Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan dalam
menyusun makalah untuk mata kuliah Seminar Pendidikan Agama Islam dengan
judul "Anak dalam Perspektif Islam" tepat pada waktunya.

Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu kami dalam menyusun dan menyelesaikan makalah ini.

Namun demikian, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat


kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, dengan lapang dada
kami membuka pintu selebar-lebarnya bagi para pembaca yang ingin memberi
saran maupun kritik demi upaya memperbaiki makalah ini.

Akhir kata, penyusun berharap semoga dari makalah sederhana ini dapat
bermanfaat bagi khazanah keilmuan di Indonesia dan dapat menginspirasi para
pembaca untuk mengangkat permasalahan lain yang relevan pada makalah-
makalah selanjutnya.

Cimahi, 15 Maret 2017

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

1.1. Latar Belakang....................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah...............................................................................1

1.3. Tujuan Pembahasan............................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3

2.1. Anak Dalam Perspektif Islam.............................................................3

2.1.1. Anak sebagai Amanah (Titipan)..............................................3

2.1.2. Anak sebagai Dzuriat (Keturunan)..........................................4

2.1.3. Anak Sebagai Fitnah (Cobaan)................................................6

2.1.4. Anak Sebagai Zinah (Perhiasan).............................................7

2.2. Fitrah Beragama Bagi Anak...............................................................9

2.3. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak............................................10

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................13

3.1. Kesimpulan.......................................................................................13

3.2. Saran.................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................15

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Anak adalah anugerah sekaligus amanah yang diberikan Alloh SWT


kepada setiap orang tua. Berbagai cara dan upaya dilakukan orang tua agar dapat
melihat anak-anaknya tumbuh dan berkembang sebagaimana mestinya. Namun
seringkali harapan tidak sesuai dengan kenyataan, entah karena terhambatnya
komunikasi atau minimnya pengetahuan kita selaku orang tua tentang bagaimana
Al Islam memberikan tuntunan dan pedoman tentang memperlakukan anak sesuai
dengan proporsinya.

Rasulullah saw mengajarkan bahwa ada dua hal potensial yang akan
mewarnai dan membentuk kepribadian anak yaitu orang tua yang melahirkannya
dan lingkungan yang membesarkannya. Rasulullah saw bersabda :

Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fithrah, maka kedua orang


tuanyalah yang membuat dia (memiliki karakter) yahudi, atau (memiliki karakter)
nasrani atau (memiliki karakter) majusi. ( HR. Muslim )

Fenomena yang terjadi saat ini, tidak sedikit keluarga yang memiliki
filosofi keliru tentang eksistensi anak. Seringkali keluarga yang hanya memiliki
filosofi bahwa kehadiran anak semata-mata akibat logis dari hubungan biologis
kedua orang tuanya, tanpa memilki landasan ilmu dan makna arahan keberadaan
anugerah anak. Hal ini dapat berdampak buruk pada fitrah sang anak dalam
beragama. Untuk itu, selain harus mengenal bagaiman pandangan islam menganai
keberadaan sang anak, perlu pula mengetahui kapan saja waktu yang dapat
digunakan selama fase perkembangan sang anak untuk mengajarkan mereka
tentang agama.

1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penyusunan makalah ini, yaitu:

1
2

1. Bagaimana kedudukan anak sebagai amanah (titipan), dzuriyat


(keturuana) , Fitnah (ujian) , dan Zinah (perhiasan)?
2. Bagaimana fitrah seorang anak dalam beragama?
3. Bagaimana fase perkembangan anak dalam pandangan Islam?

1.3. Tujuan Pembahasan

Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Memahami kedudukan anak sebagai amanah (titipan), dzuriyat


(keturuana) , Fitnah (ujian) , dan Zinah (perhiasan).
2. Memahami fitrah beragama bagi seorang anak.
3. Mengetahui bagaiman fase perkembangan anak dalam pandangan
Islam.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Anak Dalam Perspektif Islam

Dalam pandangan islam anak tak hanya sebagai titipan atau amanah bagi
orang tuanya, tak hanya menjadi keturunan sebagai generasi penerus keluarga atau
bangsanya. Islam juga memandang anak sebagai sebuah ujian bagai para orang
tuanya, serta perhiasan yang menghiasi kehidupan keluarga.

2.1.1. Anak sebagai Amanah (Titipan)

Anak adalah amanah Allah Swt. Oleh karena itu orang tua dituntut harus
mempersiapkan diri sejak kehamilan hingga mereka dewasa, baik dalam persoalan
jasmani sang anak, rohaninya, moralnya, mentalnya, emosionalnya, finansialnya
juga kehidupan sosialnya kelak. Pada hari kiamat nanti setiap orangtua akan
dimintai pertanggungjawaban berkenaan dengan anak yang dianugerahkan dan
diamanahkan kepadanya. Dalam cuplikan sebuah hadis diriwayatkan bahwa:

"Seorang suami adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung


jawaban atas keluarganya. Seorang isteri adalah pemimpin di dalam urusan
rumah tangga suaminya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan
rumah tangga tersebut." (H.R. Bukhari 844)

Salah satu ayat dalam Al-Quran mengingatkan kepada manusia untuk


senantiasa memelihara dirinya dan keluargamnya.










Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa

3
4

yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang


diperintahkan. (At-Tahrim:6)

Dengan demikian, setiap muslim khususnya para orang tua yang telah
diberi amanat berupa anak maka mereka wajib untuk mengasuh dan mendidik
anak-anak mereka dengan baik dan benar. Hal ini dilakukan agar mereka tidak
menjadi anak-anak yang lemah iman dan lemah kehidupan duniawinya, namun
dapat tumbuh dewasa menjadi generasi yang shaleh yang dapat mengantarkan
orang tuanya kepada pintu surga kelak.

2.1.2. Anak sebagai Dzuriat (Keturunan)

Anak adalah keturunan atau generasi penerus bagi orang tua dan
bangsanya. Dengan hadirnya anak, para orang tua akan merasa ada pihak yang
akan meneruskan garis keturunannya. Olehh karena itu, penting bagi orangtua
untuk memperhatikan keturunannya, demi masa depannya maupun demi orang tua
itu sendiri.

Salah satu ayat dalam Al-Quran menyeru kepada manusia untuk berhati-
hati dalam persoalan masa depan anak keturunannya. Di antaranya ayat berikut:









"Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang khawatir akan
meninggalkan keturunan berupa anak-anak yang lemah, yang dikhawatirkan
kesejahteraannya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka senantiasa bertakwa kepada
Allah dan selalu mengucapkan perkataan yang benar." (Q.S. an-Nisa: 9).

Selain itu Allah juga memerintahkan manusia untuk senantiasa berdoa


untuk kedua orangtuanya serta untuk keturunannya, sebagaiman diterangkan
dalam ayat berikut:









5













Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua
orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan
melahirkannya dengan susah payah (pula). mengandungnya sampai menyapihnya
adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila Dia telah dewasa dan umurnya
sampai empat puluh tahun ia berdoa: Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk
mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu
bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai;
berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku.
Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan Sesungguhnya aku Termasuk
orang-orang yang berserah diri.( QS. Al-Ahqf: 15)

Sayyid Quthb (2004, hlm. 323) memaparkan bahwa kalimat berilah


kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku merupakan
permohonan keinginan hati seorang mukmin agar amal salehnya sampai kepada
keturunannya dan agar qalbunya merasa senang jika keturunannya beribadah
kepada Allh dan mencari keridhaan-Nya. Keturunan yang saleh merupakan
dambaan hamba yang saleh. Mereka merupakan jejak, simpanan, dan
perbendaharaan dirinya yang lebih bernilai bagi qalbunya daripada segala
perhiasan dunia. Doa itu merentang dari orang tua kepada keturunan agar para
generasi bertaut dalam ketaatan kepada Allh.

Dengan demikian, kedudukan anak sebagai uriyyah berfungsi untuk


memberikan kebahagiaan qalbu kepada orang tuanya jika anak berada dalam
ketaatan kepada Allh demi mencari keridhaan-Nya.

Aam Abdussalam memaparkan, bahwa menjadi kepastian bagi anak ketika


berada di lingkungan rumahnya untuk membaca dan menangkap penampilan
orang tua secara keseluruhan. Baik fisik maupun non fisiknya. Seperti sifat
semangat dan malasnya orang tua, komitmen dan integritas moral orang tua,
sehingga apa yang ditampilkan oleh orang tua di hadapan anaknya akan ditangkap
dan tentu saja akan menjadi warisan untuk anak (Rumah Cahaya, 2014, T.hlm).
6

Anak sebagai uriyyah dimaksudkan juga anak sebagai pewaris nilai.


Sehingga anak memiliki posisi untuk mengembangkan ajaran agama, penerus
nilai-nilai yang dibawakan oleh rasulullah saw.

Dengan demikian warisan yang berharga dan terpenting dari orang tua
bukan warisan materi melainkan warisan pendidikan dan nilai/akhlak. Seperti
ketawadhuan orang tua dan kegigihan orang tua dalam membela kebenaran.

2.1.3. Anak Sebagai Fitnah (Cobaan)

Di samping sebagai amanah Allah telah memperingatkan bahwa seorang


anak bisa saja menjadi musuh bagi orang tuanya, sebagaimana yang diterangkan
dalam ayat berikut:

Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan


anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu
terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta
mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (Q.S. At-taghobun:14)

Di ayat berikutnya Allah menerangkan:






Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu),
dan di sisi Allah-lah pahala yang besar. (Q.S. At-taghobun:15)

Seperti halnya harta, kedudukan anak dalam pandangan Islam merupakan


cobaan atau fitnah dari Allah Swt. Anak adalah ujian bagi orang tua, sejauh mana
dirinya mampu memelihara amanah Allah Swt.

Oleh sebab itu, agar sang anak tidak menjadi fitnah yang amat berat bagi
orang tuanya suatu hari nanti, anak harus diarahkan kepada kehidupan yang
positif dan agamis. Jangan sampai terjadi salah asuhan dalam mendidiknya,
7

seperti diarahkan pada budaya permisif: buka aurat, jauh dari akhlak mulia,
berpola konsumerisme, dan sebagainya. Yang paling utama dan efektif dalam
menjauhkan dari fitnah adalah menanamkan pendidikan agama sejak dini.

2.1.4. Anak Sebagai Zinah (Perhiasan)

Allah SWT menjadikan segala sesuatu yang ada di pemukaan bumi


sebagai perhiasan bagi kehidupan, termasuk di dalamnya adalah harta dan anak-
anak. Allah SWT berfirman:













Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa
yang diingini, yaitu: wanita-wanitadan anak-anak, harta yang banyak dari jenis
emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah
kesenangan hidup di dunia dan disisi Allah tempat kembali yang baik
(surga).(QS. Ali Imran:14)

Di lain ayat Allah berfirman :












Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-
amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta
lebih baik untuk menjadi harapan. ( Q.S. Al Kahfi : 46 )

Anak merupakan karunia dan hibah dari Allah SWT sebagai penyejuk
pandangan mata, kebanggaan orangtua dan sekaligus perhiasan dunia serta
belahan jiwa yang berjalan di muka bumi. Perhiasan yang dimaksud adalah bahwa
orangtua merasa sangat bangga dan senang atas beragai prestasi yang diperoleh
anak-anaknya sehingga dia pun akan terbawa baik di depan masyarakat.Anak juga
bisa menjadi nikmat yang mendatangkan kebahagiaan bagi orang tuanya. Yakni
8

anak yang bisa mendatangkan manfaat bagi orang tuanya baik di dunia maupun di
akhirat.

Seorang yang bijak, jika sudah mengetahui bahwa anak merupakan


perhiasan, tentu ia akan menjaga perhiasan tersebut dengan sebaik-baiknya. Yakni
dengan membekali pendidikan yang baik. Orang tua adalah sebaik-baiknya
pendidik bagi anak. Cukuplah sebagai tanda jasa dan pujian bagi pendidik bahwa
seorang hamba akan meraih pahala yang besar setelah wafatnya dan masa
umurnya telah habis dan habis masa hidupnya.

Dari Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:

Jika manusia meninggal, maka terputuslah amalannya, kecuali tiga


perkara: Shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang
mendoakannya.

Jadi, seorang pendidik akan meraih derajat yang tinggi, pahala yang
berlipat ganda dan meninggalkan pusaka yang mulia di dunia bagi anak cucunya.

Dari Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah SAW bersada:

Sesungguhnya seseorang akan diangkat derajatnya di surga, lalu ia


berujar, bagaimana mungkin aku mendapatkan derajat ini? maka dijawab, hal
ini lantaran anakmu telah memohon ampun(istighfar) untukmu. (HR. Ibnu
Majah)

Begitu pula dia akan dikumpulkan di surga bersama para kekasih dan
kerabatnya sebagai karunia alasan yang baik dari Allah SWT. Dalam firmanNya:







Dan orang-orang yang beriman dan yang anak cucunya mereka mengikuti
mereka dalam keimanan, kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan
kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia
terikat dengan apa yang dikerjakannya. (Ath-Thur: 21)
9

2.2. Fitrah Beragama Bagi Anak

Fitrah dalam pembahasan ini memiliki arti sesuatu yang telah melekat
pada diri manusia dan terbawa sejak lahir. Seorang anak, seorang manusia,
memiliki naluri untuk beragama, karena beragama merupakan suatu fitrah
baginya.

Fitrah beragama ini merupakan kemampuan dasar yang mengandung


kemungkinan atau peluang untuk berkembang. Namun mengenai arah dan
kualitas perkembangannya sangat bergantung kepada proses pendidikan yang
diterimanya (faktor lingkungan). Hal ini sebagaimana telah dinyatakan oleh
Rasululloh SAW dalam salah satu haditsnya, yaitu: Setiap anak dilahirkan dalam
keadaan fitrah, hanya karena orang tuanyalah anak itu menjadi yahudi, nasrani
atau majusi.

Menilik hadits diatas, fitrah beragama seorang anak bisa saja berkahir pada
agama selain agama yang telah diridhai Allah (Islam), walaupun anak tersebut
lahir di keluarga beragama islam. Padahal Allah telah menciptakan manusia
dengan fitrahnya untuk bergaman kepada agama Allah(Islam), sebagaiman firman
Allah SWT. Dalam ayat berikut:



Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah;
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.
Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Q.S. Ar-Rum:30)

Maka dari itu, orang tua haruslah membimbing anak-anaknya sedini untuk
senantiasa beragama kepada agama Allah, dengan memberikan pendidikan agama
sebaik dan sedini mungkin.
10

2.3. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

2.3.1. Pertumbuhan dan Perkembangan Seorang Anak (Individu) menurut


Al-Quran

Pertumbuhan dan perkembangan anak menurut islam berlangsung fase


demi fase. Secara biologis pertumbuhan itu digambarkan oleh tuhan dalam Al-
Quran sesuai firmannya pada surat Al-Mumin ayat 67 sebagai berikut :











Dialah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes mani,
sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang
anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa
(dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua, di antara kamu ada
yang diwafatkan sebelum itu. (Kami perbuat demikian) supaya kamu sampai
kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahami(nya).

Dari ayat diatas dapat kita simpulkan bahwa fase perkembangan seorang
anak (individu) telah dimulai sejak dalam kandungan, kemudian lahir sebagai
anak, terus tumbuh hingga remaja, dewasa, tua, dan akhirnya meninggal meski
sebagian dari manusia ditakdirkan meninggal sebelum tua, bahkan remaja.

2.3.2. Fase Perkembangan Anak Menurut Konsep Islam

1. Masa bayi (0 hingga 2 tahun)

Pada fase ini orang tua anak perlu untuk mengembangkan kasih
sayang secara dua arah dimana ibu memberikan kasih sayangnya dan
dalam waktu bersamaan juga mengembangkan kemampuan anak
memberikan respon terhadap kita. Ini seperti yang sering kita perhatikan
dalam fase pertumbuhan anak secara umum dimana kita memang
11

diharapkan mengajarkan dan memperhatikan anak untuk dapat


memberikan respon terhadap kita.

2. Masa anak-anak (2-7 tahun atau disebut dengan fase thufulah)

Pada fase inilah merupakan fase penting memberikan pondasi dasar


tauhid pada anak melalui cara aktif agar anak terdorong dan memiliki
tauhid aktif dimana anak mau melakukan sesuatu yang baik semata
menurut Allah. Fase ini fase penting penanaman pondasi bagi anak.

3. Masa Tamyiz (7-10 tahun)

Di fase ini anak sudah mulai mampu membedakan baik dan buruk
berdasarkan nalarnya sendiri sehingga di fase inilah kita sudah mulai
mempertegas pendidikan pokok syariat.

4. Masa Amrad (10-15 tahun)

Fase ini adalah fase dimana anak mulai mengembangkan potensi


dirinya guna mencapai kedewasaan dan memiliki kemampuan
bertanggung jawab secara penuh. Dalam islam, fase ini juga merupakan
fase dimana anak mencapai aqil baligh sehingga sudah semakin pandai
menggunakan akalnya secara penuh. Salah satu yang menjadi tuntutan
bagi anak kemudian adalah kepandaiannya dalam mengatur harta yang
dimulai dengan kemampuan mengatur anggaran untuk dirinya sendiri.

5. Masa Taklif (15-18 tahun)

Pada masa ini anak seharusnya sudah sampai pada titik bernama
taklif atau bertanggung jawab. Bagi lelaki setidaknya fase ini paling
lambat dicapai di usia 18 tahun dan bagi anak perempuan paling lambat
dicapai di usia 17 tahun. Tanggung jawab yang dimaksud selain pada diri
12

sendiri juga tanggung jawab terhadap keluarga, masyarakat sekitar dan


masyarakat secara keseluruhan.
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. Kesimpulan
1. Dalam pandangan islam kedudukan anak adalah sebgai amanah yang
harus dijaga dan dirawat sebaik mungkin, keturunan yang akan
meneruskan garis keturunan keluarganya, serta perhiasan yang
menghiasi dan membanggakan kehidupan keluarga. Namun selain itu
anak juga merupakan sebuah cobaan dari Allah SWT.bagi
orangtuanya. Oleh sebab itu, sudah menjadi tugas orang tua untuk bisa
mendidik dan membina sang anak menjadi seorang insan yang terbaik.
Hal ini dilakukan agar mereka tidak menjadi anak-anak yang lemah
iman dan lemah kehidupan duniawinya, namun dapat tumbuh dewasa
menjadi generasi yang shaleh yang dapat mengantarkan orang tuanya
kepada pintu surga kelak.
2. Fitrah beragama bagi anak merupakan hal yang perlu diperhatikan oleh
para orang tua. Allah telah memfitrah kepada setiap umat manusia
Agama yang telah diridhainya (Islam), tugas orang tualah yang
memastikan agar sang anak tetap berada dalam fitrah beragamanya di
setiap masa perkembangannya.
3. Fase perkembangan dan pertumbuhan anak dimulai dari masa bayi (0
hingga 2 tahun), masa anak-anak (2-7 tahun atau disebut dengan
fase thufulah), masa tamyiz (7-10 tahun), masa amrad (10-15 tahun),
masa taklif (15-18 tahun). Dan di masa tamyiz anak sudah bisa
diperkenalkan pokok-pokok syariat Islam.

3.2. Saran
1. Mengingatkan pentingnya kedudukan anak dalam pandangan Islam,
maka disarankan untuk para orang tua untuk senantiasa mengingat,
membimbing dan mendidik anak-anak demi masa depan mereka dan
masa depan orangtua sendiri.

13
14

2. Fitrah beragama dapat saja melenceng dari apa yang telah allah
berikan, maka dari itu untuk para orang tua diharapkan dapat
senantiasa membimbing anaknya untuk tetaplurus di agama Allah,
dengan memperkuat iman diri, memperluas ilmu, dan menularkannya
pada sang anak.
3. Dalam perkembangan sang anak terdapat masa-masa cocok untuk
mengajarkan satu hal tertentu, untuk disarankan pada orang tua untuk
mengetahu setiap karakteristik disetiap masa perkembangan anak dan
menyesuaikan pendidikan yang mest di berikan.
15

DAFTAR PUSTAKA

Tatia, Audrey (2016). Anak dalam Perspektif Islam.

Dari http://inspirasikaryaku.blogspot.co.id/2016/05/anak-dalam-
perspektif-islam.html, diakses pada tanggal 14 Maret 2017

Dewiyani (2010). Anak dalam Perspektif Islam.

Dari http://dewiyaniani.blogspot.co.id/2010/12/anak-dalam-perspektif-
islam.html, diakses pada tanggal 14 Maret 2017

Robbina, Dani (2010). Makalah Perkembangan Anak Menurut Konsep Islam.

Dari http://robbinadani.blogspot.co.id/2015/05/makalah-perkembangan-
anak-menurut.html, diakses pada tanggal 14 Maret 2017

______________ (2010). Kedudukan Anak dalam Al-Quran.

Dari http://tasaqu.com/keluargaqu/kedudukan-anak-dalam-al-quran/,
diakses pada tanggal 14 Maret 2017

Anda mungkin juga menyukai