Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Semua negara mengakui bahwa demokrasi sebagai alat ukur dari
keabsahan politik. Kehendak rakyat adalah dasar utama kewenangan
pemerintahan menjadi basis tegaknya sistem politik demokrasi. Demokrasi
meletakkan rakyat pada posisi penting, hal ini karena masih memegang teguh
rakyat selaku pemegang kedaulatan. Negara yang tidak memegang demokrasi
disebut negara otoriter. Negara otoriter pun masih mengaku dirinya sebagai
negara demokrasi. Ini menunjukkan bahwa demokrasi itu penting dalam
kehidupan bernegara dan pemerintahan.
Pancasila sebagai konsep diungkapkan Bung Karno pada tanggal 1 Juni
1945 saat menyampaikan pidatonya yang berisikan konsepsi usul tentang dasar
falsafah negara yang diberi nama dengan Pancasila. Konsepsi usul ini berisi:
1. Kebangsaan Indonesia atau Nasionalisme.
2. Perikemanusiaan atau Internasionalisme.
3. Mufakat atau Demokrasi.
4. Kesejahteraan Sosial.
5. Ketuhanan yang Maha Esa.
Selanjutnya pada tanggal 22 Juni 1945, sidang Badan Penyelidik Usaha-
Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) mencapai konsensus
nasional dan gentlemen agreement tentang dasar negara Republik Indonesia.
Konsensus nasional yang mendasari dan menjiwai Proklamasi Kemerdekaan
17 Agustus 1945 itu dituangkan dalam suatu naskah yang oleh Mr Muhammad
Yamin disebut Piagam Jakarta. Piagam Jakarta merupakan hasil kompromi
tentang dasar negara Indonesia yang dirumuskan oleh Panitia Sembilan, panitia
kecil yang dibentuk oleh BPUPKI, antara umat Islam dan kaum kebangsaan
(nasionalis). Di dalam Piagam Jakarta terdapat lima butir yang kelak menjadi
Pancasila dari lima butir, sebagai berikut :
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya.

1
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu demokrasi pancasila
2. mengapa diperlukan demokrasi yang bersumber dari Pancasila?
3. bagaimanakah sumber historis, sosiologis, dan politik tentang demokrasi
yang bersumber dari Pancasila?
4. bagaimanakah dinamika dan tantangan demokrasi yang bersumber dari
Pancasila?
C. Tujuan dan manfaat
1. mengetahui konsep dan urgensi demokrasi yang bersumber dari Pancasila
2. mengetahui alasan diperlukan demokrasi yang bersumber dari Pancasila
3. mengetahui sumber historis, sosiologis, dan politik tentang demokrasi yang
bersumber dari Pancasila
4. mengetahui dinamika dan tantangan demokrasi yang bersumber dari
Pancasila

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep dan Urgensi Demokrasi Pancasila


1. Pengertian Demokrasi
Secara etimologis, demokrasi berasal dari bahasa Yunani Kuno,
yakni “demos” dan “kratein”.demokrasi merujuk kepada konsep kehidupan
negara atau masyarakat di mana warganegara dewasa turut berpartisipasi
dalam pemerintahan melalui wakilnya yang dipilih; pemerintahannya
mendorong dan menjamin kemerdekaan berbicara, beragama, berpendapat,
berserikat, menegakkan ”rule of law”, adanya pemerintahan mayoritas yang
menghormati hak-hak kelompok minoritas; dan masyarakat yang
warganegaranya saling memberi perlakuan yang sama. Pengertian tersebut
pada dasarnya merujuk kepada ucapan Abraham Lincoln mantan Presiden
Amerika Serikat, yang menyatakan bahwa “demokrasi adalah suatu
pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat” atau “the
government from the people, by the people, and for the people”.
Menurut CICED (1999), bahwa demokrasi sebagai konsep yang
bersifat multidimensional, yakni secara filosofis demokrasi sebagai ide,
norma, dan prinsip; secara sosiologis sebagai sistem sosial; dan secara
psikologis sebagai wawasan, sikap, dan perilaku individu dalam hidup
bermasyarakat.
2. Tiga Tradisi Pemikiran Politik Demokrasi
Secara konseptual, seperti dikemukakan oleh Carlos Alberto Torres (1998)
demokrasi dapat dilihat dari tiga tradisi pemikiran politik, yakni “classical
Aristotelian theory, medieval theory, contemporary doctrine”. Dalam tradisi
pemikiran Aristotelian demokrasi merupakan salah satu bentuk
pemerintahan, yakni “…the government of all citizens who enjoy the
benefits of citizenship”, atau pemerintahan oleh seluruh warganegara yang
memenuhi syarat kewarganegaraan. Sementara itu dalam tradisi “medieval
theory” yang pada dasarnya menerapkan “Roman law” dan konsep “popular

3
souverignty” menempatkan “…a foundation for the exercise of power,
leaving the supreme power in the hands of the people”, atau suatu landasan
pelaksanaan kekuasaan tertinggi di tangan rakyat. Sedangkan dalam
“contemporary doctrine of democracy”, konsep “republican” dipandang
sebagai “…the most genuinely popular form of government”, atau konsep
republik sebagai bentuk pemerintahan rakyat yang murni.
Lebih lanjut, Torres (1998) memandang demokrasi dapat ditinjau dari
dua aspek, yakni di satu pihak adalah “formal democracy” dan di lain pihak
“substantive democracy”.“Formal democracy” menunjuk pada demokrasi
dalam arti sistem pemerintahan.Substantive democracy menunjuk pada
bagaimana proses demokrasi itu dilakukan.
3. Pemikiran tentang Demokrasi Indonesia
Sebagai negara demokrasi, demokrasi Indonesia memiliki kekhasan.
Menurut Budiardjo dalam buku Dasar-Dasar Ilmu Politik (2008), demokrasi
yang dianut di Indonesia adalah demokrasi yang berdasarkan Pancasila yang
masih terus berkembang dan sifat dan ciri-cirinya terdapat pelbagai tafsiran
dan pandangan. Meskipun demikian tidak dapat disangkal bahwa nilai-nilai
pokok dari demokrasi konstitusional telah cukup tersirat dalam UUD NRI
1945.
Demokrasi konstitusional adalah suatu sistem pemerintahan yang
demokratis dengan menitikberatkan Konstitusi sebagai sesuatu yang paling
tinggi dan ditakuti. Suatu negara terbentuk karena adanya kekuasaan
pemerintahan yang diberikan dari rakyat.
Menurut Prof. Dardji Darmo Diharjo, bahwa pengertian demokrasi
Pancasila adalah paham demokrasi yang bersumber dari kepribadian dan
falsafah hidup bangsa Indonesia, yang perwujudannya seperti dalam
ketentuan-ketentuan Pembukaan UUD 1945.

4
B. Sumber historis, sosiologis, dan politik tentang demokrasi Pancasila
Sebagaimana telah dikemukakan Mohammad Hatta, demokrasi
Indonesia yang bersifat kolektivitas itu sudah berurat berakar di dalam
pergaulan hidup rakyat. Sebab itu ia tidak dapat dilenyapkan untuk selama-
lamanya. Menurutnya, demokrasi bisa tertindas karena kesalahannya sendiri,
tetapi setelah ia mengalami cobaan yang pahit, ia akan muncul kembali dengan
penuh keinsyafan.
Setidak-tidaknya ada tiga sumber yang menghidupkan cita-cita
demokrasi dalam kalbu bangsa Indonesia. Pertama, tradisi kolektivisme dari
permusyawaratan desa. Kedua, ajaran Islam yang menuntut kebenaran dan
keadilan Ilahi dalam masyarakat serta persaudaraan antarmanusia sebagai
makhluk Tuhan. Ketiga, paham sosialis Barat, yang menarik perhatian para
pemimpin pergerakan kebangsaan karena dasar-dasar perikemanusiaan yang
dibelanya dan menjadi tujuannya
1. Sumber Nilai yang Berasal dari Demokrasi Desa
Demokrasi yang diformulasikan sebagai pemerintahan dari rakyat,
oleh rakyat, dan untuk rakyat merupakan fenomena baru bagi Indonesia
ketika merdeka. Kerajaan-kerajaan pra-Indonesia adalah kerajaan-kerajaan
feodal yang dikuasai oleh raja-raja autokrat. Akan tetapi, nilai-nilai
demokrasi dalam taraf tertentu sudah berkembang dalam budaya Nusantara,
dan dipraktikkan setidaknya dalam unit politik terkecil, seperti desa di Jawa,
nagari di Sumatra Barat, dan banjar di Bali (Latif, 2011). Mengenai adanya
anasir demokrasi dalam tradisi desa kita akan meminjam dua macam
analisis berikut.
Pertama, paham kedaulatan rakyat sebenarnya sudah tumbuh sejak
lama di Nusantara. Di alam Minangkabau, misalnya pada abad XIV sampai
XV kekuasaan raja dibatasi oleh ketundukannya pada keadilan dan
kepatutan. Ada istilah yang cukup tekenal pada masa itu bahwa “Rakyat
ber-raja pada Penghulu, Penghulu berraja pada Mufakat, dan Mufakat ber-
raja pada alur dan patut”. Dengan demikian, raja sejati di dalam kultur
Minangkabau ada pada alur (logika) dan patut (keadilan). Alur dan patutlah

5
yang menjadi pemutus terakhir sehingga keputusan seorang raja akan
ditolak apabila bertentangan dengan akal sehat dan prinsip-prinsip keadilan
(Malaka, 2005).
Kedua, tradisi demokrasi asli Nusantara tetap bertahan sekalipun di
bawah kekuasaan feodalisme raja-raja Nusantara karena di banyak tempat di
Nusantara, tanah sebagai faktor produksi yang penting tidaklah dikuasai
oleh raja, melainkan dimiliki bersama oleh masyaraat desa. Karena
pemilikan bersama tanah desa ini, hasrat setiap orang untuk
memanfaatkannya harus melalui persetujuan kaumnya. Hal inilah yang
mendorong tradisi gotong royong dalam memanfaatkan tanah bersama, yang
selanjutnya merembet pada bidang-bidang lainnya, termasuk pada hal-hal
kepentingan pribadi seperti misalnya membangun rumah, kenduri, dan
sebagainya. Hatta menjelaskan bahwa anasir demokrasi asli itu: rapat,
mufakat, gotong royong, hak mengadakan protes bersama dan hak
menyingkir dari daerah kekuasaan raja, dipuja dalam lingkungan
pergerakan nasional sebagai pokok yang kuat bagi demokrasi sosial,
yang akan dijadikan dasar pemerinahan Indonesia merdeka di masa
datang (Latif, 2011).
2. Sumber Nilai yang Berasal dari Islam
Nilai demokratis yang berasal dari Islam bersumber dari akar
teologisnya. Inti dari keyakinan Islam adalah pengakuan pada Ketuhanan
Yang Maha Esa (Tauhid, Monoteisme). Dalam keyakinan ini, hanya
Tuhanlah satu-satunya wujud yang pasti. Semua selain Tuhan, bersifat
nisbi belaka. Konsekuensinya, semua bentuk pengaturan hidup sosial
manusia yang melahirkan kekuasaan mutlak, dinilai bertentangan dengan
jiwa Tauhid (Latif, 2011). Pengaturan hidup dengan menciptakan
kekuasaan mutlak pada sesama manusia merupakan hal yang tidak adil
dan tidak beradab. Sikap pasrah kepada Tuhan, yang memutlakkan
Tuhan dan tidak pada sesuatu yang lain, menghendaki tatanan sosial
terbuka, adil, dan demokratis (Madjid, 1992).

6
3. Sumber Nilai yang Berasal dari Barat
Kehadiran kolonialisme Eropa, khususnya Belanda, di Indonesia,
membawa dua sisi dari koin peradaban Barat: sisi represi imperialisme-
kapitalisme dan sisi humanisme-demokratis. Penindasan politik dan
penghisapan ekonomi oleh imperialisme dan kapitalisme, yang tidak jarang
bekerjasama dengan kekuatankekuatan feodal bumi putera, menumbuhkan
sikap anti-penindasan, anti-penjajahan, dan anti-feodalisme di kalangan para
perintis kemerdekaan bangsa. Dalam melakukan perlawanan terhadap
represi politik-ekonomi kolonial itu, mereka juga mendapatkan stimulus dari
gagasan-gagasan humanisme-demokratis Eropa (Latif, 2011).
Penyebaran nilai-nilai humanisme-demokratis itu menemukan ruang
aktualisasinya dalam kemunculan ruang publik modern di Indonesia sejak
akhir abad ke-19. Ruang publik ini berkembang di sekitar institusi-institusi
pendidikan modern, kapitalisme percetakan, klub-klub sosial bergaya Eropa,
kemunculan bebagai gerakan sosial (seperti Boedi Oetomo, Syarekat Islam
dan lan-lain) yang berujung pada pendrian partai-partai politik (sejak 1920-
an), dan kehadiran Dewan Rakyat (Volksraad) sejak 1918.
Sumber inspirasi dari anasir demokrasi desa, ajaran Islam, dan
sosiodemokrasi Barat, memberikan landasan persatuan dari keragaman.,
Segala keragaman ideologi-politik yang dikembangkan, yang bercorak
keagamaan maupun sekuler, semuanya memiliki titik-temu dalam gagasan-
gagasan demokrasi sosialistik (kekeluargaan), dan secara umum menolak
individualisme.
C. Dinamika dan Tantangan Demokrasi Pancasila.
Sepanjang sejarah Indonesia pernah mengalami dinamika
ketatanegaraan seiring dengan berubahnya konstitusi yang dimulai sejak
berlakunya UUD 1945 (I), Konstitusi RIS 1949, UUDS 1950, kembali ke UUD
1945 (II) dan akhirnya kita telah berhasil mengamandemen UUD 1945
sebanyak empat kali. Ihwal postur demokrasi kita dewasa ini dapat kita amati
dari fungsi dan peran lembaga permusyawaratan dan perwakilan rakyat

7
menurut UUD Tahun 1945, yakni Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR),
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Untuk memahami dinamika dan tantangan demokrasi kita itu, Anda
diminta untuk membandingkan aturan dasar dalam naskah asli UUD 1945 dan
bagaimana perubahannya berkaitan dengan MPR, DPR, dan DPD (Asshiddiqie
dkk, 2008)
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat
Amandemen UUD 1945 dilakukan pula terhadap ketentuan tentang
lembaga permusyawaratan rakyat, yakni MPR. Sebelum dilakukan
perubahan, MPR merupakan lembaga tertinggi negara. Setelah dilakukan
perubahan, maka terjadilah perubahan secara mendasar dalam sistem
ketatanegaraan. Perubahan dari sistem vertikalhierarkis dengan prinsip
supremasi MPR menjadi sistem yang horizontalfundamental dengan prinsip
checks and balances (saling mengawasi dan mengimbangi) antarlembaga
negara. Dalam kaitan dengan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara
langsung, timbul kewenangan baru bagi MPR, yakni melantik Presiden dan
Wakil Presiden (Pasal 3 Ayat (2) UUD 1945). Kewenangan lain yang
muncul berdasarkan ketentuan Pasal 3 Ayat (3) UUD 1945 adalah MPR
berwenang memberhentikan presiden dan/atau wakil presiden dalam masa
jabatannya menurut UUD. Kewenangan MPR lainnya diatur pula dalam
Pasal 8 Ayat (2) dan Ayat (3) UUD 1945. Pasal tersebut mengatur tentang
pengisian lowongan jabatan presiden dan wakil presiden secara bersama-
sama atau bilamana wakil presiden berhalangan tetap.
2. Dewan Perwakilan Rakyat
Dalam upaya mempertegas pembagian kekuasaan dan menerapkan
prinsip saling mengawasi dan mengimbangi yang lebih ketat dan transparan,
maka ketentuan mengenai DPR dilakukan perubahan.Dalam upaya
mempertegas pembagian kekuasaan dan menerapkan prinsip saling
mengawasi dan mengimbangi yang lebih ketat dan transparan, maka
ketentuan mengenai DPR dilakukan perubahan.Perubahan yang terjadi pada
Dewan Perwakilan Rakyat adalah penambahan ketentuan mengenai

8
pemilihan anggota DPR. Dua ketentuan lainnya, yakni susunan dan masa
sidang DPP tetap tidak berubah.
Menurut ketentuan Pasal 20 A Ayat (1) UUD 1945 fungsi DPR ada
tiga, yaitu fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Mari
kita pahami ketiga fungsi tersebut. (1) Fungsi legislasi adalah fungsi
membentuk undang-undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat
persetujuan bersama. (2) Fungsi anggaran adalah fungsi menyusun dan
menetapkan anggaran pendapatan dan belanja negara bersama Presiden
dengan memperhatikan pertimbangan DPD. (3) Fungsi pengawasan adalah
fungsi melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, undang-undang, dan peraturan
pelaksanaannya. Berdasarkan ketentuan Pasal 20 A Ayat (2) DPR
mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat.
Mari kita perhatikan apa makna dari ketiga hak DPR tersebut. (1) Hak
interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada pemerintah
mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak
luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara. (2) Hak angket adalah
hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah
yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan
bermasyarakat dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan. (3) Hak menyatakan pendapat adalah hak DPR
sebagai lembaga untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan pemerintah
atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air atau situasi dunia
internasional. Penyampaian hak ini disertai dengan rekomendasi
penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan: hak interpelasi, hak
angket, dan terhadap dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden
melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara,
korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela
maupun tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil
Presiden.

9
Di samping DPR, anggota DPR juga mempunyai hak tertentu. Hak-
hak anggota DPR tersebut adalah ; Mengajukan rancangan undang-undang.;
Mengajukan pertanyaan; Menyampaikan usul dan pendapat; Memilih dan
dipilih ; Membela diri; Imunitas; dan Protokoler; Keuangan; dan
administratif.
3. Dewan Perwakilan Daerah
Ketentuan mengenai Dewan Perwakilan Daerah (DPD) merupakan
hal baru dalam UUD 1945. Ketentuan ini diatur dalam bab tersendiri dan
terdiri atas dua pasal, yaitu Pasal 22 C dengan 4 ayat dan Pasal 22 D dengan
4 ayat.Sistem perwakilan di Indonesia merupakan sistem yang khas. Sebab
di samping terdapat DPR sebagai lembaga perwakilan berdasarkan aspirasi
rakyat, juga ada DPD sebagai lembaga penampung aspirasi daerah.
Demikianlah dinamika yang terjadi dengan lembaga
permusyawaratan dan perwakilan di negara kita yang secara langsung
mempengaruhi kehidupan demokrasi. Dinamika ini tentu saja kita harapkan
akan mendatangkan kemaslahatan kepada semakin sehat dan dinamisnya
Demokrasi Pancasila yang tengah melakukan konsolidasi menuju demokrasi
yang matang (maturation democracy). Hal ini merupakan peluang dan
sekaligus tantangan bagi segenap komponen bangsa.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Demokrasi berasal dari dua kata “demos” yang berarti rakyat dan
“cratein” atau “cratos” yang berarti kekuasaan atau kedaulatan. “Demos
cratos” atau “demos cratein” dalam bahasa Yunani yang berarti demokrasi
dalam bahasa Indonesia adalah kedaulatan rakyat atau kekuasaan berada di
tangan rakyat.
Sistem demokrasi dilaksanakan dengan cara yang berbeda-beda
antara negara satu dengan negara lainnya. Hal ini disebabkan oleh sejarah
suatu negara tersebut, pandangan hidup negara tersebut, dan cita-cita dari
negara tersebut. Begitu halnya dengan negara Indonesia, negara Indonesia
menggunakan sistem demokrasi yang bersumber dari Pancasila dan UUD
1945.
B. Saran
Negara Indonesia telah menunjukkan bahwa sistem pemerintahan yang
dianut adalah sistem demokrasi yang berlandaskan Pancasila. Tidak ada yang
salah dengan kata demokrasi, bahkan negara-negara di dunia begitu
mendambakan demokrasi. Hanya saja ketika demokrasi ini diterapkan, masih
belum menggambarkan adanya suatu usaha yang sinkron dan maksimal dari
berbagai pihak. Sebagai warga negara yang baik, ketika telah mengetahui
bahwa sistem demokrasi diterapkan di negaranya, sudah seharusnya tindakan
dan perilaku warga negara mencerminkan demokrasi yang penuh tanggung
jawab. Sistem demokrasi yang dilaksanakan di Indonesia melalui lembaga-
lembaga perwakilan. Lembaga-lembaga perwakilan tersebut dipilih secara
langsung oleh rakyat, sehingga sudah sepatutnya bahwa anggota dari lembaga-
lembaga perwakilan bercermin bahwa jabatan yang mereka emban merupakan
amanah dari rakyat untuk dijalankan sebaik mungkin dengan tujuan
kesejahteraan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Kementrian Riset, Tekonologi, dan Pendidikan Tinggi. 2014. PKn MKWU 2014
PDF Jurnal. Jakarta: Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan
Tinggi.

Budimansyah, D. & Sudirwo, D. 2009. Pendidikan Kewarganegaraan pada


Perguruan Tinggi. Bandung: C.V. Randu Alas.

Rahayu, A. S. 2013. Pendidikan Pancasila & Kewarganegaraan (PPKn). Jakarta:


Bumi Aksara.

Srijanti, Rahman, A., dan Purwanto. 2011. Pendidikan Kewarganegaraan di


Perguruan Tinggi. Jakarta: Salemba Empat.

Syarbaini, S. 2014. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan


Tinggi. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.

12

Anda mungkin juga menyukai