah SAW bersabda: Perumpamaan orang-orang
mumin dalam saling mencintai, saling berbelas kasih dan saling tenggang rasa,
mereka itu laksana satu tubuh, apabila salah satu anggotanya terasa sakit, maka
seluruh anggota badannya ikut merasakan tidak dapat tidur dan merasakan demam
panas. HR Bukhori
Kerangka pluralitas dalam pandangan islam dipahami sebagai ayat ( tanda
kekuasaan ) dari ayat Allah yang tidak tergantikan. Ayat ayat tersebut berdiri di
atas kekuasaan Allah untuk kemaslahatan dan kemanusiaan.dalam kaitan ini Allah
berfirman dalam surah Ar-Rum ayat 22 :



()

Artinya : Dan tanda-tanda-Nya adalah penciptaan langit dan bumi, dan
perbedaan bahasa dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu
adalah benar -benar terdapat tanda tanda bagi orang yang mengetahui.
E. Manfaat Kerukunan Antar Umat Beragama
Umat Beragama Diharapkan Perkuat Kerukunan Jika agama dapat dikembangkan
sebagai faktor pemersatu maka ia akan memberikan stabilitas dan kemajuan
Negara.
Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni berharap dialog antar-umat
beragama dapat memperkuat kerukunan beragama dan menjadikan agama sebagai
faktor pemersatu dalam kehidupan berbangsa.
"Sebab jika agama dapat dikembangkan sebagai faktor pemersatu maka ia akan
memberikan sumbangan bagi stabilitas dan kemajuan suatu negara," katanya
dalam Pertemuan Besar Umat Beragama Indonesia untuk Mengantar NKRI di
Jakarta, Rabu.
Pada pertemuan yang dihadiri tokoh-tokoh agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu,
Buddha, dan Konghucu itu Maftuh menjelaskan, kerukunan umat beragama di
Indonesia pada dasarnya telah mengalami banyak kemajuan dalam beberapa
dekade terakhir namun beberapa persoalan, baik yang bersifat internal maupun
antar-umat beragama, hingga kini masih sering muncul.
Menurut dia, kondisi yang demikian menunjukkan bahwa kerukunan umat
beragama tidak bersifat imun melainkan terkait dan terpengaruh dinamika sosial
yang terus berkembang. "Karena itu upaya memelihara kerukunan harus
dilakukan secara komprehensif, terus-menerus, tidak boleh berhenti," katanya.

Dalam hal ini, Maftuh menjelaskan, tokoh dan umat beragama dapat memberikan
kontribusi dengan berdialog secara jujur, berkolaborasi dan bersinergi untuk
menggalang kekuatan bersama guna mengatasi berbagai masalah sosial termasuk
kemiskinan dan kebodohan.
Ia juga mengutip perspektif pemikiran Pendeta Viktor Tanja yang menyatakan
bahwa misi agama atau dakwah yang kini harus digalakkan adalah misi dengan
tujuan meningkatkan sumber daya insani bangsa, baik secara ilmu maupun
karakter. "Hal itu kemudian perlu dijadikan sebagai titik temu agenda bersama
lintas agama,"
Mengelola kemajemukan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma'ruf Amin
mengatakan masyarakat Indonesia memang majemuk dan kemajemukan itu bisa
menjadi ancaman serius bagi integrasi bangsa jika tidak dikelola secara baik dan
benar.
"Kemajemukan adalah realita yang tak dapat dihindari namun itu bukan untuk
dihapuskan. Supaya bisa menjadi pemersatu, kemajemukan harus dikelola dengan
baik dan benar," katanya. Ia menambahkan, untuk mengelola kemajemukan secara
baik dan benar diperlukan dialog berkejujuran guna mengurai permasalahan yang
selama ini mengganjal di masing-masing kelompok masyarakat.
"Karena mungkin masalah yang selama ini terjadi di antara pemeluk agama terjadi
karena tidak sampainya informasi yang benar dari satu pihak ke pihak lain.
Terputusnya jalinan informasi antar pemeluk agama dapat menimbulkan
prasangka- prasangka yang mengarah pada terbentuknya penilaian negatif,"
Senada dengan Ma'ruf, Ketua Konferensi Waligereja Indonesia Mgr.M.D
Situmorang, OFM. Cap mengatakan dialog berkejujuran antar umat beragama
merupakan salah satu cara untuk membangun persaudaraan antar- umat
beragama.

Menurut dia, tema dialog antar-umat beragama sebaiknya bukan mengarah pada
masalah theologis, ritus dan cara peribadatan setiap agama melainkan lebih ke
masalah- masalah kemanusiaan. "Dalam hal kebangsaan, sebaiknya dialog
difokuskan ke moralitas, etika dan nilai spiritual,"
Ia juga menambahkan, supaya efektif dialog antar-umat beragama mesti "sepi"
dari latar belakang agama yang eksklusif dan kehendak untuk mendominasi pihak
lain. "Sebab untuk itu butuh relasi harmonis tanpa apriori, ketakutan dan penilaian
yang dimutlakkan. Yang harus dibangun adalah persaudaraan yang saling
menghargai tanpa kehendak untuk mendominasi dan eksklusif,"
Menurut Ketua Umum Majelis Tinggi Agama Khonghucu Budi S Tanuwibowo,
agenda agama-agama ke depan sebaiknya difokuskan untuk menjawab tiga
persoalan besar yang selama ini menjadi pangkal masalah internal dan eksternal
umat beragama yakni rasa saling percaya, kesejahteraan bersama dan penciptaan
rasa aman bagi masyarakat. "Energi dan militansi agama seyogyanya diarahkan
untuk mewujudkan tiga hal mulia itu," demikian Budi S Tanuwibowo.
2.4. Kendala-Kendala
1. Rendahnya Sikap Toleransi
Menurut Dr. Ali Masrur, M.Ag, salah satu masalah dalam komunikasi antar agama
sekarang ini, khususnya di Indonesia, adalah munculnya sikap toleransi malasmalasan (lazy tolerance) sebagaimana diungkapkan P. Knitter. Sikap ini muncul
sebagai akibat dari pola perjumpaan tak langsung (indirect encounter) antar
agama, khususnya menyangkut persoalan teologi yang sensitif. Sehingga kalangan
umat beragama merasa enggan mendiskusikan masalah-masalah keimanan. Tentu
saja, dialog yang lebih mendalam tidak terjadi, karena baik pihak yang berbeda
keyakinan/agama sama-sama menjaga jarak satu sama lain.
Masing-masing agama mengakui kebenaran agama lain, tetapi kemudian
membiarkan satu sama lain bertindak dengan cara yang memuaskan masingmasing pihak. Yang terjadi hanyalah perjumpaan tak langsung, bukan perjumpaan

sesungguhnya. Sehingga dapat menimbulkan sikap kecurigaan diantara beberapa


pihak yang berbeda agama, maka akan timbullah yang dinamakan konflik.
2. Kepentingan Politik
Faktor Politik, Faktor ini terkadang menjadi faktor penting sebagai kendala dalam
mncapai tujuan sebuah kerukunan antar umat beragama khususnya di Indonesia,
jika bukan yang paling penting di antara faktor-faktor lainnya. Bisa saja sebuah
kerukunan antar agama telah dibangun dengan bersusah payah selama bertahuntahun atau mungkin berpuluh-puluh tahun, dan dengan demikian kita pun hampir
memetik buahnya.
Namun tiba-tiba saja muncul kekacauan politik yang ikut memengaruhi hubungan
antaragama dan bahkan memorak-porandakannya seolah petir menyambar yang
dengan mudahnya merontokkan bangunan dialog yang sedang kita selesaikan.
Seperti yang sedang terjadi di negeri kita saat ini, kita tidak hanya menangis
melihat political upheavels di negeri ini, tetapi lebih dari itu yang mengalir bukan
lagi air mata, tetapi darah; darah saudara-saudara kita, yang mudah-mudahan
diterima di sisi-Nya. Tanpa politik kita tidak bisa hidup secara tertib teratur dan
bahkan tidak mampu membangun sebuah negara, tetapi dengan alasan politik juga
kita seringkali menunggangi agama dan memanfaatkannya.
3. Sikap Fanatisme
Di kalangan Islam, pemahaman agama secara eksklusif juga ada dan berkembang.
Bahkan akhir-akhir ini, di Indonesia telah tumbuh dan berkembang pemahaman
keagamaan yang dapat dikategorikan sebagai Islam radikal dan fundamentalis,
yakni pemahaman keagamaan yang menekankan praktik keagamaan tanpa melihat
bagaimana sebuah ajaran agama seharusnya diadaptasikan dengan situasi dan
kondisi masyarakat.
Mereka masih berpandangan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar
dan dapat menjamin keselamatan menusia. Jika orang ingin selamat, ia harus

memeluk Islam. Segala perbuatan orang-orang non-Muslim, menurut perspektif


aliran ini, tidak dapat diterima di sisi Allah.
Pandangan-pandangan semacam ini tidak mudah dikikis karena masing-masing
sekte atau aliran dalam agama tertentu, Islam misalnya, juga memiliki agen-agen
dan para pemimpinnya sendiri-sendiri. Islam tidak bergerak dari satu komando
dan satu pemimpin. Ada banyak aliran dan ada banyak pemimpin agama dalam
Islam yang antara satu sama lain memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang
agamanya dan terkadang bertentangan.
Tentu saja, dalam agama Kristen juga ada kelompok eksklusif seperti ini.
Kelompok Evangelis, misalnya, berpendapat bahwa tujuan utama gereja adalah
mengajak mereka yang percaya untuk meningkatkan keimanan dan mereka yang
berada di luar untuk masuk dan bergabung. Bagi kelompok ini, hanya mereka
yang bergabung dengan gereja yang akan dianugerahi salvation atau keselamatan
abadi.
Dengan saling mengandalkan pandangan-pandangan setiap sekte dalam agama
teersebut, maka timbullah sikap fanatisme yang berlebihan.Dari uraian diatas,
sangat jelas sekali bahwa ketiga faktor tersebut adalah akar dari permasalahan
yang menyebabkan konflik sekejap maupun berkepanjangan.
2.5. Solusi
1. Dialog Antar Pemeluk Agama
Sejarah perjumpaan agama-agama yang menggunakan kerangka politik secara
tipikal hampir keseluruhannya dipenuhi pergumulan, konflik dan pertarungan.
Karena itulah dalam perkembangan ilmu sejarah dalam beberapa dasawarsa
terakhir, sejarah yang berpusat pada politik yang kemudian disebut sebagai
sejarah

konvensional

dikembangkan

dengan

mencakup

bidang-bidang

kehidupan sosial-budaya lainnya, sehingga memunculkan apa yang disebut


sebagai sejarah baru (new history). Sejarah model mutakhir ini lazim disebut

sebagai sejarah sosial (social history) sebagai bandingan dari sejarah politik
(political history).
Penerapan sejarah sosial dalam perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia akan
sangat relevan, karena ia akan dapat mengungkapkan sisi-sisi lain hubungan para
penganut kedua agama ini di luar bidang politik, yang sangat boleh jadi
berlangsung dalam saling pengertian dan kedamaian, yang pada gilirannya
mewujudkan kehidupan bersama secara damai (peaceful co-existence) di antara
para pemeluk agama yang berbeda.
Hampir bisa dipastikan, perjumpaan Kristen dan Islam (dan juga agama-agama
lain) akan terus meningkat di masa-masa datang. Sejalan dengan peningkatan
globalisasi,

revolusi

teknologi

komunikasi

dan

transportasi,

kita

akan

menyaksikan gelombang perjumpaan agama-agama dalam skala intensitas yang


tidak pernah terjadi sebelumnya.
Dengan begitu, hampir tidak ada lagi suatu komunitas umat beragama yang bisa
hidup eksklusif, terpisah dari lingkungan komunitas umat-umat beragama lainnya.
Satu contoh kasus dapat diambil: seperti dengan meyakinkan dibuktikan Eck
(2002), Amerika Serikat, yang mungkin oleh sebagian orang dipandang sebagai
sebuah negara Kristen, telah berubah menjadi negara yang secara keagamaan
paling beragam. Saya kira, Indonesia, dalam batas tertentu, juga mengalami
kecenderungan yang sama.
Dalam pandangan saya, sebagian besar perjumpaan di antara agama-agama itu,
khususnya agama yang mengalami konflik, bersifat damai. Dalam waktu-waktu
tertentu ketika terjadi perubahan-perubahan politik dan sosial yang cepat, yang
memunculkan krisis pertikaian dan konflik sangat boleh jadi meningkat
intensitasnya. Tetapi hal ini seyogyanya tidak mengaburkan perspektif kita, bahwa
kedamaian lebih sering menjadi feature utama. Kedamaian dalam perjumpaan itu,
hemat saya, banyak bersumber dari pertukaran (exchanges) dalam lapangan sosio-

kultural atau bidang-bidang yang secara longgar dapat disebut sebagai nonagama.
Bahkan terjadi juga pertukaran yang semakin intensif menyangkut gagasangagasan keagamaan melalui dialog-dialog antaragama dan kemanusiaan baik pada
tingkat domestik di Indonesia maupun pada tingkat internasional; ini jelas
memperkuat perjumpaan secara damai tersebut. Melalui berbagai pertukaran
semacam ini terjadi penguatan saling pengertian dan, pada gilirannya, kehidupan
berdampingan secara damai.
2. Bersikap Optimis
Walaupun berbagai hambatan menghadang jalan kita untuk menuju sikap terbuka,
saling pengertian dan saling menghargai antaragama, saya kira kita tidak perlu
bersikap pesimis. Sebaliknya, kita perlu dan seharusnya mengembangkan
optimisme dalam menghadapi dan menyongsong masa depan dialog.Paling tidak
ada tiga hal yang dapat membuat kita bersikap optimis.
Pertama, pada beberapa dekade terakhir ini studi agama-agama, termasuk juga
dialog antaragama, semakin merebak dan berkembang di berbagai universitas,
baik di dalam maupun di luar negeri. Selain di berbagai perguruan tinggi agama,
IAIN dan Seminari misalnya, di universitas umum seperti Universitas Gajah
Mada, juga telah didirikan Pusat Studi Agama-agama dan Lintas Budaya.
Meskipun baru seumur jagung, hal itu bisa menjadi pertanda dan sekaligus
harapan bagi pengembangan paham keagamaan yang lebih toleran dan pada
akhirnya lebih manusiawi. Juga bermunculan lembaga-lembaga kajian agama,
seperti Interfidei dan FKBA di Yogyakarta, yang memberikan sumbangan dalam
menumbuhkembangkan

paham

pluralisme

agama

dan

kerukunan

antarpenganutnya.
Kedua, para pemimpin masing-masing agama semakin sadar akan perlunya
perspektif baru dalam melihat hubungan antar-agama. Mereka seringkali

mengadakan pertemuan, baik secara reguler maupun insidentil untuk menjalin


hubungan yang lebih erat dan memecahkan berbagai problem keagamaan yang
tengah dihadapi bangsa kita dewasa ini.
Kesadaran semacam ini seharusnya tidak hanya dimiliki oleh para pemimpin
agama, tetapi juga oleh para penganut agama sampai ke akar rumput sehingga
tidak terjadi jurang pemisah antara pemimpin agama dan umat atau jemaatnya.
Kita lebih mementingkan bangunan-bangunan fisik peribadatan dan menambah
kuantitas

pengikut,

tetapi

kurang

menekankan

kedalaman

(intensity)

keberagamaan serta kualitas mereka dalam memahami dan mengamalkan ajaran


agama.
Ketiga, masyarakat kita sebenarnya semakin dewasa dalam menanggapi isu-isu
atau provokasi-provokasi. Mereka tidak lagi mudah disulut dan diadu-domba serta
dimanfaatkan, baik oleh pribadi maupun kelompok demi target dan tujuan politik
tertentu. Meskipun berkali-kali masjid dan gereja diledakkan, tetapi semakin teruji
bahwa masyarakat kita sudah bisa membedakan mana wilayah agama dan mana
wilayah politik. Ini merupakan ujian bagi agama autentik (authentic religion) dan
penganutnya. Adalah tugas kita bersama, yakni pemerintah, para pemimpin
agama, dan masyarakat untuk mengingatkan para aktor politik di negeri kita untuk
tidak memakai agama sebagai instrumen politik dan tidak lagi menebar teror
untuk mengadu domba antarpenganut agama.
Jika tiga hal ini bisa dikembangkan dan kemudian diwariskan kepada generasi
selanjutnya, maka setidaknya kita para pemeluk agama masih mempunyai harapan
untuk dapat berkomunikasi dengan baik dan pada gilirannya bisa hidup
berdampingan lebih sebagai kawan dan mitra daripada sebagai lawan.

BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Dari pembahasan dalam makalah ini, dapat disimpulkan bahwa berbagai macam
masalah mengenai kerukunan antar umat beragama yaitu kendala- kendala yang
dihadapi dalam mencapai kerukunan antar umat beragam ada beberapa hal yaitu
rendahnya sikap toleransi, kepentingan politik, sikap fanatisme.
3.2. Saran
Adapun solusi nya adalah dengan melakukan dialog antar pemeluk Agama dan
menanamkan sikap optimis terhadap tujuan untuk mencapai kerukunan antar umat
beragama termasuk di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahim, Muhammad, imanuddin, kuliah tauhid, (Jakarta: Yayasan Sari Insan)
Dr. Ali Masrur, M.Ag.,2004,Problem dan Prospek Dialog Antaragama. Artikel.
cfm
Koran bali post cetak 29/12/2003.
Ansari, Zafar Ishaq & John L. Esposito, eds., 2001, Muslims and the West:
Encounter and Dialogue, Islamabad & Washington DC., Islamic Research
Institute, International Islamic University & Center for Muslim-Christian
Understanding, Georgetown University

Anda mungkin juga menyukai